Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
AMELOBLASTOMA
Oleh
Pembimbing :
2017
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3
2.1 Anatomi Mandibula.................................................................................... 3
2.2 Definisi Ameloblastoma............................................................................. 6
2.3 Prevalensi Ameloblastoma.......................................................................... 7
2.4 Etiologi dan Patogenesis............................................................................. 8
2.5 Gambaran Klinis......................................................................................... 9
2.6 Tipe Ameloblastoma................................................................................. 11
2.6.1 Tipe Solid atau Multikistik atau Konvensional................................... 11
2.6.2 Tipe Unikistik...................................................................................... 13
2.6.3 Tipe Periferal / Ekstraosseus............................................................... 14
2.7 Gambaran Histopatologis........................................................................ 16
2.7.1 Tipe Folikular...................................................................................... 16
2.7.2 Tipe Pleksiform................................................................................... 17
2.7.3 Tipe Achantomatous............................................................................ 18
2.7.4 Tipe Sel Granular................................................................................ 19
2.7.5 Tipe Sel Basal...................................................................................... 20
2.8 Gambaran Radiologis............................................................................... 21
2.8.1 Multiokular.......................................................................................... 21
2.8.2 Uniokular............................................................................................ 22
2.9 Pengaruh terhadap Struktur-Struktur Sekelilingnya........................... 26
2.10 Diagnosis.................................................................................................. 26
2.11 Differential Diagnosis............................................................................. 31
2.12 Komplikasi............................................................................................... 32
2.13 Terapi....................................................................................................... 32
2
2.13.1 Enuklesi............................................................................................. 34
2.13.2 Cryosurgery....................................................................................... 35
2.13.3 Eksisi Blok........................................................................................ 35
2.13.4 Osteotomi Peripheral......................................................................... 36
2.13.5 Kauterisasi......................................................................................... 37
2.13.6 Reseksi Tumor................................................................................... 37
2.14 Rekonstruksi Pasca Bedah..................................................................... 40
2.15 Prognosis.................................................................................................. 42
BAB III. KESIMPULAN............................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 46
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
1
epithelial yang terdapat dalam organ enamel, folikel, membran periodontal,dan
epitelium yang melapisi kista dentigerus dan ruang sempit pada rahang. 4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 2.1 Anatomi Mandibula (emedicine,2011)
Mandibula dipersarafi oleh saraf mandibular, alveolar inferior, pleksus
dental inferior dan nervus mentalis. Sistem vaskularisasi pada mandibula
dilakukan oleh arteri maksilari interna, arteri alveolar inferior, dan arteri mentalis.
18
Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah
muka, terdapat barisan gigi. Mandibula dibentuk oleh dua bagian simetris, yang
mengadakan fusi dalam tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus
yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar, yang
mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-
masing ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan
prosesus koronoideus. Prosesus kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum.
Permukaan luar dari korpus mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan
tulang halus yang disebut simfisis mentum, yang merupakan tempat pertemuan
embriologis dari dua buah tulang. 18
Bagian atas korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus
alveolaris, yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah
korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan
korpus mandibula, kurang lebih 1 inci dari simfisis, didapatkan foramen mentalis
yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus
mandibula cekung dan didapatkan linea milohiodea yang merupakan pertemuan
antara tepi belakang ramus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan
mudah diraba pada 2-3 jari di bawah lobulus aurikulris. 18
Prosesus koronoideus yang tipis dan tajam merupakan tempat insersio
m.temporalis. Prosesus kondiloideus membentuk persendian dengan fossa
artikularis permukaan infratemporalis dari skuama os temporalis. Kartilago
artikuler melapisi bagian superior dan anterior dari prosesus kondiloideus,
sedangkan bagian posterior tidak. Permukaan lateral dari prosesus kondiloideus
ditutupi oleh kelenjar parotis dan terletak di depan tragus. Antara prosesus
koronoideus dan prosesus kondiloideus membentuk sulkus mandibula dimana
lewat vasa dan nervus. Kira-kira di tengah dari permukaan medial ramus
4
mandibula didpatkan foramen mandibula. Melalui foramen ini masuk kedalam
kanal yang mengarah ke bawah depan di dalam jaringan tulang, dimana dilalui
oleh vasa pembuluh darah dan saluran limfe. 18
Mandibula mendapat nutrisi dari a.alveolaris inferior cabang pertama dari
a.maksillaris yang masuk melalui foramen mandibularis, bersama vena dan
n.alveolaris. A.alveolaris inferior memberi cabang-cabang ke gigi-gigi bawah
serta gusi sekitarnya, kemudian di foramen mentalis keluar sebagai a.mentalis.
Sebelum keluar dari foramen mentalis bercabang insisivus yang berjalan ke depan
di dalam tulang. A.mentalis beranastomosis dengan a.fasialis, a.submentalis,
a.labii inferior. A.submentalis dan a.labii inferior merupakan cabang dari
a.facialis. a.mentalis memberi nutrisi ke dagu. Sedangkan aliran balik dari
mandibula melalui v.alveolaris inferior ke v.fasialis posterior. V.mentalis
mengalirkan darah ke v.submentalis yang selanjutnya mengalirkan darah ke
v.fasialis anterior. V. fasialis posterior dan v.fasialis comunis mengalirkan darah ke
v.jugularis interna. 18
Aliran limfe ,mandibula menuju ke limfe node submandibularis yang
selanjutnya menuju ke rantai jugularis interna. N.alveolaris inferior cabang dari
n.mandibularis berjalan bersama arteri dan vena alveolaris inferior masuk melalui
foramen mandibularis berjalan di kanalis mandibularis memberi cabang sensoris
ke gigi bawah, dan keluar di foramen sebagai n.mentalis, merupakan araf sensoris
daerah dagu dan bibir bawah. 18
Ada 4 pasang otot yang disebut sebagai otot pengunyah, yaitu m.masseter,
m. temporalis, m.pterigoideus lateralis dan m.pterigoideus medialis. Sedangkan
m.digastrikus, walaupun tidak termasuk otot-otot pengunyah, namun mempunyai
fungsi yang penting pada mandibula. Bila otot digastrikus kanan dan kiri
berkontraksi mandibula bergerak ke bawah dan tertarik ke belakang dan gigi-gigi
terbuka. Saat mandibula terstabilisasi m.digastrikus dan m.suprahyoid
mengangkat os hyoid, keadaan ini penting untuk proses menelan. 18
Gerakan mandibula pada waktu mengunyah mempunyai 2 arah, yaitu: 18
Rotasi melalui sumbu horisontalyang melalui senteral dari kondilus
5
Sliding atau gerakan ke arah lateral dari mandibula pada persendian
temporomandibuler.
Mengunyah merupakan suatu proses terdiri dari 3 siklus, yaitu :
a. Fase membuka.
b. Fase memotong, menghancurkan, menggiling. Otot-otot mengalami
kontraksi isotonic atau relaksasi. Kontraksi isometric dari elevator hanya
terjadi bila gigi atas dan bawah rapat atau bila terdapat bahan yang keras
diantaranya akhir fase menutup.
c. Fase menutup
Pada akhir fase menutup dan fase oklusi didapatkan kenaikan tonus pada
otot elevator.
Setelah makanan menjadi lembut berupa suatu bolus dilanjutkan dengan
proses menelan. Untuk fungsi buka, katub mulut, mengunyah dan menelan yang
baik dibutuhkan: 18
Tulang mandibula yang utuh dan rigid
Oklusi yang ideal
Otot-otot pengunyah beserta persarafan serta
Persendian temporomandibular (TMJ) yang utuh.
6
Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang
tidak menjalani diferensiasi membentuk enamel. Tumor ini biasanya unisentrik,
nonfungsional, pertumbuhannya bersifat intermiten, secara anatomis jinak, secara
klinis bersifat persisten, dan secara lokal invasif.8
Tumor ini jarang ganas atau metastasis (yaitu, mereka jarang menyebar ke
bagian lain dari tubuh), dan kemajuan perlahan, lesi yang dihasilkan dapat
menyebabkan kelainan yang parah dari wajah dan rahang. Selain itu, karena
pertumbuhan sel yang abnormal mudah infiltrat dan menghancurkan jaringan
sekitar tulang, bedah eksisi luas diperlukan untuk mengobati gangguan ini
Jadi ameloblastoma adalah suatu tumor berasal dari sel sel embrional dan
terbentuk dari sel sel berpontesial bagi pembentukan enamel. Tumor ini
biasanya tumbuh dengan lambat, secara histologis jinak tetapi secara klinis
merupakan neoplasma malignan, terjadi lebih sering pada badan atau ramus
mandibula dibanding pada maksila dan dapat berkapsul atau tidak berkapsul.8
7
molar kedua dan ketiga juga ramus, hal ini pulalah yang terkadang menyebabkan
deformitas antara maxilla dan mandibula.3
Gambar 2.2 Lokasi Ameloblastoma yang Paling Sering Terjadi. Lesi terjadi paling sering pada
usia 20-30 tahun, pasien dengan usia muda yang bebas karies. 85% ameloblastoma terjadi
pada mandibula dan hanya 15% terjadi pada maksila.
(Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United
Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2006.)
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Etiologi ameloblastoma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas,
tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa ameloblastoma dapat terjadi setelah
pencabutan gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal dalam rongga mulut.
Patogenesis dari tumor ini, melihat adanya hubungan dengan jaringan pembentuk
gigi atau sel-sel yang berkemampuan untuk membentuk gigi tetapi suatu
rangsangan yang memulai terjadinya proliferasi sel-sel tumor atau pembentuk
ameloblastoma belum diketahui. 7
Tumor ini kemungkinan dapat berasal dari:4,5
Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur
mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang
terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan
ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta
menyerupai retikulum stelata
Sisa-sisa dari epitel Malassez atau sisa-sisa pembungkus Hertwig yang
terkandung dalam ligamen periondontal gigi yang akan erupsi. Terlihat
sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada membran periodontal dan
kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin
8
menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista
odontogenik
Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan
odontoma. Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958),
Hodson (1957) mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista
periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah
terapi dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi
ameloblastoma.
Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan
Weber (1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya
hubungan dengan epiteluim oral.
Gambar 2.3 Kemungkinan Sumber Penyebab Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143
9
Ameloblastoma sering timbul pada daerah gigi yang tidak erupsi.
Gejalanya diawali dengan rasa sakit, disusul dengan deformitas wajah. Rasa sakit
terkadang menyebar sampai ke struktur lain disertai dengan terdapatnya ulkus
dan pelebaran jaringan periodontal (gum disease). 6
Lesi ini dapat terlihat lebih awal pada pemeriksaan gigi secara rutin, dan
biasanya penderita merasakan adanya asimetri wajah secara bertahap..
Ameloblastoma tumbuh secara perlahan selama bertahun-tahun, dan tidak ditemui
sampai dilakukan pemeriksaan radiografi oral secara rutin. Pada tahap yang sangat
awal, riwayat pasien asimtomatis (tanpa gejala). Pasien tidak mengalami keluhan
rasa sakit, parestesi, fistula, formation ulcer, atau mobilitas gigi. Apabila lesi
membesar, dengan pemeriksaan palpasi terasa sensasi seperti tulang yang tipis.
Jika telah meluas merusak tulang, maka abses terasa fluktuasi, kadang-kadang
erosi dapat terjadi melalui kortikal plate yang berdekatan dengan daerah invasi,
dan berlanjut ke jaringan lunak yang berdekatan.7
Pada tahap awal, tulang keras dan mukosa diatasnya berwarna normal.
Pada tahap berikutnya, tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang
menonjol terasa lunak pada penekanan dan dapat memiliki gambaran berlobul
pada radiografi. Dengan pembesarannya, maka tumor tersebut dapat
mengekspansi tulang kortikal yang luas dan memutuskan batasan tulang serta
menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi menyadari adanya pembengkakan yang
progresif, biasanya pada bagian bukal mandibula, juga dapat mengalami perluasan
kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista odontogenik.
Ketika menembus mukosa, permukaan tumor dapat menjadi memar dan
mengalami ulserasi akibat penguyahan. Pada tahap lebih lanjut, kemungkinan ada
rasa sakit didalam atau sekitar gigi dan gigi tetangga dapat goyang bahkan
tanggal. 8
10
menyebabkan deformitas wajah yang parah yang faktanya memperburuk kondisi
dengan masalah sosial yang menyakitkan. Pasien dengan ameloblastoma yang
besar biasanya dari area pedesaan di negara berkembang yang menunda
pengobatan karena takut operasi. Tidak memperhatikan ameloblatoma mungkin
menyebabkannya menjadi sangat besar dan deformitas wajah yang parah dapat
membuat masalah semakin banyak dalam penanganannya. Selain distres karena
asimetris wajah yang parah dan disfungsi regional, pasien dengan ameloblastoma
yang besar dapat meninggal karena obstruksi nafas, kelaparan dan komplikasi
hipoproteinemi.2
Tumor ini pada saat pertama kali adalah padat tetapi kemudian menjadi
kista pada pengeluaran sel-sel stelatenya. Ameloblastoma merupakan tumor jinak
tetapi karena sifat invasinya dan sering kambuh maka tumor ini menjadi tumor
yang lebih serius dan ditakutkan akan potensial komplikasinya jika tidak
disingkirkan secara lengkap. Tetapi sudah dinyatakan bahwa sangat sedikit kasus
metastasenya yang telah dilaporkan. 8
11
2.6 Tipe Ameloblastoma
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan terapi antara lain tipe
solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.5
Gambar 2.4 Ameloblastoma Subtipe Klinis A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal
(Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed.
Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)
12
Rasa sakit dan parastesia jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar.
Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain variasi
dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat bermacam
tipe histologis tapi hal ini tidak mempengaruhi terapi maupun prognosis.12
Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki angka
kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain
tumor ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis. 8
Ameloblastoma tipe solid/multikistik ini ditandai dengan angka terjadi
rekurensi sampai 50% selama 5 tahun pasca terapi. Oleh karena itu,
ameloblastoma tipe solid atau multikistik harus dirawat secara radikal (reseksi
dengan margin jaringan normal disekeliling tumor). Pemeriksaan rutin jangka
panjang bahkan seumur hidup diindikasikan untuk tipe ini. 9
Gambar 2.5 Adanya Tampilan Multilokular Ameloblastoma besar pada sudut mandibula, dengan
ekspansi ekstensif (panah solid) dan resorpsi gigi yang bersebelahan panah terbuka).
(Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United
Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2006.)
13
Lebih dari 90% ameloblastoma unikisik ditemukan pada mandibula pada regio
posterior. 5
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous
secara klinis maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak
berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi. Gambaran radiograf menunjukkan
batas lesi yang jelas, radiolusensi unilokular yang berkaitan dengan mahkota dari
gigi yang tidak erupsi, biasanya pada M3 yang tidak dapat dibedakan dengan kista
dentigerous atau odontogenic keratocyst. 12
Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki
komponen kista. Hasil pembedahan juga dapat menyerupai kista, sehingga
diagnosis ameloblastoma ditegakkan setelah pemeriksaan mikroskopik dari
spesimen struktur unikistik yang dibatasi epithelium ameloblastic. Lesi ini
biasanya berkembang dari perubahan neoplastik dari kista atau sisa epitel dental
lamina. 12
Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti dengan
regio parasimfisis dan anterior maksila. Tipe unikistik ini kurang agresif dan
menyarankan enukleasi simple sebagai terapinya. Studi menunjukan secara klinis
enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukan
angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan demikian enukleasi simple
merupakan terapi yang tidak sesuai untuk lesi ini dan terapi yang lebih radikal
dengan osteotomi periferal atau terapi krio dengan cairan nitrogen atau keduanya
lebih sesuai untuk tumor ini. 11
Terapi bedah konservatif seperti kuretase telah digunakan untuk
menangani ameloblastoma unikistik. Bila epitelium ameloblastic telah penetrasi
ke jaringan ikat di sebelahnya, terapi bedah yang lebih ekstensif terhadap tulang di
sekitarnya harus dilakukan. Tingkat rekurensi rata-rata 14%. Follow up jangka
panjang dibutuhkan dalam kasus ini.9
14
Gambar 2.6 Unikistik Ameloblastoma
(Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United
Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2006.)
15
Ameloblastoma periferal biasanya muncul sebagai nodul keras bertangkai
pada gingiva atau mukosa alveolar, berukuran 0,5 2 cm, tanpa ulserasi dan rasa
sakit. Ciri-cirinya tidak spesifik, dan sebagian besar lesi secara klinis menyerupai
fibroma. Pada beberapa kasus, permukaan tulang alveolar mengalami sedikit
erosi, namun keterlibatan tulang yang signifikan tidak terjadi. Tumor jenis ini
tidak seagresif 2 tipe ameloblastoma sebelumnya. Tingkat rekurensi rata-rata 8%
dan tingkat prognosisnya cukup baik. 12
Gambar 2.7 Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143)
2.7 Gambaran Histopatologis
Sejumlah pola histologis digambarkan dalam ameloblastoma. Beberapa
diantaranya memperlihatkan tipe histologis tunggal, yang lainnya dapat
menunjukkan beberapa pola histologis didalam lesi yang sama. Yang umum untuk
semua tipe ini adalah polarisasi sel-sel sekitar dibentuk seperti sarang yang
berproliferasi kedalam pola yang serupa dengan ameloblas dari organ enamel.
Ameloblastoma terlihat seperti kumpulan sel yang memiliki kemampuan untuk
mengeluarkan nukleus dari inti dan membrannya. Proses ini dikenal dengan nama
"Reverse Polarization"16
Secara kasar, ameloblas terdiri dari jaringan kaku yang berwarna keabu-
abuan yang memperlihatkan daerah kistik yang mengandung cairan kuning yang
bening. Ameloblastoma secara dekat menyerupai organ enamel, walaupun kasus-
kasus yang berbeda dapat dibedakan dari kemiripan mereka untuk tahap-tahap
odontogenesis yang berbeda. 16
16
Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi
bergantung pada arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO
membagi ameloblastoma secara histologis terdiri dari follikular, pleksiform,
acanthomatous, sel granular dan tipe sel basal. 1,5
17
2.7.2 Tipe Pleksiform
Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran sel tumor yang
berbentuk seperti pita yang tidak teratur dan berhubungan satu sama lain. Stroma
terbentuk dari jaringan ikat yang longar dan edematous fibrous yang mengalami
degenerasi kistik. 5
18
Gambar 2.9 Ameloblastoma Tipe Pleksiform
Sumber: Acharya, S. J Clin Exp Dent. 2011;3(4):e343-7
Gambar 2.10 Tipe Acanthomatous (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
19
ini menunjukkan lisosomal dengan komponen-komponen sel yang tidak dapat
dikenali. 5
Gambar 2.11 Tipe Sel Granular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
2.7.5 Tipe Sel Basal
Ameloblastoma tipe sel basal atau primordial ini mirip karsinoma sel basal
pada kulit. Sel epithelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya
tersusun dalam lembaran-lembaran, lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor
ini merupakan tipe yang paling jarang dijumpai. Reticulum stellata tidak terdapat
pada bagian pusat sarang. 5
20
Gambar 2.12 Tipe Sel Basal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
Tipe yang paling umum adalah jenis folikular dan plexiform, tampak
seperti tiang yang tinggi, membentuk lapisan peripheral disekeliling neoplastik.
Secara mikroskopis ameloblastoma tersusun dari jaringan epitelium, terpisah oleh
jaringan fibrous dan dihubungkan oleh jaringan penghubung (jaringan Stroma). 5
21
Dengan radiografi, lokasi ameloblastoma merupakan faktor utama dalam
menentukan diagnosa. Serangkaian pemeriksaan radiografi dibutuhkan, mulai dari
Panoramik, Computed Tomografi (CT) dan Magnetics Resonance Imaging (MRI),
sangat membantu dalam mendiagnosa awal. 6
2.8.1 Multiokular
Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah
oleh septa tulang yang memperluas membentuk masa tumor. Gambaran
multiokular ditandai dengan lesi yang besar dan memberikan gambaran seperti
soap bubble. Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak
menunjukkan garis batasan yang jelas dengan tulang yang normal. Resopsi akar
jarang terjadi tapi kadang-kadang dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh
dengan cepat. 6
22
Gambar 2.13 Multiokular Ameloblastoma (http://www.radpod.org/2007/08/01/ameloblastoma/)
2.8.2 Uniokular
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau
gambaran yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun
keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan
mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat
dari gambaran rontgen. 6
Gambar 2.14 Ameloblastoma Tipe Uniokular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary
Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,1997: 136-143.)
23
Gambar 2.15 (a).Lesi unilokuler di Regio Caninus meluas ke premolar. (b) Hasil CTs, lesi
berada pada lokasi gigi caninus meluas sampai premolar satu dan kedua. (1)
(a) (b)
Gambar 2.16 (a) Gambaran Ameloblastoma multilokular dengan Panoramik Foto,
memperlihatkan kelainan di regio caninus pada pasien anak. (b) Ameloblastoma pada regio molar
rahang bawah .(5)
Gambaran pada rahang bawah biasanya terlihat pada regio molar kedua dan
ketiga, biasanya terdeteksi setelah ameloblastoma mencapai ukuran tertentu. Hal
ini disebabkan karena adanya pengaruh struktur tulang. Selain itu terdapat pula
gambaran seperti busa menyerupai dua ruang besar, radiolusen bulat, jelas dan
tegas, tampak berdampingan dengan salah satu terletak di anterior dan lainnya di
inferior, disertai gambaran difuse pada akar gigi molar. 13
Tulang kortikal tampak sangat tipis dengan akar-akar terlihat sebagian
menembus pada sarang lebah (busa) tersebut. Pada penderita usia muda, jaringan
tampak menyerupai kista primordial dan folikuler. 13
24
Sedangkan pada orang dewasa, bekas epithelial dapat berasal dari
ekstraksi gigi. Hal ini terlihat pada awal usia tumor, sehingga pemeriksaan
histologi harus dilakukan setelah pembersihan / ekstirpasi sama dengan prosedur
pengambilan kista. 12
Gambaran ameloblastoma, dengan variasi bentuk, dapat terlihat sebagai
berikut : 6,7,12
1. Terdapat rongga seperti kista, radiolusen difuse bulat dengan batas jelas dan
tegas, menyerupai busa atau sarang lebah.
2. Mempunyai rongga monolokuler atau multilokuler yang dilapisi epithelial,
kadang- kadang tampak berdampingan, dapat menyebabkan resorpsi eksternal
gigi-gigi yang berdekatan, dan merupakan suatu ciri-ciri umum
ameloblastoma.
(a) (b)
Gambar 2.17 (a) Ameloblastoma Multilokuler menyerupai busa sabun
atau sarang lebah. (b) dan Unilokuler di regio anterior. (1)
3. Dapat menghancurkan kortex, menyerang jaringan lunak, dan meluas
kesekitarnya.
4. Dapat menyerupai kista dentigerus/ sisa kista yang dilapisi epithelial.
25
(a) (b)
Gambar 2.18 (a) Gambaran Multilokular Radiolusen,di posterior mandibula, tampak ekspansi
meluas ke ramus, dan molar kedua mengalami disposisi, masuk jauh kearah mandibula. (b)
Ameloblastoma yang menyerupai kista dentigerus. (1)
4. Dapat terjadi di gigi molar rahang bawah, pada ruangan yang tidak bergigi
.
Gambar 2.19 (a) Tampak radiolusen meluas diregio molar ketiga, gigi
terdorong hingga dasar ramus, dan menekan kanalis. (b ) Foto
Postero-Anterior memperlihatkan kerusakan tulang, sedemikian besar,
meliputi ramus pada sisi bukal dan lingual. (1)
26
yang tidak erupsi diduga sebagai suatu kista dentigerous, tetapi pada pemeriksaan
mikroskopis, kandungan rongga tersebut terbukti sebagai ameloblastoma. 14
2.10 Diagnosa
Dari pemeriksaan klinis, radiologis dan patologi anatomi dapat didiagnosa
bahwa tumor tersebut ameloblastoma. Biasanya tidak sulit untuk mendiagnosa
pertumbuhan tumor ini dengan bantuan rontgenogram dan dari data klinis,
kelenjar limfe tidak terlibat. 7
Dalam menentukan diagnosis, dilakukan pengumpulan data yang
mencakup riwayat penyakit, juga riwayat medis dan sosial pasien. Persepsi pasien
terhadap durasi lesi sangat penting karena lesi yang tumbuh lama menunjukan
proses perkembangan atau jinak. 3
Gejala yang terkait rasa sakit dan peka terhadap palpasi adalah tanda
proses inflamasi atau infeksi, meskipun keganasan juga dapat menimbulkan gejala
tersebut, terutama pada tahap akhir penyakit. Gejala lain seperti paresthesia atau
rasa baal dapat berhubungan dengan tekanan pada syaraf karena massa tumor. 12
Perubahan pada lesi seperti pembesaran secara bertahap dapat merupakan
tanda neoplasia, sementara massa yang fluktuatif merupakan proses reaktif.
Berkurangnya rasa nyeri adalah tanda proses inflamasi atau infeksi yang berada
27
dalam proses penyembuhan, sementara munculnya rasa nyeri pada massa yang
sebelumnya asimptomatik dapat merupakan indikasi adanya transformasi menjadi
keganasan. 12
Pemeriksaan untuk menentukan diagnosa:
a. Pemeriksaan klinis
Pada tahap yang sangat awal, riwayat pasien asimtomatis. Tumor tumbuh
secara perlahan selama bertahun-tahun dan ditemukan pada rontgen foto. Pada
tahap berikutnya, tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang
menonjol terasa lunak pada penekanan. Degan pembesarannya, maka tumor
tersebut dapat mengekspansi tulang kortikal yang luas dan memutuskan batasan
tulang serta menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi menyadari adanya
pembengkakan, biasanya pada bagian bukal mandibula dan dapat mengalami
perluasan kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista
odontogenik. Sisi yang paling sering dikenai adalah sudut mandibula dengan
pertumbuhan yang meluas karamus dan kedalam badan mandibula. Secara ekstra
oral dapat terlihat adanya pembengkakan wajah dan asimetri wajah. Sisi asimetri
tergantung pada tulang-tulang yang terlibat. Perkembangan tumor tidak
menimbulkan rasa sakit kecuali ada penekanan pada saraf atau terjadi komplikasi
infeksi sekunder. Ukuran tumor yang bertambah besar dapat menyebabkan
gangguan pengunyahan dan penelanan. 3
Pada pemeriksaan ekstraoral dan intraoral terdapat beberapa parameter lesi yang
dievaluasi meliputi : 9
- Lokasi
- Ukuran
- Karakter (makula, ulcer, massa)
- Warna, termasuk penilaian homogenitas warna
- Morfologi permukaan (halus, pebbly, granular, verrucous)
- Batas tepi (halus, irregular, tidak jelas, berbatas tegas)
- Konsistensi terhadap palpasi
- Gejala lokal
- Distribusi lesi jika multiple atau konfluen
28
Gambar 2.20 : Gambaran Klinis Ekstra Oral Ameloblastoma
Sumber: Acharya, S. J Clin Exp Dent. 2011;3(4):e343-7
29
wajah, perpindahan posisi gigi geligi yang menyebabkan maloklusi, gigi
mengalami resorpsi akar, kehilangan gigi geligi, peningkatan mobilitas gigi, dan
fraktur patologis. Peningkatan ukuran ini disebabkan karena ekspansi tulang dan
invasi lesi ke dalam jaringan lunak. Paresthesia juga dapat disebabkan akibat
ameloblastoma yang menekan percabangan nervus trigeminal yang berfungsi
sebagai saraf sensoris untuk daerah maksila dan mandibula. 6
b. Pemeriksaan radiologis
Tampak radiolusen unilokular atau multilokular dengan tepi berbatas
tegas. Tumor ini juga dapat memperlihatkan tepi kortikal yang berlekuk, suatu
gambaran multilokular dan resobsi akar gigi yang berkontak dengan lesi tanpa
pergeseran gigi yang parah dibanding pada kista. Tulang yang terlibat digantikan
oleh berbagai daerah radiolusen yang berbatas jelas dan lesi memberi suatu bentuk
seperti sarang lebah atau gelembung sabun. Kemungkinan juga ada radiolusen
berbatas jelas yang menunjukkan suatu ruang tunggal.8
Pada pasien dengan pembengkakan di rahang, langkah pertama dalam
diagnosis adalah radiografi panoramik. Namun, jika pembengkakan yang keras
dan fixed dengan jaringan yang berdekatan, CT-scan disarankan. Meskipun dosis
radiasi jauh lebih tinggi di CT-scan, perlunya mengidentifikasi kontur lesi, isinya
dan ekstensinya ke dalam, membuatnya lebih dipilih untuk diagnosis. Foto polos
tidak menunjukkan interfaces antara tumor dan soft tissues yang normal, hanya
interface antara tumor dan tulang yang normal yang dapat dilihat. Aksial view
dalam gambar CT-scan dengan kontras dan koronal juga aksial view dalam
magnetic resonance imaging (MRI) jelas menunjukkan kedua jenis interface.
Meskipun tidak ada perbedaan yang cukup antara MRI dan CT untuk mendeteksi
komponen kistik tumor, untuk memvisualisasikan proyeksi papiler ke dalam
rongga kistik, MRI sedikit lebih unggul. MRI sangat penting untuk mengetahui
gambaran yang tepat dari suatu ameloblastoma maksilaris yang advanced dan
dengan demikian dapat menentukan prognosis dari operasi.6
i. Radiografi:
30
Dental foto: periapikal dan oklusal foto, Panoramik, PA, lateral dan
submento vertex. 6
ii. CT Scan:
Penampilan pada tomografi pada dasarnya adalah gambaran seperti
lapisan-lapisan tipis, kecuali pada batas luar dan hubungannya
dengan struktur-struktur disekelilingnya tampak lebih jelas dan
akurat .Gambaran CT dapat mendeteksi perforasi kortex luar dan
perluasan ke jaringan lunak sekitarnya. Pada gambaran resonansi
magnet (MRI), tampak resolusi lebih baik, tentang sifat dan
tingkat invasi tersebut, sehingga menjadi sangat penting dalam
penilaian evaluasi setelah operasi ameloblastoma. 6
i. Insisi Biopsi
Insisi Biopsi meliputi pengambilan sebagian lesi yang relative ekstensif
untuk pemeriksaan histopatologis dan penegakan diagnosis. Insisi biopsi
diindikasikan pada lesi yang lebih besar dari 1-2 cm dan untuk lesi besar yang
berkapsul atau neoplasma yang berpotensi keganasan. 14
Dengan insisi biopsi karakteristik dari suatu neoplasma dapat ditentukan
dengan baik, seperti diferensasi dan kemampuan invasi. Teknik insisi biopsi
31
meliputi anestesi lokal terlebih dahulu, kemudian bagian wedge-shaped dari
bagian yang paling reprentatif dari lesi diambil, umumnya dari perifer lesi yang
meluas ke jaringan normal. 14
ii. Fine-Needle Aspiration Biopsi (FNAB)
Merupakan metode untuk mengevaluasi lesi subkutan atau yang terletak
lebih dalam lagi. Prosedur ini paling banyak dipakai dalam menentukan sifat
massa pada kelenjar saliva dan leher.13.
2.12 Komplikasi
32
Harus diperhatikan kecenderungan neoplasma yang dapat menyerang
tulang/jaringan yang berdekatan, sehingga terjadi perluasan kejaringan atau organ
penting pada daerah wajah dan leher. Dengan CT dan MRI, dapat menentukan
tingkat tumor secara akurat. 7
Ameloblastoma yang besar dapat membuat hilangnya fungsi rahang dan
kesulitan menelan makanan. Selanjutnya, kurangnya nutrisi dapat menyebabkan
hipoproteinemi. Pasien juga berisiko perdarahan karena ulserasi dan dapat
menunjukkan gejala anemia.2
Dua faktor yang diasumsikan menjadi penyebab hipoproteinemi pada
ameloblastoma kistik yang besar: dinding kista bertindak sebagai membran
semipermeabel; dan kebocoran cairan intrakistik secara langsung melalui lubang
pada dinding kista. Beberapa penulis mengemukakan bahwa kista odontogenik
berkualitas membran semipermeabel dan memiliki kemampuan untuk mentransfer
protein secara positif. Kadar albumin cairan kista odontogenik hampir sama
dengan serum albumin. Hal ini mungkin berdasarkan berat molekul albumin yang
lebih kecil dari globulin; sehingga mudah berpindah melalui membran.
Ameloblastoma bersifat odontogenik juga dan formasi kista sering ditemukan
pada pasien dengan kelainan tersebut. Dalam kondisi ini, mungkin protein diserap
melalui dinding kista dan ditransfer ke dalam rongga kista. 2
2.13 Terapi
Terapi tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang
luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radiasi tampaknya merupakan
kontraindikasi akan bahaya merangsang osteoradionekrosis atau kondisi
malignant. Hanya dalam kasus tertentu di mana operasi mungkin tidak dapat
dilakukan karena destruktif, penggunaan radioterapi dapat disubtansikan. Pada
beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk dielektrokauterisasi, bedah krio
dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan terapi. Pemeriksaan kembali
(follow up pasca operasi) penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada
lima tahun pertama pasca operasi. 5
33
Terapi untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai
jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Hasilnya kemudian dirujuk untuk
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan biopsi, hal ini akan menentukan terapi
yang selanjutnya dilakukan. Setelah eksisi, harus dilanjutkan dengan
elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.5
Terapi bedah ameloblastomas dapat dibagi menjadi tiga tahap:10
1. Eksisi tumor
2. Rekonstruksi
3. Rehabilitasi
Pendapat mengenai terapi yang paling memadai untuk ameloblastoma
bervariasi dan mencakup faktor-faktor seperti kemungkinan terapi akhir,
kemungkinan mengendalikan penyakit dengan operasi nanti jika didiagnosis
kambuh, usia pasien, derajat gangguan fungsi dan pertumbuhan dan kemungkinan
pemeriksaan follow-up.1
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan
untuk mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah
operasi. Sebuah ameloblastoma yang dilakukan eksisi, memiliki tingkat rekurensi
sebesar 50%-90%. Hal ini sangat sulit diprediksi tergantung dari jenis
ameloblastoma yang menyerang. Ameloblastoma mempunyai reputasi untuk
mengalami kekambuhan kembali setelah dsingkirkan. Hal ini disebabkan sifat lesi
tersebut menginvasi secara lokal pada penyingkiran yang tidak adekuat. 6
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati
ameloblastoma antara lain:6
2.13.1 Enukleasi
Enukleasi merupakan penyingkiran tumor dengan mengikisnya dari
jaringan normal yang ada disekelilingnya. Lesi unikistik, khususnya yang lebih
kecil hanya memerlukan enukleasi dan seharusnya tidak dirawat secara
berlebihan. 6
34
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Weder
(1950) pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan
prosedur yang paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus
rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari
pengobatan yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor
dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi oleh sel tumor. 6
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka.
Kadang-kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada
periosteum, maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi
biasanya dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan
tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan
tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah
ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak
biasanya tidak diperlukan terapi khusus. Jika devitalisasi diperlukan, terapi
endodontik sebelum operasi dapat dilakukan. 6
Dalam hal terapi ameloblastoma disebutkan oleh Abdulai (2011), bahwa
enukleasi hanya memiliki manfaat yang terbatas dalam terapinya. Pada anak-anak,
bagaimanapun, terutama pada mereka yang menderita jenis unilokular, enukleasi
dapat digunakan untuk 'menambah waktu' mandibula agar mencapai pertumbuhan
lebih lanjut sebelum melakukan terapi yang lebih tepat.1
Tulang kompak dari batas bawah mandibula mungkin akan terkikis, tetapi
tidak mungkin untuk diinvasi, maka jika diinginkan atas dasar klinis umum dan
bedah untuk menyelamatkan bagian tulang ini, lalu sebagai resiko yang
diperhitungkan, margin klinis dan radiologis lesi dapat dianggap sebagai margin
yang sebenarnya.1
Penggunaan metode ini lebih disukai, terutama pada anak-anak, karena
pertumbuhan rahang bawah belum lengkap dan saat bentuk mandibula perlu
dipertahankan atau saat fasilitas atau keahlian untuk rekonstruksi tidak tersedia.
Untuk sukses, bagaimanapun, terdapat kebutuhan untuk memastikan follow-up
yang baik dan teratur untuk mendeteksi dan menangani kekambuhan lebih awal.1
35
2.13.2 Cryosurgery
Adalah pembedahan yang dilakukan dengan cara memaparkan temperatur
dingin yang ekstrem ke jaringan yang telah diseleksi menggunakan alat yang
mengandung nitrogen cair. Tujuan cryosurgery adalah untuk mengeliminasi sel-
sel yang abnormal.11
Efek pendinginan yang ekstrem: konsentrasi cairan intraseluler meningkat,
kadar air intraseluler berkurang, sel mengkerut, membran sel rusak, terbentuk
kristal es di intraseluler maupun di ekstraseluler. 17
Aparatus terdiri atas sebuah kontainer yang terisi dengan gas cair
bertekanan tinggi. Gas cair dapat berupa gas nitrogen dengan temperatur -1960C;
atau gas karbondioksida, gas N2O2, dan gas freon dengan suhu yang berkisar
antara -200C sampai -900C. Probe terhubung dengan kontainer melalui tabung.
Probe diarahkan ke jaringan abnormal. Waktu yang dibutuhkan untuk merusak
jaringan abnormal tergantung dengan suhu, ukuran lesi, dan tipe jaringan. 17
36
terlibat tumor dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak
diekstraksi secara terpisah. 11
Gambar 2.22 Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed.Saint Louis;The C.V.
Mosby Company,1969: 993)
37
2.13.6 Reseksi Tumor
Reseksi tumor sendiri dari reseksi total dan reseksi segmental termasuk
hemimaksilektomi dan hemimandibulektomi. Apabila ameloblastoma ditemukan
pada pemeriksaan, serta dapat dijumpai adanya perubahan kembali serta aktifitas
lesi yang baru setelah operasi maka pada kasus tersebut harus direseksi. Pada
ameloblastoma mandibula dilakukan hemimandibulektomi. 7
Hemimandibulektomi merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang
diperluas yang mungkin saja melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan
pada beberapa kasus dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian
anterior mandibula sampai ke regio simfisis tanpa menyisakan border bawah
mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan Andy
Gump Deformity. 7
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal
(bila diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting
bibir bawah. Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat sampai ke
dagu. Insisi itu kemudian dibelokkan secara horizontal sekitar inchi dibawah
border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus mandibula
sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale mungkin saja
dapat terjadi pendarahan karena adanya neurovascular. 15
Gambar 2.23 Pola Insisi pada Hemimandibulektomi (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial
Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder Company, 1992: 243).
38
Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan dibuka dengan
mendiseksi mukosa oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongan dilakukan
secara vertikal di daerah mentum. Hal ini akan memisahkan mandibula secara
vertikal. Mandibula terbebas dari otot yang melekat antara lain muskulus
depressor labii inferior, depressor anguli oris dan platysma. Bagian mandibula
yang akan direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari mukosa oral dengan hati-
hati. Setelah itu, komponen rahang yang mengandung massa tumor dieksisi
dengan margin yang cukup. Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi untuk
pemeriksaan untuk menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau tidak.
Jika bagian itu bebas dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula harus
dipertahankan untuk digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus
paling baik dipotong secara vertikal. Ketika mandibula disartikulasi, maka ada
resiko pendarahan karena insersi temporalis dan otot pterygoid lateral dipisahkan.
Hal ini dapat dihindari dengan membiarkan kondilus dan prosessus koronoid
berada tetap in situ. Setelah hemimandibulektomi, penutupan luka intraoral
biasanya dilakukan dengan penjahitan langsung. 19
Gambar 2.24 Tipe Umum dari Reseksi Mandibula A. Dengan keterlibatan kondilus B.Tanpa
pembuangan kondilus (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia; W.B.
Saunders Company, 1992: 244)
39
Trakeostomi pre op telah diusulkan oleh beberapa penulis. Anand et al (9)
mengatakan bahwa trakeostomi profilaktik mungkin bisa menjadi penyelamat
bagi beberapa pasien. Pada situasi di mana tidak boleh dilakukan trakeostomi,
Daramola et al (10) mengusulkan untuk menyambung otot pada lidah dengan
kawat Kirschner atau metal support pada bone graft dan meletakkan nasotrakeal
tube pada posisi sampai 36 jam post op. Berdasarkan hal itu, kawat Kirschner
dibentuk kembali sebagai splint yang temporer, sehingga memberi kemungkinan
pasien dapat bernafas dan makan lebih mudah.2
Zemann et al (11) merekomendasikan rekonstruksi secepatnya sebagai
pilihan terapi setelah eksisi bedah radikal pada extreme ameloblastoma sejak
prosedur awal untuk mengurangi jumlah pembedahan dan rehabilitasi prostetik
seawal mungkin. 2
Morbiditas dan mortalitas terapi bedah kebanyakan berhubungan dengan
asfiksia karena jatuhnya lidah, infeksi post op dan perdarahan dari arteri karotid
eksternal dan vena plexus pterigoideus. Asfiksia karena lidah yang jatuh kembali
diakibatkan pengangkatan porsi sentral mandibula bersama dengan origo beberapa
otot lidah. Cook dan Siagh (12) mengobservasi 15% angka kematian pada
pembedahan reseksi mandibula karena ameloblastoma di serinya, saat Anand et al
(9) melaporkan 3 kematian dari 48 operasi. 2
Ameloblastoma diterapi dengan kuretase, enukleasi ditambah kuret, atau
dengan operasi radikal. Membandingkan hasil jangka panjang untuk 78
ameloblastoma, Nakamura dll melaporkan bahwa tingkat kekambuhan 7,1%
setelah operasi radikal dan 33,3% setelah terapi konservatif. Mereka
merekomendasikan wide resection rahang sebagai terapi terbaik untuk
ameloblastoma. Dalam seri mereka dari 26 ameloblastomas, Sampson dan Pogrel
menunjukkan bahwa hampir 31% dari tumor kambuh setelah operasi konservatif.
Dalam penelitian kami, kami diperlakukan 3 pasien dengan kuretase enukleasi dan
tulang dan 1 pasien dengan reseksi hemimandibular. Dalam 3 tahun follow up,
belum ada kekambuhan dari tumor.6
40
Terapi adekuat melalui bedah reseksi tumor yang secara fungsional
maupun estetik memerlukan rekonstruksi karena defek yang terjadi. Soft tissue
yang hilang diminimalisir, walaupun reseksi yang tidak lengkap pada lesi primer
dapat menimbulkan angka kekambuhan yang tinggi. Beberapa pilihan
rekonstruksi telah direncanakan, tapi graft kortikokanselous blok masih
dipertimbangkan sebagai metode yang dipilih pada defek kurang dari 5 cm. Graft
tersebut diambil dari anterior atau posterior iliac crest dengan angka survival yang
bergantung pada angka revaskularisasi graft. 3
Microvaskular bone grafting menunjukkan angka keberhasilan yang lebih
tinggi pada defek yang ukurannya lebih dari 5 cm. Fibula flap merupakan gold
standar untuk rekonstruksi mandibula.3
Rekonstruksi cacat mandibula besar merupakan tantangan bagi ahli bedah
rekonstruksi kepala dan leher. Mandibula merupakan struktur penting dari kepala
dan leher baik secara fungsional dan kosmetik, memberikan kontribusi untuk
penampilan wajah, fungsi mengunyah, berbicara dan menelan. Dalam kasus ini,
kami mengalami kesulitan dalam merekonstruksi cacat karena kita tidak memiliki
unit rekonstruktif plastik di tengah kita untuk melakukan aspek rekonstruksi dan
orangtua menolak rujukan ke pusat-pusat lain karena masalah transportasi dan
logistik. Ada beberapa metode yang berbeda dari rekonstruksi mandibula untuk
cacat besar yang telah dijelaskan dalam literatur dan di antara semuanya, bedah
mikrovaskuler telah menjadi pilihan yang lebih disukai. Empat situs donor yaitu,
fibula, puncak iliaka, radial lengan, dan skapula telah menjadi sumber utama dari
vaskularisasi tulang dan jaringan lunak untuk rekonstruksi oral. Di antara semua
ini, fibula memiliki banyak kelebihan termasuk panjang dan ketebalan tulang,
donor site location memungkinkan flap harvest bersamaan dengan reseksi tumor
karena kedua tim berada di sisi yang berbeda, dan morbiditas donor site minimal
dan karenanya harus dianggap sebagai pilihan dalam rekonstruksi (Disa dan
Cordeiro, 2000). Yilmaz et al. (2008) melakukan perbandingan antara
vaskularisasi iliac crest flap (24 kasus) dan vascularisasi free fibular flap (13
kasus) dan melihat bahwa angka komplikasi lebih kecil dan hasil secara
fungsional dan estetika yang unggul dapat dicapai oleh mereka dengan flap fibula.
41
Chana et al. (2004) dalam seri mereka dari 10 kasus memanfaatkan vaskularisasi
fibula flap dengan penempatan secara simultan osseointegrasi implan gigi dan
mengklaim itu adalah terapi yang ideal untuk ameloblastoma yang besar. Becelli
et al. (2002) menjelaskan dua tahap dalam proses rekonstruksi yang pertama, fase
rekonstruksi bedah defek dengan free atau autogenous bone graft atau
revascularized autogenous bone graft dan dan fase selanjutnya dilakukan untuk
memperoleh restorasi prostetik dengan cara implan endossesus.7
Cara lain untuk rekonstruksi adalah internal distraction osteogenesis
seperti yang telah dipopulerkan oleh McCarthy et al. (1992). Di antara pendukung
seri besar dari teknik ini adalah Gonzlez-Garcia et al. (2008) yang telah
melakukan 10 kasus. Mereka mencapai distraksi yang sukses pada delapan pasien
dengan satu pasien gagal dan yang lain tidak komplit karena kekambuhan tumor.
Dengan kemajuan rekayasa biomaterial, peneliti sekarang melihat metode lain
rekonstruksi dan salah satu teknik terbaru yang menggunakan bioimplant
mengandung BMP-7 seperti yang dijelaskan oleh Clokie dan Sndor (2008).
Sepuluh pasien dengan cacat mandibula besar setelah reseksi biopsi-terbukti lesi
ameloblastoma atau osteomyelitis pada bagian mandibula atau ramus dilibatkan
dalam penelitian ini. Cacat post reseksi yang membentang dengan rigid
reconstruction plates untuk menahan segmen mandibula tersisa dalam posisi yang
tepat. Cacat ditutupi dengan bioimplant mengandung bone morphogenetic
protein-7 (BMP-7) dalam demineralized bone matrix (DBM) disuspensikan dalam
medium fase-balik untuk mempengaruhi pengiriman BMP berkelanjutan. Bukti
radiografi formasi tulang mandibula ditemukan dalam semua kasus dan pada akhir
tahun 1, rekonstruksi fungsional dan estetika dari mandibula itu selesai. 7
42
Gambar 2.25 Titanium Reconstruction Plat
Sumber: Alfaro, F. H. 2012. Mandibular Reconstruction with Tissue Engineering in
Multiple Recurrent Ameloblastoma
2.15 Prognosis
Prognosis dalam hal pengobatan tumor ini baik jika kita memperhatikan
angka kematian, tetapi jika kemampuan tumor untuk menyerang secara lokal dan
menghancurkan dengan pertumbuhan yang luas ke dalam jaringan dari wajah dan
rahang diperhatikan, maka harus disimpulkan bahwa itu adalah tumor yang serius
dan satu di antara metode pengobatan yang paling memadai harus dipilih.1
Rekurensi kemungkinan dapat timbul karena tidak sempurnanya tindakan
operasi, yaitu : (1) pada jaringan spongiosa, sebaiknya tindakan yang dilakukan
harus lebih cepat dengan reseksi, dan sebaiknya 1 cm jaringan sehat
disekitarnya harus turut diambil. (2) Jaringan kortikal sebaiknya direseksi secara
terpisah, (3) Mukosa yang melapisi prosesus alveolar, sebaiknya direseksi juga. 5,10
Ameloblastoma memiliki tingkat rekurensi yang tinggi setelah terapi,
yakni 23% pada ameloblastoma multikistik dan 14% pada ameloblastoma
unikistik. Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma memiliki sel satelit yang
43
dapat berinvasi. Ameloblastoma menyebar dengan membentuk psudopods pada
sumsum tulang tanpa resorpsi tulang trabekular yang nyata. 6
Rekurensi juga diketahui dapat terjadi karena beberapa alasan berikut.
Pertama, adanya pulau-pulau kecil dari jaringan neoplastik di tulang cancellous
pada margin dari specimen atau implantasi dari sel tumor selama enukelasi. Yang
kedua, merupakan konsekuensi dari rekurensi jaringan lunak. 6
Sehingga mukosa di sekitarnya juga harus direseksi jika tumor menginvasi
alveolus dan perforasi melalui tulang alveolar. Ketiga, tumor seeding. Ini
sebaiknya dipertimbangkan sebagai penyebab paling penting dari rekurensi
ameloblastoma pada graft tulang. Pengambilan total massa tumor ameloblastoma
dengan mengikutsertakan jaringan tulang yang sehat disekitarnya akan
memberikan hasil yang optimal. Mengingat pola pertumbuhannya, cenderung
meluas melaui marrow space, bila pengangkatannya tidak adekuat maka tumor ini
sering kambuh, sehingga ameloblastoma memerlukan penatalaksanaan tindakan
yang radikal. 6
Dikatakan sementara tumor membesar sel-sel tumor menyerang dan
menyelusup ke dalam ruang trabekula pada tulang spongiosa, adanya invasi sel-
sel tumor ke celah-celah tulang ini menyebabkan timbulnya istilah locally
malignant oleh karena sifat khas inilah, maka enukleasi, kuret atau tehnik operasi
yang lain yang tidak mencakup bagian tulang periferal yang cukup dalam akan
mutlak bersifat rekuren. Invasi sel tumor tidak terjadi pada tulang kompakta,
massa tumor hanya menyebabkan ekspansi dan resorpsi tulang kompakta, dengan
demikian batas makroskopis tumor pada tulang kompakta sama dengan batas
miroskopisnya. 7
Mengingat sifat ameloblastoma yang cenderung rekuren walaupun sudah
dilakukan enblok reseksi, kemungkinan rekurensi tetap bisa terjadi (10%). 15
Oleh karena itu penderita dianjurkan untuk kontrol setiap 3 bulan selama 5 tahun.
Bila ditemukan adanya rekurensi dapat segera dilakukan operasi ulang. Beberapa
studi menunjukkan tingkat rekurensi ameloblastoma adalah 50% - 90% paska
kuretase dan 15% setelah blok reseksi. Oleh karena itu para ahli bedah
menyatakan bahwa pembuangan ameloblastoma setidaknya 1 cm lebihnya dari
44
batas tumor pada radiograf. Rekurensi memakan waktu bertahun-tahun setelah
pembedahan pertama sebelum akhirnya bermanifestasi klinis.5
BAB III
KESIMPULAN
45
DAFTAR PUSTAKA
2. Acharya, S., Joshi, A., Tayaar, A. S., & Gopalkrishnan, K. 2011. Extreme
Ameloblastoma of the Mandible with Hypoproteinemia: A Case Report
and Review of Clinicopathological Features. J Clin Exp Dent.
2011;3(4):e343-7. [on line]
http://www.medicinaoral.com/odo/volumenes-/v3i4/jcedv3i4p343.pdf
46
3. Alfaro, F. H., Magaz, V. R., Chatakun, P., & Martinez, R. G. 2012.
Mandibular Reconstruction with Tissue Engineering in Multiple Recurrent
Ameloblastoma. The International Journal of Periodontic & Restorative
Dentistry. [on line]. http://www.institutomaxilofacial.com/wp-
content/uploads/2011/06/prd_32_3_Alfaro_5.pdf
5. Belal, M. S., Safar, S. Rajacic, N., Yassin, I. M. Schtz, P. Yassin, S. M., &
Zohaire, N. 1998. Ameloblastoma of the Mandible Treated by
Hemimandibulectomy with Immediate Autogenous Bone Graft
Reconstruction. Dental News, Volume V, Number I, 1998. [onn line].
http://www.dentalnews.com/documents/magazine/upload/98_v1_1.pdf
7. Kahairi, A., Ahmad, R. L., Islah, W., & Norra, H. 2008. Management of
Large Mandibular Ameloblastoma - A Case Report and Literature
Reviews. Archives of Orofacial Sciences (2008), 3(2): 52-55. [on line].
http://dental.usm.my/ver2/images/stories/AOS/Vol_3/Issue2/5255_kahairi.
pdf
8. Medeiros, M., Porto, G. G., Filbo, J. R., Portela, L., & Vasconcellos, R. H.
2008. Ameloblastoma in the Mandible. Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology 74 (3) May/June 2008. [on line].
http://www.scielo.br/pdf/rboto/v74n3/en_29.pdf
11. Montoro, J. R., Tavares, M. G., Melo, D. H., Franco, R., Filbo, F. V.,
Xavier, S. P., Trivellato, A. E., & Lucas, A. S. 2008. Mandibular
Ameloblastoma Treated by Bone Resection and Imediate Reconstruction.
47
Brazilian Journal of Otorhinolaryngology 74 (1) January/February 2008.
[on line]. http://www.scielo.br/pdf/rboto/v74n1/en_a26v74n1.pdf
12. Oliveira, L. R., Matos, B. H., Dominguete, P. R., & Zorgetto, V. A., &
Silva, A. R. 2011. Ameloblastoma: Report of Two Cases and a Brief
Literature Review. In, J. Odontostomat. 5(3):293-299, 2011. [on line].
http://ircmj.com/?page=download&file_id=302
13. Oteri, G., Ponte, F. S., Pisano, M. & Cicciu, M. 2012. Five Years Follow-
Up of Implant-Prosthetic Rehabilitation on a Patient after Mandibular
Ameloblastoma Removal and Ridge Reconstruction by Fibula Graft and
Bone Distraction. Dental Research Journal / Mar 2012 / Vol 9 / Issue 2.
[on line]. http://drj.mui.ac.ir/index.php/drj/article/download/971/187
14. Scariot, R., Silva, R. V., Felix, W., Costa, D. J., & Rebellato, N. L. 2012.
Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal, 14: 33-6, 2012.
[on line]. http://www.sbdmj.com/121/121-05.pdf
15. Siar, C. H., Nakano, K., Chelvanayagam, P. I., Nagatsuka, H., &
Kawakami, T. 2010. An Unsuspected Ameloblastoma in the Subpontic
Region of the Mandible with Consideration of Pathogenesis from the
Radiographic Course. Eur J Med Res (2010) 15: 135-138. [on line].
http://www.eurjmedres.com/content/pdf/2047-783X-15-3-135.pdf
16. Varkhede, A., Tupkari, J. V., Mandale, M. S., & Sardar, M. 2010.
Plexiform Ameloblastoma of Mandible - Case Report. J Clin Exp Dent.
2010;2(3):e146-8. [on line].
http://www.medicinaoral.com/odo-/volumenes/v2i3/jcedv2i3p146.pdf
17. Cury, M.M., Dib, L.L., & Pinto, D. 1997. Management of Solid
Ameloblastoma of the Jaws With Liquid Nitrogen Spray Cryosurgery.
Oral Surg Oral Med. Oral Pathol Oral Radiol Endod 1997 Oct; 84(4):
339-44).
18. Grays Anatomy of the Human Body. The Mandible (Lower Jaw)(Inferior
Maxillary Bone). Anatomical and Anthropological Society of the
University of Aberdeen, 1905, and Journal of Anatomy and Physiology,
vol. xliv.
48