Você está na página 1de 4

Analisis Komparasi dengan SPSS

Perhatikan Modul 3 Data Latihan-nya Pak Isfarudi:

Misalnya saja kita akan mengomparasi dua buah variabel : sex dan kemampuan
abstrak, maka kita pilihlah Analize lalu Compare Means. nTinggal pilih akan
memakai Uji apa. Berhubung Pria dan Wanita merupakan 2 buah kelompok,
maka bisa menggunakan Uji Idependent-Sample T Test.
Uji Independent merupakan analisis komparasi antarkelompok (between groups),
karena Pria dan Wanita merupakan dua kelompok berbeda.
Pilihlah kemampuan berpikir abstrak sebagai Variabel yang akan kita analisa.
Lalu di bagian grouping pilihlah sex. Untuk group Sex ini, silahkan Define Groups
dan isi 1 untuk laki-laki dan 2 untuk Wanita. Lalu klik OK.
Maka akan muncul Output sebagai berikut :

Dosen Paperless itu Keren


Malam ini saya girang bukan kepalang karena email saya ke Pak Isfarudi berbalas manis :

Assalamualaikum wr.wbr.

OK, Tugas I Aplikasi Komputer Anda sudah diterima dengan baik.


Tolong sampaikan ke teman-teman yang lain untuk segera menyerahkan Tugas I.
Selamat belajar dan bekerja, semoga sukses.

Wassalam,
Isfarudi

Widih, senangnya hatiku, pasalnya kira-kira satu jam sebelumnya Pak Is mengabarkan
bahwa tugas saya yang dikirim via email tidak lengkap padahal 3 file yang diminta Pak Is
sudah saya kirimkan bersama. Walhasil, saya kirim berkali-kali. Mungkin Pak Is sebal
dengan kiriman email yang sama. Hehe..

Nah, Pak Is ini dosen komputer saya. Saya suka dengan gaya beliau yang tidak perlu
mengumpulkan tugas via kertas. Pak Is ini paperlesss punya. Menurut Pak Is, saya tidak
menerima tugas dalam bentuk hard copy. Nah, menurut saya, Pak Is itu keren, walau
mungkin dengan alasan berbeda. Coba bayangkan kalau tugas yang saya berikan ke
dosen ternyata salah dan saya harus membuatnya kembali, berapa kertas lagi yang akan
terbuang dan berapa rupiah lagi biaya yang akan habis untuk tugas yang sama?

Jadi, paperless itu selain menghemat kertas, juga menghemat biaya. Efek lainnya
pastilah menghemat pohon, menghemat kertas, menghemat waktu, dan sebagainya.
Keren kan ?

Dilema Outsourcing di Sekolah

Kasus pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS) kembali menohok sistem
pendidikan di negeri ini. Bagaimana tidak, sekolah yang berdiri dari tahun 90-an itu
ternyata tidak berizin Depdikbud. Lah, bukankah sekolah itu kelihatan alias tampak
adanya ? Apa ga pernah ada yang ngeh bahwa sekolah itu berdiri tanpa izin ?

JIS itu sekolah mahal, pasti itu. Sekolah yang sebagian siswa dan gurunya ekspatriat ini
ternyata mengambil pegawai kebersihan dan para OB dari jasa penyedia tenaga kerja
alias outsourcing. Mungkin dari sisi kepraktisan pengangkatan pegawai semodel ini bisa
dipahami, namun megingat sekolah merupakan lingkaran pembinaan akhlak dan mental
siswa yang harus dilakukan oleh semua lini dari yang paling rendah sampai yang paling
atas, maka sepertinya outsourcing menjadi hal paling aneh yang bisa dimaklumi.

Ketika anak-anak SMA kelas dua tahun lalu melakukan googling tentang apa itu
outsourcing terkait materi pembelajaran ketenagakerjaan, mereka bilang, Bu, tenaga
outsourching ini tenaga kontrak yang tunduk pada siapa ?. Hebat ya pertanyaannya?
Ketika dia disewa oleh sebuah perusahaan, tentu saja dia tunduk pada perusahaan
tersebut plus dia juga masih punya kewajiban tunduk pada perusahaan pemilik jasanya.
Tapi kalau kita membayangkan seorang OB atau guru sekalipun dan dia outsourcing,
siapa yang bisa menjamin orang-orang yang terlibat dalam pendidikan tetapi tenaganya
merupakan tenaga kontrak lalu siap sedia tetap menanamkan nilai-nilai yang diajarkan
guru-guru lain yang bukan outsourcing ? Apalagi orang yang sudah tahu dia beberapa
bulan lagi akan berakhir masa kerjanya, siapa yang menjamin dia akan tetap bekerja
dengan penuh tanggung jawab ?

Terkait keamanan dan kualitas pembelajaran, tentu saja saya setuju jika pegawai dan
guru adalah bukan outsourcing.

https://mugiekonomi.wordpress.com/2014/04/

Você também pode gostar