Você está na página 1de 22

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSIP
MULTIPLE TRAUMA PADA KEHAMILAN
G2POA1 UK 34 MINGGU DENGAN FRAKTUR TERTUTUP TIBIA
FIBULA 1/3 DISTAL DEKSTRA

Disusun

dr. AHMAD IZZUDIN AFIF

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MOESTADJAB


NGANJUK
2017
BAB I
STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. SCN

Umur : 21 tahun , 1 Maret 1995

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Alamat : Pakis Sawahan - Surabaya

Status perkawinan : Menikah

Suku : Jawa

Tanggal MRS : 28 februari 2017

No. RM : 084539

B. ANAMNESA
1. Keluhan utama : Tungkai kanan bawah nyeri
2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien hamil G2P0A1 datang ke UGD RS Bhayangkara Nganjuk dengan mobil


sendiri, diantar keluarga dalam keadaan sadar setelah terjadi kejadian dirumah
setengah jam sebelum MRS. Pasien mengeluhkan tungkai kanan bawahnya nyeri dan
tidak dapat digerakkan. Saat kejadian pasien sedang mandi dirumah, kemudian bak
mandi setinggi perut pasien runtuh/roboh, runtuhan mengenai kaki kanan pasien.
Pasien langsung terjatuh dan kaki kanan tertimpa tembok bak mandi. Saat kejadian
pasien sadar dan mampu berteriak meminta tolong, kepala dan perut tidak terbentur
benda keras.

Keluhan sangat dirasakan nyeri sekali, terus terusan terutama saat tersentuh maupun
digerakkan. Setelah kejadian atau saat perjalanan menuju RS kaki tidak dipijat/diurut.
Keluhan disertai perut yang nyengkrang/tegang. Gerakan janin masih dirasakan aktif,
tidak mual, tidak muntah, tidak pusing/nyeri kepala.

3. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat trauma sebelumnya tidak ditemukan

Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya


Pasien pernah menjalani operasi sebelumnya

Riwayat Alergi Obat (-)

4. Riwayat pengobatan
Mengkonsumsi obat-obatan untuk DM tidak ditemukan
Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama tidak ditemukan

5. Riwayat keluarga

6. Riwayat sosial ekonomi

Pasien seorang ibu rumah tangga, istri anggota Polri, pengobatan ditanggung oleh
BPJS. Kesan: Sosial ekonomi Baik

7. Riwayat Obstetri

R. Mentruasi : teratur

HPHT : 6 juli 2016

HPL USG : 13 april 2017

Gravid : 34 minggu

R. Menikah : 1x (3th)

R. KB : tidak pernah

R. ANC : teratur dibidan dan dokter

R. Penyakit lain : HT, DM, Asma, Alergi, Jantung (disangkal)

R. Operasi : kuretase tahun 2015

G2P0A1

G I : keluar darah di UK 3,5 bulan, dilakukan kuretase di RS RKZ Surabaya tahun


2015

G II : Hamil ini
C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36,4 C

2. Primary survey

Airway : Tidak ada gangguan jalan nafas

Breathing : Pernafasan 20x/menit

Circulation : Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 80x/menit regular kuat

Disability : GCS E4 V5 M6

Exposure : Suhu 36,4 c

3. Secondary Survey

a. Kepala dan Leher

Rambut dan kulit kepala : tidak ada perdarahan, tidak ada perlukaan tidak ada
pengelupasan

Telinga : tidak ada luka, tidak ada cairan, tidak ada darah

Mata : tidak ada pembengkakan, reflek pupil baik, konjungtiva tidak anemis

Hidung : tidak ada darah, tidak ada cairan, tidak ada kelainan anatomis akibat
trauma

Mulut dan bibir : tidak ada darah, tidak ada bekas muntahan, dapat membuka
mulut, tidak sianosis
b. Thorax
inspeksi : bentuk simetris, tidak ada tarikan antar iga, tidak ada luka
palpasi : tidak didapatkan nyeri tekan
perkusi : suara sonor seluruh lapang dada
auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
c. Abdomen :

Inspeksi : cembung, striae gravidarum (+)

Palpasi : Nyeri tekan (-) terasa tegang

Perkusi : Timpani (+)

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

d. Status Obstetri
Abdomen
1. Inspeksi : cembung, striae gravidarum (-)
2. Palpasi : Nyeri tekan (-), TFU : 31cm, letak kepala, PuKa, gerakan
janin aktif
3. Perkusi : Timpani (+)
4. Aukultasi : Denyut Jantung Janin (DJJ) : 12.12.12 (144 x/menit)
5. Leopold I : teraba bagian lunak (bokong)
6. Leopold II : teraba bagian punggung di perut kanan (puka)
7. Leopold III : teraba bagian bulat, keras (kepala)
8. Leopold IV : letak kepala, belum masuk PAP
9. His: belum ada his
Genitalia
10. Externa : Darah segar (-)
11. Interna : Vagina licin (+), belum ada pembukaan, KK(+)

e. Pelvis

Tidak ada nyeri, tidak ngompol dapat menahan kencing

f. Ektremitas

1. Ektremitas atas

tidak ada luka, tidak ada hambatan gerak.

2. Regio Cruris
Panjang Panjang tungkai kanan 87 cm
Panjang tungkai kiri 85 cm
a. Regio cruris dextra

Look : Ekskoriasi (-), deformitas (+): terdapat penonjolan abnormal dan


angulasi (+), oedem (+), hematoma (+), tak tampak sianosis pada bagian
distal lesi.

Feel : Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (+) sensibilitas (+), suhu
rabaan hangat, NVD (neurovaskuler disturbance) (-), kapiler refil < 2
detik (normal), arteri dorsalis pedis teraba lemah dibandingkan bagian
yang sehat.

Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, Gerakan abduksi tungkai


kanan terhambat, gerakan adduksi tungkai kanan terhambat, sakit bila
digerakkan, gangguan persarafan tidak ada, tampak gerakan terbatas (+),
keterbatasan pergerakan sendi-sendi distal (terasa nyeri saat digerakkan).

b. Regio cruris sinistra

Look : Ekskoriasi (+), deformitas (-): tidak terdapat penonjolan abnormal


dan angulasi (-), oedem (-), hematoma (+), tak tampak sianosis pada
bagian distal lesi. terdapat vulnus laseratum dengan panjang 7cm
kedalaman 2cm

Feel : Nyeri tekan setempat (-), sensibilitas (+), suhu rabaan hangat,
NVD (neurovaskuler disturbance) (-), kapiler refil < 2 detik (normal),
arteri dorsalis pedis teraba kuat dibandingkan bagian yang kanan.

Move : Gerakan aktif dan pasif baik, Gerakan abduksi tungkai kiri baik,
gerakan adduksi tungkai kiri baik, tidak sakit bila digerakkan, gangguan
persarafan tidak ada, tidak tampak gerakan terbatas (-), tidak didapatkan
keterbatasan pergerakan sendi -sendi distal

D. DIAGNOSA BANDING
G2P0A1 UK 34 minggu dengan suspect fraktur tertutup regio cruris dextra,
karena terdapat pemendekan dibanding sisi yang sehat, hambatan dalam pergerakan,
terdapat angulasi dan krepitasi

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

X- foto rontgen cruris dextra AP.Lat

F. DIAGNOSA KERJA

G2P0A1 uk 34 minggu dengan Fraktur tertutup tibia fibula dextra 1/3 distal

G. TERAPI

Medikamentosa

Topikal : Tidak diberikan

Oral : Tidak diberikan

Parenteral : infus RL 18 tpm, inj. Norages

Operatif : konsul dr. Ortho dan dr. Obsgyn ORIF


Non Medikamentosa

Pasang Bidai, rawat luka dan hecting

H. RUJUKAN

Dilakukan rujukan ke dokter orthopaedi dan dokter Obsgyn

I. POST OPERASI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI TIBIA FIBULA

Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region cruris. Ini merupakan
tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke proksimal untuk
membentuk articulation genu dan ke distal terlihat semakin mengecil.

Os fibula atau calf bone terletak sebelah lateral dan lebih kecil dari tibia. Extremitas
proximalis fibula terletak agak posterior dari caput tibia, dibawah articulation genus dan
tulang ini tidak ikut membentuk articulation genus.

Fascia cruris merupakan tempat perleketan musculus dan bersatu dengan perosteum. Ke
proximal akan melanjutkan diri ke fascia lata, dan akan melekat di sekitar articulation genus
ke os patella, ligamentum patellae, tuberositas tibiae dan capitulum fibulae. Ke posterior
membentuk fascis poplitea yang menutupi fossa poplitea. Disini tersusun oleh serabut-serabut
transversal yang ditembus oleh vena saphena parva. Fascia ini menerima serabut-serabut
tendo m.biceps femoris femoris disebelah lateral dan tendo m. Sartorius, m.gracilis,
m.semitendinosus, dan m.semimembranosus disebelah medial. Ke anterior, fascia ini bersatu
dengan perosteum tibia serta perostenium capitulum fibulae dan malleolus fibulae. Ke distal,
faascia ini melanjutkan diri ke raetinaculum mm.extensorum superior dan retinaculum mm.
flexorum. Fascia ini menjadi tebal dan kuat dibagian proximal dan anterior cruris, untuk
perlekatan m.tibialis anterior dan m.extensor digitorum longus. Tetapi, fascia ini tipis
dibagian posterior yang menutupi m.gastrocnemeus dan m.soleus. disisi lateral cruris, fascia
ini membentuk septum intermusculare anterius dan septum intermusculare posterius.
Musculus di region cruris dibedakan menjadi tiga kelompok. Yaitu (a) kelompok anterior, (b)
kelompok posterior dan (c) kelompok lateralis.

1. Musculus di region anterior

M. tibialis anterior

M. extensor hallucis longus

M. extensor digitorum longus dan m.peroneus tertius

2. Musculus regio cruris posterior kelompok superficialis

M. gastrocnemius

M. soleus
M. plantaris

3.Musculus regio cruris posterior kelompok profunda

M. popliteus

M. flexor hallucis longus

M. flexor digitorum longsu

M. tibialis posterior

4. Musculus region cruris lateralis

M. peroneus longus

M. peroneus brevis

B. DEFINISI FRAKTUR

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh
tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai
macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma
tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur,
misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma
yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, misalnya sering terjadi benturan
pada ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula.

Fraktur kruris (L:crus = tungkai) merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula.
Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Maka fraktur kruris tertutup adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
sendi maupun tulang rawan epifisis yang terjadi pada tibia dan fibula yang tidak berhubungan
dengan dunia luar. Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan
fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada
daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya
fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga
ditemukan fraktur terbuka.

C. PENYEBAB FRAKTUR

Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:

Peristiwa trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena
kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti
rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada.

Fraktur kelelahan atau tekanan

Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada
atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.

Fraktur patologik

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor)
atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).

Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang
berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada
tingkatyang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus
kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda
motor adalah penyebab yang paling lazim.

D. KLASIFIKASI FRAKTUR TIBIA FIBULA

Klasifikasi fraktur pada tibia dan fibula:


Fraktur proksimal tibia

Fraktur diafisis

Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki

FRAKTUR PROKSIMAL TIBIA

a) Fraktur Infrakondilus Tibia

Fraktur Infrakondilus tibia terjadi sebagai akibat pukulan pada tungkai pasien yang
mematahkan tibia dan fibula sejauh 5cm di bawah lutut. Walaupun tungkai bawah dapat
membengkak dalam segala arah, namun biasanya terjadi pergeseran lateral ringan dan tidak
ada tumpang tindih atau rotasi. Fraktur tidak masuk ke dalam lututnya. Dapat dirawat dengan
gips tungkai panjang, sama seperti fraktur pada tibia lebih distal. Jika fragmen tergeser, dapat
dilakukan manipulasi ke dalam posisinya dan gunakan gips tungkai panjang selama 6
minggu. Kemudian dapat dilepaskan dan diberdirikan denganmenggunakan tongkat untuk
menahan berat badan.

b) Fraktur Berbentuk T

Terjadi karena terjatuh dari tempat yang tinggi, menggerakkan korpus tibia ke atas diantara
kondilus femur, dan mencederai jaringan lunak pada lutut dengan hebat. Kondilus tibia dapat
terpisah, sehingga korpus tibia tergeser diantaranya. Traksi tibia distal sering dapat mereduksi
fraktur ini secara adekuat.

c) Fraktur Kondilus Tibia(bumper fracture)

Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi terhadap femur dimana kaki
terfiksasi pada dasar. Fraktur ini biasanya terjadi akibat tabrakan pada sisi luar kulit oleh
bumper mobil, yang menimbulkan fraktur pada salah satu kondilus tibia, biasannya sisi
lateral.

d) Fraktur Kominutiva Tibia Atas

Pada fraktur kominutiva tibia atas biasanya fragmen dipertahankan oleh bagian periosteum
yang intak. Dapat direduksi dengan traksi yang kuat, kemudian merawatnya dengan traksi
tibia distal.

FRAKTUR DIAFISIS
Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur dapat juga
terjadi hanya pada tibia atau fibula saja. Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya
trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek,
sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan trauma tipe spiral. Fraktur jenis ini dapat
diklasifikasikan menjadi:

a) Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Orang Dewasa

Dua jenis cedera dapat mematahkan tibia dewasa tanpa mematahkan fibula:

1) Jika tungkai mendapat benturan dari samping, dapat mematahkan secara transversal atau
oblik, meninggalkan fibula dalam keadaan intak, sehingga dapat membidai fragmen, dan
pergeseran akan sangat terbatas.

2) Kombinasi kompresi dan twisting dapat menyebabkan fraktur oblik spiral hampir tanpa
pergeseran dan cedera jaringan lunak yang sangat terbatas.

Fraktur jenis ini biasanya menyembuh dengan cepat. Jika pergeseran minimal, tinggalkan
fragmen sebagaimana adanya. Jika pergeseran signifikan, lakukan anestesi dan reduksikan.

b) Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Anak-anak

Pada bayi dan anak-anak yang muda, fraktur besifat spiral pada tibia dengan fibula yang
intak. Pada umur 3-6 tahun, biasanya terjadi stress torsional pada tibia bagian medial yang
akan menimbulkan fraktur green stick pada metafisis atau diafisis proksimaldengan fibula
yang intak. Pada umur 5-10 tahun, fraktur biasanya bersifat transversaldengan atau tanpa
fraktur fibula.

c) Fraktur Tertutup Pada Korpus Fibula

Gaya yang diarahkan pada sisi luar tungkai pasien dapat mematahkan fibula secara
transversal. Tibianya dapat tetap dalam keadaan intak, sehingga tidak terjadi pergeseran atau
hanya sedikit pergeseran ke samping. Biasanya pasien masih dapat berdiri. Otot-otot tungkai
menutupi tempat fraktur, sehingga memerlukan sinar-X untuk mengkonfirmasikan diagnosis.
Tidak diperlukan reduksi, pembidaian, dan perlindungan, karena itu asalkan persendian lutut
normal, biarkan pasien berjalan segera setelah cedera jaringan lunak memungkinkan.
Penderita cukup diberi analgetika dan istirahat dengan tungkai tinggi sampai hematom
diresorbsi.
d) Fraktur Tertutup pada Tibia dan Fibula

Pada fraktur ini tungkai pasien terpelintir, dan mematahkan kedua tulang pada tungkai bawah
secara oblik, biasanya pada sepertiga bawah. Fragmen bergeser ke arah lateral, bertumpang
tindih, dan berotasi. Jika tibia dan fibula fraktur, yang diperhatikan adalah reposisi tibia.
Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi.
Perawatan tergantung pada apakah terdapat pemendekan. Jika terdapat pemendekan yang
jelas, maka traksi kalkaneus selama seminggu dapat mereduksikannya. Pemendekan kurang
dari satu sentimeter tidak menjadi masalah karena akan dikompensasi pada waktu pasien
sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian, pemendekan sebaiknya dihindari.

E. PEMERIKSAAN KLINIS

Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas, kadang-kadang kulit tetap utuh tetapi
melesak atau telah hancur, dan terdapat bahaya bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam
beberapa hari. Kaki biasanya memuntir keluar dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat
menjadi memar dan bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba
untuk menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tetapi pasien diminta untuk
menggerakkan jari kakinya. Sebelum merencanakan terapi, perlu dilakukan penentuan
beratnya cedera.

Pada anamnesis dalam kasus fraktur kondilus tibia terdapat riwayat trauma pada lutut,
pembengkakan dan nyeri serta hemartrosis. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut.
Pada fraktur diafisis tulang kruris ditemukan gejala berupa pembengkakan, nyeri dan sering
ditemukan penonjolan tulang keluar kulit. Pada fraktur dan dislokasi sendi pergelangan kaki
ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan atau deformitas. Yang
penting diperhatikan adalah lokaliasasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau pada
ligament.

F. DIAGNOSIS

Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap danmelakukan
pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan denganmelakukan
pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu mengarahkan danmenilai
secara objektif keadaan yang sebenarnya.
A. Anamnesa

Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat maupun
trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak.
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah
trauma dan mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan,
tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah
raga. Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota
gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

Syok, anemia atau perdarahan.

Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ
dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.

Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).

Pada pemeriksaan fisik dilakukan:

Look (Inspeksi)

Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi


(rotasi,perpendekan atau perpanjangan).

Bengkak atau kebiruan.

Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).

Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting
adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur,
cedera itu terbuka (compound).

Feel (palpasi)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-
hal yang perlu diperhatikan:

Temperatur setempat yang meningkat


Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.

Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati.

Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling
(pengisian) arteri pada kuku.

Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.

Move (pergerakan)

Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.

Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.

Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

C. Pemeriksaan Penunjang

Sinar -X

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian
pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur.
Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis:

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.

Untuk konfirmasi adanya fraktur.

Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya.

Untuk mengetahui teknik pengobatan.

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.


Untuk melihat adanya benda asing.

Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan Rules of Two:

Dua pandangan

Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan sekurang-
kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).

Dua sendi

Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi. Tetapi
angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi
mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan
dalam foto sinar-X.

Dua tungkai

Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang
tidak cedera akan bermanfaat.

Dua cedera

Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat. Karena itu bila
ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang
belakang.

Dua kesempatan

Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu, sebagai
akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan
diagnosis.

Pencitraan Khusus

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan apakah
fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga
mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan
prognosis serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan fraktur transversal
lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang kurang. Kadang-kadang fraktur atau
keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi
spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara yang
dapat membantu, sesungguhnya potret transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur
secara tepat pada tempat yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis
fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.

G. TEKNIK PENANGANAN

Penatalaksanaan Fraktur :

Non Operatif

1. Reduksi

Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau traksi.

2. Imobilisasi

Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam 7-10 hari,
atau dibiarkan selama 3-4 minggu.

3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan

Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8
minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle, memperkuat otot
kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi normal

Operatif

Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:

a. Absolut

Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi dalam
penyembuhan dan perawatan lukanya.

Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya darah di


tungkai.

Fraktur dengan sindroma kompartemen.

Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga


mengurangi nyeri.

b. Relatif, jika adanya:

Pemendekan

Fraktur tibia dengan fibula intak


Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama

Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah sebagai
berikut:

1. Fiksasi eksternal

a. Standar

Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka dengan luka
terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih kecil, sehingga
menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan
penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar dari fiksasi eksternal tipe standar.

b. Ring Fixators

Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis cincin dan kawat
yang dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat digunakan untuk fraktur ke arah
proksimal atau distal. Cara ini baik digunakan pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah
ini merupakan gambar pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia.

c. Open reduction with internal fixation (ORIF)

Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke metafisis.
Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan sendinya menjadi lebih
stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi komplikasi pada penyembuhan luka
operasi. Berikut ini merupakan gambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.

d. Intramedullary nailing

Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau tertutup.
Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang cidera dan menghindarkan
trauma pada jaringan lunak.

2. Amputasi

Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia dan pada
crush injury dari tibia.
H. KOMPLIKASI

1) Infeksi

Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal fiksasi yang
dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang tidak steril.

2) Delayed union

Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi terhambat
yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah ke fragmen.

3) Non union

Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan mungkin
disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada tempat fraktur.

4) Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi suplay darah.

5). Kompartemen Sindrom

kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan terhadap syaraf,
pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali
terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh
darah, dan diikuti dengan kematian jaringan.

6) Mal union

Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti adanya angulasi,
pemendekan, deformitas atau kecacatan.

6) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.

7) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.

Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.

PEMBEDAHAN NON OBSTETRIK PADA KEHAMILAN

Wanita hamil yang akan menjalani operasi nonobstetri merupakan situasi klinis yang
unik dimana kesehatan ibu adalah yang terpenting, tetapi pertimbangan yang hati-hati, perlu
diberikan untuk perawatan kesejahteraan janin. Pada usia kehamilan lebih dari 24 minggu
pertimbangan harus diberikan untuk terminasi kehamilan dan mengenai waktu terminasi yang
terkait dengan intervensi, keputusan yang dicapai memiliki beberapa pilihan, diantaranya: i)
persalinan dengan seksio sesarea dilanjutkan dengan operasi lain, ii) terminasi dengan seksio
sesarea dengan operasi lain dilakukan dikemudian hari, iii) menjaga kehamilan dan lanjutkan
dengan bedah. Di usia kehamilan <24 minggu tidak ada pilihan untuk terminasi kehamilan
intervensi bedah saraf dapat dilakukan. Mengoptimalkan fisiologi ibu dan pertimbangan
untuk kesejahteraan janin harus menghasilkan hasil terbaik. Manajemen setelah operasi
kemudian berdasarkan indikasi obstetri.

a. Pencegahan Persalinan Prematur


Banyak studi epidemiologi operasi selama operasi nonobstetrik pada ibu hamil
melaporkan insiden aborsi dan persalinan prematur yang tinggi. Penyebab tidak jelas
apakah dikarenakan operasi, manipulasi rahim, atau kondisi yang mendasarinya. Dalam
sebuah penelitian terhadap 778 perempuan yang mengalami usus buntu selama
kehamilan, ditemukan bahwa 22% dari perempuan yang menjalani operasi dengan
kehamilan antara 24 dan 36 minggu melahirkan seminggu setelah operasi. Pada wanita
yang hamil terus melampaui seminggu setelah operasi, tidak ada kelahiran prematur.
Operasi pada trimester kedua dan operasi yang tidak melibatkan manipulasi rahim
memberikan resiko terendah untuk persalinan prematur.
b. Periode PascaBedah
Jika kehamilan berlanjut minggu pertama pascabedah, maka kejadian persalinan
prematur tidak lebih tinggi dibandingkan pada pasien hamil yang tidak dilakukan
pembedahan. Tokometri selama periode ini berguna untuk memantau penggunaan
analgesia pascabedah, memantau kontraksi dini ringan, dan menunda tokolisis.
Pemberian rutin tokolitik profilaksis adalah kontroversial dan umumnya terbatas pada
pasien yang telah terjadi manipulasi rahim intraoperatif.Pemberian analgesia yang
memadai juga penting pada periode pascabedah, karena rasa sakit telah terbukti
meningkatkan risiko persalinan prematur
c. Pertimbangan pada janin
Potensi risiko pada janin dari ibu yang menjalani anestesi dan operasi selama
kehamilan yaitu potensi untuk kelainan kongenital, aborsi spontan, kematian janin
dalam kandungan, dan kelahiran prematur. Paparan janin untuk obat anestesi mungkin
akut, seperti yang terjadi selama anestesi untuk pembedahan atau subakut yang terjadi
dengan paparan dari salah satu atau kedua orangtua oleh anestetika yang terhirup di
tempat kerja

Você também pode gostar