Você está na página 1de 24

SEORANG WANITA 40 TAHUN DENGAN URTIKARIA

OLEH :

REYNOLD Y. P. BENU

Pembimbing:

dr. Abdul Gayum, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN


RUMAH SAKIT TNI-AL Dr. MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
27 FEBRUARI 2017 31 MARET 2017
Reynold Y. P. Benu1, Abdul Gayum2

1
Dokter Muda Fakultas Kedokteran Trisakti di

SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Penyakit Kelamin RSAL dr. Mintohardjo

2
SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Penyakit Kelamin RSAL dr. Mintohardjo

ABSTRAK
Pendahuluan : Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi secara
akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita,maupun dokter. Walaupun
patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan
kadang-kadang tidak memberi hasil seperti yang diharapkan.

Isi : Pada tulisan ini akan disajikan laporan kasus mengenai urtikaria pada seorang wanita
berusia 40 tahun datang ke Poli Kulit dan Kelamin RS Angkatan Laut Dr. Mintohardjo dengan
keluhan gatal gatal pada dada dan leher sejak 1 bulan yang lalu. Penatalaksanaan pada pasien
berupa obat sistemik oral.

Kesimpulan : Urtikaria merupakan penyakit yang etiologinya belum diketahui dengan jelas,
namun diduga karena pengaruh obat, makanan, gigitan serangga, bahkan bahan fotosensitizer,
inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi, psikis, genetik dan penyakit sistemik. Lesi kulit yang
timbul berupa urtika. Urtikaria dapat berupa serangan akut maupun kronik dengan prognosis
yang baik jika diketahui faktor penyebabnya.

Keyword : Urtikaria, Urtika, Terapi urtikar

1
PENDAHULUAN
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat berbagai macam sebab, dapat ditandai
dengan edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang perlahan-lahan, berwarna
pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. 1
Urtikaria merupakan erupsi kulit yang berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada
bagian tengah disertai rasa gatal.2 Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah kaligata
atau biduran.

Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah
bagi penderita maupun bagi dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah
diketahui, ternyata pengobatan yang diberikan kadang tidak memberi hasil seperti yang
diharapkan. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan dalam menentukan penyebab dari
urtikaria tersebut. Banyak sekali faktor penyebab urtikaria, baik faktor dari dalam tubuh
berupa reaksi imunitas yang berlebihan atau faktor dari luar berupa penggunaan obat-obatan,
makanan, gigitan serangga, bahan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, dan banyak macam lain.1

Mengingat penyakit ini sering dijumpai, penting untuk mengetahui mekanisme


terjadinya urtikaria, sehingga nantinya dapat menuntun pemeriksaan yang rasional. Maka
pada referat ini penulis akan mencoba menguraikan penyebab, patofisologi, klasifikasi hingga
penatalaksanaan yang tepat bagi penderita urtikaria.

LAPORAN KASUS

Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSAL dr.
Mintohardjo dengan keluhan gatal gatal pada dada dan leher sejak 1 bulan yang lalu. pasien
sering menggaruk dan pasien mengaku jika berkeringat akan semakin gatal. Awalnya gatal
muncul pertama kali di sekitar leher lalu meluas sampai ke dada. Pasien mengaku jika
berkeringa dirasakan semakin gatal. Pasien mengaku sudah berobat ke klinik, setelah obatnya
habis, pasien tetap merasakan gatal dan pasien tidak ingat obat apa yang diberikan dari dokter
di klinik. Pasien mengaku tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pada keluarga
pasien, tidak ada yang mengalami hal serupa. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan serta
penyakit seperti asma maupun rhinitis disangkal oleh pasien. Pasien mengaku mempunyai
masalah dalam pekerjaan dalam keluarga 1 bulan sebelum timbulnya keluhan ini. Riwayat
kebiasaan minum alkohol disangkal oleh pasien. Pasien juga tidak mempunyai riwayat
trauma sebelumnya.

2
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran composmentis,
tanda vital didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 20x/menit
dan suhu 36,5C. Pada status antropometri didapatkan berat badan 60 kg dan tinggi badan
160 cm dengan BMInya adalah 23,4 kg/m2 dan masuk dalam status gizi yang normal. Pada
pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi kulit berupa urtika pada regio coli dan thorax..
Diagnosis pada pasien ini adalah Urtikaria. Pasien diberikan terapi berupa eritromisin
3x500 mg, cimetidine 2x200 mg, methylprednisolone 2x8 mg, cetirizine 1x10 mg, asam
asam salisilat 5%, desozymethasone cream 15gr dan vaselin album 20gr

TELAAH KEPUSTAKAAN

Definisi

3
Urtikaria adalah reaksi vaskular pada kulit, ditandai dengan edema setempat yang
cepat timbul dan dapat menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi
di permukaan kulit, di sekitarnya terdapat halo. Keluhan berupa gatal, rasa tersengat, atau
tertusuk. Angioedema merupakan urtikaria yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam dari
dermis, yakni submukosa, targetnya bias di saluran pencernaan, pernapasan. Reaksi
anafilaksis dan hipotensi dapat terjadi.1,2

Epidemiologi
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami
urtikaria disbanding dengan usia muda. SHELDON menyatakan bahwa umur rata-rata
penderita urtikaria adalah 35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 60 tahun.1 Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama
angioudema, 11% angioudema saja.1 Di Amerika sekitar 15-20% populasi penduduk pernah
menderita urtikaria. 4 Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti tentang populasi
penduduk yang menderita urtikaria.

Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria diabnding orang normal,


disebabkan mungkin karena faktor sensitivitas terhadap antigen yang lebih tinggi dri orang
normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Umur,
jabatan, letak geografis dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitifitas
seseorang terhadap antigen yang dapat menyebabkan urtikaria yang diperantai oleh IgE.
Penisilin tercatat sebagai obat yang paling sering menyebabkan urtikaria.1

Etiologi

Obat
Obat merupakan penyebab tersering dari akut urtikaria. Hampir semua obat sistemik
menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe 1 dan 2. Contoh paling sering adalah golongan
penisilin, sulfonamide, analgesik, pencahar, hormon dan diuretik. Ada pula obat yang secara
nonimunlogik menimbulkan urtikaria, yaitu langsung merangsang sel mast untuk
melepasakan histamine, missal kodein, opium, dan zat kontras pd pemeriksaan radiologi.
Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam
arakhidonat. 1,3
Makanan

4
Makanan berperan lebih pentig pada reaksi urtikaria akut, hal ini dikarenakan reaksi
imunologik. Makanan yang paling bersifat alergenik adalah coklat, udang, kacang, telur,
susu, keju, serta macam-macam bumbu masakan. Jika urtikaria akut dan berulang , alergi
makanan bisa jadi terpicu dari makanan sehari-hari. Serum radioalergosorbant tes bisa
digunakan untuk mendeteksi IgE spesifik. Menghindari makanan yang memicu alergi
merupakan terapi utama pada urtikari karena alergi makanan, hal ini dapat dilakukan selama
kurang lebih 3 minggu, jika urtika tidak terulang maka makanan yang dihindari tersebut betul
sebagai penyebab urtikaria. 1,3

Infeksi
Urtikaria akut bisa jadi berhubungan dengan infeksi saluran napas atas khususnya
infeksi Streptokokus. Lokasi infeksi bisa di tonsil, gigi, sinus, kandung empedu, prostat,
kandung kemih atau ginjal dapat menjadi penyebab kasus akut atau kronik urtikaria. Pada
beberapa pasien terapi antibiotic untuk Helicobacter pylori telah menyebabkan resolusi
urtikaria. Infeksi kronik virus hepatitis B dan C bisa menyebabkan urtikaria. Infeksi cacing
tambang, kamur kandida dan dermatofita juga bisa menimbulkan urtikaria.1,3

Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menimbulkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Penelitian menyebutkan bahwa hypnosis dapat
menghambat eritema dan urtikaria. Pada percobaan induksi psikis ternyata suhu kulit
meningkat dan ambang rangsang eritema meningkat.1,3

Bahan fotosensitizer
Contoh bahan ini misalnya griseovulvin, fenotiazin, sulfonamide, bahan kosmetik dan
sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.1

Gigitan atau sengatan serangga


Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria diakibatkan karena
peranan IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi toksin bakteri dapat juga mengaktifkan
komplemen.1

Inhalan

5
Inhalan yang berupa serbuk sari bunga (pollen), spora jamur, debu, bulu binatang dan
aerosol umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik. Reaksi ini sering dijumpai
pada penderita atopi dan disertai gangguan napas.1,3

Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria adalah kutu binatang, serbuk tekstil, air
liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia missal insect repellent
(penangkis serangga) dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus
kulit dan menimbulkan urtikaria. TUFT (1975) melaporkan urtikaria akibat serangan
sefalosporin pada seorang apoteker, hal ini jarang terjadi karena kontak dengan antibiotic
umumnya menimbulkan dermatitis kontak.1

Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan factor dingin, yakni berenang atau memegang benda
dingin; factor panas misalsinar matahari, sinar UV, radiasi dan panas pembakaran; factor
tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, vibrasi yang berulang, menyebabkan
urtikaria baik secara imunologik maupun non imunologik. Klinis biasanya terjadi di tempat
yang mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria setelah goresan dengan benda tumpul
beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut fenomena
dermografisme atau fenomena Darier.1

Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih
sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit vesiko-bulosa misal, pemfigus
dan dermatitis herpetiformis Duhring, sering menimbulkan urtikaria. Sejumlah 7-9%
penderita lupus eritematosus sistemik dapat menimbulkan urtikaria. Beberapa penyakit
sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria
pigmentosa, arthritis pada demam rematik, arthritis rheumatoid juvenile. 1

Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria walaupun jarnag
menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya adalah familial cold urticaria,

6
familial localized heat urticaria, heredo-familial syndrome of urticaria deafness and
amyloidosis dan erythropoietic protoporphyria.1

Klasifikasi psoriasis
Terdapat bermacam penggolongan urtikaria, berdasar lamanya serangan berlangsung
dibedakan urtikaria akut dan kronik. Disebut akut apabila serangan berlangsung kurang dari 6
minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tapi setiap hari, bila melebihi waktu tersebut
digolongkan urtikaria kronik. Urtikaria akut sering terjadi pada usia muda, umumnya laki-
laki lebih sering daripada wanita. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan.
Penyebab urtikaria akut lebih budah diketahui sedangkan urtikaria kronik lebih sukar, ada
kecenderungan urtikaria lebih sering diderita oleh penderita atopik.1,3

Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan:1

Urtikaria popular

Urtikaria gutata

Urtikaria girata

Urtiakria anular

Urtikaria arsinar

Berdasarkan luas dan dalam jaringan yang terkena yaitu:1

Urtikaria lokal

Urtikaria general

Angioedema

Selain itu terdapat penggolongan berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme


terjadinya urtikaria, maka dikenal urtikaria imunologik,non imunologik dan idiopatik sebagai
berikut:

I. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik

A. Bergantung pada IgE (alergi tipe I)

- Pada atopi
7
- Antigen spesifik (polen, obat, venom)

B. Ikut serta komplemen

- Pada reaksi sitotoksik (alergi tipe II)

- Reaksi kompleks imun (alergi tipe III)

- Defsiensi C1 esterase inhibitor (genetik)

C. Reaksi alergi tipe IV (urtikaria kontak)

II. Urtikaria atas dasar reaksi non imunoogik

A. Langsung memicu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator


(misal bahan kontras atau obat golongan opiat).

B. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolism asam arakidonat


(misal aspirin, obat anti-inflamasi non-steroid, golongan azodyes).

C. Trauma fisik, misal dermografisme, rangsang dingin, panas atau sinar


(urtikaria solar) dan bahan koliergik.

Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanisme digolongkan idiopati.

PATOFISIOLOGI

Hal yang mendasari terjadinya urtikaria yaitu eritema akibat dilatasi kapiler,
timbulnya flare akibat dilatasi yang diperantai reflex akson saraf dan timbulnya wheal akibat
ekstravasasi cairan karena meningkatnya permeabilitas vaskuler.2 Vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator kimia misal
histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA) dan
prostaglandin oleh sel mas atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim
proteolitik, misalnya kalikrin, plasmin, tripsin, dan hemotripsin di dalam sel mas.1

Efek dari histamin mengakibatkan cairan dan sel keluar dari pembuluh darah terutama
eosinofil, yang menyebabkan pembengkakan kulit local, cairan serta sel yang keluar akan
merangsang ujung saraf perifer kulit sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol merah yang
gatal.2

8
Baik faktor imunologik maupun non-imunologik mampu merangsang sel mas atau
basofil untuk melepas mediator-mediator tersebut. Histamine merupakan mediator terpenting
pada alergi fase cepat yang diperantarai IgE pada penyakit atopic. Histamin terikat pada
reseptor histamine yang berbeda-beda. Ada 4 jenis reseptor histamine, reseptor H1, H2, H3,
dan H4 masing-masing memiliki efek fisiologi yang berbeda. 1

Mekanisme Imun
Degranulasi sel mast dikatakan melalui mekanisme imun bila terdapat antigen dengan
pembentukan atau adanya mekanisme sensitisasi. Degranulasi sel mast melalui mekanisme
imun dapat melalui reaksi hipersensitivitas tipe 1 atau melalui aktivasi komplemen jalur
klasik.2,4,5
Reaksi hipersensitivitas tipe I
Reaksi ini dinamakan juga reaksi tipe cepat dan terbanyak terlihat pada urtikaria akut.
Bila individu tertentu akan membentuk antibody IgE yang bersifat homositotropik, yaitu
mudah terikat pada sel sejenis (homolog), dalam hal ini adalah sel mast. Bila individu
tersebut kemudian terpajan kembali dengan allergen serupa, maka akan berikatan dengan
molekul IgE yang ada pada permukaan sel mast. Jembatan dari 2 molekul IgE yang ada pada
permukaan sel mast oleh allergen akan mengakibatkan perubahan konfigurasi membrane sel
mast. Perubahan ini akan mengakibatkan aktivasi enzim dalam sel sehingga terjadilah
degranulasi sel mast. Akibatnya isi granula keluar dan menimbulkan efek pada sel target yaitu
pembuluh darah bawah kulit. 2,5 Alergen dapat berupa allergen lingkungan seperti debu
rumah, tungau, serbuk sari bunga, bulu binatang, atau alergi makanan, obat-obatan dan bahan
kimia seperti pengawet, penyedap dan zat warna.
Aktivasi komplemen jalur klasik
Adanya kompleks imun dapat mengaktivasi komplemen melalui jalur klasik dan akan
menghasilkan peptide C3a serta C5a yang dinamakan anafilatoksin. Anafilatoksin dapat
langsung menginduksi degranulasi sel mast melalui ikatan langsung dengan reseptor pada
membrane sel mast. Akibat degranulasi terjadilah pelepasan histamine sehingga terbentuklah
urtikaria. Pelepasan histamin melalui aktivasi komplemen ini sering dikaitkan dengan
patofisiologi urtikaria kronik.2,5
Mekanisme non imun
Liberator histamine
Beberapa macam obat, makanan atau zat kimia dapat menginduksi degranulasi sel
mast. Zat ini dinamakan liberator histamine, contohnya kodein, morfin, polimiksin, zat kimia,

9
tiamin, buah murbei, tomat dan lain-lain. Namun zat-zat ini merangsang degranulasi sel mast
hanya pada sebagian orang saja, alas an mengapa terjadi seperti itu belum jelas.2,4
Faktor fisik
Faktor fisik seperti cahaya, dingin, gesekan, tekanan, panas, dan getaran dapat
langsung menginduksi degranulasi sel mast.2,4
Latihan jasmani
Latihan jasmani pada seseorang dapat menimbulkan urtikaria yang dinamakan juga
urtikaria kolinergik. Bentuknya khas, kecil dengan diameter 1-3 mm dan sekitarnya berwarna
merah terdapat pada tempat yang berkeringat. Diperkirakan yang berperan adalah asetilkolin
yang terbentuk bersifat langsung menginduksi sel mast.2,4
Zat penghambat siklooksigenase
Zat penghambat enzim siklooksigenase akan menghambat metabolism asam
arakhidonat melalui jalur siklooksigenase, sehingga metabolism hanya melalui jalur
lipooksigenase yang akan menghasilkan leukotrien yang bersifat sama dengan histamine. Zat
tersebut antara lain aspirin, obat anti inflamasi non steroid, zat warna tartazine, dan zat
pengawet sodium benzoate.2,4
Anafilatoksin
Fragmen komplemen anafilatoksin (C3a, C5a) yang terbentuk melalui aktivsi
komplemen jalur alternative misal oleh endotoksin dapat langsung merangsang degranulasi
sel mast.2,4

10
Gambar 1. Factor imunologik dan non imunologik yang menimbulkan urtikaria

11
Gambaran Klinis

Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis tampak eritema
dan edema setempat berbatas tegas, kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Eritema akan
memutih bila ditekan. Bentuknya papular seperti pada urtikaria sengatan serangga, besarnya
dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila mengenai jaringan lebih dalam sampai dermis
dan jaringan submukosa atau subkutan juga pada saluran cerna dan napas disebut
angiodema.1,2,6 Urtikaria dan angiodema dapat terjadi di beberapa lokasi secara bersamaan,
atau sendiri-sendiri. Angioedema umumnya terjadi di wajah atau bagian ekstremitas.7
Pada dermografisme lesi sering berbentuk linier di kulit yang terkena goresan benda
tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria dingin dan panas, lesi akan
terlihat pada daerah yang terkena dingin dan panas. Urtikaria akibat penyinaran tampakan
klinis berbentuk urtikaria papular. Lesi urtikaria kolinergik timbul pada peningkatan suhu
tubuh, emosi, pekerjaan berat, sangat gatal, daerah warna merah dapat berkonfluen
membentuk plakat, biasanya pada daerah yang berkeringat. Untuk urtikaria akibat obat atau
makanan umumnya timbul secara akut dan generalisata.1

Gambar 2. Gambar 3.

Urtikaria akut tersebar di badan dan Urtikaria dan angiodema di wajah


kedua lengan

DIAGNOSIS

12
Anamnesis
Informasi awal mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi ruam dan gatal
bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik. Beberapa
pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi adalah sebagai berikut:8

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan kulit pada urtikaria meliputi: 1
Lokalisasi (badan, ekstremitas, kepala dan leher), efloresensi (eritema, edema,
berbatas tegas dengan elevasi kulit kadang bagian tengah tampak pucat, ukuran (milier
hingga sentimeter), bentuk (lentikular hingga plakat), dermografisme.
Pemeriksaan penunjang
Walaupun melalui anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis mudah ditegakkan
diagnosis urtikaria, beberapa pemeriksaan diperlukan untuk membuktikan penyebabnya
yaitu:1
- Pemeriksaan darah, urin, feses untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi
pada organ dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksan pada dugaan
urtikaria dingin.
- Pemeriksaan gigi, telinga hidung tenggorok, serta usapan vagina untuk
menyingkirkan dugaan infeksi fokal.
- Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil dan komplemen.
- Tes kulit, uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test) serta tes intradermal dapat
digunakan untuk mencari alergi inhalan, makanan, dermatofit dan kandida.
- Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai,
kemudian mencoba kembali sedikit demi sedikit.
- Tes foto temple, pada urtikaria fisik akibat sinar.
- Tes dengan air hangat
- Tes dengan es

Pemeriksaan Histopatologi
Meningkatnya ketebalan epidermis, adanya nukleus di atas stratum basale, dan keratin
yang tebal berhubungan dengan turn over epidermis yang meningkat. Karena epidermis terus
membelah, lapisan ini tidak berdiferensiasi dengan sempurna menjadi terkeratinisasi. Sel-sel
ini mudah terlepas dan menampakkan pembuluh darah di bawahnya. Hal ini secara klinis
dikenal sebagai Auspitz sign. Plak psoriasis dapat diumpamakan sebagai tembok batu bata
yang terburu-buru dibangun, tinggi tetapi mudah diancurkan. Sel-sel polimorfonuklear yang
bermigrasi ke epidermis membentuk pustule steril dalam pustural psoriasis (paling sering

13
didapatkan pada telapak tangan dan telapak kaki). Pembuluh darah yang berdilatasi
memberikan gambaran eritema yang intens pada psoriasis.6
Psoriasis memberikan gambaran histopatologi, yaitu perpanjangan (akantosis)
reteridges dengan bentuk clubike, perpanjangan papila dermis, lapisan sel granuler
menghilang, parakeratosis, mikro abses munro (kumpulan netrofil leukosit polimorfonuklear
yang menyerupai pustul spongiform kecil) dalam stratum korneum, penebalan suprapapiler
epidermis (menyebabkan tanda Auspitz), dilatasi kapiler papila dermis dan pembuluh darah
berkelok-kelok, infiltrat inflamasi limfohistiositik ringan sampai sedang dalam papila dermis
atas.6

Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis tanpa
terkecuali pada psoriasis pustular general serta eritroderma psoriasis dan pada plak serta
psoriasis gutata. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan bertujuan menganalisis penyebab
psoriasis, seperti pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula darah, kolesterol, dan asam urat.
Bila penyakit tersebar luas, pada 50 % pasien dijumpai peningkatan asam urat, dimana hal ini
berhubungan dengan luasnya lesi dan aktifnya penyakit. Hal ini meningkatkan resiko
terjadinya Artritis 1Gout. Laju endapan eritrosit dapat meningkat terutama terjadi pada fase
aktif. Dapat juga ditemukan peningkatan metabolit asam nukleat pada ekskresi urin. Pada
psoriasis berat, psoriasis pustular general dan eritroderma keseimbangan nitrogen terganggu
terutama penurunan serum albumin. Protein C reaktif, makroglobulin, level IgA serum dan
kompleks imun IgA meningkat, dimana sampai saat ini peranan pada psoriasis tidak
diketahui.6

Diagnosis Banding
Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat dapat ditegakkan
diagnosis urtikaria serta penyebabnya. Namun hendaknya dipikirkan pula beberapa penyakit
sistemik yang sering disertai urtikaria. Urtikaria kronik harus dibedakan dengan purpura
anafilaktoid, dan ptiriasis rosea bentuk popular dan urtikaria pigmentosa.

Terapi
Terapi psoriasis membutuhkan waktu yang lama dan kekambuhan hampir bisa
dipastikan terjadi dan lesinya bias hilang spontan. Tetapi ada kecenderungan tiap pengobatan
secara perlahan akan berkurang efektifitasnya dan karena itu perlu diberikan terapi dengan

14
metode yang bervariasi. Tetapi perlu disesuaikan dengan letak lesi, tingkat keparahan, durasi,
terapi sebelumnya, dan usia pasien. Pada beberapa kasus mungkin hanya perlu terapi topical
atau sistemik atau keduanya.1

a. Pengobatan Topikal

1) Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal paling poten adalah clobetasol propionate 0,025-0,1% selama 2
minggu. Preparat ini memberikan hasil yang baik tetapi harganya mahal. Untuk kulit
kepala kortikosteroid yang digunakan dengan bahan gel atau propylene glycol. Krim
lebih dipilih untuk daerah lipatan (kulit tipis) dan area yang terpapar sinar matahari.
Dengan kortikosteroid, bentuk salep lebih efektif dibandingkan krim (stoughton)
walaupun memiliki potensi sama. Injeksi kortikosteroid intralesi juga dapat diberikan
untuk kelainan kuku atau bercak yang membandel melalui preparat triamsinolon 2,5
10 mg/ml dalam sediaan suspensi dalam larutan salin yang steril setiap sebulan
sekali.1
2) Ter / Tar (Liquor Carbonic Detergen)
Ter mempunyai efek anti radang. Menurut asalnya ter dibagi menjadi 3, yakni yang
berasal dari fosil (iktiol) 1 5%, kayu (oleum kadini dan oleum ruski), batubara
(liantral dan likuor karbonis detergens) 10%. Pada psoriasis menahun lebih baik
digunakan ter yang berasal dari batubara karena lebih efektif dan kemungkinan timbul
iritasi kecilsampai dermatitis terutama pada daerah kulit tipis (wajah, genetalia,
lipatan tubuh). Pada psoriasis akut diberi ter dari kayu namun kurang sedap dan
berwarna coklat kehitaman. (1)
Sediaan ter 2 5% dalam berbagai bahan dasar (lotio, krim, gel, oil bath, salep)
memperlihatkan efektivitas pada psoriasis. Supaya lebih efektif, maka daya
penetrasinya harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan
konsentrasi 3 5% atau menggunakan 25% ter dalam alkohol, maupun 5 10% ter
dalam krim kortikosteroid. Sebagai vehikulum harus diberikan dalam bentuk salep
karena daya penetrasinya lebih baik. (1)
Ter dapat digunakan sebagai terapi tunggal satu kali sehari (malam hari), maupun
digunakan dengan kombinasi UVB dengan cara dioles minimal 2 jam sebelum difoto
atau dioleskan semalam dibiarkan sampai keesokan paginya dan dicuci dengan
mineral atau minyak sayur. Ter juga bisa digunakan dengan dikombinasikan

15
kortikosteroid sebagai pengganti ter pada pagi harinya setelah dioleskan dan dibiarkan
semalam. (1)

3) Dihydroxyanthralin (Anthralin)
Senyawa yang masih dipakai secara luas untuk obat psoriasis dalam bahan pembawa
dan cara pemakaian yang berbeda. Kelebihan utama anthralin adalah tidak ada efek
samping jangka panjang sehingga obat ini dapat diberikan tanpa waktu yang terbatas
sesuai kebutuhan terapi. Namun obat ini menyebabkan iritasi terutama pada lipatan
tubuh dan meninggalkan warna kuning pada kulit, baju dan sprei. Untuk
menghindarinya dipakai konsentrasi yang lebih rendah (0,01 1%) kemudian ditutup
dengan pembalutberperekat aagar tidak mengenai kulit normal disekitarnya. (1)
Terapi dapat dilakukan dengan 2 cara, cara pertama dioleskan semalam kemudian
dibersihkan dengan minyak mineral pagi harinya, cara kedua dengan pemakaian
singkat selama 30 menit dengan dosis awal mencapai 0,5 % lalu perlahan-lahan dosis
dinaikan mencapai 4% tetapi setelah dosis mencapai 1% waktu aplikasi dikurangi.
Iritasi yang terjadi minimal dan hasilnya sangat bagus. Penyembuhan terjadi dalam 3
4 minggu. (1)

b. Terapi dengan sinar UV


Pada sebagian besar kasus, sinar matahari kuat menyebabkan perbaikan kondisi
psoriasis. Namun, kulit yang mendadak terbakar atau terkelupas bisa mengakibatkan
fenomena Koebner dan eksaserbasi. Seperti diketahui sinar UV mempunyai efek
menghambat mitosis sehingga baik untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah
penyinaran secara alami tapi sayang tidak dapat diukur dan jika kelebihan malah akan
memperbarat psoriasis. Karena itu digunakan sinar UV artifisial, diantaranya sinar A atau
UVA (320 400 nm). (1)
Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau kombinasi psoralen (8-
metoxypsoralen) secara oral atau topikal disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat
ter yaitu pengobatan cara Geockerman. Sinar ultraviolet buatan atau UVB (290 320 nm)
sering dipakai sebagai pengganti. UVB juga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasi tipe
plak, guttata, pustular, dan eritoderma. Dosis UVB pertama 12 23 mJ menurut tipe kulit,
kemudian dinaikan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikan sebagai 15% dari dosis
sebelumnya. Dibarikan seminggu 2 3 kali. Mandi PUVA adalah cara lain untuk
memberikan fotosensitizer (8-MOP atau 5-MOP) ke kulit adalah dengan menambah senyawa
ini ke dalam air mandi. (1)

16
Kelebihan utama mandi PUVA adalah tidak adanya efek sistematik, seperti keluhan
saluran cerna. Penurunan dosis UVA total hingga seperempat dari yang dibutuhkan untuk
mencapai efek terapetik yang sama seperti PUVA konvensional, sehingga akan menurunkan
resiko kanker kulit non melanoma. Eritema juga jarang terjadi pada terapi ini dan tidak
memerlukan kacamata sebagai proteksi mata. Mandi PUVA dapat menurunkan proliferasi
keratinosit dan menekan aktivasi sel T di tempat lesi. (1)

c. Emolien Lembut
Antar periode terapi, perawatan kulit dengan emolien lembut harus dilakukan guna
mencegah terjadinya kekeringan yang bisa mengakibatkan kekambuhan dan untuk
memperpanjang interval bebas obat. Penambahan urea (hingga 10%) berguna untuk
memperbaiki hidrasi kulit dan melepaskan skuama pada lesi yang baru muncul. (1)

d. Pengobatan Sistemik

Terapi psoriasis sistemik dibutuhkan untuk kasus yang berat dimana lesi tersebar luas
diseluruh tubuh atau lesi berbentuk pustular atau psoriasis pada fase aktif yang kambuh
setelah mendapat obat tropikal termasuk sinar UV atau bila terapi topikal tidak berhasil.
Terapi sistemik harus dimonitor secara ketat. (1)
Untuk lesi yang terbatas digunakan asam folat tablet dengan dosis sehari 3 kali satu
tablet. (8)
Untuk lesi yang luas digunakan : methotrexate (8)
Cara 1: sehari 2 tablet selama 7 hari, kemudian istirahat 1 minggu untuk
observasi LFT, RFT, dan darah rutin. Bila hasil laboratorium tetap baik MTX dapat
diberikan lagi dengan dosis dan aturan yang sama sampai terjadi perbaikan klinis (lesi
tidak aktif lagi), kemudian dosis MTX diturunkan secara tapering off sampai mencapai
dosis maintenance.
Cara 2 : MTX 2 tablet diberikan 2-3 kali selang 12 jam, istirahat 1 minggu.
Setelah itu diberikan dengan dosis yang dikurangi 1 tablet setiap minggu sampai tidak
minum lagi. Sewaktu tidak minum MTX, maka penderita minum asam folat tablet sehari
3 kali 1 tablet. Sewaktu minum MTX, tidak dibolehkan minum asam folat.

1) Methotrexate (MTX)
Obat ini adalah terapi sistemik yang telah dipakai secara luas untuk jenis psorisis yang
parah dan paling bermanfaat untuk psoriasis pustule. Obat ini adalah pilihan untuk
arthritis psoriatik yang parah. MTX bekerja dengan menghambat sintesa DNA dengan
cara memblok saat asam dihidrofilik reduktase yang afinitasnya lebih besar dari asam
folat terikat sehingga pembelahan sel pun juga ikut berhenti, dosis MTX 10 25 mg

17
sekali dalam seminggu. Pemberianya IV/IM agar didapatkan efikasi dan pengendalian
penyakit secara optimal juga dapat diberikan per oral dosis 5 mg tiap 12 jam selama
jangka waktu 36 jam. Regimen ini sama efektifnya dengan terapi parenteral dosis
seminggu sekali. (1)
Efek samping sering muncul adalah anoreksia, nyeri kepala, mual, muntah,
leukopenia, trombositopeni, luka saluran cerna, hepatotoksin disertai perubahan
degeneratif dan nekrosis atau sirosis hepatis juga biasa terjadi. Kematian juga pernah
dilaporkan terjadi. Monitoring selama terapi adalah hitung leukosit dan trombosit tiap
1 4 minggu, hemoglobin, urinalisis, keratinin SGOT/SGPT. Dan alkali fosfatase tiap
4 bulan dan klirens kreatinin dan foto rontgen dada setahun sekali. Biopsi hepar
direkombinasikan setelah mendapat obat sebanyak 1500 mg. (1)
2) Cyclosporin
Adalah polipeptida siklik yang telah digunakan secara luas untuk pencegahan
penolakan graft. Efeknya imunosupresif. Dengan pemakaian klinis menunjukan
efektifitas pada penderita psoriasis tipe plak kronis yang parah jika diberi regimen
dengan dosis rendah (kurang dari 5 mg/kg/ hari). Untuk perbaikan pada perubahan
kuku dan arthritis psoriasis dapat tercapai dengan terapi jangka panjang. Terapi ini
dapat direkomendasika sebagai regimen intermiten jangka pendek dimana obat
dihentikan secara perlahan setelah timbul perbaikan utama atau sebagai terapi
kontinyu jangka panjang untuk kasus yang membandel. Cyclosporin juga efektif
untuk eritoderma dan psoriasis pustural generalisata. (1)
3) Retinoid
Acitretin, yakni derivat vitamin A dipakai terutama pada terapi psoriasis. Manfaat
klinis terbaik pada jenis psoriasis pustular. Mekanisme kerjanya adalah mengatur
pertumbuhan dan deferensiasi akhir keratinosit sehingga akan menormalkan kondisi
hiperproliperasi pada psoriasis. (1)
4) Kortikosteroid
Dapat mengontrol psoriasis yang ekivalennya dengan prednison 2030 mg/hari.
Setelah membaik dosis diturunkan secara perlahan-lahan kemudian diberikan dosis
pemeliharaan. Penghentian secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan
dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. (1)
5) Levodopa
Sebenarnya dipakai untuk penyakit parkinson. Diantara penderita parkinson yang
sekaligus juga penderita psoriasis, maka psoriasisnya akan membaik dengan
pengobatan levodova. Dosis antara 2 x 500 mg 3 x 500 mg yang mempunyai efek
samping mual, muntah, hipertensi, dan gangguan fisik, juga pada jantung. (1)
6) DDS

18
Diaminodifenilsulfon dipakai sebagai psoriasis tipe barber dengan dosis 2x100 mg
sehari. Obat ini merupakan second line atau third line, tetapi menurut penelitian
tidak terlalu efektif. Efek sampingnya berupa anemia hemolitik, methemoglobinema,
agranulositosis. (1)

e. Pengobatan Kombinasi

Kombinasi dari berbagai prinsip terapi dapat mempercepat resolusi lesi, menekan efek
samping, dan menurunkan dosis keseluruhan yang diperlukan jika diberikan terapi sitemik.
Beberapa regimen kombinasi telah ditetapkan untuk pemakaian klinis seperti glukokortikoid
topikal dengan UVB atau PUVA, Retinoid dengan PUVA (Re- atau larutan yang sangat
efektif untuk terapi psoriasis tipe plakat dan psoriasis pada kepala. Terapi kombinasi
calcipotriene dan kartikosteroid yang lebih rendah. Calcipotriene memiliki bentuk yang tidak
stabil dan mudah dirusak oleh sinar ultraviolet. Pada anak perlu dimonitoring kadar kalsium
dalam darah. Dosis calcipotriene 3 5 g/g dengan kadar dalam plasma tidak melebihi 150
mg/g. (1)

f. Pengembangan Obat Baru Lainnya

Makrolaktam digunakan pada bagian tubuh yang tipis dan tidak dapat diterapi dengan
kortikosteroid. Menimbulkan perbaikan lesi jika diberikan secara topikal dan kemudian di
bebat dalam keadaaan kering, namun hal ini tidak dijumpai ketika obat diberikan tanpa bebat.
Laporan terbaru menyatakan efikasi yang tinggi untuk psoriasis ketika pimecrolimus atau
tacrolimus makrolaktam diberikan dalam waktu singkat per oral. (1)
Metode baru lain untuk terapi psoriasis yaitu pemakaian excimer laser kemungkinan
akan berperan penting dimasa mendatang. Laser ini mengeluarkan sinar UVB dengan
panjang gelombang 308 nm. Hasil penelitian pertama menunjukan kalau sekitar 4 kali terapi
bisa menimbulkan perbaikan sel, dengan respon terapi yang dapat bertahan. (1)
Terapi rotasi untuk meminimalkan PUVA dan vitamin D dan analognya resiko bagi
penderita psoriasis parah atau tazarotene dengan UVB. Kombinasi mandi ter batubara (satu
kali sehari dengan 120 ml LCD dalam 80 liter air hangat) yang dilanjutkan dengan UVB, dan
anthralin dikenal dengan nama metode ingram. Goeckerman pada tahun 1925
memperkenalkan secara luas kombinasi ter batubara yang dilanjutkan dengan sinar UV dosis
suberitem. Terapi anthralin klasik yang dilanjutkan dengan UVB atau PUVA juga merupakan
regimen kombinasi yang sangat efektif . hasil penelitian baru mengindikasikan bahwa

19
kombinasi cyclosporine dengan calcipotriol atau anthralin akan meningkatkan efikasi terapi
dan menurunkan dosis cyclosporine, calcipotriol juga akan meningkatkan respons terhadap
PUVA. (1)
Calcipotriene (vitamin D) berpengaruh pada diferensiasi kreatinosit melalui regulasi
respons epidermal terhadap kalsium. Terapi dengan analog vitamin D (calcipotriene/dovonex)
dalam sediaan salep, krim, yang mendapat terapi sistemik, dapat dilakukan terapi rotasi.
Pengubahan senyawa yang berbeda dengan memperhatikan faktor resiko individual, dosis
kumulatif (untuk MTX), respons dan lama terapi harus dilakukan dengan interval tertentu.
Pedoman yang baru-baru ini dikeluarkan untu terapi rotasi akan bermanfaat dalam
menentukan jadwal terapi sistemik jangka panjang. (1)
Prognosis

Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif. Belum
ada cara yang efektif dan memberi penyembuhan yang sempurna.1,2

Komplikasi

Psoriasis dapat menyerang sendi dan menimbulkan arthritis psoriasis, selain itu dapat juga
menimbulkan pustule yang berisi pus dan disebut sebagai psoriasis putulosa.6

PEMBAHASAN

Pada kasus, pasien merupakan seorang pria berusia 54 tahun yang datang dengan
keluhan timbul bercak putih pada punggung dan jungan lengan bawah tangan kanan. Bercak
putih yang timbul dikeluhkan pasien sebagian mengelupas dan juga timbul gatal pada bercak
tersebut sejak 5 bulan yang lalu Keluhan pada pasien dapat membantu untuk mendiagnosis
bahwa keluhan ini merupakan kelainan pada kulit yang sudah kronis karena telah
berlangsung lama. Gatal-gatal pada pasien timbul akibat dari kebiasaan pasien yang sering
berkeringat akibat bekerja pada daerah yang langsung terpajan sinar matahari. Ini sesuai
dengan pekerjaan dari pasien yaitu sebagai kuli bangunan. Pajanan sinar matahari
merupakan salah satu faktor pencetus timbulnya psoriasis.2,3
Pasien mengaku bahwa ibu dari pasien juga mempunyai keluhan yang serupa dengan
pasien. Sesuai dengan teori, psoriasis dihubungkan dengan faktor genetik yaitu jika salah

20
seorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34-39 %. Hal lain yang
menyokong adanya faktor genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA.2,3
Pada anamnesis pasien juga mengaku bahwa pernah mengalami hal yang sama 1
tahun yang lalu dan sembuh setelah diberikan salep dari dokter. Hal ini sesuai dengan
karakterisitik dari psoriasis yaitu kronik residif, artinya penyakit yang berlangsung lama dan
bisa kambuh kembali.
Pada pemeriksaan dermatologis ditemukan adanya lesi kulit berupa hipopigmentasi
pada regio antebrachii dekstra dan hipopigmentasi disertai skuama dan plak eritematosa pada
punggung yang berbatas tegas (sirkumsrip). Pemeriksaan ini sesuai denga teori bahwa pada
psoriasis terjadi peningkatan mitosis sel epidermis sehingga terjadi hiperplasia, juga terjadi
penebalan dan pelebaran kapiler sehingga tampak lesi eritematous.3,5,7
Diagnosis banding adalah tinea korporis, yang merupakan penyakit dengan gejala dan
lesi yang hamper sama dengan psoriasis yaitu eritema dan skuama dengan keluhan utama
yang gatal serta pada sediaan ditemukan jamur/
Terapi yang diberikan berupa eritromisin 3x500 mg, cimetidine 2x200 mg,
methylprednisolone 2x8 mg, cetirizine 1x10 mg, asam asam salisilat 5%, desoxymethasone
cream 15gr dan vaselin album 20gr. Eritromisin diberikan karena salah satu pencetusnya bisa
keran infeksi dan tujuannya adalah menghindari infeksi sekunder. Cimetidine diberikan
sebagai antihistamin untuk mengurangi keluhan gatal pada pasien. Methylprednisolone
merupakan kortikosteroid sebagai anti inflamasi.. Asam salisilat mempunyai efek mengurangi
proliferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi yang terganggu. Pada konsentrasi tinggi (3-
20%) bersifat keratolitik dan dipakai untuk keadaan dermatosis yang hiperkeratotik. Pada
pasien ini konsentrasi asam salisilat yang diberikan adalah 5% untuk mengurangi
hiperkeratotik yang terjadi pada pasien.

KESIMPULAN

Psoriasis merupakan penyakit yang belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun
penyebab yang diduga menyebabkan psoriasis adalah penyakit autoimun, genetik dan faktor-
faktor pencetus seperti cuaca, alcohol, infeksi, trauma dan obat-obatan. Lesi kulit yang
timbul berupa makula eritematous yang berbentuk bulat dan tertutup skuama tebal. Pada
psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner . Psoriasis merupakan penyakit
kronik residif yang penyembuhannya memakan waktu yang lama.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah, Benny. Penyakit Eritro-papulo-skuamosa. [pengar. buku] Catrice Sheyang


dan Benny Abdullah. Dermatologi ; Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah Sakit.
Surabaya : Airlangga University Press, 2009, hal. 45-56
2. Gidjonsson, Johann E dan Elder, James T. Psoriasis. [pengar. buku] Klaus Wolff, et al.
Fitzpatric's Dermatology in Genenral Medicine. 7th. New York : The McGraw-Hill
Company, 2008, 18, hal. 169-193.
3. Farlex C. Psoriasis. Thefreedictinionary. Available at: http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/dict.aspx?word=Psoriasis+vulgaris.htm. 2012
(Accessed: January 28,2017)

22
4. Siregar RS. 2006. Atlas Berwarna: Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
5. Psoriasis. [pengar. buku] Buxton PK. ABC of Dermatology. 4th. London :
BMJ Publishing Group, 2003, hal. 8-16.
6. Martodihardjo S, Zulkarnain I, Sawitri. Psoriasis Vulgaris. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3th. Surabaya : Fakultas
Kedokteran, Universitas Airlangga, 2005, hal. 94-97
7. Grove T. The Pathogenesis of Psoriasis: Biochemical Aspects. Joint Vienna Institutte.
Availaible at: http://www.jyi.org/volume4/articles/grove.html. July 24, 2009
(Accessed: January 28,2017).
8. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa: Psoriasis, in: Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin, Ed 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 2006. p. 189-95.

23

Você também pode gostar