Você está na página 1de 15

Pengertian

Antenatal Care
Pemeriksaan
antenatal care
(ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental
dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas,
persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar
(Manuaba, 1998). Kunjungan ANC adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau
dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan/asuhan antenatal. Pelayanan antenatal ialah untuk mencegah adanya
komplikasi obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi
sedini mungkin serta ditangani secara memadai (Saifuddin, dkk., 2002).
Pemeriksaan kehamilan atau ANC merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik
dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan
masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat dan normal, tidak
hanya fisik tetapi juga mental (Wiknjosastro, 2005). Pelayanan antenatal
terintegrasi merupakan integrasi pelayanan antenatal rutin dengan beberapa
program lain yang sasarannya pada ibu hamil, sesuai prioritas Departemen
Kesehatan, yang diperlukan guna meningkatkan kualitas pelayanan antenatal.
Program-program yang di integrasikan dalam pelayanan antenatal terintegrasi
meliputi :
a.Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)
b.Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika)
c.Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK)
d.Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia
e.Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)
f.Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK)
g.Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta
h.Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)
i.Penanggulangan Gangguan Intelegensia pada Kehamilan (PAGIN). (Depkes
RI, 2009)

2.1.2
Tujuan, Manfaat, dan Cara Antenatal Care
Baru dalam setengah abad ini diadakan pengawasan wanita hamil secara
teratur dan tertentu. Dengan usaha itu ternyata angka mortalitas serta morbiditas
ibu dan bayi jelas menurun. Tujuan pengawasan wanita hamil ialah menyiapkan
sebaik-baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka postpartum
sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental.
Ini berarti dalam antenatal care harus diusahakan agar :
a.Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus sama
sehatnya atau lebih sehat,
b.Kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan sejak dini dan diobati,
c.Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat pula fisik dan
metal. (Wiknjosastro, 2005)
1.Tujuan Asuhan Antenatal yaitu :
a.Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan Ibu dan tumbuh
kembang bayi;
b.Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu
dan bayi,
c.Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan,
d.Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, Ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin,
e.Mempersiapkan peran Ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang secara normal (Saifuddin, dkk., 2002).

2.Keuntungan Antenatal Care


Dapat mengetahui berbagai resiko dan komplikasi hamil sehingga ibu hamil
dapat diarahkan untuk melakukan rujukan ke rumah sakit. (Manuaba,1998)
3.Fungsi Antenatal Care
a.Promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas pendidikan.
b.Melakukan screening, identifikasi wanita dengan kehamilan resiko tinggi
dan merujuk bila perlu.
c.Memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan menangani
masalah yang terjadi.
4.Cara Pelayanan Antenatal Care Cara pelayanan
Antenatal care disesuaikan dengan standar pelayanan antenatal menurut
Depkes RI yang terdiri dari :
a.Kunjungan Pertama
1)Catat identitas ibu hamil
2)Catat kehamilan sekarang
3)Catat riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu
4)Catat penggunaan cara kontrasepsi sebelum kehamilan
5)Pemeriksaan fisik diagnostik dan laboratorium
6)Pemeriksaan obstetri
7)Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT)
8)Pemberian obat rutin seperti tablet Fe, calsium, multivitamin, dan mineral
lainnya serta obat-obatan khusus atas indikasi.
9)Penyuluhan/konseling.
b.Jadwal Kunjungan Ibu Hamil
Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa mengancam
jiwanya. Wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali kunjungan selama
periode antenatal yang terdiri dari:
1.Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu).
2.Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 1428).
3.Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 2836 dan
sesudah minggu ke 36) (Saifudin, dkk.,2002),
4.Perlu segera memeriksakan kehamilan bila dirasakan ada gangguan atau bila
janin tidak bergerak lebih dari 12 jam (Pusdiknakes, 2003).
Pada setiap kunjungan pemeriksaan kehamilan perlu melakukan beberapa hal
serta mendapatkan informasi yang sangat penting, yaitu:
a.Trimester pertama sebelum minggu ke 14
1.Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan
ibu hamil.
2.Mendeteksi masalah dan menanganinya.
3.Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia
kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang merugikan.
4.Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi.
5.Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan
sebagainya.
b.Trimester kedua sebelum minggu ke 28 Sama seperti di atas, ditambah
kewaspadaan khusus mengenai preeklampsia (tanya ibu tentang gejalagejala
preeklamsia, pantau tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk apakah ada
kehamilan ganda).
c.Trimester ketiga antara minggu 28-36 Sama seperti di atas, ditambah palpasi
abdominal untuk mengetahui apakah ada kehamilan ganda.
d.Trimester ketiga setelah 36 minggu Sama seperti di atas, ditambah deteksi
letak bayi yang tidak normal, atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di
rumah sakit. (Saifuddin, dkk.,2002)
5.Tinjauan tentang Kunjungan Ibu Hamil Kontak ibu hamil dan petugas yang
memberikan pelayanan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan, istilah
kunjungan tidak mengandung arti bahwa selalu ibu hamil yang ke fasilitas tetapi
dapat juga sebaliknya, yaitu ibu hamil yang dikunjungi oleh petugas kesehatan
(Depkes RI, 2004).

Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk 7 Tterdiri dari:


a.(Timbang) berat badan
b.Ukur (Tekanan) darah
c.Ukur (Tinggi) fundus uteri
d.Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid)
e.Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan
f.Tes terhadap penyakit menular sexual
g.Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. (Saifudin, 2002).

2.1.3 Kebijakan Pelayanan Antenatal


a.Kebijakan Program
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI
dan AKB pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis Empat Pilar Safe
Motherhood yaitu meliputi : Keluarga Berencana, ANC,Persalinan Bersih dan
Aman, dan Pelayanan Obstetri Essensial. Pendekatan pelayanan obstetri dan
neonatal kepada setiap ibu hamil ini sesuai dengan pendekatan Making
Pregnancy Safer (MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan kunci yaitu :
i.Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
ii.Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
iii.Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan
penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganannya
komplikasi keguguran.(Depkes,2001)
Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan
antenatal sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) Minimal satu kali pada trimester pertama (K1).
2) Minimal satu kali pada trimester kedua (K2).
3) Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4). (Depkes, 2009)

b.Kebijakan teknis
Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat di berikan oleh tenaga kesehatan
profesional dan tidak dapat di berikan oleh dukun bayi. Untuk itu perlu kebijakan
teknis untuk ibu hamil seara keseluruhan yang bertujuan untuk mengurangi
resiko dan komplikasi kehamilan secara dini. Kebijakan teknis itu dapat meliputi
komponen-komponen sebagai berikut:
1)Mengupayakan kehamilan yang sehat
2)Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta
rujukan bila diperlukan.
3)Persiapan persalinan yang bersih dan aman
4)Perencanaan antisipstif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
komplikasi.

Beberapa kebijakan teknis pelayanan antenatal rutin yang selama ini


dilaksanakan dalam rangka peningkatan cakupan pelayanan antara lain
meliputi :
1)Deteksi dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan stiker dan buku KIA,
dengan melibatkan kader dan perangkar desa serta kegiatan kelompok Kelas Ibu
Hamil.
2)Peningkatan kemampuan penjaringan ibu hamil melalui kegiatan kemitraan
Bidan dan Dukun.
3) Peningkatan akses ke pelayanan dengan kunjungan rumah.
4) Peningkatan akses pelayanan persalinan dengan rumah tunggu.
(Depkes,2009)
2.1.4 Intervensi dalam Pelayanan Antenatal
Intervensi dalam pelayanan antenatal adalah perlakuan yang diberikan kepada
ibu hamil setelah dibuat diagnosa kehamilan. Adapun intervensi dalam
pelayanan antenatal adalah :
a)Intervensi Dasar
1.Pemberian Tetanus Toxoid
a.Tujuan pemberian TT adalah untuk melindungi janin dari tetanus neonatorum,
pemberian TT baru menimbulkan efek perlindungan bila diberikan sekurang-
kurangnya 2 kali dengan interval minimal 4 minggu, kecuali bila sebelumnya ibu
telah mendapatkan TT 2 kali pada kehamilan yang lalu atau pada masa calon
pengantin, maka TT cukup diberikan satu kali (TT ulang). Untuk menjaga
efektifitas vaksin perlu diperhatikan cara penyimpanan serta dosis pemberian
yang tepat.
b.Dosis dan pemberian 0,5 cc pada lengan atas
2.Pemberian Vitamin Zat Besi
a.Tujuan pemberian tablet Fe adalah untuk memenuhi kebutuhan Fe pada ibu
hamil dan nifas karena pada masa kehamilan dan nifas kebutuhan meningkat.
b.Di mulai dengan memberikan satu sehari sesegera mungkin setelah rasa mual
hilang. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 Mg (zat besi 60 Mg) dan Asam Folat
500 Mg, minimal masing-masing 90 tablet.

Tablet besi sebaiknya tidak di minum bersama teh atau kopi, karena
mengganggu penyerapan. (Saifudin, 2002)
b)Intervensi Khusus
Intervensi khusus adalah melakukan khusus yang diberikan kepada ibu hamil
sesuai dengan faktor resiko dan kelainan yang ditemukan, meliputi:
1.Faktor resiko, meliputi:
a.Umur
(1)Terlalu muda, yaitu dibawah 20 tahun
(2)Terlalu tua, yaitu diatas 35 tahun
b.Paritas
(1)Paritas 0 (primi gravidarum, belum pernah melahirkan)
(2)Paritas > 3
c.Interval
Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekurangkurangnya 2 tahun.
d.Tinggi badan kurang dari 145 cm
e.Lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
2.Komplikasi Kehamilan
a.Komplikasi obstetri langsung
(1)Perdarahan
(2)Preeklamasi/eklamsia
(3)Kelainan letak lintang, sungsang primi gravid
(4)Anak besar, hidramnion, kelainan kembar
(5)Ketuban pecah dini dalam kehamilan.
b.Komplikasi obstetri tidak langsung
(1)Penyakit jantung
(2)Hepatitis
(3)TBC (Tuberkolosis)
(4)Anemia
(5)Malaria
(6)Diabetes militus
c.Komplikasi yang berhubungan dengan obstetri, komplikasi akibat kecelakaan
(kendaraan, keracunan, kebakaran). (Mochtar R,1998)

2.1.5 Pelaksana dan Tempat Pelayanan Antenatal


Pelayanan kegiatan pelayanan antenatal terdapat dari tenaga medis yaitu dokter
umum dan dokter spesialis dan tenaga paramedic yaitu bidan, perawat yang
sudah mendapat pelatihan. Pelayanan antenatal dapat dilaksanakan di
puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, Bidan Praktik Swasta, polindes,
rumah sakit bersalin dan rumah sakit umum. (Depkes RI, 1995)

2.1.6 Peran Serta Ibu dalam Pelayanan Antenatal


Peran serta ibu dalam hal ini ibu-ibu hamil di dalam memanfaatkan pelayanan
antenatal dipengaruhi perilaku individu dalam penggunaan pelayanan kesehatan,
adanya pengetahuan tentang manfaat pelayanan antenatal selama kehamilan
akan menyebabkan sikap yang positif. Selanjutnya sikap positif akan
mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam pemeriksaan kehamilan. Kegiatan
yang sudah dilakukan inilah disebut perilaku. (Fishbein dan Ajzen, 1980).
Menurut Lewrence Green dengan modifikasi dalam Buku Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan (Sukidjo Notoatmodjo) faktor yang mempengaruhi perilaku
antara lain:
a.Faktor yang mempermudah (Predisposing factor)
Mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, moral social, dan unsur lain yang
terdapat dalam diri individu (masyarakat)
1)Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan menurut Bloom (1971) dalam muniarti (2008) adalah hasil tahu
yang dimiliki individu atau dengan memperjelas fenomena sekitar.Pengetahuan
adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi,
hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian
adalah benar atau berguna. Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang
kenyataan (reality). Salah satu cara untuk mendapatkan dan memeriksa
pengetahuan adalah dari tradisi atau dari yang berwenang di masa lalu yang
umumnya dikenal, seperti aristoteles. Pengetahuan juga mungkin diperoleh
berdasarkan pengumuman sekuler atau kekuasaan agama, negara, atau gereja.
Cara lain untuk mendapat pengetahuan dengan pengamatan dan eksperimen:
metode ilmiah. Pengetahuan juga diturunkan dengan cara logika secara
tradisional, otoratif atau ilmiah atau kombinasi dari mereka, dan dapat atau tidak
dapat dibuktikan dengan pengamatan dan pengetesan. Dari pengetahuan dan
penelitian ternyata prilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng
daripada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.(Notoatmodjo, 2003)
2) Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat
langsung tetapi hanya dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup (Soekidjo, 2003).Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak
secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap positif, kecenderungan tindakan
adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan
dalam sikap negative terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai obyek tertentu(Sarlito, 2000). Sikap merupakan
penentu penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada pada seseorang yang
memberikan gambaran corak tingkah laku seseorang. Berdasar pada sikap
seseorang, orang akan dapat menduga bagaimana respon atau tindakan yang
akan diambil tindakan oleh orang tersebut terhadap suatu masalah atau keadaan
yang dihadapinya. Jadi dalam kondisi wajar gambaran kemungkinan tindakan
atau tingkah laku yang diambil sebagai respon terhadap suatu masalah atau
keadaan yang dihadapkan kepadanya dapat diketahui dari sikapnya (Hariyadi,
2003). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Misalnya sikap ibu
yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari
suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut
mengimunisasikan anaknya. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor
dukungan dari pihak lain (Soekidjo, 2003).
b.Faktor pendukung (enabling factor)
1)Keterjangkauan Fasilitas
Masalah kesehatan masyarakat terjadi tidak terlepas dari faktor-faktor yang
menjadi masa rantai terjadinya penyakit, yang kesemuanya itu tidak terlepas dari
faktor lingkungan dimana masyarakat itu berada, perilaku masyarakat yang
merugikan kesehatan ataupun gaya hidup yang dapat merusak tatanan
masyarakat dalam bidang kesehatan, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas
kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
disamping faktor-faktor yang sudah dibawa sejak lahir sehingga menjadi
masalah tersendiri bila dilihat dari segi individu, keluarga, kelompok, maupun
masyarakat secara keseluruhan (Effendy, 1998).
2)Jarak ke Pelayanan ANC
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002) Jarak adalah ruang sela
(panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara rumah
dengan tempat pelayanan ANC. Faktor biaya dan jarak pelayanan kesehatan
dengan rumah berpengaruh terhadap perilaku penggunaan dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan (Kresno, 2000). Demikian juga menurut Andersen, et all
(1975) dalam Muniarti (2008) yang mengatakan bahwa jarak merupakan
komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan
pelayanan pengobatan.
c.Faktor pendorong (reinforcing factor)
Faktor pendorong merupakan faktor yang memperkuat perubahan perilaku
seseorang di karenakan adanya sikap dan perilaku yang lain seperti sikap suami,
orang tua, tokoh masyarakat, atau petugas kesehatan. Perilaku individu sangat
besar pengaruhnya terhadap kesehatan, perilaku yang positif akan menunjang
atau meningkatkan derajat kesehatan (Istiarti, 2000).

1)Perilaku Masyarakat
Pada hakikatnya bila sesuatu program pembangunan kesehtan dilaksanakan
berlangsung sutu proses interaksi antara provider dengan recipient, yang
masing-masing memiliki latar belakang sosial budaya sendiri-sendiri. Provider
memilki sistem kesehatan kedokteran, recipient memilki system kesehatan yang
berlaku di komunitasnya. Program pembangunan kesehatan, termasuk di
dalamnya upaya peningkatan kedudukan gizi, dapat mencapai tujuan program
apabila dari kedua belah pihak saling berpartisipasi aktif. Pihaknya perlu
memahami latar belakang sosial budaya dan psikologi recipient.Prinsip-prinsip
pembangunan masyarakat pedesaan perlu diperhatikan
prinsip-prinsip itu antara lain:

a)Untuk memperlancar pelaksanaan program masyarakat target yang dapat


menghambat, dan yang mendorong baik yang terdapat dalam masyarakat target
maupun staf birokrasi inovasi.

b)Berdasarkan pengalaman, suatu program pembangunan masyarakat


terlaksana dengan lancar bila melibatkan peran serta masyarakat dalam
kegiatan-kegiatan, karena sesuai dengan feltneed,yang berdasarkan
pertimbangan provider adalah need,menjadi feel-need bagi masyarakat yang
bersangkutan.

c)Dalam usaha memperbaiki kebiasaan makan anak balita dan ibu menyusui,
provider hendaknya memahami faktor-faktor kebiasaan makan orang-orang dari
masyarakat target. Ada konsep kebiasaan makan yang dapat dijadikan
pedoman, antara lain teori Channel dari Kurt Lewin. Menurut teori ini pemilihan
makanan didasari oleh nilai intelektual dan emosional dan dipengaruhi oleh rasa,
status sosial, kesehatan dan harga. Nilai-nilai berinteraksi satu dengan yang lain.
Makanan apa yang dipilih tergantung pada skala nilai yang diacu (Joyomartono,
2011).

2)Partisipasi Masyarakat
Menurut Depkes RI (2001), Partisipasi masyarakat atau sering disebut peran serta
masyarakat, diartikan sebagai adanya motivasi dan keterlibatan masyarakat secara
aktif dan terorganinsasi dalam seluruh tahap pembangunan, mulai dari persiapan,
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi serta
pengembangan. Partisipasi masyarakat dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu:
a)Tingkat partisipasi masyarakat karena perintah atau karena paksaan.
b)Tingkat partisipasi masyarakat karena imbalan atau karena insensitif.
c)Tingkat partisipasi masyarakat karena identifikasi dan ingin meniru.
d)Tingkat partisipasi masyarakat karena kesadaran.
e)Tingkat partisipasi masyarakat karena tuntutan akan hak azasi dan
tanggungjawab (Depkes RI, 2001).

Faktor penghambat dalam partisipasi masyarakat berasal dari masyarakat dan


pihak provider. Dilihat dari sudut masyarakat, hambatan dapat terjadi karena
kemiskinan, kesenjangan sosial, sistem pengambilan keputusan dari atas ke
bawah, adanya kepentingan tetap, pengalaman pahit masyarakat tentang
program sebelumnya, susunan masyarakat yang sangat heterogen, persepsi
masyarakat yang sangat berbeda dengan persepsi provider tentang masalah
kesehatan yang dihadapi. Hambatan yang ada dalam pihak provider adalah
terlalu mengejar target, persepsi yang berbede antara provider dan masyarakat,
dan pelaporan yang tidak obyektif (Depkes RI, 2001).Partisipasi masyarakat
didorong oleh faktor yang berada dalam masyarakat dan pihak provider yang
akan mempengaruhi perubahan perilaku yang merupakan faktor penting dan
besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan (Depkes RI, 2001).

2.2Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Antenatal Care


2.2.1Umur
Umur (usia) adalah masa individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Nursalam 2001).
Dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir
semakin baik sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan kehamilan, juga
mengetahui akan pentingnya Antenatal Care. Semakin muda umurnya semakin
tidak mengerti tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan. Umur sangat
menentukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan beresiko tinggi apabila ibu hamil
berusia dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Usia berguna untuk
mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan.
Seorang wanita sebagai insan biologis sudah memasuki usia produksi beberapa
tahun sebelum mencapai umur dimana kehamilan dan persalinan dapat
berlangsung aman, yaitu 20-35 tahun, setelah itu resiko ibu akan meningkat
setiap tahun. Wiknjosastro (2005), juga menyatakan bahwa dalam kurun
reproduksi sehatdikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali
sesudah usia 30-35 tahun.

2.2.2 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses ilmiah yang terjadi pada manusia, merupakan
suatu proses dimana pengalaman atau informasi diperoleh sebagai hasil dari
proses belajar. Menurut Dictionary of Education, pendidikan dapat diartikan suatu
proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk
tingkah laku lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. Pada umumnya
semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pula tingkat pengetahuannya
(Notoatmodjo, 2003). Menurut Suparlan (2006) pendidikan dalam arti luas yaitu
segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala
situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan dalam arti sempit yaitu seluruh kegiatan
belajar yang direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara
terjadwal dalam sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasarkan pada
tujuan yang telah ditentukan. Wanita yang berpendidikan akan lebih terbuka
terhadap ide-ide baru dan perubahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang proposional karena manfaat pelayanan kesehatan akan mereka sadari
sepenuhnya. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yangditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan
kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang
pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD/MI/Paket A dan SLTP/MTs/Paket B),
pendidikan menengah (SMU, SMK), dan pendidikan tinggi yang mencakup
program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

2.2.3 Paritas
Paritas adalah keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari satu orang.
Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan hal yang sangat baru sehingga
termotivasi dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Sebaliknya
ibu yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu orang mempunyai anggapan
bahwa ia sudah berpengalaman sehingga tidak termotivasi untuk memeriksakan
kehamilannya (Wiknjosastro, 2005). Paritas adalah jumlah janin dengan berat
badan lebih dari 500 gram atau lebih, yang pernah dilahirkan, hidup atau mati.
Bila berat badan tidak diketahui maka dipakai batas umur kehamilannya 24
minggu. Berdasarkan pengertian tersebut maka paritas mempengaruhi
kunjungan kehamilan.

Paritas
1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih
tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas 1
dapat ditangani dengan asuhan obstetri lebih baik, sedangkan resiko pada
paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.
Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan
(Wiknjosastro, 2005).

2.2.4 Pendapatan Perkapita


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendapatan perkapita adalah
besarnya pendapatan rata-rata keluarga dari suatu keluarga yang diperoleh dari
hasil pembagian pendapatan seluruh anggota keluarga tersebut. Pendapatan
adalah hasil pencarian atau perolehan usaha (Departemen Pendidikan Nasional
2002). Menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Diater Evers (1982:20), pendapatan
yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain
maupun dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksud pendapatan dalam penelitian ini
adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan
pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan
keluarga yang memadai akan menunjang antenatal care yang baik dan
kesadaran untuk periksa, karena dapat menyediakan semua kebutuhan dirinya
baik yang primer maupun sekunder (Soetjiningsih, 1995). Pendapatan
mempengaruhi kunjungan ANC. Hal ini disebabkan karena biaya penghidupan
yang tinggi sehingga diperlukan pasien harus menyediakan dana yang
diperlukan. Adapun tingkat ekonomi yang diteliti berdasarkan upah minimal
regional (UMR) adalah penghasilan sebesar Rp 1.305.000,- /bulan (BPS Medan
2013). Menurut penelitian Shintha Kusumaning Pribadi (2008) meskipun faktor
ekonomi bukan penentu utama ketidakpatuhan seseorang, terhadap saran
tenaga kesehatan, namun kemapuan seseorang untuk membeli obat dari
kantong sendiri sedikit banyak mempengaruhi kepatuhan seseorang terhadap
tenaga kesehatan. Biaya pembelian obat yang dirasa terlalu mahal untuk ukuran
kemampuan ekonominya, cenderung tidak dibeli meskipun itu disarankan oleh
tenaga kesehatan. Walaupun obat yang gratis tidak terlalu disukai karena dirasa
kurang khasiatnya.

2.2.5 Jarak
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002), jarak adalah ruang sela
(panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara rumah
dengan tempat pelayanan ANC. Indonesia merupakan negara yang luas
sayangnya luas wilayah ini belum diimbangi dengan kecukupan, ketersediaan
sarana-sarana layanan publik termasuk di bidang kesehatan. Di beberapa desa
masih kesulitan mendapatkan akses pelayanan kesehatan, tidak semua desa
mempunyai puskesmas dan tenaga medis seperti: dokter; bidan; atau perawat.
Secara geografis masih banyak masyarakat yang tinggal jauh dari sarana
kesehatan (Depkes RI, 2003).

2.3Pengetahuan tentang Antenatal Care


1.Pengertian Pengetahuan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003), pengetahuan didefinisikan
segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang diketahui berkenaan
dengan hal. Sedangkan Notoatmodjo (2003) mendefinisikan pengetahuan
sebagai hasil dari tahu setelah seseorang seseorang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu melalui indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasaan, dan perabaan. Pengetahuan juga dapat didefinisikan
sebagai kumpulan informasi yang diperbarui yang didapat dari proses belajar
selama hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian
diri baik terhadap diri sendiri atau lingkungannya.
2.Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain
mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
a.Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b.Memahami (Comprehension)
Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c.Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.
d.Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek
ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e.Sintesis
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun suatu formula baru dan
formulasi-formulasi yang ada.
f.Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek.
3.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Sukmadinata (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang adalah sebagai berikut :
a.Faktor internal
1)Jasmani
Faktor jasmani diantaranya adalah kesehatan indera seseorang.
2)Rohani
Faktor jasmani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual, psikomotor,
serta kondisi afektif serta kognitif individu.
b.Faktor eksternal

1)Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam member respon
terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan
memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang, akan
berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari
gagasan tersebut.

2)Paparan media massa


Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik, berbagai informasi dapat
diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media
massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh informasi
lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar
informasi media. Hal ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.

3)Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder,
keluarga dengan status ekonomi yang baik akan lebih mudah tercukupi
dibanding keluarga dengan status ekonomi yang lebih rendah. Hal ini akan
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pengetahuan yang
termasuk kebutuhan sekunder.

4)Hubungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial, sehingga dalam kehidupan saling berinteraksi
antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu
akan lebih besar terpapar informasi, sementara faktor hubungan sosial juga
mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan
menurut model komunikasi media.

5)Pengalaman
Pengalaman seseorang tentang berbagai hal dapat diperoleh dari lingkungan
kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya seseorang mengikuti
kegiatan-kegiatan yang mendidik, seperti seminar dan berorganisasi, sehingga
dapat memperluas pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan-kegiatan
tersebut, informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.
4.Cara Memperoleh Pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
cara tradisional (non ilmiah) dan cara modern (ilmiah).

a)Cara tradisional (non ilmiah)


Cara ini dipakai orang untuk memperoleh pengetahuan sebelum ditemukannya
metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematis dan logis.
Cara penentuan pengetahuan secara tradisional antara lain :
1)Coba-coba dan salah
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin
sebelum adanya peradaban. Cara ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut
tidak berhasil akan dicoba dengan kemungkinan yang lain.

2)Cara kekuasaan (otoritas)


Prinsip dalam cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang diketemukan
oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa menguji atau membuktikan
kebenaran terlebih dahulu berdasarkan fakta empiris atau berdasarkan
penalaran sendiri.

3)Berdasarkan pengalaman pribadi


Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
ada pada masa lalu. Pengalaman pribadi dapat menuntun kembali seseorang
untuk menarik kesimpulan dengan benar. Untuk menarik kesimpulan dari
pengalaman dengan benar diperlukan berpikir kritis dan logis.

4)Melalui jalan pikir


Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan
jalan pikirannya secara induksi dan deduksi.

b)Cara modern (ilmiah)


Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih
sistematis, logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan
jalan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan terhadap
semua fakta sebelumnya dengan objek penelitian (Notoatmodjo, 2002).

5.Sumber pengetahuan
Menurut Istiarti (2000), pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari berbagai
macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk,
petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat, dan sebagainya. Sumber
pengetahuan dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun
informal ahli agama, pemegang pemerintahan, dan sebagainya
(Notoatmodjo,2002).

6.Pengukuran pengetahuan
Cara mengukur pengetahuan seseorang, menggunakan alat bantu kuesioner
dengan cara menilainya dengan dikategorikan baik, cukup dan kurang.
Pengetahuan dinyatakan baik bila 76 - 100 % pertanyaan dijawab benar, cukup
bila 56 - 75% pertanyaan dijawab benar, dan kurang bila pertanyaan dijawab
benar < 56 % (Arikunto, 2006).

2.4Landasan Teori
Menurut Andersen R (1968) dalam Behavioral model of families use of health
services, perilaku orang sakit berobat ke pelayanan kesehatan secara bersama
dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin
(enabling factors), dan faktor kebutuhan (need factors). Faktor-faktor tersebut
digambarkan sebagai berikut.

1.Faktor predisposisi adalah ciri-ciri yang telah ada pada individu dan keluarga
sebelum menderita sakit, yaitu pengetahuan, sikap dan kepercayaan terhadap
kesehatan. Faktor predisposisi berkaitan dengan karakteristik individu yang
mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan, dan paritas.

2.Faktor pemungkin adalah kondisi yang memungkinkan orang sakit


memanfaatkan pelayanan kesehatan, yang mencakup status ekonomi keluarga,
akses terhadap sarana pelayanan kesehatan yang ada, dan penanggung biaya
berobat. Faktor pemungkin berkaitan dengan status ekonomi serta
keterjangkauan pelayanan kesehatan.

3.Faktor kebutuhan adalah kelengkapan ketersediaan pelayanan kesehatan.

2.5Kerangka Konsep
Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka konsep dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi seorang ibu hamil untuk
melaksanakan antenatal care. Variabelnya meliputi:
pengetahuan,umur, pendidikan, paritas,tingkat pendapatan suami,
keterjangkauan(jarak lokasi rumah ke pelayanan ANC), serta ketersediaan
pelayanan 5T

Você também pode gostar