Você está na página 1de 15

Kamis, 11 November 2010

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

A. KONSEP DASAR
I. DEFINISI
Stroke atau serebrovaskuler accident adalah gangguan suplai darah normal ke
otak yang sering terjadi dengan tiba-tiba dan menyebabkan fatal neurologik
defisit. (Igrativicius, 1995).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis
karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap
embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat
ruptur arteri (aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
Jadi kesimpulannya Stroke adalah suatu gangguan serebrovaskuler yang
menyebabkan kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh
gangguan suplai darah ke bagian otak.

II. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu
a. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

b. Stroke Non Haemorhagic


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.

2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya


a. TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b.Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24
jam atau beberapa hari.

c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.
III. ETIOLOGI
a. Stroke Haemorhagi
1) Perdarahan serebri
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus gangguan
pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua kasus penyakit ini.
Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri.

2) Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita
biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah
satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang
(Sylvia A. Price, 1995)

3) Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).


- Trombosis sinus dura
- Diseksi arteri karotis atau vertebralis
- Vaskulitis sistem saraf pusat
- Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
- Migran
- Kondisi hyperkoagulasi
- Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
- Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
- Miksoma atrium.

b.Stroke Non Haemorhagic


1) Trombosis
Trombosis merupakan penyebab stroke paling sering. Trombosis ditemukan pada
40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh para ahli patologi. Biasanya
ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat
aterosklerosis.
2) Embolus
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dan merupakan 5-15% dari berbagai
penyebab utama stroke. Dari penelitian epidemiologi (community based) didapatkan
bahwa sekitar 50% dari semua serangan iskemia otak, apakah yang permanen atau
yang transien, diakibatkan oleh komplikasi trombotik atau embolik dari ateroma,
yang merupakan kelainan dari arteri ukuran besar atau sedang; dan sekitar 25%
disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di intra cranial dan 20% oleh emboli
dari jantung (Lumbantobing, 2001). Penderita embolisme biasanya lebih muda
dibanding dengan penderita trombosis Kebanyakan emboli serebri berasal dari
suatu thrombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya
merupakan perwujudan penyakit jantung.

IV. PATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah
dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah
yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap ortak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area.

Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal iniakan me yebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.. Perdarahan intra serebral yang
sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac
arrest.

V. PATHWAY

VI. MANIFESTASI KLINIS


1. Defisit Neurologis:
a. Homonimus hemianopsia ( kehilangan setengah lapang penglihatan).
Tidak menyadari orang / objek ditempat kehilangan penglihatan, mengabaikan salah
satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
b. Kehilangan penglihatan perifer : Kesulitan melihat pada malam hari, tidak
menyadari objek atau batas objek
c. Diplopia : penglihatan ganda.

2. Defisit Motorik
a. Hemiparese : kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
b. Hemiplegia : Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
. Ataksia : Berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri
yang luas.
d. Disartria : Kesulitan dalam membentuk kata
e. Disfagia : Kesulitan dalam menelan

3. Defisit Sensori
a. Afasia ekspresif : ketidakmampuan menggunakan simbol berbicara
b. Afasia reseptif : Tidak mampu menyusun kata-kata yang diucapkan
c. Afasia global :Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif

4. Defisit Kognitif
- Kehilangan memori jangka pendek dan jangka menengah
- Penurunan lapang perhatian
- Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
- Alasan abstrak buruk
- Perubahan penilaian

5. Defisit Emosional
- Kehilangan control diri
- Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
- Menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah
- Perasaan isolasi

VII. KOMPLIKASI
1. TIK meningkat
2. Aspirasi
3. Atelektasis
4. Kontraktur
5. Disritmia jantung
6. Malnutrisi
7. Gagal napas

VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS


a. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran :
a. Breathing (Pernapasan)
- Usahakan jalan napas lancar.
- Lakukan penghisapan lendir jika sesak.
- Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk.
- Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar.
b. Blood (Tekanan Darah)
- Usahakan otak mendapat cukup darah.
- Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut.
c. Brain (Fungsi otak)
- Atasi kejang yang timbul.
- Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi.
d. Bladder (Kandung Kemih)
- Pasang katheter bila terjadi retensi urine
e. Bowel (Pencernaan)
- Defekasi supaya lancar.
- Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde.

b. Menurunkan kerusakan sistemik.


Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti sentral jaringan otak. Di
sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada jaringan yang masih harus
diselamatkan. Tindakan awal yang harus difokuskan untuk menyelamatkan
sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsur yang paling penting untuk area tersebut
adalah oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat. Kadar oksigen dapat
dipantau melalui gas-gas arteri dan oksigen dapat diberikan pada pasien jika ada
indikasi. Hypoglikemia dapat dievaluasi dengan serangkaian pemeriksaan glukosa
darah.

c. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial


Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya dokter
maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah ini, mengenalinya dan
memastikan bahwa tindakan medis telah dilakukan. Pasien dengan hypertensi
sedang biasanya tidak ditangani secara akut. Jika tekanan darah lebih rendah
setelah otak terbiasa dengan hypertensi karena perfusi yang adekuat, maka tekanan
perfusi otak akan turun sejalan dengan tekanan darah. Jika tekanan darah diastolic
diatas kira-kira 105 mmHg, maka tekanan tersebut harus diturunkan secara
bertahap. Tindakan ini harus disesuaikan dengan efektif menggunakan nitropusid.
Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka hal tersebut biasanya terjadi setelah
hari pertama. Meskipun ini merupakan respons alamiah otak terhadap beberapa lesi
serebrovaskular, namun hal ini merusak otak. Metoda yang lazim dalam mengontrol
PTIK mungkin dilakukan seperti hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan kepala,
menghindari fleksi kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang dapat
membahayakan aliran balik vena ke kepala. Gunakan diuretik osmotik seperti
manitol dan mungkin pemberian deksamethasone meskipun penggunaannya masih
merupakan kontroversial.

d. Terapi Farmakologi
Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragik, meskipun heparinisasi
pada pasien stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk menyebabkan komplikasi
haemoragik. Heparinoid dengan berat molekul rendah (HBMR) menawarkan
alternatif pada penggunaan heparin dan dapat menurunkan kecendrungan
perdarahan pada penggunaannya. Jika pasien tidak mengalami stroke, sebaliknya
mengalami TIA, maka dapat diberikan obat anti platelet. Obat-obat untuk
mengurangi perlekatan platelet dapat diberikan dengan harapan dapat mencegah
peristiwa trombotik atau embolitik di masa mendatang. Obat-obat antiplatelet
merupakan kontraindikasi dalam keadaan adanya stroke hemoragi seperti pada
halnya heparin.

e. Pembedahan
Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk menangani penderita stroke.
Sulit sekali untuk menentukan penderita mana yang menguntungkan untuk dibedah.
Tujuan utama pembedahan adalah untuk memperbaiki aliran darah serebral.
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit
seperti hypertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernapasan dan kontrol ventilasi
yang baik dapat dipertahankan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn
E. Doenges et al, 1998)
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2000)

f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
(Harsono, 1996)

II. Pemeriksaan fisik


a. Keadaan umum
1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integument
1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest
2-3 minggu
2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala : bentuk normocephalik
2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

h. Pemeriksaan neurologi
1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
4) Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf
Misbach, 1999)

III. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
DS: - Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis.
- Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )

DO: - Perubahan tingkat kesadaran


- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan
umum.
- Gangguan penglihatan

b. Sirkulasi
DS: - Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bacterial ), polisitemia.
DO: - Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

c. Integritas ego
DS: - Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
DO: - Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan , kegembiraan
- Kesulitan berekspresi diri
d. Eliminasi
DS: - Inkontinensia, anuria
- Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus ( ileus
paralitik )

e. Makan/ minum
DS: - Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
DO: - Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
- Obesitas ( faktor resiko )

f.Sensori neural
DS: - Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
- Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka
ipsilateral ( sisi yang sama )
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
DO: - Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah
laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon dalam
( kontralateral )
- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan
berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi
lateral

g. Nyeri / kenyamanan
DS: - Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
DO: - Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
h. Respirasi
DS: - Perokok ( faktor resiko )
DO: - Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
- Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
- Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

i. Keamanan
DS: - Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang
kesadaran diri

j. Interaksi sosial
DS: - Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

k. Pengajaran / pembelajaran
DS: - Riwayat hipertensi keluarga, stroke
- Penggunaan kontrasepsi oral

l. Pertimbangan rencana pulang


- Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
- Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan
pekerjaan rumah
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan radiologi
a. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke.

2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

V. Dianosa Keperawatan
Dx.1. Gangguan ferfusi jaringan otak berhubungan dengan oklusi otak, perdarahan,
vasospasme dan edema otak
Tujuan : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil :
1. Klien tidak gelisah
2. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3. GCS 456
4. Pupil isokor, reflek cahaya (+)
5. Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan
16-20 kali permenit)

Intervensi :
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK
dan akibatnya
Rasional ; keluarga lebih berpartisipasi alam proses penyembuhan.
b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional ; Untuk mencegah perdarahan ulang
c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan
untuk menerapkan tindakan yang tepat.
d. Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral.
e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra cranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang.
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke/perdarahan lainnya
g. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional : memperbaiki sel yang masih variabel.

DX. 2. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan


dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
Tujuan : Jalan nafas tetap efektif
Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Intervensi
a. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
R : Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Rubah posisi tiap 2 jam sekali, Berikan posisi semi fowler
R : Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan,
meningkatkan ekspansi dada
c. Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
R : Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d. Observasi pola, frekuensi nafas dan Auskultasi suara nafas
R : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e. Ajarkan klien untuk latihan nafas dalam sesuai dengan keadaan umum klien
R : Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru

DX. 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keadaan neurologi muskuler


kelemahan , paraestesia, flaciad, paralisis.
Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi kontraktur sendi
2. Bertambahnya kekuatan otot
3. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi :
a. Kaji kemampuan fungsional otot, Klasifikasi dengan skala 0-4
R: Mengidentifikasi kekuatan /kelemahan dapat membantu memberi informasi yang
diperlukan untuk membantu pemilihan intervensi karena tehnik yang berbeda
digunakan untuk flacid dan spastis paralisis.
b. Rubah posisi tiap 2 jam, ( supinasi, sidelying ) terutama pada bagian yang sakit
R: Dapat menurunkan resiko iskemia jaringan injury. Sisi yang sakit biasanya
kekurangan sirkulasi dan sensasi yang buruk serta lebih mudah terjadi kerusakan
kulit/dekubitus.
c. Berikan posisi prone satu atau dua kali sehari jika pasien dapat mentolerir.
R: Membantu memelihara fungsi ekstensi panggul sdan membantu bernafas.

d. Mulai ROM. Aktif/pasif untuk semua ekstremitas .


R: Meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur,
menurunkan resiko hiperkalsiurea dan osteoporosis pada pasien dengan
haemorhagic.
e. Sangga ekstremitas pada posisi fungsional, gunakan footboard selama periode
placid paralisis, pertahankan posisi kepala netral.
R: Dapat mencegah kontraktur atau footdrop dan memfasilitasi pengembalian fungsi.
Flaccid paralisis dapat dikurangi dengan menyangga kepala, dimana spastic
f. Observasi sisi yang sakit seperti warna, edema, atau tanda lain seperti perubahan
sirkulasi.
R: Jaringan yang edema sangat mudah mengalami trauma, dan sembuh dengan
lama.
g. Anjurkan pasien untuk membantu melatih sisi yang sakit dengan ektremitas yang
sehat.
R: Dapat merangsang bagian yang sakit dan mengoptimalkan bagian yang sehat.
h. Tinggikan kepala dan tangan
Rasional : meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya
edema.
i. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan
yang berarti/menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi dan
kekuatan.

Dx.4. Gangguan komunikasi verbal atau tulis berhubungan dengan gangguan


sirkulasi cerebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan kontrol tonus otot facial
atau oral dan kelemahan secara umum.
Tujuan : Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
Kriteria Hasil :
1. Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
2. Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat

Intervensi :
a. Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isyarat.
Rasional : memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien.
b. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
Rasional : mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain.
c. Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya
ya atau tidak.
Rasional : mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi.
d. Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
Rasional : mengurangi rasa isolasi social dan meningkatkan komunikasi yang efektif.
e. Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
Rasional : memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi.
f. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.
Rasional : melatih klien belajar berbicara secara mandiri dengan baik dan benar.

DX.5. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler,


menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot/koordinasi ditandai
oleh kelemahan untuk ADL. Seperti makan, mandi, mengatur suhu air, melipat atau
memakai pakaian.
Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria Hasil :
1. Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
dengan kemampuan pasien.
2. Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan
sesuai kebutuhan

Intervensi :
a. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
R : Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan
individual.
b. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan pasien dan bantu bila perlu.
R : Pasien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah
frustasi dan harga diri klien.
c. Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari jalan
R : Menjaga keamanan pasien bergerak di sekitar tempat tidur dan menurunkan
resiko tertimpa perabotan.
d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya.
R : meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien
untuk berusaha secara kontinyu.
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
R : memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan penyokong khusus.

DX. 6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan
Tujuan :gangguan nutrisi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
1. Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
2. Hb dan albumin dalam batas normal

Intervensi :
a. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk.
Rasional : menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
b. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
Rasional : klien lebih mudah menelan karena gaya gravitasi.
c. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan.
Rasional : membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
muskuler.
d. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
Rasional : memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan.
e. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar.
f. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien
dapat menelan air.
Rasional : makanan lunak mudah untuk mengendalikan didalam mulut, menurunkan
terjadinya aspirasi.
g. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko
tersedak.
h. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.
Rasional : meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu
makan.
i. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan
melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan asupan makanan cairan pengganti
jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu ke mulut.
DX. 7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan : Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil
1. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
2. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
3. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

Intervensi
a. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
b. Rubah posisi tiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebihan dan meningkatkan aliran darah.
c. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
d. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi.
Rasional : menghindari kerusakan-kerusakan kapiler.
e. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
f. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.

DX. 8. Gangguan harga diri, berhubungan dengan biophysical, psikososial,


perubahan persepsi kognitif
Tujuan : Terjadi peningkatan harga diri
Kriteria Hasil :
1. Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang sedang terjadi.
2. Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
3. Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang
akurat tanpa harga diri yang negatif.

Intervensi :
a. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat
ketidakmampuan.
R : Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau
pemilihan intervensi.
b. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada pasien.
R : Beberapa pasien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif
dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan
membandungkan mengenal dan mengatur kekurangan.
c. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaan termasuk hostility dan
kemarahan.
R : Menunjukan penerimaan, membantu pasien untuk mengenaL dan mulai
mmenyesuaikan dengan perasaan tersebut.
d. Catat ketika pasien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan
menyatakan inilah kematian.
R : Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap
gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukan kebutuhan dan intervensi serta
dukungan emosional.
e. Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta
kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan
belajar mengontrol sisi yang sehat.
R : Membantu pasien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai
bagian dari seluruh tubuh. Mengijinkan pasien untuk merasakan adanya harapan
dan mulai menerima situasi baru.
f. Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
R : Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu
area kehidupan.
g. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengijinkan pasien melakukan sebanyak-
banyaknya hal-hal untuk dirinya.
R : Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan
harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.
h. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam
aktivitas rehabilitasi.
R : Klien daspat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran
individu masa mendatang.
i. Dukung penggunaan alat-alat yang dapat mengadaptasikan pasien, tongkat, alat
bantu jalan, tas panjang untuk kateter.
R : Meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan
menunjukan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial.
j. Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, lethargi, dan widhrawal.
R : Dapat mengindikasikan terjadinya depresi umunnya terjadi sebagai pengaruh
dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.
k. Kolaborasi:Rujuk pada ahli neuro psikologi dan konseling bila ada indikasi.
R : Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembamgan
perasaan.

VI. EVALUASI
1. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2. Jalan nafas tetap efektif
3. Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
4. Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
5. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
6. gangguan nutrisi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan
7. Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
8. Terjadi peningkatan harga diri

Você também pode gostar