Você está na página 1de 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

a. Definisi
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan susunan jantung yang sudah ada sejak
bayi baru lahir, jadi kelainan tersebut terjadi sebelum bayi lahir. Tetepi kelainan
jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejala segera setelah bayi lahir, tidak jarang
kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan
beberapa tahun.
Kelainan jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan
perkembangan system kardiovaskular pada embrio yang diduga karena adanya factor
endogen dan eksogen. (Ngastiyah, 2010)

b. Etiologi
Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan dengan kelainan perkembangan
embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung dan pembuluh darah besar
dibentuk. Penyebab utama terjadinya penyakit jantung congenital belum dapat
diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh
pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
Faktor Prenatal :
Ibu menderita penyakit infeksi : rubella, influenza atau chicken fox.
Ibu alkoholisme.
Umur ibu lebih dari 40 tahun.
Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu dan sebelumnya ikut program
KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, ( thalidmide,
dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin).
Terpajan radiasi (sinar X).
Gizi ibu yang buruk.
Kecanduan obat-obatan yang mempengaruhi perkembangan embrio.
Faktor Genetik :
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
(Arif Muttaqin, 2009)
c. Tanda gejala
1. Pada saat bayi:
Saat lahir dapat dijumpai gangguan pernapasan. Pada yang berat bahkan
dapat berakibat kematian. Pada penyakit jantung bawaan biru, anak tampak
biru meskipun tidak sesak napas dan aktif. Namun demikian, pada yang
kompleks gejala sesak napas dan biru dapat nampak bersamaan
Pada beberapa kasus yang berat dan kompleks, bayi baru lahir segera
memburuk dan meninggal dalam waktu dua hari bersamaan dengan
menutupnya pembuluh arteriosus Botalli. Penyakit jantung bawaan yang
terakhir ini disebut sebagai penyakit jantung bawaan yang bergantung pada
duktus. Anak menetek tidak kuat, sering melepaskan puting ibu istirahat
sebentar kemudian melanjutkan minum lagi.
Saat menetek/minum, bayi nampak berkeringat banyak di dahi, napas
terengah-engah. Minum tidak bisa banyak dan tidak lama.
Berat badan tidak naik-naik atau naik kurang dari grafik/pita pertumbuhan
yang sesuai pada KMS.
Anak sering sakit batuk dan sesak napas yang sering disebut sebagai
pneumonia atau bronkopneumonia.
Daya tahan tubuh terhadap penyakit kurang, sebagai akibatnya bayi sering
sakit-sakitan.
Anak yang menderita penyakit jantung bawaan biru, saat lahir nampak
kebiru-biruan di mulut dan lidah serta ujung-ujung jari, meskipun anak
tampak aktif ceria dan menangis kuat. Pada beberapa anak, warna kebiruan
pada mulut, lidah dan ujung-ujung jari tersebut baru nampak setelah berusia
beberapa bulan.
Serangan biru dapat terjadi pada anak dengan penyakit jantung bawaan biru
yang ditandai dengan bayi menangis terus menerus tidak berhenti-berhenti.
Anak tampak semakin biru, napas tersengal-sengal. Bila berat, dapat
mengakibatkan kejang bahkan kematian.
Kelainan jantung sering juga ditemukan secara tidak sengaja oleh dokter
pada saat bayi berobat utk penyakit lainnya atau saat datang untuk imunisasi.
Dokter mendengar adanya bising jantung saat memeriksa jantung bayi
dengan menggunakan stetoskop

2. Gejala pada anak


Berat badan anak naik tidak memuaskan dengan kata lain pertumbuhannya
terhambat
Perkembangan terlambat
Cepat lelah saat bermain, napas terengah-engah, berkeringat banyak lebih
dari anak yang lain.
Anak yang menderita PJB biru: tampak kebiruan pada mulut, lidah dan
ujung-ujung jari, sering jongkok saat bermain, ujung jari membulat sehingga
jari2 tampak seperti pemukul genderang.
Serangan biru ditandai dengan napas terengah-engah, anak tampak lebih biru
daripada biasanya, bila berat mengakibatkan anak pingsan bahkan
kematian.Pertumbuhan dan perkembangannyapun terlambat
3. Pada remaja
Tanda-tanda masa remajanya terlambat, misalnya pada anak perempuan
terlambat haid, payudara masih rata.
Pada anak laki-laki pertumbuhan cepatnya tertunda.
Anak tampak kurus
Aktivitas tidak mampu berlari jauh atau bermain lama seperti anak lainnya
Sering batuk-batuk dan napas terengah-engah
Berkeringat banyak pada wajah saat beraktivitas
Pada yang sudah diketahui menderita kebocoran jantung, bila sampai remaja
tidak ada tindakan koreksi, dapat mengakibatkan sindroma Eisenmenger,
yaitu anak yang semula tidak sianosis (biru), mulai nampak kebiruan seperti
penderita PJB sianotik. Kondisi ini sangat berbahaya.
(Tim Keperawatan Anak, 2009)
d. Klasifikasi
Terdapat berbagai cara penggolongan penyakit jantung congenital : penggolongan
yang sangat sederhana adalah penggolongan yang didasarkan pada adanya sianosis
serta vaskularisasi paru.
1. Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah,
misalnya defek septum (DSV), defek septum atrium (DSA), dan duktus atrium
(DSA) dan duktus arterius parsisten (DAP).
2. Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan vaskularisasi paru normal. Pada
penggolongan ini termasuk ini stenosis aorta (SA), stenosis pulmonal (SP) dan
koarktasio aorta.
3. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang. Pada
penggolongan ini yang paling banyak adalah tetralogi fallot (TF).
4. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya
transposisi arteri besar (TAB).

Defek Septum Ventrikel (VSD)


DSV terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna.
Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada saat sistole.
Manifestasi klinik : Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan
terhambat, anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung
jari hiperemik. Diameter dada bertambah, sering terlihat pembonjolan dada
kiri. Tanda yang menojol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum,
sela intrakostalis dan region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat
impuls jantung yang hiperdinamik.
Penatalaksanaan : Pasien dengan DSV besar perlu ditolong dengan obat-
obatan utuk mengatasi gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan
diuretic, misalnya lasix. Bila obat dapat memperbaiki keadaan, yang
dilihat dengan membaiknya pernafasan dan bertambahnya berat badan,
rnaka operasi dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun. Tindakan bedah sangat
menolong karena tanpa tindakan tersebut harapan hidup berkurang
Duktus Arteriosus Persisten (PDA)
DAP adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang menghubungkan
percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri (left pulmonary artery) ke aorta
desendens tepat di sebelah distal arteri subklavikula kiri. DAP terjadi bila
duktus tidak menutup bila bayi lahir. Penyebab DAP bermacam-macam,
bisa karena infeksi rubella pada ibu dan prematuritas.
Manifestasi klinik : Neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory
distress seperti mendengkur, tacipnea dan retraksi. Sejalan dengan
pertumbuhan anak, maka anak akan mengalami dispnea, jantung
membesar, hipertropi ventrikuler kiri akibat penyesuaian jantung terhadap
peningkatan volume darah, adanya tanda machinery type . Murmur
jantung akibat aliran darah turbulensi dari aorta melewati duktus menetap.
Tekanan darah sistolik mungkin tinggi karena pembesaran ventrikel kiri.
Penatalaksanaan : Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan,
kelainan biasanya diobati dengan aspirin atau idomethacin yang
menyebabkan kontraksi otot lunak pada duktus arteriosus. Ketika anak
berusia 1-5 tahun, cukup kuat untuk dilakukan operasi.
Tetralogi fallot
Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung yang umum, dan terdiri dari 4
kelainan yaitu:
a. stenosis pulmonal
b. hipertropi ventrikel kanan
c. kelainan septum ventrikuler
d. kelainan aorta yang menerima darah dari ventrikel dan aliran darah
kanan ke kiri melalui kelainan septum ventrikel.
Manifestasi klinik : Bayi baru lahir dengan TF menampakkan gejala yang
nyata yaitu adanya sianosis, letargi dan lemah. Selain itu juga tampak
tanda-tanda dyspne yang kemudian disertai jari-jari clubbing, bayi
berukuran kecil dan berat badan kurang. Bersamaan dengan pertambahan
usia, bayi diobservasi secara teratur, serta diusahakan untuk mencegah
terjadinya dyspne. Bayi mudah mengalami infeksi saluran pernafasan atas.
Diagnosa berdasarkan pada gejala-gejala klinis, mur-mur jantung, EKG
foto rongent dan kateterisasi jantung.
Penatalaksanaan : Pembedahan paliatif dilakukan pada usia awal anak-
anak, untuk memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen dalam masa
pertumbuhan. Pembedahan berikutnya pada masa usia sekolah, bertujuan
untuk koreksi secara permanent. Dua pendekatan paliatif adalah dengan
cara :
a. Blalock-Tausing, dilakukan pada ananostomi ujung ke sisi
subklavikula kanan atau arterikarotis menuju arteri pulmonalis kanan.
b. Waterson dikerjakan padasisi ke sisi anastonosis dari aorta assenden,
menuju arteri pulmonalis kanan, tindakan ini meningkatkan darah yang
teroksigenasi dan membebaskan gejala-gejala penyakit jantung
sianosis.
e. Patofisiologi
f. Pemeriksaan penunjang
1. Foto thorak : Melihat atau evaluasi adanya atrium dan ventrikel kiri membesar
secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat.
2. Echokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada
bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh
peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan).
3. Pemeriksaan laboratorium : Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan
hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA
menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan
tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.
4. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran
darah dan arahnya.
5. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, adanya hipertropi
ventrikel kiri, kateterisasi jantung yang menunjukan striktura.
6. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO
atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
7. Diagnosa ditegakkan dengan cartography & Cardiac iso enzim (CK,CKMB)
meningkat.

g. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Secara Garis besar penatalaksanaan Pada Pasien yang menderita Penyakit
Jantung Bawaan dapat dilakukan dengan 2 Cara Yakni Dengan Cara
pembedahan dan Kateterisasi Jantung .
Metode Operatif : Setelah pembiusan umum dilakukan, dokter akan
membuat sayatan pada dada, menembus tulang dada atau rusuk sampai
jantung dapat terlihat. Kemudian fungsi jantung digantikan oleh
sebuah alat yang berfungsi untuk memompa darah keseluruh tubuh
yang dinamakan Heart lungbypass yang juga menggantikan fungsi
paru-paru untuk pertukaran oksigen setelah itu jantung dapat
dihentikan detaknya dan dibuka untuk memperbaiki kelainan yang ada,
seperti apabila ada lubang pada septum jantung yang normalnya
tertutup, maka lubang akan ditutup dengan alat khusus yang dilekatkan
pada septum jantung.
Kateterisasi jantung : prosedur kateterisasi umumnya dilakukan dengan
memasukkan keteter atau selang kecil yang fleksibel didalamnya
dilengkapi seperti payung yang dapat dikembangkan untuk menutup
defek jantung, ketetr dimasukkan melalui pembuluh darah balik atau
vena dipanggal paha atau lengan. Untuk membimbing jalannya kateter,
dokter menggunakan monitor melalui fluoroskopi angiografi atau
dengan tuntunan transesofageal ekokardiografi (TEE)/Ekokardiografi
biasa sehinggan kateter dapat masuk dengan tepat menyusuri
pembuluh darah, masuk kedalam defek atau lubang, mengembangkan
alat diujung kateter dan menutup lubang dengan sempurna. Prosedur
ini dilakukan dalam pembiusan umum sehingga anak/pasien tidak
melakukan sakit. Keberhasilan prosedur kateterisasi ini untuk
penangana PJB dilaporkan lebih dari 90% namun tetap diingan bahwa
tidak semuan jenis PJB dapat diintervensi dengan metode ini. Pada
kasus defek septum jantung yang terlalu besar dan kelainan struktur
jantung tertentu seperti jantung yang berada diluar rongga dada
(jantung ektopik) dan tetralogi fallot yang parah tetap membutuhkan
operatif terbuka. 1[10]
2. Non- Farmakologis
Sedangkan Secara Non-Farmakologis dapat Diberikan Tambahan Susu
Formula dengan kalori yang tinggi dan suplemen untuk air Susu Ibu
dibutuhkan pada bayi yang menderita PJB. Terutama pada bayi yang
lahir premature dan bayi-bayi yang cepat lelah saat menyusui.

1
Pada Pasien/Anak Yang Menghadapi atau dicurigai menderita PJB
dapat dilakukan tindakan , Seperti :
Menempatkan pasien khususnya neonatus pada lingkungan
yang hangat dapat dilakukan dengan membedong atau
menempatkannya pada inkhubator.
Memberikan Oksigen
Memberikan cairan yang cukup dan mengatasi gangguan
elektrolit serta asam basa

h. Komplikasi
Pasien dengan penyakit jantung congenital terancam mengalami berbagai komplikasi
antara lain:
1. Gagal jantung kongestif / CHF.
2. Renjatan kardiogenik/ Henti Jantung.
3. Aritmia.
4. Endokarditis bakterialistis.
5. Hipertensi.
6. Hipertensi pulmonal.
7. Tromboemboli dan abses otak.
8. Obstruksi pembuluh darah pulmonal.
9. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
10. Enterokolitis nekrosis.
11. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau
displasia bronkkopulmoner).
12. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit.
13. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin).
14. Gagal tumbuh.

i. Konsep asuhan keperawatan


1. Riwayat Keperawatan
Riwayat terjadinya infeksi pada ibu selama trimester pertama
Riwayat prenatal seperti ibu yang menderita DM dengan ketergantungan
pada insulin
Kepatuhan ibu menjaga kehamilan dengan baik termasuk menjaga gizi ibu,
tidak mengonsumsi obat obatan dan merokok
Proses kelahiran secara alami atau adanya faktor faktor yang
memperlama proses persalinan dan penggunaan alat
Riwayat keturunan, dengan memperhatikan adanya anggota keluarga lain
yang juga mengalami kelainan jantung

2. Pemeriksaaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang dilakukan sama dengan pengkajian fisik yang dilakukan
terhadap apasien yang menderita penyakit jantung pada umumnya. Secara spesifik
data yang dapat ditemukan dari hasil pengkajian fisik pada CHD ini adalah :
Bayi baru lahir berukuran kecil dan berat badan kurang
Anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung jari hiperemik
Diameter dada bertambah, sering terlihat pembenjolan pada dada kiri
Tanda yang menonjol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela
intrakosta dan region epigastrium
Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik
Neonatus menunjukkan tanda tanda respiratory distress seperti
mendengkur, tacipnea dan retraksi
Anak pusing, tanda tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan
kebutuhan terhadap O2 tidak terpenuhi ditandai dengan adanya murmur
sistolik yang terdengar pada batas kiri sternum
Adanya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah lebih tinggi pada lengan
dari pada kaki. Denyut nadi pada lengan terasa kuat, tapi lemah pada
popliteal dan femoral.
3. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan cardiac output.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan akumulasi secret
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
d. Resiko infeksi berhubungan dengan infasi kuman pathogen

H. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN (NOC) PERENCANAAN(NIC)
KEPERAWATAN
Gangguan perfusi
jaringan teratasi dalam
waktu 5x24 jam. Kriteria 1 Observasi frekwensi dan bunyi
hasil : jantung

RR 30-60 x/mnt 2 Observasi adanyasianosis.


Gangguan perfusi
jaringan b.d Nadi 120-140 3 Beri oksigen sesuai kebutuhan
1 x/mnt.
penurunan cardiac
4 Kaji kesadaran bayi
output.
Suhu 36,5-37 C
5 Observasi TTV.

Sianosis (_)
6 Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian therapy.
Ekstremitas
hangat

2 ketidakefektifan Pola nafas efektif setelah


1 Observasi pola nafas
pola nafas b.d dilakukan tindakan
akumulasi secret. keperawatan 1x24 jam
2 Observasi frekuensi dan bunyi
Kriteria hasil :
nafas

RR 30-60 x/mnt
3 Tempatkan kepala pada posisi
hiperekstensi
Sianosis (-)

4 Observasi adanyasianosis.
Sesak (-)
5 Lakukan suction
Ronchi (-)
6 Monitor dengan teliti hasil
Whezing (-) pemeriksaan gas darah.

7 Beri O2 sesuai program

8 Atur ventilasi ruangan tempat


perawatan klien.
9 Observasi respon bayi terhadap
ventilator dan terapi O2

10 Kolaborasi dengan tenaga medis


lainnya.

1 Observasi intake dan output

Kebutuhan nutrisi 2 Observasi intake dan output

terpenuhi setelah 3x24


3 Kaji adanya sianosis pada saat
Jam.
bayi minum.
Kriteria hasil :

4 Pasang NGT bila diperlukan.


nutrisi kurang dari Tidak terjadi
kebutuhan b.d penurunan
3 5 Beri nutrisi sesuai kebutuhan
intake yang tidak BB>15% bayi
adekuat
Muntah (-) 6 Timbang BB tiap hari.

Bayi dapat minum 7 Kolaborasi dengan dokter untuk


dengan baik pemberian therapy.

8 Kolaborasi dengan tim gizi untuk


pemberian diit bayi.

4 Resiko infeksi b.d Infeksi tali pusat tidak


1 Lakukan tehnik aceptic dan
invasi kuman terjadi dalam waktu 3x24
antiseptic pada saat memotong
patogen. jam
tali pusat.
Kriteria hail :

2 Jaga kebersihan daerah tali pusat


dan sekitarnya.

3 Mandikan bayi dengan air bersih


Suhu 36-37 C
dan hangat.

Tali pusat kering


4 Observasi adanya perdarahan
dan tidak berbau.
pada tali pusat

Tidak ada tanda-


5 Cuci tali pusat dengan sabun dan
tanda infeksi pada
segera keringkan bila tali pusat
tali pusat.
kotor atau terkena feses.

6 Observasi suhu bayi

Você também pode gostar