Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
04 Mei 2010
Rosidin
S.590109005
MORBILI
DIARE
1
pada anak, dan sampai saat ini merupakan penyebab utama kematian pada anak.
Di Indonesia, angka kejadian diare akut diperkirakan masih sekitar 60 juta episode
setiap tahunnya dan 1-5% diantaranya berkembang menjadi diare kronik. Penting
bagi kita melakukan pendekatan dengan batasan yang benar. Secara umum kita
mengenal diare akut, diare kronis, dan sindrom disentri.5,6
Beberapa hal yang perlu dilakukan bila mendapakan anak dengan diare
akut adalah menilai derajat dehidrasi, memberi pengganti cairan dan elektrolit
yang keluar, mencegah penyebaran kuman enteropatogen dan mencari
etiologinya, serta memberikan pengobatan yang spesifik sesuai dengan indikasi.3
Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala-gejala dan tanda-tanda
yang mencerminkan jumlah cairan yang hilang selama diare. Beratnya dehidrasi
secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang sebagai persentasi
kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku
emas. Penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi merupakan masalah
yang sering secara bersama-sama menyebabkan penurunan berat badan.6,7
PNEUMONIA
2
kali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi
infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia
bakterial dan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis maupun
laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat
disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien
tampak toksik, lekositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologi.
Secara umum, bakteri yang berperan pentinmg dalam pneumonia adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphilococcus aureus,
Streptococcus grup B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma.9
KASUS
Pada dua hari sebelum masuk rumah sakit, penderita BAB cair Penderita
mengalami diare cair antaraempat sampai lima kali kali sehari, setiap kali diare
banyaknya seperempat sampai setengah gelas aqua, cairan lebih banyak dari
ampas, warna kuning, tidak ada lendir atau darah, bau tidak menyengat, pada saat
diare penderita tidak menangis atau tampak kesakitan. Selama diare nafsu makan
dan minum penderita tidak berkurang. Sebelum diare penderita makan-minum
3
seperti biasa, selama ini penderita minum air susu ibu, dan susu formula. Buang
air kecil terakhir kurang lebih enam jam sebelum masuk Rumah Sakit, jumlah
sekitar seperempat gelas aqua berwarna kuning jernih. Di lingkungan rumah
tempat tinggal penderita tidak ada yang diare. Selain itu, pada tubuh penderita
juga timbul bercak-bercak kemerahan, yang awalnya timbul di belakang telinga
dan di bawah rambut, terus menyebar ke wajah dan seluruh tubuh.
4
Riwayat keluarga: ayah penderita berumur 45 tahun, suku jawa, agama
islam, pendidikan terakhir SPM, bekerja sebagai buruh bangunan, dengan
penghasilan Rp. 600.000,00 perbulan. Penderita merupakan anak kedua dari 2
bersaudara. Kakak penderita berjenis kelamin laki-laki, berumur 2 tahun dan
dalam keadaan sehat.
POHON KELUARGA
5
Pada hidung dijumpai napas cuping hidung, dijumpai sekret pada kedua lubang
hidung. Pada pemeriksaan mulut didapatkan mukosa basah, faring hiperemis,
didapatkan stomatitis, bercak koplik pada mukosa bukal di dekat gigi molar 3
bawah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis. Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening, didapatkan bercak eritema makulopapular. Bunyi jantung l-ll normal,
tidak ditemukan bising maupun irama derap. Suara napas vesikuler, tidak ada
ronkhi maupun mengi, tidak tampak retraksi interkostal. Pada pemeriksaan
abdomen dinding perut sejajar dengan dinding dada, terdengar bising usus
meningkat, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa, turgor kulit abdomen
kembali cepat. Pada ekstremitas didapatkan akral hangat, arteri dorsalis pedis
teraba kuat dan capillary refill time (CRT) kurang dari dua detik, dan eritema
makulopapular di seluruh ekstremitas. Hasil pemeriksaan laboratorium pada
waktu masuk Rumah Sakit Dr. Moewardi, Surakarta (di IGD): Hemoglobin 10,2
g/dL, Hematokrit 30,3%, eritrosit 4.620.000/L, leukosit 9.900/L, trombosit
403.000/L, golongan darah AB. Penderita kemudian didiagnosis dengan febris
hari ke-4 dengan differential diagnosis morbili, eksantema subitum, faringitis
akut. Pasien juga didiagnosis dengan diare akut tanpa dehidrasi, stomatitis, dan
conjungtivitis. Terapi yang diberikan adalah mondok bangsal infeksi (isolasi),
IVFD RL kecepatan 32 cc/jam, oralit 60 cc bila diare, parasetamol empat kali 120
mg per oral, vitamin A 100.000 IU, dan gentamisin tetes mata. Diet penderita
adalah ASI/ASB 8X10-20 ccperoral. Direncanakan untuk pemeriksaan darah rutin
yaitu hemoglobin, hematokrit, lekosit, eritrosit, trombosit dan indeks eritrosit,
hitung jenis leukosit, analisis urin dan feces, elektrolit, ureum, kreatinin, SI, TIBC
dan gambaran darah tepi. Monitoring dilakukan setiap empat jam dengan menilai
status hidrasi, keadaan umum dan tanda vital, balans cairan dan diuresis. Edukasi
pada penderita untuk minum yang banyak serta kompres hangat.
6
napas vesikuler, ronkhi basah halus di basal lapang paru, tidak tampak retraksi
interkostal, didapatkan chest indrawing. Hasil pemeriksaan laboratorium pada hari
itu adalah: Hemoglobin 10,4 g/dL, Hematokrit 30,3%, eritrosit 4.280.000/L,
leukosit 15.100/L, trombosit 369.000/L, golongan darah AB. Penderita
kemudian didiagnosis dengan febris hari ke-4 dengan differential diagnosis
morbili, eksantema subitum, faringitis akut. Pasien juga didiagnosis dengan diare
akut tanpa dehidrasi, stomatitis, dan conjungtivitis. Indeks eritrosit : MCV: 65,5 /
um, MCH: 19.7 pg, MCHV: 30,1 g/dl, RDW: 17,2 %, HDW: 3.4 g/dl, MPV: 8.4
fl, PDW: 39 % Hitung jenis: Eosinofil: 0.20 %, Basofil: 1.20 %,Netrofil: 48,80
%,Limfosit: 45,40 %, Monosit: 4,50%,LUC: 8.90 %. Analisa urin dalam batas
normal, analisa feces didapatkan tinja lunak, warna kuning, tidak ditemukan
parasit maupun jamur patogen. Diuresis 4,16 cc/kgbb/jam. Diagnosis saat itu
adalah morbili DD eksantema subitum DD faringitis akut (febris hari ke-5).
Pasien juga didiagnosis dengan diare akut tanpa dehidrasi, pneumonia DD
bronkiolitis. Terapi yang diberikan adalah O2 nasal 3 liter permenit, diet nasi lauk
700 kalori perhari, IVFD D1/4 S kecepatan 32 cc/jam, injeksi chloramphenicol
150 mg/6jam, injeksi ampicillin 150 mg/6 jam, parasetamol 4 kali 120 mg, vit A
100.000 IU, gentamicin tetes mata, oralit 60 cc jika diare, zink satu kali 20 mg,
probiotik dua kali satu sachet. Direncanakan pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht,
lekosit, trombosit) dan foto thorax AP/Lateral. Monitoring dilakukan dengan
memeriksa keadaan umum dan tanda vital setiap 2 jam, balans cairan dan diuresis
setiap 8 jam. Pukul 22.00 hasil analisa gas darah menunjukkan kesan asidosis
respiratorik tak terkompensasi. Kemudian dilakukan konsultasi ke bagian PICU
untuk perawatan, tetapi PICU penuh. Setelah itu dilakukan pemberian O2
headbox 8 liter permenit dan pemasangan NGT. Reesidu NGT berwarna putih
hijau. NGT dialirkan dan pasien dipuasakan untuk sementara.
7
masih didapatkan, eritema makulopapular masih didapatkan. Balans cairan
+109ml/24 jam dan diuresis cc/kgbb/jam. Hasil pemeriksaan laboratorium 16
Maret 2010: Hemoglobin 12,4 g/dL, Hematokrit 39,0%, eritrosit 5.340.000/L,
leukosit 10.500/L, trombosit 280.000/L. Hasil foto thorax: kesan pneumonia
lobus superior kanan. Diagnosis dan terapi dilanjutkan.
Pada tanggal 20, 21, 22 Maret 2010 keadaan umum penderita tampak baik,
compos mentis, gizi kesan kuang. Tidak diare, tidak muntah, tidak sesak, tidak
panas, dan tidak batuk. BAK kuning jernih. Tanda vital didapatkan laju nadi 110-
118 kali per menit (isi dan tegangan cukup), laju napas 24-32 kali per menit, suhu
per aksila 36,6-36,8C. Pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi basah haslus
menghilang, eritema makulopapuler menghitam. Penderita diperbolehkan pulang
dan diberikan terapi cefixime 2 kali 30 mg peroral, paracetamol 4 kali 120 mg,
oralit 60 cc jika diare, zink satu kali 20 mg, probiotik dua kali satu sachet,
ambroxol 3 kali 3 mg.
DISKUSI
8
konjungtiva sedikit meradang; (3) stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya
ruam yang dimulai dari belakang telingan menyebar ke wajah, dada, punggung,
lengan dan kaki disertai dengan suhu tubuh yang lebih meningkat; (4) stadium
penyembuhan yang ditandai dengan menurunnya suhu tubuh dan ruam menjadi
hitam (hiperpigmentasi) dan selanjutnya mengelupas (deskuamasi).2
Beberapa hal yang perlu dilakukan bila mendapakan anak dengan diare
akut adalah menilai derajat dehidrasi, memberi pengganti cairan dan elektrolit
yang keluar, mencegah penyebaran kuman enteropatogen dan mencari
etiologinya, serta memberikan pengobatan yang spesifik sesuai dengan indikasi.3
Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala-gejala dan tanda-tanda
yang mencerminkan jumlah cairan yang hilang selama diare. Beratnya dehidrasi
secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang sebagai persentasi
kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku
emas. Penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi merupakan masalah
yang sering secara bersama-sama menyebabkan penurunan berat badan.6,7
9
dan frekuensi diare, Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995 dapat dilihat
pada tabel 3.6 Warna dan konsistensi tinja, lendir dan atau darah dalam tinja,
adanya muntah, anak lemah, kesadaran menurun, rasa haus, rewel, suhu badan,
kapan buang air kecil terakhir, ditanyakan juga jumlah cairan yang masuk selama
diare, jenis makanan yang diberikan sebelum diare dan riwayat lingkungan
dengan diare. Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama, yaitu
kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan
yang lain.7 Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada diare akut meliputi
darah, urin dan tinja. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995 dapat
dilihat pada tabel 3.6
10
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada
anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang
luas, gejala klinisnya yang kadang-kadang tidak khjas terutama pada bayi,
terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang
relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara nafas melemah, dan ronki. Gambran klinis pneumonia pada bayi dan anak
bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai
berikut:
Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual muntah atau diare;
kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
Gejala gangguan respiratorik yaiotu batuk, sesak nafas, retraksi dada,
takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
11
DAFTAR PUSTAKA
12
10. Charles G. Prober. Pneumonia. Dalam: Bherman RE, Kliegman RM,
Jenson HB. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak ed. 15. Jakarta: CV EGC, p.
883-9
13