Você está na página 1de 13

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn.

DENGAN FRAKTUR POLLUX DEXSTRA DI IGD RSUD WONOSARI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas PKK Stase Gawat Darurat dan

Manajemen Bencana

DISUSUN OLEH :

ANIS SUSANTI (2520142478)

3B

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Tn. F dengan fraktur pollux dextra di IGD RSUD
Wonosari, disusun untuk memenuhi tugas PKK stase Gawat Darutar dan
Manajemen Bencana, pada :

Hari :
Tanggal :
Tempat :

Mahasiswa

Anis Susanti

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik (CI)

( ) (SUCIPTO,SSiT )
KONSEP DASAR FRAKTUR

A. PENGERTIAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2007).
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas
tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain
seperti proses degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian
fraktur (Brunner & Suddarth, 2008).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yng
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price & Wilson.2006)

B. ETIOLOGI
Etiologi fraktur menurut Muttaqin, A (2008), Fraktur dapat terjadi
akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam menahan
tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang
menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang
menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, kompresi
vertical dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya
pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak.
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Umumnya
fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan
pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur
terjadi pada umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor.
Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur
daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone pada menopause.
C. KLASIFIKASI

a. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan


biasanya mengalami pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah
tulang
c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran
mukosa sampai ke patahan tulang.
e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi
lainnya membengkak.
f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi
pada tulang belakang)
j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen
atau tendo pada daerah perlekatannnya.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi menurut Price (2006), Patah tulang biasanya terjadi
karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena trauma langsung
misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung
misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga
bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan
olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-
sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartemen.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan
gaya pegas untuk menahan tekanan Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya .

E. PATHWAYS
Trauma langsung, benturan, kecelakaan

Trauma eksternal kekuatan tulang

Kompresi tulang
Patah tulang tak sempurna patah tulang sempurna
Patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka

Kerusakan struktur tulang

Patah tulang merusak jaringan

Sumber : Price(2006)

F. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis fraktur tergantung pada tingkat keparahan


trauma serta lokasi fraktur. Menurut Smeltzer dan Bare (2002: 2358-
2359) manifestasi klinis fraktur antara lain:
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen
diimmobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.

b. Deformitas dan kehilangan fungsi.


Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan akan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada intregitas tulang
tempat melengketnya otot.

c. Pemendekan tulang.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain antara 2,5 sampai 5
cm (1 sampai 2 inci).

d. Krepitus.
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.

e. Edema.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera

G. KOMPLIKASI

a. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak


seharusnya.
b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doenges (2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada
pasien fraktur antara lain:
1 Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2 Scan tulang, tomogram, CT scan/MRI : memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3 Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress
normal setelah trauma.
4 Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5 Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera hati.

I. PENGKAJIAN
1 Riwayat keperawatan
a Riwayat Perjalanan penyakit
1 Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
2 Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
3 Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
4 Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
5 Kehilangan fungsi
6 Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b Riwayat pengobatan sebelumnya
1 Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis
kortikosteroid dalam jangka waktu lama
2 Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal,
terutama pada wanita
3 Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
4 Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c proses pertolongan pertama yang dilakukan
1 Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan
gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum
dipindahkan
2 Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
2 Pemeriksaan fisik
a Mengidentifikasi tipe fraktur
b Inspeksi daerah mana yang terkena
1 Deformitas yang nampak jelas
2 Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
3 Laserasi
4 Perubahan warna kulit
5 Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c Palpasi
1 Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
2 Krepitasi
3 Nadi, dingin

J. DOAGNOSA KEPERAWATAN

Dx Keperawatan NOC NIC

1 Kerusakan 1 Tissue integrity : skin Insision site care


1 Membersihkan, memantau
intergritas kulit and mocus
2 Membranes dan meningkatkan proses
b.d medikasi
3 Hemodyalis akses
penyembuhan pada luka yg
Kriteria Hasil ditutup dengan jahitan klip
: atau strapless
a Integritas kulit yang 2 Monitor proses
baik bisa kesembuhan area insisi
3 Monitor tanda dan gejala
dipertahankan
b Tidak ada luka/lesi infeksi pada area insisi
4 Bersihkan area sekitar
pada kulit
c Perfusi jaringan baik jahitan atau straples,
d Menunjukan
menggunakan lidi kapas
pemahaman dalam
steril
proses perbaikan kulit 5 Gunakan preparat
dan mencegah antiseptic, sesuai program
6 Ganti balutan pada interval
terjadinya cedera
waktu yang sesuai atau
berulang
e Mampu melindungi biarkan luka tetap terbuka
kulit dan (tidak dibalut) sesuai
mempertahankan program
kelembaban kulit dan
perawatan alami

2 Nyeri akut b.d 1 Pain level Pain Management


2 Pain control
agen cidera fisik
3 Comfort level 1 Lakukan pengkajian nyeri
secara komperhensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
a Mampu mengontrol
frekuensi, kualitas,
nyeri
b Melaporkan bahwa intensitas atau beratnya
nyeri berkurang nyeri dan faktor pencetus
2 Observasi adanya petunjuk
dengan menggunakan
nonverbal mengenal
manajemen nyeri
c Mampu mengenali ketidaknyamanan terutama
nyeri pada mereka yang tidak
d Menyatakan rasa dapak berkomunikasi
nyaman setelah nyeri secara efektif
berkurang 3 Gunakan strategi
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan
sampaikan penerimaan
pasien terhadap nyeri
4 Pertimbangkan tipe dan
sumber nyeri ketika
memilih strategi penurunan
nyeri
5 Ajarkan penggunaan teknik
non farmakologi
6 Berikan individu penurun
nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesik
7 Kolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil

3 Resiko syok 1 Syok prevention Syok prevention


2 Syok management
hipovelemi
1 Monitor status sirkulasi BP,
warna kulit, suhu kulit,
Kriteria hasil :
denyut jantung, HR, dan
a Nadi dalam batas ritme nadi perifer, dan
yang diharapkan kapiler refill
b Irama jantung pada 2 Monitor tanda inadekuat
batas yang oksigtenasi jaringan
diharapkan 3 Monitor suhu dan
c Frekuensi nafas pernafasan
dalam batas yang 4 Monitor input dan output
5 Pantau nilai labor :
diharapkan
d Irama pernafasan
HB, HT, AGD dan
dalam batas yang
elektrolit
diharapkan
e Natrium serum dbn 6 Monitor hemodinamik
f Kalium serum dbn
g Klorida serum dbn invasi yang sesuai
h Kalsium serum dbn 7 Monitor tanda dan gejala
i Magnesium serum asites
dbn 8 Monitor tanda awal syok
j PH darah serum dbn 9 Tempatkan pasien pada
posisi supine, kaki elevasi
Hidrasi
untuk peningkatan preload
Indikator : dengan tepat
10 Lihat dan pelihara
a Mata cekung tidak kepatenan jalan nafas
11 Berikan cairan iv dan oral
ditemukan
b Demam tidak yang tepat
12 Berikan vasodilator yang
ditemukan
c TD dbn tepat
d Hematokrit dbn 13 Ajarkan keluarga dan
pasien tentang tanda dan
gejala datangnya syok
14 Ajarkan keluarga dan
pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala
syok

Syok management

1 Monitor fungsi neurologis


2 Monitor fungsi renal
3 Monitor tekanan nadi
4 Monitor status cairan, input
output
5 Catat gas darah arteri dan
oksigen dijaringan
6 Monitor EKG
7 Monitor nilai laboratorium
8 Memonitor gejala gagal
pernafasan

DAFTAR PUSTAKA

Appley, G. A. 2005. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley, Edisi VII. Jakarta:
Widya Medika.
Baradero, Mary. 2008. Keperawatan perioperatif .Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth. (2008). Keperawatan Medikal Bedah.(edisi 8). Jakarta :
EGC

Grace, Pierce A., dan Borley, Neil R., 2006. Nyeri Abdomen Akut. Dalam: Safitri,
Amalia, ed. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta : Erlangga.

Juniartha. 2007. Angka Kejadian Fraktur. http://okezone.com diakses pada tanggal


14 September 2016

Lukman & Ningsih, Nurma. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medik

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC :


Jakarta

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. EGC: Jakarta.

Noor Helmi, Zairin, 2012; Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; jilid 1, Jakarta:
Salemba Medika

Price, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, Ed. 6,
volume 1&2. EGC: Jakarta.

Smeltzer, Suzanne, C. Bare Brenda, G. 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah, Brunner & Suddarth, Edisi VIII. Jakarta: EGC.

Suratun,.2008. Klien Gangguan System Muskuloskelata. Seri Asuhan


Keperawatan ; Editor Monika Este. EGC: Jakarta.

Você também pode gostar