Dokumen tersebut membahas analisis parameter pemotongan besi cor pada industri logam kecil dan menengah. Parameter pemotongan diuji pada dua tingkat, yaitu sensitivitas dan kinerja. Pada tingkat sensitivitas, berbagai kombinasi kecepatan pemotongan, laju makan, dan kedalaman potong diuji untuk menentukan batasan parameter yang optimal. Hasilnya menunjukkan kombinasi tertentu menghasilkan aus pahat minimal dan permukaan halus dalam waktu pemot
Dokumen tersebut membahas analisis parameter pemotongan besi cor pada industri logam kecil dan menengah. Parameter pemotongan diuji pada dua tingkat, yaitu sensitivitas dan kinerja. Pada tingkat sensitivitas, berbagai kombinasi kecepatan pemotongan, laju makan, dan kedalaman potong diuji untuk menentukan batasan parameter yang optimal. Hasilnya menunjukkan kombinasi tertentu menghasilkan aus pahat minimal dan permukaan halus dalam waktu pemot
Dokumen tersebut membahas analisis parameter pemotongan besi cor pada industri logam kecil dan menengah. Parameter pemotongan diuji pada dua tingkat, yaitu sensitivitas dan kinerja. Pada tingkat sensitivitas, berbagai kombinasi kecepatan pemotongan, laju makan, dan kedalaman potong diuji untuk menentukan batasan parameter yang optimal. Hasilnya menunjukkan kombinasi tertentu menghasilkan aus pahat minimal dan permukaan halus dalam waktu pemot
DI INDUSTRI LOGAM KECIL MENENGAH PADA PERINGKAT SENSITIVITAS *) Abdul Haris Nasution, **) Armansyah Ginting**) Tugi man**), **) Alfian Hamsi *) Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UISU Medan **) Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik USU Medan Abstrak Pada umumnya industri logam kecil dan menegah yang ada di Sumatera Utara masih menggu nakan teknologi konvensional dalam melakukan pemesinan terhadap produknya sehingga berakibat rendahnya daya kompetitif produk yang dihasilkannya dibandingkan produk yang dihasilkan negara-negara maju yang telah menggunakan teknologi yang lebih baik untuk mendapatkan parameter pemotongan yang optimum, parameter pemotongan didapat dari dua peringkat yaitu: deng an cara acak (peringkat sensitivitas) dan dengan cara statistik (peringkat performa). Pada tulisan ini akan dipaparkan tentang analisis parameter pemotong an besi cor pada peringkat sensitivitas. Dengan demikian dapat diketahui batasan paramater pemotongan (batas bawah dan batas atas) untuk penelitian selanjutnya, yaitu analisis parameter pemesinan besi cor pada peringkat performa. Kata-kata kunci: Parameter pemotongan, Besi cor, UKM logam, Peringkat sensitivitas 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Industri kecil dan menengah adalah salah satu sektor riil dalam dunia perekonomian Indonesia dengan jumlah mencapai 42.400.000 UKM dan ini merupakan peluang bisnis yang mampu bertahan di tengah-tengah situasi ekonomi dan politik yang belum kondusif ( bps.go.id , 2004). Jumlah UKM yang besar tersebut dapat dikelompokkan kepada beberapa sektor industri dan satu diantaranya adalah industri logam kecil dan menengah. Dirjen Industri dan Dagang Kecil Menengah (IDKM) Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Agus Cahyana, (Kompas 2003) menyatakan bahwa pengembangan industri logam kecil dan menengah akan terus di intensifkan seiring meningkatnya permintaan kebutuhan komponen mesin dan elektronika di dalam negeri. Jika industri logam kecil mampu memenuhi berbagai kebutuhan komponen itu, diharapkan ketergantungan impor komponen akan semakin berkurang. Industri kecil juga dapat memperkuat struktur industri dan mendorong terciptanya lapangan kerja baru serta menghasilkan produksi sesuai kebutuhan konsumen. Kegiatan utama yang dilakukan oleh industri logam kecil dan menengah untuk menghasilkan produknya adalah melalui proses pemesinan berbagai jenis bahan baku logam (Rochim, 1993). Proses pemesinan atau proses pemotongan logam merupakan aktivitas utama yang dilakukan oleh industri logam kecil menengah dengan menggunakan mesin-mesin perkakas yang masih bersifat konvensional. Proses pemesinan ini ditujukan untuk pembuatan komponen mesin atau peralatan lainnya (Rochim 1993; Artiekimin 2004). Pada umumnya industri logam kecil menengah sudah cukup puas dengan hasil yang dicapainya karena mereka masih berorientasi pada pasar lokal, tetapi apabila diperhatikan dengan seksama, tidak jarang ditemukan proses pemesinan yang dilakukan kurang benar atau malah dilaksanakan dengan cara yang sama sekali salah. Oleh karena itu, kualitas yang dihasilkan sering kali masih kalah berkompetisi dengan kualitas produk impor. Kesalahan proses pemesinan yang mengakibatkan hal tersebut antara lain sebagaimana yang dilaporkan oleh Roch im (1993) adalah: a) Laju pemotongan yang terlalu rendah sehingga mengakibatkan permukaan produk terlalu kasar. Pada beberapa keadaan seperti pemotongan interupsi atau adanya beban kejut yang dilakukan pada laju pemotongan terlalu rendah, hal ini dapat pula mengakibatkan pendeknya hayat pahat. b) Laju makan yang terlalu rendah untuk tujuan menghasilkan permukaan halus, terlalu berlebihan sehingga melampaui spesifikasi gambar teknik permukaan yang dirancang. c) Proses pemesinan yang mengakibatkan terbentuknya geram halus (bagaikan rambut), sehingga proses tersebut menjadi sangat tidak efisien. d) Penggunaan pahat tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan, dipandang dari Performance of ABR: ... (Maya Sarah) 276 materialnya maupun geometrinya (bentuk dan sudut pahat). e) Cara penjepitan benda kerja yang tidak benar, sehingga mengakibatkan kesalahan geometrik produk yang melebihi batas toleransi. 1.2 Tujuan Penelitian Untuk mendapatkan data-data dan informasi- informasi pemotongan logam di UKM pada peringkat sensitivitas, kemudian dapat digunakan sebagai input kondisi pemotongan (batas bawah dan batas atas) dalam penelitian selanjutnya yaitu analisis parameter pemotongan kering besi cor pada peringkat performa. 2. Bahan, Peralatan dan Metodologi 2.1 Bahan Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah jenis material besi cor dengan sifat mekanik hasil pengujian sebagai berikut: kekerasan 229 HB, kekuatan tarik 396 mPa dan komposisi kimia sebagai berikut: Cr = ( 0,05 0,45 )%; Cu = (0,15 0,4)%; Mn = (0,5 0,9)%; Mo =(0,05 - 0,1)%; Ni = (0,05 - 0,2)%; P =Max 0,12%; C=(3,25-3,5)%; S = Max 0,15%; Si = (1,8-2,3)%. ( Sumber: Seperti yang diterima dari industri pengecoran). 2.2 Peralatan Peralatan mesin bubut yang digunakan pada industri logam kecil dan menengah tempat penelitian dilakukan adalah mesin bubut CNC EmcoTurn-242 dengan spesifikasi seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. (a) (b) Gambar 1: Setup peralatan (a) Mesin bubut CNC (b) Benda kerja terpasang pada mesin Keterangan gambar: 1. Penjepit benda kerja 2. Pahat 3. Tool holder 4. Tool post 5. Penopang benda kerja ( center ) 6. Benda kerja Pemotongan benda kerja untuk melihat keausan pahat dan lama (waktu) pemotongan dilakukan di laboratorium CNC P3GT (Pusat Pengembangan Penataran Guru Teknologi) Medan. Tabel 1: Data teknis mesin CNC Emcoturn 242 2.3 Metode Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan beberapa pemotongan terhadap benda kerja, kondisi pemotongan yang diberikan terhadap pemotongan benda kerja tersebut dibuat bervariasi. Seluruh pemotongan berhenti pada sekitar 5 menit waktu pemotongan. Apabila sebelum 5 menit keausan pahat ( flank wear ) sudah mencapai 0,3 mm maka proses pemotongan material benda kerja Daya (N) 15 kwatt Putaran (n) 450 Rpm Diameter penjepitan maksimum 158 mm Jarak antara dua titik pusat ( between center ) 255 mm Memori program 20 kilo byte Ketepatan masukan 0,001 mm (0,0001 Zoll) Kisar ulir 0,01 10 mm Pengaturan asutan (0 120) % Pengaturan put. sumbu utama (50 120) % Jenjang interpolasi 9999,99 mm Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 4 No. 1 April 2005: 275 279 277 dihentikan. Data hasil pemotongan tersebut diplot dalam bentuk grafik, dari grafik-grafik tersebut akan terlihat dengan jelas pengaruh kombinasi parameter pemotongan tersebut. 3. Hasil dan Pembahasan Kondisi Pemotongan pada peringkat sensitivity dilakukan untuk mendapatkan performa pahat secara acak, adapun kondisi pemotongan yang dilakukan adalah sebagai berikut: KP1: v = 50 m/menit; f = 0.04 mm/put; a = 0.5 mm KP2: v =50 m/menit; f =0.1 mm/put; a = 0.5 mm KP3: v =100 m/menit; f = 0.1mm/put; a=0.5 mm KP4: v =250 m/menit; f = 0.1 mm/put; a = 0.5 mm KP5: v = 300 m/menit; f=0.1 mm/put; a = 0.5 mm KP6: v = 400 m/menit; f = 0.1 mm/put; a=0.5 mm KP7: v = 500 m/menit; f = 0.1 mm/put; a = 0.5 mm KP8: v = 300 m/menit; f = 0.2 mm/put; a=0.5 mm KP9: v = 400 m/menit; f=0.2 mm/put; a = 0.5 mm 3.1 Keausan Pahat Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap industri selalu berusaha agar biaya produksi dapat ditekan sekecil mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Keausan pahat merupakan salah satu faktor yang sangat perlu dipertimbangkan, karena dalam industri yang memproduksi komponen secara massal, keausan pahat perlu ditekan sehingga umur pahat lebih panjang, dengan demikian biaya yang diperlukan untuk membeli pahat dapat diirit. Pada Gambar 2 terlihat bahwa masing-masing pemotongan dilakukan sekitar 5 (lima) menit dan pahat yang paling cepat aus adalah pahat dengan kondisi pemotongan KP5 dan KP7, namun keausan yang dialami masih di bawah 0,3 mm artinya masih dalam kondisi yang diizinkan. 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2 0.00.51.01.52.02.5 3.03.54.04.55.05.56.0 t (m enit) VB (um) KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 KP7 KP8 KP9 Gambar 2: Kurva hubungan waktu pemesinan dengan keausan pahat Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa panjang pemesinan yang dilakukan di Industri Logam Kecil Menengah yaitu KP1 sangat pendek, artinya produktivitas sangat rendah, sementara KP1 s/d KP3 tertinggal jauh dibandingkan dengan KP4 s/d KP9. 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 Lt (km) VB (mm) KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 KP7 KP8 KP9 Gambar 3:Kurva hubungan panjang pemesinan dengan keausan pahat 3.2. Kekasaran Permukaan Kekasaran permukaan merupakan salah satu parameter yang turut menentukan kualitas material yang di mesin. Untuk itu banyak penelitian dilakukan agar kekasaran permukaan yang dihasilkan dari suatu proses pemesinan dapat memenuhi spesifikasi kekasaran permukaan yang ditetapkan pada gambar teknik. Pada penelitian ini batas kekasaran permukaan yang dikehendaki adalah sebesar 2,4 m, dari grafik kekasaran permukaan pada Gambar 4 bahwa semua kondisi pemotongan menghasilkan kekasaran permukaan sesuai dengan yang diinginkan, kecuali kondisi pemotongan KP2. Di antara beberapa kondisi pemotongan yang masuk dalam kriteria kekasaran permukaan (di bawah 2,4 m) ada yang nilai kekasaran permukaannya sangat rendah, bahkan ada yang nilainya sebesar 1,3 m, tentunya nilai kekasaran yang sangat rendah seperti ini juga tidak begitu diingini, karena melampaui spesifikasi yang diinginkan. 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 0 0.05 0.1 0.15 0.2 VB (mm) Ra(um) KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 KP7 KP8 KP9
Gambar 4:Kurva hubungan keausan pahat
dengan kekasaran permukaan Analisis Parameter Pemotongan Besi COR ... (Abdul Haris Nasution, dkk) 278 3.3 Volume Bahan Terbuang (Q) Volume bahan terbuang adalah banyaknya volume bahan yang dibuang akibat proses pemotongan logam tersebut atau dengan kata lain volume bahan terbuang adalah banyaknya volume chip atau geram yang dihasilkan selama proses pemesinan terhadap bahan dilakukan. Semakin banyak chip atau geram yang mampu dihasilkan sebuah proses pemesinan, maka semakin tinggi produktivitas dari sisi kuantitas benda yang diproduksi. Dari Gambar 5 terlihat bahwa Volume bahan terbuang yang terbanyak adalah pada KP9, dengan v = 400 m/menit; f = 0.2 mm/put; a = 0.5 mm, sementara volume pemesinan terendah adalah pada KP1 s/d KP4. 0 50000 100000 150000 200000 250000 01234567 t (min) Volume (mm 3 ) KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 KP7 KP8 KP9
Grafik 5: Kurva hubungan waktu pemotongan
dengan volume pemotongan Dari hubungan antara volume pemotongan dengan keausan pahat (Gambar 6) dapat dilihat bahwa seluruh pahat dengan berbagai variasi kondisi pemotongan yang digunakan untuk memotong benda kerja masih berada pada daerah yang diizinkan (nilai keausannya masih di bawah 0,3 mm), karena menurut ISO 3685 apabila pahat telah mempunyai nilai keausan sebesar 0,3 mm, maka pemotongan dihentikan. Namun karena semua pemotongan yang dilakukan berhenti di sekitar menit ke 5, maka pahat-pahat tersebut belum mencapai nilai keausan sebesar 0,3 mm. Dari Gambar 6 bahwa volume pemotongan yang dihasilkan oleh KP1 s/d KP3 lebih rendah dibandingkan dengan KP4 s/d KP9. 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 Volume Pemotongan (mm 3 ) VB (uM) KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 KP7 KP8 KP9 Gambar 6: Kurva hubungan volume pemotongan dengan keausan pahat Salah satu tolok ukur tingkat produktivitas dari sisi kuantitas adalah kecepatan penghasilan geram ( material removal rate ), semakin tinggi tingkat kecepatan penghasilan geram yang dimiliki suatu kondisi pemotongan, maka semakin tinggi kuantitas produksi yang dihasilkannya. Namun sungguh pun tingkat kecepatan penghasilan geram yang diperoleh oleh suatu kondisi pemotongan sangat tinggi, bukan berarti merupakan kondisi pemotongan yang terbaik, karena banyak parameter lain yang perlu diperhatikan, antara lain: apakah kekasaran permukaan yang dihasilkannya cukup baik, apakah umur pahatnya cukup panjang atau apakah waktu untuk memesin sebuah produk cukup singkat, dan lain sebagainya. Apabila dari sisi MRR suatu kondisi pemotongan sangat baik namun di sisi lain tidak masuk kriteria, maka kondisi pemotongan seperti itu belum dapat dikatakan kondisi pemotongan yang optimal. Dari sisi Kecepatan Penghasilan Geram (Material Removal Rate/MRR) seperti pada Gambar 7 terlihat bahwa MRR pada industri Logam Kecil Menengah (KP1) sangat kecil, yaitu dengan nilai sebesar 1 cm 3 /menit. Kemudian terlihat MRR dari KP3 ke KP4 meningkat secara drastis. M RR T IAP KONDISI PEM OT ONGAN 1 2.5 5 13 15 20 25 30 40 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 KP7 KP8 KP9 KONDISI PEMOTONGAN MRR (cm 3 /menit) Gambar 7: Diagram batang MRR pada tiap kondisi pemotongan 4. Kesimpulan dan Saran Untuk mendapatkan kondisi pemotongan yang paling optimum untuk meningkatkan produktivitas pada UKM Logam tentunya perlu dipertimbangkan beberapa hal, antara lain: umur pahat yang panjang, volume pemotongan yang besar, panjang pemesinan yang panjang, waktu pemesinan yang singkat, kekasaran permukaan yang rendah. Untuk mendapatkan kondisi pemotongan yang optimal perlu dilakukan suatu penelitian yaitu kajian parameter pemotongan pada peringkat performa dengan menggunakan hasil penelitian ini sebagai input untuk menentukan batas bawah dan batas atas kondisi pemotongan pada penelitian selanjutnya. Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 4 No. 1 April 2005: 275 279 279 Analisis Parameter Pemotongan Besi COR ... (Abdul Haris Nasution, dkk) 280 Setelah melihat keseluruhan analisis di atas, maka kondisi pemotongan yang dapat digunakan untuk kajian pada tahap performa adalah dari KP4 s/d KP9 atau dari kecepatan potong v = 250 m/menit s/d v= 500 m/menit, namun karena MRR pada KP4 dengan KP5 sangat dekat, maka untuk kajian pada tahap performa diambil kecepatan potong pada KP5 v = 300 m/menit sebagai batas bawah dan v= 500 m/menit sebagai batas atas. Kondisi Pemotongan selengkapnya untuk kajian pada tahap performa adalah sebagai berikut: Batas bawah: v = 300 m/menit; f = 0.15 mm/put; a = 0,5 mm Batas atas: v = 500 m/menit; f = 0,25 mm/put; a = 1 mm