Você está na página 1de 83

PENGERTIAN

Dalam kerangka dasar Standar Akuntansi Keuangan (2002) misalnya Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI) mendefinisi ekuitas sebagai berikut (pasal 49) :

Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.

KOMPONEN EKUITAS PEMEGANG SAHAM

Dari segi riwayat terjadinya dan sumbernya, ekuitas pemegang saham diklasifikasi atas dasar
dua komponen penting yaitu modal setoran dan laba ditahan. Modal setoran dipecah menjadi
modal saham sebagai modal yuiridis dan modal setoran tambahan dan komponen lain yang
merefleksi transaksi pemilik.

Ekuitas Pemegang Saham dan Komponennya


Modal Setoran

1. Modal Yuridis
2. Modal Setoran Lain
Modal Bentukan atau Laba Ditahan

Laba atau rugi (dari statement laba rugi)


Dividen
Rekapitalisasi
Defisit
Koreksi
Perubahan akuntansi
Keterangan :
Tujuan Penyajian Ekuitas
Pengungkapan informasi ekuitas pemegang saham akan sangat dipengaruhi oleh tujuan
penyajian informasi tersebut kepada pemakai statemen keuangan. Pada umumnya, tujuan
pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan informasi kepada yang
berkepentingan tentang efesiensi dan kepengurusan manajemen.

Untuk memenuhi tujuan tersebut, informasi yang harus disampaikan tentang ekuitas pemegang
saham tersebut minimal adalah :

1. Sumber ekuitas pemegang saham beserta riwayatnya.


2. Peraturan yuridis yang membatasi pembagian dividen dan pengambilan
modal setoran kepada pemegang saham.
3. Prioritas beberapa golongan pemegang saham atau pemegang ekuitas
lainnya.
Pembedaan Modal Setoran dan Laba Ditahan
Laba ditahan pada dasarnya terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan dari akun ikhtisar
laba rugi. Begitu saldo laba ditutup ke laba ditahan, sebenarnya saldo laba tersebut telah lebur
menjadi elemen modal pemegang saham yang sah. Dengan demikian untuk mengukur seluruh
hak pemegang saham atas aset, laba ditahan harus digabungkan dengan modal setoran.

Pembedaan antara dua bagian elemen ekuitas pemegang sangat penting, Dari segi administrasi
keuangan, laba ditahan merupakan indikator daya melaba sehingga laba ditahan harus selalu
dipisahkan dengan modal setoran meskipun jumlahnya akhirnya ditotal untuk membentuk
ekuitas pemegang saham. Pembedaan ini juga sangat penting secara yuridis karena modal
setoran merupakan dana dasar yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukkan
perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik kembali dalam likuidasi atau dalam
keadaan luar biasa lainnya. Sementara itu, laba ditahan adalah jumlah rupiah yang secara
yuridis dapat digunakan untuk pembagian dividen.

Modal Yuridis
Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah
rupiah yang harus dipertahankan dalam rangka perlindungan terhadap pihak lain. Bentuk
ketentuan hukum ini adalah bahwa saham harus mempunyai nilai nominal atau nilai minimum
yang dinyatakan untuk menunjukkan hak yuridis. Modal yuridis merupakan jumlah rupiah
minimal yang harus disetor oleh investor sehingga membentuk modal yuridis.

Modal Setoran Lain


Transfer dari modal setoran ke laba ditahan tanpa alasan yang kuat adalah penyimpangan dari
penalaran yang valid. Ini berarti bahwa modal tidak dapat digunakan sebagai sumber laba
ditahan. Demikian juga, tidak sebagianpun dari jumlah rupiah laba ditahan dapat dimasukkan
sebagai modal setoran kecuali jumlah rupiah tersebut telah diubah menjadi modal dengan
proses kapitalisasi yuridis atau telah berubah karena transaksi modal yang dibahas dibawah ini.

Perubahan modal setoran

Pemesanan saham

Obligasi terkonversi atau berhak-tukar.

Saham istimewa terkonversi atau berhak-tukar,

Dividen saham.

Hak beli saham.

Opsi saham.

Waran.

Saham treasuri.

Perubahan Laba Ditahan


Terdapat beberapa hal lain yang dapat menyebabkan laba ditahan dalam satu periode berubah
selain karena transaksi modal tetapi karena transaksi khusus yaitu :

1. Penyesuaian periode-lalu.
2. Koreksi kesalahan dalam laporan keuangan sebelumnya.
3. Pengaruh perubahan akuntansi.
4. Kuasi-reorganisasi.
Kuasi-organisasi merupakan prosedur akuntansi yang mengatur perusahaan untuk
merestrukturisasi ekuitasnya dengan menghilangkan defisit dan menilai kembali seluruh asset
dan kewajibannya tanpa melalui reorganisasi secara hukum.

Penyajian Modal Pemegang Saham


Urutan penyajian kewajiban dan modal pemegang saham dalam neraca sebenarnya
menggambarkan urutan perlindungan dalam kondisi perusahaan yang mengalami defisit dan
dalam kondisi perusahaan dilikuidasi.

Dalam terjadi defisit, urutan penyajian menggambarkan :

1. Urutan penyerapan rugi.


2. Urutan menerima distribusi asset.
Ditinjau dari segi ini, urutan perlindungan dapat dikemukakan sebagai berikut :

Karyawan dan pemerintah.


Kreditor berjaminan.
Kreditor takberjaminan.
Pemegang saham prioritas.
Pemegang saham biasa.
Perincian Laba Ditahan
Bila komponen-komponen tertentu yang berasal dari transaksi operasi dilaporkan langsung ke
laba ditahan, laba ditahan dapat disajikan dan dirinci atas dasar :

1. Perincian atas dasar sumber.


2. Perincian atas dasar tujuan penggunaan.
Laba Komprehensif
Masalah teoritis dalam hal ini adalah pos-pos mana saja yang disajikan melalui statement laba
rugi dan pos-pos mana saja yang dilaporkan melalui statement laba ditahan. Dalam hal ini, ada 2
pendekatan yang dapat dianut yaitu :

1. Laba kinerja sekarang.


2. Laba semua-termasuk
PENYAJIAN LABA KOMPREHENSIF

Komponen-komponen pembentuk statemen Laba Rugi

1. Seksi operasi utama


1. Penjualan atau pendapatan
2. Kos barang terjual
3. Biaya penjualan
4. Biaya administratif atau umum
5. Seksi operasi tambahan
1. Pendapatan lainnya dan untung
2. Biaya lainnya dan rugi
3. Pajak penghasilan
4. Operasi hentian/taklanjutkanan
5. Pos-pos luar biasa
6. Pengarug kumulatif perubahan prinsip akuntansi
7. Pengaruh kumulatif tambahan estimasi/taksiran
8. Perubahan ekuitas non pemilik lainnya termasuk pos-pos
penerobos
MATERI 13 Konsep Ekuitas
Ditulis pada Desember 27, 2013 oleh MUJIHARTO_PANGA
MATERI 13

Konsep Ekuitas

1. Definisi Ekuitas

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI ) atau PSAK (2002) pasal 49, ekuitas adalah hak residual
atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Berbagai sumber yang lain mendefinisi
ekuitas yang tidak berbeda denagn definisi menurut IAI. Ekuitas didefinisikan sebagai hak residual
untuk menunjukkan bahwa ekuitas bukan kewajiban. Ini berarti ekuitas bukan pengorbanan
sumber ekonomik masa datang. Karena didefinisi atas dasar asset dan kewajiban, nilai ekuitas juga
bergantung pada bagaimana asset dan kewajiban diukur.

2. Komponen Ekuitas

Komponen ekuitas terdiri dari :

a. Modal setoran (contributed capital),

terdiri dari modal yuridiksi (legal capital) yang dihitung berdasar nilai pari (par value) menunjukkan
aktiva netto yang tidak dapat distribusikan. Kelebihan nilai diatas nilai nominal diakui sebagai agio
saham (additional paid in capital)

b. Laba Ditahan (retained earnings)

terdiri dari laporan laba rugi, penyesuaian periode sebelumnya, dan deviden

c. Penyesuaian modal belum terealisasi (unrealized capital adjustment).

3. Tujuan Penyajian Ekuitas

Pengungkapan informasi ekuitas pemegang saham akan sangat dipengaruhi oleh tujuan penyajian
informasi tersebut kepada pemakai statemen keuangan. Pada umumnya, tujuan pelaporan
informasi ekuitas pemegang saham adalah menyelidiki akan informasi kepada yang
berkepentingan tentang efisiensi dan kepengurusan (stewardship) manajemen serta menyediakan
informasi tentang riwayat serta prospek investasi pemilik dan pemegang ekuitas lainnya. Informasi
tentang kewajiban yuridis perseroan terhadap para pemegang saham dan pihak lainnya juga
merupakan tujuan penyajian ekuitas pemegang saham ini.

4. Teori Ekuitas

Teori ekuitas adalah teori yang menjelaskan sudut pandang yang digunakan dalam akuntansi
berkaitan dengan penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Teori ini membahas pihak yang
dianggap paling dominan dan menjadi sudut pandang dalam pelaporan keuangan. Pemakaian
sudut pandang yang berbeda dapat menghasilkan format pelaporan yang berbeda pula.

a. Teori Propietary
Pada awalnya teori ini muncul sebagai perwujudan dari sistem pembukuan berpasangan. Teori ini
memusatkan perhatiannya kepada pemilik. Persamaan akuntansi yang digunakan adalah : Aktiva-
hutang = modal. Teori proprietary sangat cocok diterapkan untuk organisasi perusahaan
perseorangan dan firma oleh karena dalam bentuk organisasi ini ada hubungan personal antara
manajemen dengan pemilik.

b. Teori Entitas (Kesatuan Usaha)

Teori entitas muncul untuk mengatasi kelemahan yang melekat pada teori proprietary. Terdapat
pemisahaan antara kepentingan pribadi pemilik dengan kepentingan perusahaan. Dengan
demikian, transaksi / kejadian yang dicatat dan dipertanggungjawabkan adalah transaksi yang
melibatkan perusahaan. Perusahaan dianggap bertindak atas nama dan kepentingannya sendiri
terpisah dari pemilik. Persamaan akuntansinya : Aktiva = Hutang + Modal atau Aktiva =
Modal (Hutang + Modal Pemilik)

Teori entitas cocok diterapkan untuk organisasi yang berbentuk perseroan terbatas, tetapi juga
relevan untuk perusahaan lain yang memiliki eksistensi yang terpisah dari individu pemilik.

Ada dua versi teori entittas, yaitu:

Versi Tradisional Menurut pandangan tradisional, perusahaan beroperasi untuk pemegang


ekuitas yaitu pihak yang memberi dana bagi perusahaan. Dengan demikian, perusahaan harus
melaporkan status investasi dan konsekuensi investasi yang dilakukan pemilik. Melihat pemegang
ekuitas sebagai partner dalam kegiatan usaha yand dijalankan.

Versi Baru Pandangan ini menyatakan bahwa perusahaan beroperasi atas namanya sendiri dan
berkepentingan terhadap kelangsungan hidupnya sendiri. Melihat pemegang ekuitas sebagai pihak
di luar perusahaan.

c. Teori Ekuitas Residual William Paton ( 1962 )

Menyatakan bahwa ekuitas residual merupakan salah satu jenis ekuitas dalam kerangka teori
entitas. Pemegang saham memiliki ekuitas di perusahaan seperti pemegang ekuitas lainnya, tetapi
pemegang saham tidak dianggap sebagai pemilik. Jadi teori ekuitas residual merupakan
pandangan antara teori proprietary dan teori entitas. Dalam pandangan ini persamaan
akuntansinya menjadi : Aktiva Ekuitas khusus = Ekuitas Residual

Tujuan pendekatan teori ekuitas residual adalah memberikan informasi yang lebih baik kepada
pemegang saham biasa dalam rangka pengambilan keputusan investasi.

d. Teori Enterprise

Teori enterprise suatu perusahaan merupakan konsep yang lebih luas dibandingkan teori entitas,
tetapi kurang terdefinisikan dengan baik dalam skope maupun aplikasinya. Dalam teori ini,
perusahaan dipandang sebagai unit ekonomi terpisah yang dioperasikan dalam rangka
memberikan manfaat bagi pemegang saham, sedangkan dalam teori entreprise, perusahaan
dipandang sebagai lembaga sosial yang dioperasikan dalam rangka memberikan manfaat bagi
banyak pihak yang berkepentingan. Konsep ini cocok diterapkan skala besar dan modern dan
memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan pengaruh dari tindakannya kepada beberapa
kelompok dan masyarakat secara keseluruhan. Konsep income yang paling relevan dengan teori
enterprise adalah laporan keuangan nilai tambah yaitu laporan keuangan yang menunjukkan
kontribusi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan didalam menghasilkan nilai
tambah perusahaan.

e. Teori Dana
Teori dana mengabaikan asumsi hubungan personal dalam teori proprietary dan asumsi
personifikasi perusahaan sebagai unit ekonomi legal secara artifisal dalam teori entitas. Teori dana
berdasarkan pada persamaan akuntansi sebagai berikut : Aktiva = Restriksi Aktiva

Konsep teori dana banyak digunakan di sektor pemerintahan dan lembaga nir-laba. Di dalam
pemerintahan dana yang umumnya digunakan meliputi dana umum , dana pendapatan khusus,
dana proyek, dan dana pelunasan hutang jangka panjang.
MANAJEMEN
KEUANGAN
( DEVIDEN )
2.1 Pengertian Deviden

Dividen adalah pembagian kepada pemegang saham PT yang sebanding


dengan jumlah lembar yang dimiliki. Biasanya dividen dibagikan dengan interval
waktu yang tetap, tetapi kadang-kadang diadakan pembagian dividen tambahan
pada waktu yang bukan biasanya.. Deviden akan diterima oleh pemegang saham
hanya apabila ada usaha akan menghasilkan cukup uang untuk membagi
deviden tersebut dan apabila dewan direksi menganggap layak bagi perusahaan
untuk mengumumkan deviden. Deviden merupakan hak pemegang saham
( common stock) , untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika
perusahaan memutuskan membagi keuntungan dalam bentuk deviden semua
pemegang saham mendapatkan haknya yang sama. Namun pembagian deviden
untuk pemegang saham preferen lebih diutamakan dari pembagian deviden
pemegang saham biasa.

Pendapatan yang diharapkan oleh pemegang saham adalah pendapatan yang


dihasilkan dari pembagian deviden, dimana badan usaha menyerahkan sebagian
labanya, untuk kepentingan kesejahteraan pemegang saham.

Dividen yang dibagikan oleh perusahaan bisa mempunyai beberapa bentuk


sebagai berikut :

1. Dividen Kas

Dividen yang paling umum dibagikan oleh PT adalah dividen kas. Yang perlu
diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat pengumuman
adanya dividen kas ialah apakah jumlah uang yang ada mencukupi untuk
pembagian dividen tersebut.

2. Dividen Aktiva Selain Kas ( Property Dividends )

Aktiva yang dibagikan bisa berbentuk surat-surat berharga perusahaan lain yang
dimiliki oleh PT, barang dagangan atau aktiva-aktiva lain. Pemegang saham akan
mencatat dividen yang diterimanya ini sebesar harga pasar aktiva tersebut
3. Dividen Utang ( Scrip Dividends )

Dividen utang timbul apabila laba tidak dibagi itu saldonya mencukupi untuk
pembagian dividen, tetapi saldo kas yang ada tidak cukup. Sehingga pimpinan
PT akan mengeluarkan scrip dividends yaitu janji tertulis untuk membayar
jumlah tertentu di waktu yang akan datang.
4. Dividen Likuidasi

Dividen likuidasi adalah dividen yang sebagian merupakan pembagian modal.


Apabila perusahaan membagi dividen likuidasi, maka para pemegang saham
harus diberitahu mengenai berapa jumlah pembagian laba dan berapa yang
merupakan pengembalian modal, sehingga para pemegang saham bisa
mengurangi rekening investasinya.

5. Dividen Saham

Dividen saham adalah pembagian tambahan saham, tanpa dipungut


pembayaran kepada para pemegang saham, sebanding dengan saham-saham
yang dimilikinya.

2.2 Kebijakan Deviden

Kebijakan deviden merupakan bagian yang tidak dapat dipisahan


dengan keputusan pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan deviden
adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan
dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk deviden atau akan ditahan untuk
menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Ada
beberapa pendapat tentang pengambilan keputusan atau kebijakan deviden,
antara lain sebagai berikut :

1. Pendapat tentang ketidakrelevanan deviden (irrelevant theory)

Pendapat ini dikemukakan oleh Modigliani dan Miller, yang memberikan


argumentasi bahwa pembagian laba dalam bentuk deviden tidak relevan dengan
peningkatan kemakmuran atau kekayaan pemegang saham. Karena deviden pay
out ratio hanya merupakan bagian kecil dari keputusan pendanaan perusahaan,
nilai perusahaan ditentukan tersendiri oleh kemampuan aktiva perusahaan untuk
menghasilkan laba atau kebijakan investasi.

2. Pendapat tentang relevansi deviden (relevant theory)

Deviden adalah relevan untuk kondisi yang tidak pasti, investor dapat
dipengaruhi oleh kebijakan deviden.

Selain itu ada teori tentang kebijakan deviden yang dikemukakan oleh
Brigham (1989), beliau menyatakan bahwa dalam kebijakan deviden terdapat 3
teori :
1. Deviden irrelevance theory,
Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak merupakan
pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Pendukung utama
teori ketidakrelevanan dividen (dividends irrelevance theory) ini adalah Merton
Miller dan Franco Modigliani (2001). Mereka berpendapat bahwa nilai suatu
perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan
laba dan risiko bisnisnya. Dengan kata lain, nilai perusahaan tergantung hanya
pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana
pendapatan tersebut dibagi antara dividen dan laba yang ditahan. Keon et. al
(2000) menyatakan bahwa pada teori ketidakrelevanan dividen, tak ada
hubungan antara kebijakan dividen dan nilai saham. Satu kebijakan dividen sama
bagusnya dengan lainnya. Secara agregat investor hanya mementingkan
pengembalian total keputusan investasi, tak peduli apakah pengembalian
berasal dari perolehan modal atau pendapatan dividen.

2. Teori Bird in The Hand


Kebanyakan pemilik saham lebih menyukai pembayaran dividen saat ini
daripada menundanya untuk direalisir dalam bentuk capital gain nanti. Tarif
pajak untuk capital gain memang sering lebih rendah daripada untuk dividen,
namun para pemilik saham banyak yang lebih menyukai dividen saat ini, karena
dengan pembayaran dividen sekarang maka penerimaan uang tersebut sudah
pasti, sedangkan apabila ditunda ada kemungkinan bahwa apa yang diharapkan
meleset. Teori ini dianut oleh Myron Bordon dan John Lintner (Husnan, 1993).

3. Tax preference theory


Suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap deviden dan
capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat
menunda pembayaran pajak dengan alasan :

a) Keuntungan modal dikenakan tarif pajak yang lebih rendah daripada untuk
pembagian dividen, karena itu investor yang kaya mungkin lebih suka
perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba di dalam perusahaan.

b) Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, karena adanya
nilai efek waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa mendatang
mempunyai biaya efektif yang lebih rendah daripada satu dolar yang dibayarkan
hari ini.

c) Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali
tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang, ahli waris dapat terhindar dari
pajak keuntungan modal.

Berdasarkan ketiga konsep teori tersebut, perusahaan dapat melakukan hal-hal


sebagai berikut :
Jika manajemen percaya bahwa deviden irrelevence theori dari modigliani
dan Miller ( M-M) itu benar maka perusahaan tidak perlu memperhatikan
besarnya deviden yang harus dibagikan.
Jika perusahaan menganut Bird In The Hand Theory, maka perusahaan
harus membagi selurus EAT ( Earning After Tax ), dalam bentuk deviden.
Sedangkan jika perusahaan lebih cenderung mempercayai Tax Preference
Theory , maka perusahaan harus menahan seluruh keuntungan.
Selain pendapat tentang kebijakan deviden ada beberapa factor-faktor
yang memepengaruhi kebijakan deviden. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kebijakan deviden adalah sebagai berikut

1. Kebutuhan dana bagi perusahaan

Semakin besar kebutuhan dana perusahaan berarti semakin kecil kemampuan


untuk membayar deviden. Penghasilan perusahaan akan digunakan terlebih
dahulu untuk memenuhi kebutuhan dananya (semua proyek investasi yang
menguntungkan) baru sisanya untuk pembayaran deviden.

2. Likuiditas perusahaan

Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam


kebijakan deviden. Karena deviden merupakan arus kas keluar, maka semakin
besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas perusahaan, semakin besar pula
kemampuan perusahaan untuk membayar deviden. Apabila manajemen ingin
memelihara likuiditas dalam mengantisipasi adanya ketidakpastian dan agar
mempunyai fleksibilitas keuangan, kemungkinan perusahaan tidak akan
membayar deviden dalam jumlah yang besar.

3. Kemampuan untuk meminjam

Apabila perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan


pinjaman, hal ini juga merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga
kemampuan untuk membayar dividen juga tinggi. Jika perusahaan memerlukan
pendanaan melalui hutang, manajemen tidak perlu mengkhawatirkan pengaruh
dividen kas terhadap likuiditas perusahaan.

4. Pembatasan dalam perjanjian hutang

Pembatasan digunakan oleh para kreditur untuk menjaga kemampuan


perusahaan tersebut membayar hutangnya.

5. Pengendalian Perusahaan

Apabila suatu perusahaan membayar deviden yang sangat besar, maka


perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan datang melalui
penjualan sahamnya untuk membiayai kesempatan investasi yang
menguntungkan. Dengan bertambahnya jumlah saham yang beredar, ada
kemungkinan kelompok pemegang saham tertentu tidak lagi dapat
mengendalikan perusahaan karena jumlah saham yang mereka kuasai menjadi
berkurang dari seluruh jumlah saham yang beredar.

2.3 Alternatif Pembayaran Deviden

Perusahaan harus memutuskan berapa besarnya keuntungan yang


ditahan dan berapa besarnya yang akan dibagikan kepada pemegang saham
sebagai dividen. Keputusan ini penting karena menyangkut tanggung jawab
terhadap pemegang saham yang telah menanamkan dananya dan juga terhadap
pertumbuhan perusahaan.

Ada tiga macam alternatif pembayaran dividen:

a. Divident pay out yang konstan.

Divident pay out yang konstan merupakan penetapan pembagian rasio yang
tetap terhadap keuntungan yang didapat perusahaan. Berapapun keuntungan
yang diperoleh persentase keuntungan yang dibagikan selalu sama. Sebagai
akibat maka jumlah uang yang dibayarkan akan berbeda tergantung pada
keuntungan yang diperoleh.

b. Jumlah yang stabil.

Kebijakan ini akan menyebabkan perusahaan membayarkan jumlah yang tetap


untuk beberapa periode. Pembayaran ini akan dinaikan apabila perusahaan
merasa yakin bahwa kenaikan itu dapat dipertahankan untuk periode
selanjutnya. Perusahaan juga tidak akan melakukan penurunan dividen sampai
benar-benar terbukti bahwa perusahaan tidak sanggup lagi membayarkan.

c. Jumlah yang kecil ditambah dividen ekstra.

Perusahaan membayarkan dividen dalam jumlah yang kecil dan apabila ada
keuntungan yang melonjak maka pada akhir periode perusahaan menambahkan
dividen extra. Tujuan manajemen melakukan hal ini adalah untuk menghindari
konotasi dividen permanen.

2.4 Pertimbangan dalam menentukan deviden pay out ratio

Dividend payout ratio adalah persentase dari pendapatan yang akan


dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend. Dividend payout
ratio merupakan perbandingan antara dividend per share dengan earning per
share pada periode yang bersangkutan Di dalam komponen dividend per
share terkandung unsur dividen, sehingga jika semakin besar. dividend yang
dibagikan maka semakin besar pula dividend payout rationya. Pembagian
dividen yang besar bukanya tidak diinginkan oleh investor, tetapi jikadividend
payout ratio lebih besar dari 25% dikuatirkan akan terjadi kesulitan likuiditas
keuangan perusahaan dimasa yang akan datang.
Banyak perusahaan berusaha untuk mempertahankan dividend payout
ratio, pendapatan yang diinginkan untuk suatu periode yang panjang, artinya
terdapat target dividend payout ratio untuk jangka panjang atau
mempertahankan pendapatan. Hasilnya, dividen biasanya dipertahankan pada
jumlah konstan dan dinaikkan hanya jika manajer yakin bahwa relatif mudah
untuk mempertahankan kenaikan pembayaran tersebut di masa depan.

Dalam pembayaran dividen oleh emiten, maka emitan selalu akan


mengumumkan secara resmi jadwal pelaksanaan pembayaran deviden. Tanggal-
tanggal yang perlu diperhatikan dalam pembayaran dividen adalah sebagai
berikut :

Tanggal Pengumuman (Declaration Date)


Yaitu tanggal pada saat direksi perusahaan mengeluarkan pernyataan berisi
pengumuman pembagian divisi.

Tanggal Cum Dividen (Cum Dividend Date)


Merupakan tanggal hari terakhir perdagangan saham yang masih melekat hak
untuk mendapatkan dividen baik dividen tunai maupun dividen saham.

Tanggal Pencatatan Dalam Daftar Pemegang Saham (Date of


Record)
Tanggal dimana seorang investor harus terdaftar sebagai pemegang saham
perusahaan publik atau emiten sehingga ia mempunyai hak yang diperuntukkan
bagi pemegang saham.

Tanggal ex. Dividen (Ex. Dividend Date)


Tanggal pada saat hak atas dividen periode berjalan tidak lagi menyertai saham
tersebut, jangka waktunya adalah 4 hari kerja sebelum tanggal pencatatan
pemegang saham.

Tanggal Pembayaran (Payment Date)


Tanggal dimana pemegang saham dapat mengambil dividen sesuai dengan
dividen yang diumumkan oleh emiten.

Ada beberapa faktor-faktor yang memepengaruhi kebijakan devident


payout rasio(DPR). pada perusahaan manufaktur yang telah go public. .
Yaitu arus kas, profitabilitas, growt ( pertumbuhan perusahaan )
dan size ( ukuran perusahaan ).

1. Arus Kas
Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas. Kas yang
dimaksud terdiri dari saldo kas dan rekening giro. Dengan demikian laporan arus
kas merupakan catatan yang melaporkan sumber- sumber utama penerimaan
kas perusahaan serta penggunaan (pengeluaran) utama pembayaran kasnya
untuk satu periode. Laporan arus kas harus disusun perusahaan sesuai
persyaratan dalam pernyataan dan harus menyajikan laporan tersebut sebagai
bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari laporan keuangan setiap dalam
pernyataan dan harus menyajikan laporan tersebut sebagai bagian yang tidak
terpisahkan (integral) dari laporan keuangan untuk setiap periode penyajian
laporan keuangan.

Pada dasarnya perusahaan memerlukan kas dengan alasan yang sama meskipun
terdapat perbedaan dalam aktivitas penghasil pendapatan utama (revenue
producing activities). Perusahaan membutuhkan kas untuk melaksanakan usaha,
melunasi kewajiban dan untuk membagikan deviden kepada para investor.

Hubungan Arus Kas Terhadap Deviden Payout Ratio.

CP adalah cash position atau posisi kas yang merupakan rasio kas akhir tahun
dengan earning after tax. Bagi emiten yang memiliki posisi kas yang semakin
kuat akan semakin besar kemampuannya untuk membayar deviden. Faktor ini
merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen sehingga
pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi kebijakan deviden. Deviden
merupakan cash out flow dengan demikian makin kuatnya posisi kas perusahaan
akan makin besar kemampuannya untuk membayar deviden.

Arus kas adalah pergerakan ataupun aliran kas atau yang setara dengan kas,
baik aliran kas masuk maupun aliran kas keluar dari suatu perusahaan dan
mencakup transaksi kas yang dimasukan dalam penentuan laba bersih
(Manurung, 1998). Laporan arus kas dinilai banyak memberikan informasi
tentang kemampuan emiten dalam mendapatkan laba dan likuiditas dimasa
yang akan datang. Laporan aruskas memberikan informasi yang relevan tentang
penerimaan dan pengeluaran kas dari suatu emiten pada suatu periode tertentu,
dengan mengklasifikasikan transaksi berdasarkan pada kegiatan operasi
pembiayaan dan investasi.

PSAK No. 2 menyatakan bahwa tujuan arus kas adalah memberikan informasi
tentang arus kas suatu emiten berguna bagi para pemakai laporan keuangan
sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas
dan setara kas dan menilai kebutuhan emiten untuk menggunakan arus kas
tersebut. Sri Sudarsih (2002) menyatakan bahwa arus kas mempunyai pengaruh
positif yang signifikan terhadap Deviden Payout Ratio.

Ha1 : Arus kas mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap Deviden
Payout Ratio.

2. Profitabilitas
Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh
perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Profitabilitas mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas pengelolaan asset
perusahaan yang merupakan perbandingan antara earning after tax dengan
Total assets. profitabilitas dapat digunakan untuk mengukur efektivitas
perusahaan didalam menghasilkan profit untuk setiap assets yang ditanam.

Hubungan Profitabilitas Terhadap Deviden Payout Ratio.

Profitabilitas mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba


atas pengelolaan asset perusahaan yang merupakan perbandingan
antara earning after taxdengan Total Assets. Profitabilitas adalah tingkat
keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan
operasinya. Faktor ini juga memiliki pengaruh terhadap kebijakan deviden.
Deviden adalah laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karena itu deviden
akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang
layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah
perusahaan memenuhi kewajiban - kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak.
Oleh karena itu deviden yang diambilkan dari keuntungan bersih akan
mempenengaruhi deviden payout ratio. Perusahaan yang semakin
besarkeuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar
sebagai deviden. Dengan kata lain semakin besar keuntungannya yang diperoleh
maka akan semakin besar kemampuannya bagi perusahaan untuk membayar
deviden.

Laba adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam
bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman
modal.

Tujuan utama pelaporan laba adalah untuk memberikan informasi yang berguna
bagi mereka yang berkepentingan dengan.

laporan keuangan. Tujuan yang lebih khusus meliputi penggunaan laba sebagai
pengukuran efisiensi manajemen, penggunaan angka, laba historis untuk
membantu meramalkan keadaan sebagai pengukuran keberhasilan serta
pedoman pengambilan keputusan manajerial di masa yang akan datang.

Informasi tentang laba perusahaan dapat digunakan antara lain, sebagai


berikut :

1) Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang


diwujudkan dalam tingkat kembalian.

2) Pengukur prestasi manajemen

3) Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak

4) Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu negara

5) Dasar kompensasi dan pembagian bonus

6) Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan


7) Dasar kenaikan kemakmuran

8) Dasar pembagian dividen

Salah satu konsep perilaku adalah kemampuan ramal. Laba bersih selama
periode berguna untuk meramalkan laba operasi perusahaan yang akan datang,
jika faktor-faktor lainnya ikut dipertimbangkan para investor mungkin tertarik
dalam meramalkan laba atau dividen.

Fisher dan Bedford (Anis Chairiri dan Imam Ghozali, 2001) menyatakan bahwa
pada dasarnya ada 3 konsep laba yang umumdibicarakan dan digunakan dalam
ekonomi. Konsep laba tersebut ialah :

1. Pysical Income, yang menunjukkan konsumsi barang atau jasa yang dapat
memenuhi kepuasan dan keinginan individu.

2. Real Time, yang menunjukkan kenaikkan dalam kemakmuran ekonomi yang


ditunjukkan oleh kenaikan cost of living.

3. Money Income, yang menunjukkan kenaikan nilai moneter sumber ekonomi


yang digunakan untuk konsumsi dengan biaya hidup (cost of living)

Laba terutama dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : harga jual produk, biaya dan
volume penjualan. Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba
yang dikehendaki, harga jual mempengaruhi volume penjualan, sedangkan
volume penjualan langsung mempengaruhi volume produksi dan volume
produksi mempengaruhi biaya. Tiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama
lain (Mulyadi, 1993:223).

Pembayaran dividen sangat bergantung pada laba yang diperoleh perusahaan.


Dividen dibayarkan kepada para pemegang saham atas daar laba yang
dihasilkan oleh perusahaan. Dengan kata lain, dividen hanya dapat dibayarkan
kepada para pemegang saham jika perusahaan memperoleh laba pada tahun
yang bersangkutan. Kepemilikan saham minoritas baru dapat mempengaruhi
kebijakan pembayaran dividen jika perusahaan tersebut memperoleh laba.
Dengan demikian, pengaruh dari kepemilikan saham minoritas sangat.
bergantung dengan perolehan laba perusahaan. Sutrisno (2000) menyatakan
bahwa laba dan kepemilikan saham merupakan determinan dividend payout
ratio, namun hasil penelitiannya menemukan bahwa laba dan kepemilikan
saham yang diuji secara terpisah (bukan interaksi) dengan menggunakan
structural equation modeling menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
Kepemilikan saham dapat mempengaurhi kebijakan pembayaran dividend
kontinjen terhadap laba yang diperoleh perusahaan. Oleh karen aitu, interaksi
antara laba yang dilaporkan dan kepemilikan saham minoritas akan
mempengaruhi dividend payout ratio.
Namun hasil penelitian Sri Sudarsih (2002) menyatakan bahwa profitabilitas
mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap Deviden Payout Ratio .

Ha2 : Profitabilitas mempunyai pengaruh positif yang signifikan


terhadap Deviden Payout Ratio

3. Growth
Growth menunjukan pertumbuhan asset dimana asset merupakan aktiva yang
digunakan untuk aktifitas operasional perusahaan.theory free cash flow
hypothesis yang disampaikan oleh Jensen (1986) menyebutkan bahwa
perusahaan dengan kesempatan pertumbuhan yang tinggi memiliki free cash
flow yang rendah karena sebagian dana yang ada digunakan untuk investasi
pada proyek yang memiliki nilai NVP positif. Manajer dalam bisnis perusahaan
dengan memperhatikan pertumbuhan lebih menyukai untuk menginvestasikan
pendapatan setelah pajak dan mengharapkan kinerja yang labih baik dalam
pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan (Charitou dan Vafeas ,1998 )
menurut teori residual devidend, perusahaan akan membayar devidennya jika
hanya tidak memiliki kesempatan investasi yang menguntungkan, sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan
dan pembayaran deviden.

Hubungan growth terhadap deviden payout.

Growth menunjukan pertumbuhan asset, perusahaan dengan kesempatan


pertumbuhan yang tinggi memiliki free cash flow yang rendah karena sebagian
dana yang ada digunakan untuk investasi pada proyek yang memiliki nilai NVP
positif. sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang negatif
antara pertumbuhan dan pembayaran deviden.

H3 : growth mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap Deviden Payout


Ratio

4. Size
Size adalah simbol ukuran perusahaan. Faktor ini menjelaskan bahwa suatu
perusahaan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal, sedangkan
perusahaan kecil tidak mudah. Kemudahan aksesibilitas ke pasar modal
merupakan fleksibilitas dan kemampuan perusahaan untuk menciptakan hutang
atau memunculkan dana yang lebih besar dengan catatan perusahaan tersebut
memiliki ratio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil.

Hubungan Ukuran Perusahaan terhadap Deviden Payout Ratio.

Size perusahaan didefinisikan sebagai total aktiva perusahaan dan


dioperasionalisasi sebagai logaritma total aktiva (LnTA). Faktor ini menjelaskan
bahwa suatu perusahaan yang mapan dan bebar memiliki akses yang lebih
mudah ke pasar modal, sedangkan perusahaan kecil tidak mudah. Kemudahan
aksesibilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan
perusahaan untuk menciptakan hutang atau memunculkan dana yang lebih
besar dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran dividen
yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Gugler dan Yurtogul (2001)
menemukan bahwa dividend payout ratio dipengaruhi secara negatif oleh size
perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan cenderung mengurangi
pembagian dividenya. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pada perusahaan
besar, manajemen mampu memanfaatkan cash flow untuk kepentingan pribadi
karena pemegang saham tidak mampu mengendalikan perilaku manajemen.
Selain itu juga Size adalah symbol ukuran perusahaan Proxy ini dapat ditemukan
melalui log natural dari total assets (Ln TA) tiap tahun. Faktor ini menjelaskan
bahwa suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses yang lebih
mudah ke pasar modal, sedangkan perusahaan kecil tidak mudah. Kemudahan
aksesibilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan
perusahaan untuk menciptakan hutang atau memunculkan dana yang lebih
besar dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran deviden
yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil.Ukuran perusahaan diwakili oleh Log
Natural (LN) dari total assets tiap tahun. Sri Sudarsih (2002) menyatakan
bahwa Ukuran Perusahaan mempunyai pengaruh negatif yang signifikan
terhadapDeviden Payout Ratio.

Ha4 : Ukuran Perusahaan mempunyai pengaruh positif yang sinifikan


terhadapDeviden Payout Ratio.

2.5 Stock Deviden

Stock Dividen adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang


saham dalam bentuk saham-saham yg dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri
(M. Munandar 1983: 314). Di Indonesia saham yg dibagikan sebagai dividen
tersebut disebut saham bonus. Dengan demikian para pemegang saham
mempunyai jumlah lembar saham yang lebih banyak setelah menerima Stock
Dividen. Dividen saham dapat berupa saham yang jenis sama maupun yang jenis
berbeda.

2.6 Stock Split

Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham kedalam nilai nominal
yang lebih kecil. Dengan demikian jumlah lembar saham yang beredar akan
meningkat proporsional dengan penurunan nilai nominal saham. Definisi stock
split menurut Abdul Halim (2005:97) adalah pemecahan jumlah lembar saham
menjadi jumlah lembar yang lebih banyak dengan menggunakan nilai nominal
yang lebih rendah per lembar sahamnya secara proporsional. Tujuan dilakukan
pemecahan saham adalah untuk menjaga harga agar saham tidak terlalu tinggi
sehingga sahamnya lebih memasyarakat dan lebih banyak diperdagangkan.
Dengan pemecahan saham, pemegang saham harus menukarkan sahamnya
dengan saham baru yang memiliki nilai nominal lebih rendah. Sebab jika batas
waktu penukaran yang ditetapkan terlampaui, maka saham dengan nilai nominal
lama tidak bisa diperdagangkan di bursa. Sedangkan menurut Irham & Yovi
(2009: 106) stock splitadalah peningkatan jumlah saham beredar dengan
mengurangi nilai nominal saham; misalkan nilai nominal satu saham dibagi
menjadi dua, sehingga terdapat dua saham yang masing-masing memiliki nilai
nominal setengah dari nilai nominal awal.

Dengan adanya pemecahan saham maka nilai pari atau nilai yang
ditetapkan menjadi berubah tetap dilain pihak jumlah lembar saham yang
beredar bertambah pula. Oleh karena itu jumlah nilai pari atau nilai yang
ditetapkan secara keseluruhan tidak mengalamiperubahan.Salah satu alasan
perseroan melakukan stock split adalah untuk menurunkan harga pasar saham-
sahamnya. Hal ini terjadi apabila perseroan tidak menghendaki harga pasar yang
terlalu tinggi, sebab hal ini dapat mengurangi minat para investor terhadap
saham yang dikeluarkan perseroan yang bersangkutan. Stock split yang
dilakukan oleh perusahaan emiten dapat berupa stock split atas dasar satu jadi
dua (two for one stock) dimana setiap pemegang saham akan menerima dua
lembar saham untuk setiap lembar saham yang dipegang sebelumnya, nilai
nominal saham baru adalah setengah dari nilai nominal saham sebelumnya.
Begitu juga jika dilakukan stock split atas dasar satu jadi tiga (three for one
stock), pemegang saham akan menerima tiga lembar saham untuk setiap satu
lembar saham yang dimiliki sebelumnya, nilai nominal saham baru adalah
sepertiga dari nilai nominal saham sebelumnya.

Pada dasarnya ada dua jenis stock split yang dapat dilakukan, yaitu

1. Split up (pemecahan saham naik)

Adalah penurunan naik nominal per lembar saham yang mengakibatkan


bertambahnya jumlah lembar yang beredar. Misalnya pemecahan saham dengan
faktor pemecahan 3:1. Pada awalnya nilai nominal per lembar saham sebelum
melakukan stock split sebesar seribu lima ratus rupiah, maka setelah dilakukan
split up dengan perbandingan 3:1, nilai nominal per lembar saham yang banx
adalah lima ratus rupiah, sehingga awalnya satu lembar menjadi tiga lembar.

2. Split down (pemecahan saham turun)

Adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham yang mengakibatkan


berkurangnya jumlah lembar saham yang beredar. Misalnya split down dengan
faktor pemecahan 1:3 yang merupakan kebalikan dari split up. Awalnya nilai
nominal per lembar saham seribu rupiah, kemudian dilakukan split down dengan
perbandingan 1:3, maka nilai nominal per lembar saham baru adalah tiga ribu
rupiah dan jumlah lembar saham yang pada awalnya tiga lembar saham menjadi
satu lembar saham.

Hal-hal yang perlu diketahui oleh pemegang saham/investor sehubungan


dengan pemecahan saham Abdul Halim (2005: 97):

1. Rasio pemecahan saham yaitu perbandingan jumlah saham baru terhadap


saham lama.
2. Tanggal terakhir perdagangan saham dengan nilai nominal lama di bursa.
3. Tanggal dimulainya perdagangan saham dengan nilai nominal baru di
bursa.
4. Tanggal terakhir dilakukannya penyelesaian transaksi dengan nilai nominal
lama.
5. Tanggal dimulainya penyelesaian transaksi dengan nilai nominal baru dan
distribusi saham dengan nilai nominal baru ke dalam rekening efek perusahaan
efek/bank kustodian di KSEI.
Zidny Rahmawati (2005:37) menyatakan bahwa stock split adalah
pemecahan nilai nominal saham ke dalam nilai nominal yang lebih kecil. Dengan
demikian jumlah lembar saham akan meningkat proposional dengan penurunan
nilai nominal saham.

Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Purwo Adi Wibowo
(2004;4) menyatakan bahwa stock split merupakan kebijakan perusahaan
yang go publik (emiten) yang melakukan perubahan terhadap jumlah saham
yang beredar dan nilai nominal per lembar saham sesuai dengan faktor
pemecah (split factor).

Marwata (2001) definisi stock split adalah memecahkan selembar saham


menjadi n lembar saham. Pemecahan saham mengakibatkan bertambahnya
jumlah lembar saham yang beredar tanpa transaksi jual beli yang mengubah
besarnya modal. Harga per lembar saham adalah sebesar 1/n dari harga
sebelumnya.

Adapun menurut Brigham & Houston (2006), pemecahan saham adalah


tindakan yang diambil oleh sebuah perusahaan untuk meningkatkan jumlah
lembar saham beredar, seperti menggandakan jumlah lembar saham beredar
dengan memberikan dua saham baru kepada pemegang saham untuk setiap
satu lembar saham yang sebelumnya dia miliki. Perubahan jumlah saham yang
beredar dibarengi dengan perubahan harga saham sehingga tidak
mempengaruhi jumlah modal. Tujuan utama emiten melakukan stock split adalah
untuk meningkatkan likuiditas saham sehingga distribusi saham menjadi lebih
luas. Selain itu, untuk menempatkan saham dalam trading range yang optimal.
Kebijakan stock splitmerupakan strategi untuk mempengaruhi transaksi saham
tersebut di Bursa Efek. Harga awal yang diperkirakan terlalu tinggi dapat
memberikan image mahal bagi investor sehingga tidak semua investor berani
membeli saham tersebut. Kemampuan investor untuk membeli saham juga
menjadi berkurang. Kebijakan stock split akan menurunkan harga saham
sehingga diharapkan dapat mendorong peningkatan transaksi.

2.7 Repurches Of Stock

Repurches of stock atau pembelian kembali saham perusahaan adalah


suatu kegiatan dimana perusahaan melakukan pembelian kembali atas saham
mereka yang telah beredar di pasar bursa, yang telah dimilki oleh para
pemegang saham.

Stock Repurches ini merupakan salah satu cara yang dilakukan perusahaan
untuk mendistribusikan cashflow yang dimiliki perusahaan kepada para
pemegang sahamnya selain dalam bentuk deviden. Pada saat membeli kembali
sahamnya, biasanya perusahaan akan membalinya dengan harga di atas harga
pasar. Kelebihan atas harga pasar inilah yang menjadi keuntungan bagi para
pemegang saham yang dikenal dengan istilah capital gain

Wansley, Lane dan Sarkar (1989) menjelaskan mengenai alasan-alasan yang


mungkin digunakan oleh suatu perusahaan ketika melakukan stock
repurchase dan mengelompokkanya ke dalam enam hipotesis berikut, yaitu

1. Dividend substitution hypothrsis


Karena pajak yang dikenakan untuk stock repuschase (pajak capital gain) lebih
rendah daripada pajak yang dikenakan untuk deviden maka stock repurchase
menjadi alternative yang lebih baik dibandingkan dengan deviden dalam
mendistribusikan cashflow kepada para pemegang saham.

Grullon dan Michely (2002) menemukan adanya substitution effect antara


deviden dan stock repurchase, bahwa suatu perusahaan yang biasa membayar
deviden, trdak mengurangi jumlah devidennya dan menggantinya dengan stock
repurchase. Mereka justru menemukan bahwa perusahaan yang membayar
deviden dengan jumlah yanh besar lebih memilih untuk melakukan stock
repurchase dari pada menikkan jumlah deviden yang dibayarkan

2. Laverage Hypothesis
Kegiatan stock repurchase dapat meningkatkan financial laverage. Pada saat
perusahaan membagi kelebihan jumlah kapitalnya, dalam hal ini
melakukan stock repurchase, maka nilai ekuitas perusahaan akan menurun,
sehingga dept ratio perusahaan akan meningkat. Peningkatan ini berate pula
meningkatkan leverage perusahhan. Perusahaan akan lebih suka untuk
melakukan stock repurchase jika rasio leverage-nya di bawah angka yang
ditargetkan untuk mencapai struktur modal yang optimal.

3. Reissue hypothesis
Stock repurchase dilakukan perusahaan untuk menyediakan sejumlah saham
sebagai keperluan program pensiun, bonus, stock option, atau bentuk stock
reissueyang lainya.

Jolls (1998) dan weisbenner (1998) menyebutkan bahwa sebagian besar


pertumbuhan stock repurchase yang terjadi adalah sebagai akibat dari
meningkatnya penggunaan stock option sedagai insentif yang diberikan kepada
manajer perusahaan.

4. Investment hyphotesis
Perusahaan yang kurang memiliki kesempatan berinvestasi akan menggunakan
kelebihan kas yang dimilikinya untuk membeli kembali saham perusahaanya.

5. Information signaling hypothesis


Kebanyakan perusahaan melakukan stock repurchase adalah untuk memberikan
informasi atau sinyal positif kepada para pemegang saham mengenai kondisi
perusahaan.

Smith (1990) menyebutkan bahwa stock repurchase adalah suatau cara bagi
perusahhan untuk memberikan sinyal pada para pemegang saham bahwa
perusahaan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih
besar pada masa yang akan dating. Asqulin dan Mullin (1986) juga menyebutkan
bahwa stock repurchase merupakan suatu sinyal yang diberikan perusahaan
bahwa sahamnya memiliki intrinsic yang lebih besar daripada harga pasarnya,
sehingga perusahaan mau untuk membeli kembali sahamnya dengan harga
premium atau di atas harga pasar.

6. Wealth transfer hypothesis


Stock repurchase yang dilakukan ketika saham perusahhan
mengalami undervaluedakan menyebabkan adanya wealth transfer dari para
pemegang saham, pemegang saham yang bersedia menjual sahanya kepada
bukan pemegang saham. Wealth transfer juga mungkin terjadi
dari bondholder kepada nonparticipating stockholder. Selain itu, stock
repurchase mungkin dilakukan karena dapat memberikan keuntungan bagi pihak
manajemen perusahaan, baik dengan menurunya kecenderungan perusahaan
tersebut untuk diambil alih oleh perusahaan lain, ataupun dengan meningkatnya
prsentase kepemilikian manajemen terhadap saham perusahaan.

Selain keenam alasan di atas, ada satu alas an lain perusahaan


melakukan stock repurchase yaitu sebagai bentuk perusahaan dalam
menghadapi ancaman takeover oleh perusahaan lain seperti yang dikemukan
oleh Dennis (1990)

Jagannthan dan stephens (2003) menambahkan bahwa alas an yang


dimiliki perusahaan untuk membeli kembali sahamnya berbeda, tergantung dari
jumlah frekuensi pembelian kembali saham tersebut serta karakteristik
perusahaan yang bersangkutan

Untuk perusahaan yang melakukan stock repurchase secara regular,


biasanya memiliki pendaoatan operas yang besar dan stabil, dan memiliki
diyidend payout ratio yang lebih tinggi. Perusahaan ini menjadikan stock
repurchase sebagai sebuah pengganti adanya kenaikan deviden perusahaan.
Sedangkan untuk perusahaan yang jarang melakukan stock repurchase,
biasannya dimotivasi karena saham perusahaan yang dinilai undervalued.
Perusahaan jenis ini merupakan jenis perusahaan kecil dengan tingkat terjadinya
asymmetric information yang stabil, dan market to book ratio yang lebih rendah,
sehingga kemungkinan untuk saham tersebut undervalue akan semakin besar

Ada beberapa metode dapat menjadi pilhan suatau perusahaan dalam


melakukan stock repurchase. Beberapa diantaranya adalah:

1) Tender Offer

Dengan metode tender offer perusahaan menggumumkan kepada seluruh


pemegam saham bahwa perusahaan akan membeli kembali beberapa lembar
sahamnya pada harga dan periode tertentu yang telah ditrtapkan. Harga yang
ditawarkan perusahaan biasanya adalah harga di atas harga pasar. Setiap
pemegang saham akan memperkiarakan sendiri apakah harga yang ditawarkan
akan lebih besar atau lebih kecil bila dibandingkan dengan harga saham tersebut
setelah masa penawaran berakhir, sehingga setiap pemegang saham dapat
memutuskan apakah bersedia untuk menjual sahamnya atau tidak. Stock
repurchase dengan cara ini dapat meningkatkan harga saham

2) Open-market Repuurchase

Dalam metode ini perusahaan membeli kembali saham perusahaannya dengan


jumlah yang relative kecil. Pembelian kembali dilakukan melalui broker dengan
bayaran komisi pada tingkat normal pembelian dan pembelian harga pasar
Tidak seperti metode stock repurchase, metode ini tidak mengikat suatu
perusahaan untuk benar-benar membeli kembali sahamnya sebanyak jumlah
yang mereka umumkan sebelunya

Metode ini memberikan fleksibilitas kepada perusahaan untuk membali kembali


sahamnya sedikit dibandingkan dengan yang direncanakan jika sahamnya
menjadi lebih mahal ataupun membali lebih banyak jika sahamnya tetap atau
lebih murah.

3) Dutch Auction

Pada pembelian kembali saham perusahaan menggunakan metode ini,


perusahaan menyebutkan range harga saham yang ditawarkan dimana para
pemegang saham akan memilih satu harga yang mereka tetapkan untuk menjual
saham yang mereka miliki kepada perusahaan. Pasa akhir penawaran,
perusahaan akan membeli sahamnya berdasarkan harga penawaran yang
terbaik

4) Transferabel Put Rights

Dengan metode ini, perusahaan yang berencana akan membeli sahamnya


sebesar dari sahamnya yang beredar, memberikan setiap pemegang
sahamnya satu TPR untuk setiap 1/ jumlah saham yang dimilikinya. Satu TPR
memberi hak kepada para pemegang saham untuk menjual kembali satu lembar
saham yang dimilikinya kepada perusahaan penerbit pasa harga yang telah
ditentukan sebelumnya. Pemegang saham yang menolak menjual sahamnya
dapat menjual TPR yang dimilikinya kepada pemegang saham lainya yang
berkeinginan untuk menjual sahamnya lebih dari jumlah yang telah dialokasikan
perusahaan kepada dirinya.

5) Private Repurchase

Private repurchase memerluhkan perusahaan untuk membeli saham dari


seseorang pemegang saham dengan cara negoisasi langsung. Dilihat dari
jarangnya perusahaan menggumumkan stock repurchase menggunakan metode
ini, private repurchase dianggap kurang signifikan pengaruhnya terhadap harga
saham perusahaan.

Comment dan Jarrel (1991) membadinkam antara ketiga metode stock


repurchase . mereka menemukan bahwa tender offter adalah metode yang
jumlah sahamnya yang dibelinya kembali oleh perusahaan paling besar dan
memiliki reaksi perubahan harga saham palinh besar pula

2.8 Kelebihan stock repurchase dibandingkan dengan deviden

Woods dan Brigham (1996) menyebutkan beberapa kelebihan stock


repurchasedibandingkan dengan deviden baik dari sudut pandang para
pemegang saham maupun dari sudut pandang perusahaan yang melakukanya.
Berikut adalah penjelasanya

Dari sudut pandang pemegang saham

a) Pajak Pendapatan (income tax)

Pajak yang dikenalkan kepada investor terhadap deviden yang diterima adalah
sebesar personal income tax rate, sedangkan pajak yang dikenakan atas
keuntungan dari stock repurchase adalah pajak capital gain. Hal ini
menguntungkan bagi para investor karena pajak personal income tax biasanya
memiliki tingkat yang lebih besar bila dibandingkan dengan pajak capital gain

b) Dengan stock repurchase para pemegang saham dapat memilih untuk menjual
sahamnya atau tidak. Dibandingkan dengan deviden, pemegang saham harus
menerima deviden tersebut dan membayar pajaknya

Dari sudut pandang perusahaan

a) Beberapa studi menunjukkna bahwa deviden bersifat kaku dalam jangka


pendek. Perusahaan enggan untuk mengubah kebijakan pembayaran
devidennya jika mereka ragu untuk bisa mempertahankan kebijakan tersebut
dimasa yang akan datang. Perusahaan lebih memandang serius pada kebijakan
untuk meningkatkan pembayaran deviden, namun tidak yakin untuk
mempertahankan kebijakan tersebut kedepannya, dibandingkan dengan
kebijakan untuk mrnggurangi jumlah deviden yang dibayarkan. Sehingga, jika
perusahaan merasa bahwa mwmiliki kelebihan kas yang bersifat sementara,
perusahan akan lebih memilih untuk menggunakan kas tersebut untuk stock
repurchase daripada menaikan jumlah devidennya yang belum tentu bisa
dipertahankan ke depannya

b) Saham yang telah dibeli kembali dapat digunakan sebagai saham untuk
programstock option. Para manajer keuangan berpendapat bahwa akan lebih
tepat dan murah jika menggunakan saham yang dibelinya kembali dibandingkan
bila menerbitkansaham baru untuk program stock option tersebut

c) Jika kepemilikan saham perusahaan lebih banyak dimiliki oleh para manajer
dalam perusahaan , maka mereka akan memilih stock repurchase dibandingkan
deviden karena keuntungan pajak diperoleh
Kebijakan Dividen

Latar Belakang Masalah.

Nilai perusahaan ditentukan oleh nilai modal sendiri dan nilai utang.
Sementara itu jika diperhatikan model harga saham untuk satu perusahaan yang
mengalami pertumbuhan konstan menunjukkan bahwa pembayaran dividen
yang lebih besar cenderung akan meningkatkan nilai saham. Kemudian
meningkatnya harga saham berarti meningkatnya nilai perusahaan. Namun
pembayaran dividen yang semakin besar juga akan mengurangi kemampuan
perusahaan untuk investasi sehingga justru akan menurunkan tingkat
pertumbuhan perusahaan dan selanjutnya akan menurunkan nilai saham.
Dengan demikian penundaan pembayaran dividen kepada pemegang saham
untuk keperluan investasi yang menguntungkan (apabila return lebih besar dari
biaya modal) akan menaikkan harga saham (pada pasar modal yang sempurna).
Pada pasar modal yang tidak sempurna, pembayaran dividen untuk menaikkan
nilai saham akan sangat merugikan karena harus membayar biaya fluktuasi.

Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh


perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan
ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang.
Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka
akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber
dana intern atau keuangan internal. Sebaliknya jika perusahaan memilih untuk
menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana intern akan
semakin besar. Dengan demikian kebijakan dividen ini harus dianalisa dalam
kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau penentuan struktur modal
secara keseluruhan.
Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang mempersoalkan sebaiknya
kapan (artinya, dalam keadaaan seperti apa) dan berapa bagian dari laba
perusahaan yang dicapai dalam suatu periode, yang didistribusikan kepada para
pemegang saham dan yang ditahan didalam perusahaan, dengan tetap
memperhatikan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan.
Kebijakan dividen ini sangat penting artinya bagi manajer keuangan, karena
seorang manajer harus memperhatikan kepentingan perusahaan, pemegang
saham, masyarakat dan pemerintah.

Permasalahan kadang menjadi nampak rumit karena adanya alternatif


pendanaan dari luar. Sehingga dimungkinkan membagi laba sebagai dividen,
dan pada saat yang sama menerbitkan saham baru. Ataukah lebih baik tidak
membagi dividen dan juga tidak menerbitkan saham baru? Apakah cara
semacam ini memang membawa dampak yang berbeda bagi pemegang saham?
Masalah lain adalah bahwa perusahaan bisa membagikan dividen bukan dalam
bentuk uang tunai tetapi dalam bentuk saham (dikenal sebagai stock dividend).
Demikian juga perusahaan bisa membagikan dana ke pemegang saham dengan
cara membeli kembali (sebagian) saham (dikenal sebagai repurchase of stocks).

Pembatasan Masalah.

Melihat dari latar belakang masalah serta memahami pembahasannya


maka penulis dapat memberikan batasan-batasan pada : Bagaimana Praktek
kebijakan deviden ?

Teori Kebijakan Dividen.

Kebijakan dividen (dividen policy) adalah rencana tindakan yang harus


diikuti dalam membuat keputusan dividen. Kebijakan deviden didefinisikan
sebagai kebijakan yang terkait dengan pembayaran dividen oleh perusahaan,
berupa penentuan besarnya pembayaran dan besarnya laba yang ditahan untuk
kepentingan perusahaan.

Ada berbagai pendapat ahli atau teori tentang kebijakan dividen sebagai
berikut :

a. Teori Dividen Tidak Relevan dari Modigliani dan Miller.

Menurut Modigliani dan Miller (MM), nilai suatu perusahaan tidak


ditentukan oleh besar kecilnya presentase laba yang dibayarkan kepada
pemegang saham dalam bentuk uang tunai atau DPR (Dividen Payout Ratio) ,
tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak atau EBIT (Earning Before
Interest and Tax) dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut MM, dividen
adalah tidak relevan.
Pernyataan ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang lemah
seperti : (1) Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional,
(2) Tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham
baru, dan (3) Tidak ada pajak Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.

Sedangkan kenyataannya : (1) Pasar modal yang sempurna sulit


ditemui, (2) Biaya emisi saham baru pasti ada, (3) Pajak pasti ada, dan (4)
Kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah.

b. Teori Dividen yang Relevan (The Bird in the Hand) dari Gordon
dan Lintner.

Teori ini menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik
jika presentase laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk
uang tunai atau DPR (Dividen Payout Ratio) rendah, karena investor lebih
suka menerima dividen dari pada Perolehan modal (Capital Gains).
Investor memandang keuntungan dividen (dividend yield) lebih pasti dari
pada keuntungan capital gains (capital gains yield). Perlu diingat bahwa
dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan adalah
tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. Laba ditahan
adalah keuntungan dari dividen ( dividend yield )
ditambah keuntungan dari capital gains ( capital gains yield ).

Modigliani dan Miller menganggap bahwa argumen Gordon dan Lintner


ini merupakan suatu kesalahan ( MM menggunakan istilah The Bierd in
the hand Fallacy ). Menurut MM, pada akhirnya investor akan kembali
menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau
perusahaan yang memiliki risiko yang hampir sama.

c. Teori Perbedaan Pajak (Tax Differential Theory) dari Litzenberger


dan Ramaswamy.

Teori ini menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan


dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains
karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor
mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham
yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield rendah dari
pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika
pajak atas dividend lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan
ini akan makin terasa.

Jika manajemen percaya bahwa teori Dividen tidak relevan dari MM


adalah benar, maka perusahaan tidak perlu memperdulikan berapa besar
dividen yang harus dibagi, tapi jika mereka menganut teori Dividen yang
relevan, maka mereka harus membagi seluruh laba setelah pajak atau EAT
(Earnig After Tax) dalam bentuk dividen. Dan bila manajemen cenderung
mempercayai teori perbedaan pajak ( Tax Differential Theory ), mereka
harus menahan seluruh EAT atau DPR = 0 %. Jadi ke 3 teori yang telah
dibahas mewakili kutub kutub ekstrim dari teori tentang kebijakan
dividen. Sayangnya test secara empiris belum memberikan jawaban yang
pasti tentang teori mana yang paling benar.

d. Teori Signaling Hypothesis.

Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti
dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan diveden pada
umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap
sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen dari pada
capital gains. Tapi MM berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang
diatas biasanya merupakan suatu tanda kepada para investor bahwa
manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dividen
masa mendatang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan
dividen yang dibawah kenaikan normal (biasanya ) diyakini investor
sebagai suatu tanda bahwa perusahaan menghadapi masa sulit dividen
waktu mendatang.

Seperti teori dividen yang lain, teori ini juga sulit dibuktikan secara
empiris. Adalah nyata bahwa perubahan dividen mengandung beberapa
informasi. Tapi sulit dikatakan apakah kenaikan dan penurunan harga
setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen semata-mata disebabkan
oleh efek tanda atau disebabkan karena efek tanda dan preferensi
terhadap dividen.

e. Teori Clientele Effect.


Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham
yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan
dividen perusahaan.

Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat


ini lebih menyukai suatu presentase laba yang dibayarkan atau DPR (Dividend
Payout Ratio) yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang
tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan
menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.

Jika ada perbedaan pajak bagi individu ( misalnya orang lanjut usia
dikenai pajak lebih ringan ) maka pemegang saham yang dikenai pajak
tinggi lebih menyukai perolehan modal (capital gains) karena dapat
menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan
membagi dividen yang kecil. Sebalinya kelompok pemegang saham yang
dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai dividen yang besar.

Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari Clientele ini ada. Tapi
menurut MM hal ini tidak menunjukkan bahwa lebih baik dari dividen
kecil, demikian sebaliknya. Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba
yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai
dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi
di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai
dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi
total sumber dana intern atau internal financing. Sebaliknya jika perusahaan
memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan
dana intern akan semakin besar. Dengan demikian kebijakan dividen ini harus
dianalisa dalam kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau penentuan
struktur modal secara keseluruhan.

Faktor faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen.

Ketika perusahaan membuat kebijakan dividen, maka perusahaan akan


melihat sejumlah masalah lain yang dihubungkan dengan konsep-konsep teoritis
mengenai pembayaran dividen dan penilaian perusahaan.
Faktor-faktor berikut inilah yang biasanya harus dianalisis oleh perusahaan
ketika membuat keputusan kebijakan dividen :

1) Aturan-aturan Hukum.

Berbagai aturan hukum penting untuk membuat batasan hukum yang


memungkinkan kebijakan dividen akhir perusahaan dapat berjalan.

a. Aturan Penurunan Nilai Modal.

Banyak negara bagian di AS yang melarang pembayaran dividen jika


dividen ini akan menurunkan nilai modal. Beberapa negara bagian
mendefinisikan modal sebagai total nilai nominal saham biasa. Perusahaan
tidak dapat membayar dividen tunai dengan total lebih dari total nominal saham
biasa tanpa menurunkan nilai modalnya.

Sedangkan beberapa negara lainnya mendefinisikan modal tidak hanya


meliputi nilai nominal saham biasa, tetapi juga tambahan modal disetor.
Dengan aturan negara semacam ini, dividen dapat dibayar maksimum sebesar
jumlah laba tahan, yaitu dari kas dengan membebankan pengurangan ini ke
akun laba ditahan.

b. Aturan Insolvensi.

Beberapa negara bagian melarang pembayaran dividen tunai jika


perusahaan mengalami insolvensi (insolvency). Insolvensi didefinisikan secara
hukum sebagai kewajiban total perusahaan yang melebihi aktivanya. Juga berarti
ketidakmampuan perusahaan untuk membayar para kreditornya ketika
kewajibannya jatuh tempo. Oleh karena kemampuan perusahaan membayar
kewajibannya tergantung pada likuiditas bukan pada modalnya, batasan
insolvensi yang dapat disamakan (secara teknis) memberikan para kreditor

c. Aturan Penahanan Laba yang berlebihan.

Meskipun penahanan (laba) yang berlebihan tidak memiliki definisi yang


jelas, biasanya dianggap berarti penahanan dalam jumlah yang jauh melebihi
kebutuhan investasi perusahaan untuk saat ini dan masa depan. IRC (internal
Revenue Code) melarang ini dengan tujuan untuk mencegah perusahaan
menahan laba demi menghindari pajak. Jika IRC dapat membuktikan adanya
penahanan laba tanpa alasan yang jelas, maka perusahaan dapat dikenakan tarif
pajak penalti atas akumulasi laba tersebut.

2) Kebutuhan Pendanaan Perusahaan.

Begitu batasan hukum untuk kebijakan dividen perusahaan telah


ditentukan, langkah berikutnya melibatkan penilaian kebutuhan pendanaan
perusahaan. Dalam hal ini, anggaran kas, laporan sumber dan penggunaan
dana yang diproyeksikan, serta perkiraan laporan arus kas akan digunakan.
Intinya adalah menentukan arus kas dan posisi kas perusahaan yang akan
terjadi di tengah ketiadaan perubahan kebijakan dividen.

3) Likuiditas.

Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak


keputusan dividen. Karena dividen menunjukkan arus kas keluar, semakin besar
posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan, maka semakin besar
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Perusahaan yang sedang
bertumbuh dan menguntungkan mungkin saja tidak likuid karena dananya
digunakan untuk aktiva tetap dan modal kerja permanen. Oleh karena pihak
manajemen di perusahaan semacam ini biasanya ingin mempertahankan
beberapa perlindungan likuiditas agar dapat memberikan fleksibilitas keuangan
dan perlindungan terhadap ketidakpastian, maka pihak manajemen mungkin
enggan untuk mempertahankan posisi ini dengan membayar dividen dalam
jumlah besar.

4) Kemampuan untuk Meminjam.

Selain posisi yang likuid, jika perusahaan memiliki kemampuan untuk


meminjam dalam jangka waktu yang relatif singkat, maka dapat dikatakan
perusahaan tersebut fleksibel secara keuangan. Kemampuan untuk meminjam
ini bisa dalam bentuk batas kredit atau perjanjian kredit bergulir dari suatu bank,
atau hanya berupa kesediaan informal dari suatu lembaga keuangan untuk
memberikan kredit. Semakin besar kemampuan perusahaan untuk meminjam,
maka akan semakin besar fleksibilitasnya untuk meminjam, dan semakin besar
pula kemampuannya untuk membayar dividen tunai. Dengan adanya akses
yang mudah ke dana utang, pihak manajemen tidak perlu terlalu khawatir
dengan pengaruh dividen tunai terhadap likuiditasnya.

5) Batasan-batasan dalam Kontrak Utang.

Syarat perjanjian utang (covenant) sebagai pelindung dalam kesepakatan


obligasi atau perjanjian pinjaman sering kali meliputi batasan untuk pembayaran
dividen. Batasan tersebut ditentukan oleh pihak pemberi pinjaman untuk
menjaga kemampuan perusahaan membayar utang. Biasanya syarat perjanjian
utang dinyatakan sebagai presentase maksimum laba ditahan kumulatif (yang
diinvestasikan kembali) dalam perusahaan.

Ketika larangan semacam ini diberlakukan, maka secara alami akan


mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan. Kadangkala pihak manajemen
perusahaan menyambut baik larangan dividen yang dibebankan oleh pemberi
pinjaman, karena pihak manajemen tidak perlu lagi menjustifikasi penahanan
laba kepada para pemegang sahamnya. Perusahaan hanya perlu menunjukkan
batasan tersebut.

6) Pengendalian.

Jika suatu perusahaan membayar dividen dalam jumlah yang cukup besar,
maka perusahaan perlu mengumpulkan modal di kemudian hari melalui
penjualan saham agar dapat membiayai berbagai peluang investasi yang
menguntungkan. Berdasarkan situasi semacam ini, pihak yang memiliki kendali
atas perusahaan dapat terdilusi jika pemegang saham mayoritas tidak dapat
memesan saham tambahan. Para pemegang saham ini mungkin lebih
menginginkan pembayaran dividen dalam jumlah rendah melakukan pendanaan
investasi melalui laba ditahan. Kebijakan semacam ini mungkin tidak akan
memaksimalkan kesejahteraan seluruh pemegang saham, tetapi tetap paling
menguntungkan bagi kepentingan para pemegang saham mayoritas.

Tipe tipe Kebijakan Dividen.

a. Kebijakan dividen dengan presentase tetap pembayaran dividen tunai


(constant payout ratio divident policy) adalah kebijakan dividen yang
didasarkan dengan presentase tertentu dari pendapatan. Rasio pembayaran
dividen adalah presentase dari setiap rupiah yang dihasilkan dibagikan kepada
pemilik dalam bentuk tunai, dihitung dengan membagi dividen kas per saham
dengan laba per saham. Jumlah pembayaran dividen dengan presentase tetap
dari EPS akan mempengaruhi posisi harga saham di pasar. Pada saat laba
menurun, pembayaran dividen juga menurun, dan hal ini akan menyebabkan
harga saham menurun.

b. Kebijakan dividen biasa atau stabil (reguler dividen policy) adalah


kebijakan dividen yang didasarkan atas pembayaran dividen dengan rupiah yang
tetap dalam satu periode. Seringkali kebijakan ini digunakan dengan memakai
target rasio pembayaran dividen, dimana perusahaan mencoba membayar
dividen dalam persentase tertentu seperti dividen yang dinyatakan dalam rupiah
serta disesuaikan terhadap target pembayaran yang membuktikan terjadinya
peningkatan hasil. Kebijakan ini meniadakan keragu-raguan investor atau
pemegang saham sekaligus menginformasikan bahwa perusahaan dalam
keadaan baik dan lancar. Dengan kebijakan ini pembayaran dividen persaham
hampir tidak pernah turun.

c. Kebijakan dividen rendah plus ekstra (low regular an extra


dividend policy). Menurut kebijakan ini perusahaan membayar dividen tunai
secara rutin setiap periode dalam jumlah yang tetap dan rendah, jika laba
perusahaan periode yang bersangkutan sangat baik maka jumlah pembayaran
tetap tersebut akan ditambah pembayaran dividen ekstra. Dengan jumlah
pembayaran reguler atau biasa yang tetap ini menjamin kepastian bagi pemilik
saham dan arena jumlahnya rendah, hal ini juga akan menentramkan
perusahaan. Bila ada laba yang sangat bagus perusahaan akan membayarkan
ekstra dividen bagi pemegang saham. Pembayaran ekstra ini akan disambut
baik oleh pasar dan akan menaikkan harga saham.

d. Kebijakan dividen yang fleksibel. Perusahaan menetapkan besarnya


dividen payout ratio setiap tahun disesuaikan dengan posisi finansial dan
kebijakan finansial.

e. Kebijakan dividen residu. Kebijakan ini untuk menahan laba untuk


membelanjai kesempatan-kesempatan investasi yang memenuhi
persyaratan. Dividen ini untuk menahan laba guna membelanjai kesempatan-
kesempatan investasi yang memenuhi persyaratan. Dividen baru dibayarkan,
jika ada sisa laba setelah semua kesempatan investasi yang memenuhi
persyaratan dibelanjai. Hal yang mendasari kebijakan ini adalah bahwa para
investor lebih senang jika perusahaan menahan laba dan menginvestasikannya
kembali daripada

Bentuk dari Kebijakan Dividen.

a. Dividen Saham (Stock Dividend)

Stock dividen adalah pembayaran tambahan saham (dividen dalam bentuk


saham) kepada pemegang saham. Stock dividen tidak lebih dari penyusunan
kembali modal perusahaan (rekapitalisasi perusahaan), sedangkan proporsi
kepemilikan tidak mengalami perubahan. Sebagai contoh misalkan PT. X memiliki
struktur modal sebagai berikut :

Kemudian perusahaan menentukan stock dividen sebesar 5% maka akan ada


tambahan saham sebesar 5% x 600.000 lembar atau sebesar 30.000 lembar.
Dengan demikian untuk setiap 20 lembar saham akan mendapat tambahan satu
lembar saham baru. Apabila harga pasar saham adalah Rp 10.000,- Maka setelah
stock dividen neraca perusahaan akan menjadi :

Karena ada stock dividen Rp 10.000,- x 30.000 lembar = Rp 300.000.000,-


ditransfer dari laba ditahan ke dalam saham biasa dan capital surplus. Karena
nilai nominalnya sama, kenaikan jumlah lembar saham tercermin dalam
kenaikan saham biasa sebesar Rp 5.000,- x 30.000 lembar = Rp 150.000.000,-
Sedangkan sisanya Rp 150.000.000,-

dimasukkan dalam capital surplus, dengan demikian modal sendiri tidak


mengalami perubahan.

Bagi investor, dengan adanya stock dividen ini maka ia tidak memperoleh
apa apa kecuali tambahan saham. Demikian juga proporsi kepemilikan juga
tidak mengalami perubahan. Apabila faktor lain tetap, maka penambahan jumlah
lembar saham yang beredar akan mengakibatkan harga pasar saham akan
turun, sehingga nilai keseluruhan bagi investor tidak mengalami perubahan.

Misalkan seorang investor semula memiliki 100 lembar saham, harga


pasarnya Rp 10.000,- maka nilai keseluruhan saham yang dimiliki adalah Rp
1.000.000,-. Setelah stock dividen maka nilai pasar akan turun sebesar Rp
10.000,-(1-100/105) = Rp 476,19. Dengan demikian nilai keseluruhan saham
yang dimiliki adalah 105 x (Rp 10.000,- - Rp 476,19) = Rp 1.000.000,- Oleh
karena itu stock dividen tidak memberikan pengaruh bagi kemakmuran
pemegang saham.

Bagi investor apabila memerlukan dana dapat menjual tambahan saham


yang diperolehnya, dan seolah-olah saham yang dimiliki tidak berkurang. Stock
dividen baru akan meningkatkan kemakmuran pemegang saham apabila
perusahaan juga membayar dividen dalam bentuk kas. Sehingga pemegang
saham selain mendapat tambahan lembar saham juga tetap mendapatkan cash
dividen.

Tujuan perusahaan memberikan stock dividen adalah untuk menghemat kas


karena ada kesempatan investasi yang lebih menguntungkan, namun hal ini
akan mengakibatkan kekecewaan pemegang saham. Maka diperlukan informasi
yang benar kepada pemegang saham, akan adanya kesempatan investasi di
masa datang. Kebijakan stock dividen yang tidak dapat dibenarkan apabila stock
dividen dipergunakan untuk mengatasi kesulitan finansial, karena perusahaan
tidak dapt memanipulasi investor yang akibatnya harga saham akan turun.
Masalahnya yang penting adalah menyangkut biaya emisi saham yang mahal
sehingga stock dividen perlu pertimbangan yang matang.

a. Pemecahan Saham (Stock Splits).

Stock splits adalah perubahan nilai nominal per lembar saham dan
perubahan jumlah saham yang beredar, sesuai faktor pemecahnya. Dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu pemecahan nilai nominal saham kedalam nilai nominal
yang lebih kecil (split up) dan peningkatan nilai nominal saham (split down).
Dengan demikian jumlah lembar saham yang beredar akan meningkat
proporsional dengan penurunan nilai nominal saham (split up), atau sebaliknya
(split down). Tujuan stock split adalah untuk menempatkan harga pasar saham
dalam trading range tertentu.

Misalkan PT. X menentukan stock splits dari 1( satu) lembar saham menjadi
2 (dua) lembar saham.

Setelah stock split, maka nilai nominal saham berkurang dari Rp 5.000,- per
lembar menjadi Rp 2.500,-. Tetapi saham biasa capital surplus dan laba ditahan
tidak mengalami perubahan. Investor yang semula memiliki 100 lembar saham
setelah stock split jumlah lembar saham yang dimiliki akan menjadi 200 lembar,
meskipun total nilainya tidak mengalami perubahan.

Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham kedalam nominal yang
lebih kecil. Dengan demikian jumlah lembar saham yang beredar akan
meningkat melalui penurunan secara proporsional atas nilai nominal saham.
Tujuannya adalah untuk menempatkan harga pasar saham dalam kisaran
perdagangan tertentu yang lebih diminati) , sehingga (diharapkan) akan menarik
lebih banyak pembeli.

a. Pembelian Kembali Saham (Repurchase of Stock).

Perusahaan sering harus melakukan pembelian kembali saham perusahaan


karena perusahaan memiliki kelebihan kas, dan tidak ada kesempatan investasi
yang menguntungkan. Alasan lain mungkin karena perusahaan akan melakukan
penggabungan usaha dengan perusahaan lain. Dalam kondisi tidak ada
kesempatan investasi yang menguntungkan, maka pemberian dividen atau
pembelian saham tidak ada pajak dan biaya transaksi, bagi investor akan sama
saja. Dengan pembelian kembali maka jumlah lembar saham yang beredar akan
berkurang dan dividen perlembar saham akan lebih besar akhirnya harga pasar
saham akan meningkat.

Misalkan PT. X memiliki laba dan harga pasar saham sebagai berikut :

Misalkan perusahaan akan membagikan keuntungan sebesar Rp


20.000.000,- sebagai pembayaran dividen dan pembelian kembali saham
perusahaan. Maka dividen per lembar saham perusahaan menjadi Rp
20.000.000,-/500.000 = Rp 40,-. Dengan demikian investor berharap nilai
saham sebelum dividen dibayarkan adalah sebesar Rp 1.000,-. Misalkan
perusahaan akan membeli saham, dengan dana Rp 20.000.000,- maka akan
dapat dibeli saham sebanyak Rp 20.000.000,-/Rp1.000,- = 20.000 saham.
Dengan demikian jumlah lembar saham yang beredar menjadi 480.000 lembar.
Jadi keuntungan perlembar saham menjadi sebesar Rp 40.000.000,- /480.000 =
Rp 83,33.

Apabila price earning ratio perusahaan tidak berubah sebesar 12 kali, maka
harga pasar saham secara keseluruhan tidak mengalami perubahan yakni
sebesar Rp 83,33 x 12 = Rp 1.000,- Dengan demikian yang diterima investor
baik lewat pembagian dividen maupun pembelian kembali adalah sama sebesar
Rp 40,-.
Untuk melakukan pembelian kembali ini dapat dilakukan dengan dua cara.
Yang pertama perusahaan memberikan penawaran atau membeli langsung
dipasar. Dengan tender penawaran perusahaan membuat penawaran formal
kepada pemegang saham untuk membeli sejumlah sahamnya pada tingkat
harga tertentu. Harga itu biasanya sedikit di atas harga pasar saat ini, kemudian
pemegang saham dapat mengumpulkan sahamnya untuk kemudian dibeli
perusahaan. Cara lain adalah dengan membeli langsung di pasar modal dalam
hal ini peran pialang, broker akan membantu. Sebagai imbalannya perusahaan
memberikan fee sebesar presentase tertentu. Sebelum perusahaan melakukan
pembelian saham sebaiknya perusahaan memberikan informasi terlebih dahulu
kepada pemegang saham mengenai tujuan dan alasan diadakannya pembelian
kembali saham perusahaan.

PEMBAHASAN

Bentuk-bentuk Dividen sebagai bagian dari Kebijakan Deviden.

Nilai Stock dividend dan Stock Split bagi investor.

Secara teoritis, dividen saham atau pemecahan saham bukanlah hal yang
memiliki nilai bagi para investor. Mereka menerima kepemilikan tambahan
saham biasa, tetapi porsi kepemilikan mereka atas perusahaan tidak berubah.
Harga pasar saham akan menurun secara proporsional, hingga nilai total saham
yang dimiliki tiap pemegang saham akan tetap sama.

Sebagai contoh stock dividend, diasumsikan sebagai berikut :

Sesudah adanya dividen saham sebesar 5%, harga saham akan turun
menjadi Rp.4.760, tetapi nilai total kepemilikan saham masih tetap
Rp.3.000.000.000 seperti berikut :
Berdasarkan kondisi ini, dividen saham tidak mewakili hal yang bernilai
bagi investor. Mereka hanya memiliki lebih banyak lembar saham yang
membuktikan tingkat kepemilikan yang sama. Secara teoritis, dividen saham
atau pemecahan saham murni merupakan perubahan yang bersifat pelengkap
saja.

Jika investor berkeinginan menjual beberapa lembar saham untuk


mendapatkan penghasilan, dividen saham/pemecahan saham akan membuatnya
lebih mudah melakukan hal tersebut. Tanpa dividen saham/pemecahan saham,
pemegang saham juga dapat menjual beberapa lembar saham yang awalnya
mereka miliki untuk mendapatkan penghasilan. Dalam situasi manapun,
penjualan saham mewakili penjualan pokok sekuritas dan dikenai pajak atas
keuntungan modal. Mungkin saja investor tertentu tidak memandang penjualan
saham tambahan yang merupakan hasil dari dividen saham/pemecahan saham
sebagai penjualan pokok. Bagi mereka, dividen saham/pemecahan saham
merupakan keuntungan yang rutin. Mereka dapat menjual saham tambahan dan
tetap mempertahankan kepemilikan awalnya. Dividen saham/pemecahan
saham dapat memiliki pengaruh yang menguntungkan terhadap para pemegang
saham ini.

Repurchase of Stock sebagai bagian dari Kebijakan Dividen.

Jika perusahaan memiliki kelebihan kas dan tidak cukup banyak peluang
investasi yang menguntungkan untuk mendukung penggunaan dana ini,
mungkin pemegang saham memang ingin agar dana ini didistribusikan.
Distribusi ini dapat diwujudkan baik dengan pembelian kembali saham atau
dengan membayarkan dana dalam bentuk kenaikan deviden. Jika tidak terdapat
pajak penghasilan perorangan dan biaya transaksi, kedua alternatif tersebut
seharusnya secara teoritis tidak menimbulkan perbedaan bagi pemegang
saham.

Dengan pembelian kembali, akan lebih sedikit saham yang beredar, dan
laba per lembar saham, serta pada akhirnya, dividen per saham akan naik.
Akibatnya, harga per lembar saham akan naik juga. Secara teoritis, keuntungan
modal dari pembelian kembali haruslah sama dengan dengan dividen yang
seharusnya dibayar.

Anggapan bahwa pembelian kembali saham sebagai keputusan investasi


bukan keputusan pendanaan, adalah benar meskipun saham yang diperoleh
kembali tidak memberikan imbal hasil harapan seperti yang diberikan oleh
investasi lainnya. Tidak ada perusahaan yang dapat bertahan dengan hanya
berinvestasi pada sahamnya sendiri. keputusan membeli kembali saham harus
melibatkan distribusi kelebihan dana ketika peluang investasi perusahaan
tidaklah cukup menaqrik untuk menjamin penggunaan dana tersebut, baik saat
ini maupun di masa depan. Jadi pembelian kembali saham tidak dapat benar-
benar diperlakukan sebagai keputusan investasi sebagaimana definisi yang
diberikan, tetapi sebagai suatu jenis keputusan pendanaan yang memiliki
motivasi terkait dengan struktur modal atau kebijakan deviden

a. Keuntungan stock repuchase bagi pemegang saham :

1) Stock repuchase sering di pandang sebagai tanda positif bagi investor


karena pada umumnya stock repuchase dilakukan jika perusahaan merasa
bahwa saham undervalued .

2) Stock repuchase mengurangi jumlah saham yang beredar dipasar.


Setelah stock repuchase ada kemungkinan harga saham naik.

b. Kerugian bagi pemegang saham :

1). Perusahaan membeli kembali saham dengan harga yang terlalu tinggi
sehingga merugikan pemegang saham yang tidak menjual kembali
sahamnya.
2). Keuntungan stock repuchase dalam bentuk capital gains, padahal sebagian
investor menyukai dividen.

c. Keuntungan bagi perusahaan :

1). Menghindari kenaikan dividen. Jika dividen naik terlalu tinggi dikhawatirkan
di masa mendatang perusahaan terpaksa membagi dividen yang lebih kecil
( pada masa sulit atau banyak kebutuhan dana investasi ) yang dapat
memberi petanda negatif. Stoc repuchase merupakan alternatif yang baik
untuk mendistribusikan penghasilan yang diatas normal ( extraordinary
earnings ) kepada pemegang saham.

2). Dapat digunakan sebagai strategi untuk mengacau usaha pengambil


alihan perusahaan ( yang biasanya dilakukan dengan cara membeli saham
sebanyak b anyaknya hingga mencapai jumlah saham mayoritas ) Stock
repuchase dapat menggalkan usaha ini.

3). Mengubah struktur modal perusahaan. Misalnya, perusahaan ingin


meningkatkan rasio hutang dengan cara menggunakan hutang baru untuk
membeli kembali saham yang beredar.

4). Saham yang ditarik kembali dapat dijual kembali ke pasar jika
perusahaan membutuhkan tambahan dana.

d. Kerugian bagi perusahaan adalah :

1). Dapat merusak image perusahaan karena sebagian investor merasa


bahwa stock repuchase merupakan indikator bahwa manajemen
perusahaan tidak mempunyai proyek proyek baru yang baik. Namun
demikian, jika perusahaan benar benar tidak memiliki kesempatan
investasi yug baik, ia memang sebaiknya mendistribusikan dana kembali
kepada pemegang saham. Tidak banyak bukti empiris yang mendukung
alasan ini.
2) Setelah stock repuchase, pasar mungkin merasa bahwa risiko
perusahaan meningkat sehingga dapat menurunkan harga saham.

Read more: http://iamluckyone.blogspot.com/2011/05/kebijakan-


dividen.html#ixzz4bbeR6oPE
Kebijakan Dividen
Menurut Aharony dan Swary (1980) dalam Nurhidayati (2006) mengemukakan bahwa
informasi yang diberikan pada saat pengumuman dividen lebih berarti daripada
pengumuman earning. Bagi para investor, dividen merupakan hasil yang diperoleh dari saham yang
dimiliki, selain capital gain yang didapat apabila harga jual saham lebih tinggi dibanding harga
belinya. Dividen tersebut didapat dari perusahaan sebagai distribusi yang dihasilkan dari operasi
perusahaan.

The dividend should be distributed to the shareholders in order to maximize their wealth as
they have invested their money in the expectation of being made better off financially (Prasanna
Chandra;1997 dalam Azhagaiah dan Sabari:181).

Kebijakan dividen menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000:253) merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakn dividen (dividend policy)
merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada
pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna
pembiayaan investasi di masa yang akan datang.

Kebijakan dividen menurut Gitman (2000) dalam Lani Siaputra (2005:72) adalah rencana
tindakan yang harus diikuti dalam membuat keputusan dividen.

Menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M. (2002:305), perusahaan akan tumbuh dan berkembang,
kemudian pada waktunya akan memperoleh keuntungan atau laba. Laba ini terdiri dari laba yang
ditahan dan laba yang dibagikan.Pada tahap selanjutnya laba yang ditahan merupakan salah satu
sumber dana yang paling penting untuk pembiayaan pertumbuhan perusahaan. Makin besar
pembiayaan perusahaan yang berasal dari: laba yang ditahan di tambah penyusutan aktiva
tetap, maka makin kuat posisi finansial perusahaan tersebut. Dari seluruh laba yang diperoleh
perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen. Mengenai penentuan
besarnya dividen yang akan dibandingkan itulah yang merupakan kebijakan dividen dari pimpinan
perusahaan.

Menurut James C. Van Horne (2002), evaluasi pengaruh rasio pembayaran dividen terhadap
kekayaan pemegang saham dapat dilakukan dengan melihat kebijakan dividen perusahaan sebagai
keputusan pendanaan yang melibatkan laba di tahan. Setiap periode, perusahaan harus memutuskan
apakah laba yang diperoleh akan ditahan atau didistribusikan sebagian atau seluruhnya pada
pemegang saham sebagai dividen. Sepanjang perusahaan memiliki proyek investasi dengan
pengembalian melebihi yang diminta, perusahaan akan menggunakan laba untuk mendanai proyek
tersebut. Jika terdapat kelebihan laba setelah digunakan untuk mendanai seluruh kesempatan
investasi yang diterima, kelebihan itu akan di distribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk
dividen kas. Jika tidak ada kelebihan, maka dividen tidak akan di bagikan.

Kebijakan dividen dalam Werner R.Murhadi (2008:4) merupakan suatu kebijakan yang
dilakukan dengan pengeluaran biaya yang cukup mahal, karena perusahaan harus menyediakan
dana dalam jumlah besar untuk keperluan pembayaran dividen. Perusahaan umumnya melakukan
pembayaran dividen yang stabil dan menolak untuk mengurangi pembayaran dividen. Hanya
perusahaan dengan tingkat kemampuan laba yang tinggi dan prospek ke depan yang cerah, yang
mampu untuk membagikan dividen. Banyak perusahaan yang selalu mengkomunikasikan bahwa
perusahaannya memiliki prospektif dan menghadapi masalah keuangan sudah tentu akan kesulitan
untuk membayar dividen. Hal ini berdampak pada perusahaan yang membagikan dividen,
memberikan tanda pada pasar bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek kedepan yang cerah
dan mampu untuk mempertahankan tingkat kebijakan dividen yang telah ditetapkan pada periode
sebelumnya. Perusahaan dengan prospek ke depan yang cerah, akan memiliki harga saham yang
semakin tinggi.

Dividend is the share of a company's net profits distributed by the company to a class of its
stockholders. The dividend is paid in a fixed amount for each share of stock held. Although most
companies make quarterly payments in cash (checks), dividends also may be in the form of property,
scrip, or stock (Farlex Financial Dictionary,2009).

Dividend Policy is the amount of a dividend that a publicly-traded company decides to pay out
to shareholders. The dividend policy may change from time to time. Factors affecting a dividend
policy include the company's earnings for the relevant period and its expected performance in the
near future. Many companies, especially startups, have a rather stingy dividend policy because
they plow back much of their earnings into further development. Established companies, such as blue
chips, tend to have relatively liberal dividend policies. However, some research, notably Miller and
Modigliani's irrelevance proposition, suggests that a company's dividend policy does not impact its
performance in any way. See also: Dividend clientele, Signaling approach (Farlex Financial
Dictionary,2009).

Pengumuman dividen merupakan salah satu informasi yang akan direspon oleh pasar.
Menurut Arifin (1993) dalam Nurhidayati (2006:24), pengumuman dividen dan pengumuman laba
pada periode sebelumnya adalah dua jenis pengumuman yang paling sering digunakan oleh para
manajer untuk menginformasikan prestasi dan prospek perusahaan.

Menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000:255-256) sejauh ini pembahasan dividen hanya
menyangkut aspek-aspek teoritis dari kebijakan dividen. Namun, ketika perusahaan menetapkan
suatu kebijakan dan memperhatikan sejumlah hal, pertimbangan-pertimbangan ini harus dikaitkan
kembali ke teori pembayaran dividen dan penilaian perusahaan. Beberapa pertimbangan manajer
dalam pembayaran dividen antara lain:
1. Kebutuhan dana bagi perusahaan

Semakin besar kebutuhan dana perusahaan berarti semakin kecil kemampuan untuk membayar
dividen. Penghasilan perusahaan akan digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi dananya baru
sisanya untuk pembayaran dividen.

2. Likuiditas perusahaan

Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan dividen. Karena
dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas
perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Apabila
manajemen ingin memelihara likuiditas dalam mengantisipasi adanya ketidakpastian dan agar
mempunyai fleksibilitas keuangan, kemungkinan perusahaan tidak akan membayar dividen dalam
jumlah yang besar.

3. Kemampuan untuk meminjam

Posisi likuiditas bukanlah satu-satunya cara untuk menunjukkan fleksibilitas dan perlindungan
terhadap ketidakpastian. Apabila perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
mendapatkan pinjaman, hal ini merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga kemampuan
untuk membayar dividen juga tinggi. Jika perusahaan memerlukan pendanaan melalui hutang,
manajemen tidak perlu mengkhawatirkan pengaruh dividen kas terhadap likuiditas perusahaan.

4. Pembatasan-pembatasan dalam perjanjian hutang

Ketentuan perlindungan dalam suatu perjanjian hutang sering mencantumkan pembatasan terhadap
pembayaran dividen. Pembatasan ini digunakan oleh para kreditur untuk menjaga kemampuan
perusahaan tersebut membayar hutangnya. Biasanya, pembatasan ini dinyatakan dalam persentase
maksimum dari laba kumulatif. Apabila pembatasan ini dilakukan, maka manajemn perusahaan dapat
menyambut baik pembatasan dividen yang dikenakan para kreditur, karena dengan demikian
manajemen tidak harus mempertanggungjawabkan penahanan laba kepada para pemegang saham.
Manajemen hanya perlu mentaati pembatasan tersebut.

5. Pengendalian perusahaan

Apabila suatu perusahaan membayar dividen yang sangat besar, maka perusahaan mungkin
menaikkan modal di waktu yang akan datang melalui penjualan sahamnya untuk membiayai
kesempatan investasi yang menguntungkan.

Dividen diumumkan secara priodik oleh dewan direktur. Biasanya tiap setengah tahun atau
tiap satu tahun. Pembayaran dividen menjadi sulit karena komposisi pemegang saham berubah-
ubah. Pengukuran jual-beli saham sangat cepat berubah-ubah. Karena cepatnya perpindahan
pemegang saham maka sulit untuk dipantau daftar pemegang saham. Dividen mengkin dapat
diberikan kepada pemegang saham baru lima hari kerja setelah pembelian saham (Sunariyah, 2004).
Sedangkan beberapa faktor yang menentukan dan mempengaruhi dalam pembuatan
kebijakan dividen menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M.(2002) antara lain:

1. Posisi likuiditas perusahaan.

Makin kuat posisi likuiditas perusahaan makin besar dividen yang dibayarkan.

2. Kebutuhan dana untuk membayar hutang.

Apabila sebagian besar laba digunakan untuk membayar hutang maka sisanya yang digunakan untuk
membayar dividen makin kecil

3. Rencana perluasan usaha.

Makin besar perluasan usaha perusahaan, makin berkurang dana yang dapat dibayarkan untuk
dividen.

4. Pengawasan terhadap perusahaan.

Kebijakan pembiayaan: untuk ekspansi dibiayai dengan dana dari sumber intern antara lain: laba.
Dengan pertimbangan: apabila dibiayai dengan penjualan saham baru ini akan melemahkan kontrol
dari kelompok pemegang saham dominan. Karena suara pemegang saham mayoritas berkurang.

Menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam kebijakan dividen adalah:
1. Undang-Undang (UU)
Undang-Undang menentukan bahwa dividen harus dibayar dari laba, baik laba tahun berjalan
maupun laba tahun lalu yang ada dalam pos laba ditahan dalam neraca.

2. Posisi likuiditas

Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam aktiva yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Laba
ditahan dari yahun-tahun lalu sudah diinvestasikan pada pabrik, peralatan, persediaan, dan aktiva
lainnya; laba tersebut tidak di simpan dalam bentuk kas.

3. Kebutuhan untuk melunasi hutang

Apabila perusahaan mengambil hutang untuk membiayai ekspansi atau untuk mengganti jenis
pembiayaan yang lain, perusahaan tersebut menghadapi dua pilihan. Perusahaan dapat membayar
hutang itu pada soal jatuh tempo dan menggantikannya dengan jenis surat berharga yang lain.

4. Tingkat laba

Tingkat hasil pengembalian atas aktiva yang diharapkan akan menentukan pilihan relatif untuk
membayar laba tersebut dalam bentuk dividen pada pemegang saham atau menggunakannya di
perusahaan tersebut.

Hal yang paling penting dari kebijakan dividen adalah apakah memungkinkan untuk
mempengaruhi kekayaan pemegang saham dengan mengubah rasio pembayaran dividen, yaitu
kebijakan dividen (J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998:105).
Beberapa teori kebijakan dividen yang di kemukakan oleh Dr.Dermawan Sjahrial, M.M. (2002)
antara lain:

1. Teori dividen tidak relevan dari Modigliani dan Miller

Asumsi-asumsi pendapat ini lemah:

a. Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional. Kenyataannya sulit ditemui pasar
modal yang sempurna.

b. Tidak ada biaya emisi saham baru, kenyataannya biaya emisi saham baru (flotation cost) itu masih
ada.

c. Tidak ada pajak, kenyataannya pajak pasti ada.

d. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah, prakteknya kebijakan investasi perusahaan pasti
berubah.
Beberapa ahli menentang pendapat Modigliani dan Miller mengenai dividen tidak relevan dengan
menunjukkan bahwa adanya: biaya emisi saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan.
Perusahaan lebih suka menggunakan laba ditahan daripada menerbitkan saham baru. Ada
kemungkinan laba ditahan tidak cukup besar sehingga perusahaan harus menerbitkan saham baru.
Semakin besar target laba ditahan, semakin kecil kemungkinan perusahaan menerbitkan saham
baru. Karena biaya modal sendiri ditentukan oleh besar-kecilnya laba ditahan yang ditentukan dividen
(Dr.Dermawan Sjahrial, M.M.,2002: 312-313).

2. Teori the bird in the hand

Gordon dan Lintner menyatakan bahwa, biaya modal sendiri (K s) perusahaan akan naik jika Dividend
Payout Ratio (DPR) rendah karena investor lebih suka menerima dividen dibanding capital gain.
Karena dividend yield lebih pasti.

Menurut Modigliani dan Miller pendapat Gordon dan Lintner merupakan suatu kesalahan, karena
akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama
atau perusahaan yang memiliki resiko yang hampir sama.

3. Teori perbedaan pajak

Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy. Karena adanya pajak terhadap dividen dan
capital gain, para investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak.

4. Teori signaling hypothesis

Menyatakan bahwa, jika ada kenaikan dividen sering kali diikuti dengan kenaikan harga saham.
Demikian pula sebaliknya. Menurut Modigliani dan Miller kenaikan dividen biasanya merupakan
suatu signal (tanda) kepada para investor, bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu
penghasilan yang baik di masa mendatang. Sebaliknya, suatu penuruna dividen atau kenaikan
dividen yang dibawah normal (dari biasanya) diyakini investor sebagai pertanda bahwa perusahaan
menghadapi masa sulit diwaktu mendatang.

Dividend signaling theory pertama kali dicetuskan oleh Bhattacharya (1979). Dividend signaling
theory mendasari dugaan bahwa pengumuman perubahan cash dividend mempunyai kandungan
informasi yang mengakibatkan munculnya reaksi harga saham. Teori ini menjelaskan bahwa
informasi tentang cash dividend yang dibayarkan dianggap investor sebagai sinyal prospek
perusahaan di masa mendatang. Adanya anggapan ini disebabkan terjadinya asymetric
information antara manajer dan investor, sehingga para investor menggunakan kebijakan dividen
sebagai sinyal tentang prospek perusahaan. Apabila terjadi peningkatan dividen akan dianggap
sebagai sinyal positif yang berarti perusahaan mempunyai prospek yang baik, sehingga menimbulkan
reaksi harga saham yang positif. Sebaliknya, jika terjadi penurunan dividen akan dianggap sebagai
sinyal negatif yang berarti perusahaan mempunyai prospek yang tidak begitu baik, sehingga
menimbulkan reaksi harga saham yang negatif (Suluh Pramastuti,2007:8).
5. Teori clientele effect

Kelompok (Clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda

terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan


penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio (DPR) yang tinggi.

Jika ada perbedaan pajak bagi individu dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih

senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Dengan demikian, maka kelompok pemegang
saham yang dikenakan pajak lebih tinggi menyukai capital gain.

Ada beberapa bentuk pemberian dividen secara tunai atau cash dividend yang diberikan oleh
perusahaan kepada pemegang saham. Berikut ini beberapa bentuk kebijakan dividen menurut
Sutrisno (2003) adalah:

1) Kebijakan pemberian dividen stabil

Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini artinya dividen akan diberikan secara tetap perlembarnya
untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini
dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan
peningkatannya baik dan stabil, maka deviden juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya
dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan
oleh perusahaan, karena beberapa alasan yakni (1) bisa meningkatkan harga saham, sebab dividen
yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai resiko yang kecil, (2) bisa memberikan kesan
kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang,
(3) akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen
selalu dibayarkan.

2) Kebijakan deviden yang meningkat

Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan
jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.

3) Kebijakan dividen dengan rasio yang kostan

Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh
perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian
pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan sering
disebut dividend payout ratio (DPR).

4) Kebijakan pemberian dividen regular yang rendah ditambah ekstra

Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen
per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividend bila keuntungannya
mencapai jumlah tertentu.

Kebijakan dividen stabil menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M.(2002: 317) adalah jumlah
dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif lengkap selama jangka waktu tertentu
meskipun laba per lembar saham per tahunnya berfluktuatif.
Menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M., (2002) alasan-alasan dilaksanakannya kebijakan
pembayaran dividen stabil adalah:

1. Memberikan penjelasan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di
masa-masa mendatang.

2. Banyak pemegang saham yang hidup dari pendapatan yang diterima dari dividen.

3. Pada banyak Negara dalam ketentuan pasar modalnya, hanya diijinkan menanamkan dananya
dalam saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menjalankan kebijakan pembayaran
dividen yang stabil.

Dari uraian tersebut, ternyata kebijakan dividen tersebut menimbulkan dua akibat yang
bertentangan, oleh karena itu penentuan besarnya dividen yang dibagikan kepada pemegang saham
menjadi sangat penting dan merupakan tugas manajer keuangan yang harus mampu menentukan
kebijakan yang akan menyeimbangkan dividen saat ini dan tingkat pertumbuhan dividen di masa
yang akan datang agar memaksimumkan harga saham.

Dividen dipengaruhi oleh banyak variabel. Contoh, arus kas dan kebutuhan investasi suatu
perusahaan mungkin berubah-ubah dengan cepat sehingga sulit untuk menentukan jumlah dividen
tetap yang tinggi. Di pihak lain, perusahaan mungkin menginginkan pembayaran dividen yang tinggi
untuk menyalurkan dana yang tidak di butuhkan untuk investasi (J. Fred Weston dan Thomas E.
Copeland (1998)

Hubungan positif antara kebijakan pembayaran dividen dan pergerakan harga saham telah
didokumentasikan oleh beberapa peneliti. Studi klasik yang dilakukan oleh Linter (1956) dalam
Werner R. Murhadi (2008) memperoleh hasil :

1) Perusahaan lebih menekankan pembayaran dividen yang stabil, dan


2) Earning merupakan faktor penentu utama dalam kebijakan dividen.
Penulis : Muslim Kabo
KEBIJAKAN DIVIDEN

Kebijakan deviden menyangkut tiga masalah :

1. Seberapa banyak laba yang harus dibagikan secara rata rata selama jangka waktu
tertentu?

2. Apakah pembagian itu sebaiknya dalam dividen tunai atau pembelian kembali?

3. Apakah perusahaan sebaiknya mempertahankan tingkat pertumbuhan dividen yang stabil?

Dalam menentukan jumlah kas yang akan dibagikan pada pemegang saham, manajer keuangan
harus ingat bahwa tujuan perusahaan adalah memaksimalkan pemegang saham sehingga Rasio
Pembayaran yang Ditargetkan (target payout ratio) yang didefinisikan sebagai presentase dari laba
bersih yang harus dibayarkan sebagai dividen tunai dan sebagian besar harus didasarkan pada
prefensi investor atas dividen lawan keuntungan modal. Prefensi ini dapat dipertimbangkan dalam
pengertian model penilaian saham dengan pertumbuhann konstan :

D1

P0

Ks - g

Jika perusahaan menaikkan rasio pembagian D1 akan naik. Kenaikan dalam pembilang ini saja akan
mengakibatkan harga saham naik. Namun jika dividen tunai meningkat, makin sedikit dana yang setia
untuk reinvestasi, sehingga tingkat pertumbuhan yang diharapkan akan rendah untuk masa
mendatang dan akan menekan harga saham.

Dengan demikian Kebijakan dividen yang optimal dalam perusahaan adalah kebijakan yang
menciptakan keseimbangan di antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang yang
memaksimumkan harga saham.

TEORI KEBIJAKAN DIVIDEN

A. Kebijakan Dividen Tanpa Pajak


Asumsi: (1) perusahaan tidak mempunyai hutang, (2) tidak ada pajak, (3) arus kas operasi (NOI (t))
dan rencana investasi (I(t)) sama, maka tingkat pengembalian dalam satu periode, k u, untuk saham
adalah:

di(t+1) + pi(t+1) pi(t)

Ku(t+1)=

pi(t)

dimana,

ku(t+1) = biaya modal untuk suatu perusahaan unlevered pada periode t

di(t+1) = dividen per saham yang dibayarkan pada akhir periode i

pi(t+1) = harga per saham pada akhir periode t

pi(t) = harga per saham pada permulaan periode t

B. Kebijakan Dividen yang Terkena Pajak

Diperkirakan ada tiga jenis tarif pajak: (1)tarif pajak proposional (T c), (2) tarif pajak penghasilan
pribadi dari obligasi, dividen, dan upah (T p), dan (3) pajak keuntungan modal (Tg)
Sepanjang ( Tp>Tg ), maka pemegang saham akan lebih menyukai perusahaan yang tidak
membayarkan dividen. Mereka akan lebih untung jika dana tetap pada perusahaan atau dibayarkan
melalui pembelian kembali saham yang beredar. Dengan demikian mereka membayar pajak atas
keuntungan modal, yang lebih rendah daripada pajak pemghasilan biasa.
Kasus 1. jika perusahaan membayar semua arus kasnya sebagai dividen, pemegang saham ke-i
akan menerima sesudah pajak, Ydi:

Ydi = [(NOI rDc) (1-Tc) rDpi] (1-Tpi)


Dimana,

Ydi = arus penghasilan sesudah pajak

NOI = arus operasi perusahaan

r = suku bunga pinjaman

Dc = hutang perusahaan

Dpi = hutang pribadi individu

Kasus 2. jika perusahaan tidak membayar ividen, diasumsikan semua keuntungan modal dinikmati
oleh penanam modal dan terkena tarif pajak keuntungan modal, maka:

Ygi = (NOI rDc) (1 - Tc) (1 Tgi) rDpi (1 Tpi)

Dimana, Tgi = tarif pajak keuntungan modal

TIGA TEORI PREFENSI INVESTOR

Teori Ketidakrelevanan Dividen

Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh

terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya.

Pendukung utama teori ini adalah Merton Milller dan Franco Mondigliani (MM). Mereka
berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan kemampuan dasarnya untuk
menghasilkan laba dan resiko bisnisnya.
Sebagai contoh, jika suatu perusahaan tidak membayar dividen , seorang pemegang saham yang
menginginkan deviden sebesar 5% akan dapat menciptakannya sendiri dengan cara menjual 5%
sahamnya, sebaliknya jika perusahaan membayar deviden lebih besar dari yang diinginkan investor,
ia akan menggunakannya untuk membeli lebih banyak saham perusahaan.

Teori Bird in the Hand


Teori ini menyatakan bahwa nilai perusahaan akan dimaksimalkan dengan menentukan rasio
pembagian dividen yang tinggi.
Pendapat dalam teori ini menyatakan bahwa Ks akan turun apabila rasio pembagian dividen
dinaikkan karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal yang akan
dihasilkan dari laba yang ditahan dibandingkan dengan seandainya mereka menerima dividen.

Teori Preferensi Pajak

Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih
menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi.

1. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikan harga saham, dan keuntungan
modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya lebih tinggi.

2. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual. Karena adanya efek nilai
waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa mendatang mempunyai biaya efektif yang
lebih rendah daripada satu dolar yang dibayarkan hari ini.

3. Jika selembar saham dimiliki seseorang sampai meninggal sama sekali tidak ada pajak
keuntungan modal yang terutang, ahli waris yang menerima saham itu dapat menggunakan
nilai saham pada hari kematian sebagai dasar biaya mereka, dengan demikian mereka
terhindar dari pajak keuntungan modal.
Karena adanya keuntungan keuntungan pajak ini, para investor mungkin lebih suka perusahaan
menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikian maka para investor akan mau membayar
lebih tinggi untuk perusahaan yang pembagian dividennya rendah daripada perusahaan sejenis yang
pembagian dividennya tinggi.

Menggunakan Bukti Empiris Untuk Menentukan Teori yang Terbaik

Ketiga teori ini memberikan saran yang saling bertentangan bagi para manajer perusahaan banyak
pengujian empiris yang telah dilakukan tetapi hasil hasilnya belum jelas. Ada dua alasan untuk ini :

untuk pengujian statistik yang sah, hal hal selain dari kebijakan dividen harus konsisten
yaitu perusahaan yang dijadikan sampel haru berbeda hanya dalam kebijakan dividennya.

harus mampu mengukur biaya ekuitas untuk perusahaan yang dijadikan sampel

Perbedaan individu lebih menjelaskan mana keputusan akhir yang akan diambil investor dalam
menentukan investasinya.

ISU LAIN DALAM KEBIJAKAN DIVIDEN


Dua isu yang dapat mempengaruhi pandangan kita terhadap kebijakan dividen

1. Hipotesis Kandungan Informasi atau Pengisyaratan

Adalah teori yang menyatakan bahwa invetor menganggap perubahan dividen sebagai isyarat dari
prakiraan manajemen atas laba. Ketika MM mengemukakan teori ketidakrelevannan dividen, mereka
mengasumsikan bahwa setiap investor dan juga manager mempunyai informasi yang sama
mengenai pendapatan dan dividen perusahaan di masa datang. Namun pada kenyataannya, investor
yang berbeda mempunyai pandangan yang berbeda tentang tingkat pembayaran dividen di masa
datang dan ketidakpastian yang melekat dalam pembagian tersebut, dan manajer mempunyai
informasi yang lebih baik mengenai prospek masa depan daripada pemegnag saham. Kenaikan
dividen seringkali menyebabkan kenaikan harga saham, sementara pemotongan dividen umumnya
menyebabkan penurunan harga saham. Hal ini menunjukkan para investor lebih menyukai dividen
daripada keuntungan modal. Sedang MM menegaskan bahwa reaksi investor terhadap perubahan
dalam kebijakan dividen tidak harus menunjukkan investor lebih menyukai dividen daripada laba
ditahan, sebaliknya perubahan harga saham sesudah pembagian dividen hanya menunjukan
ada kandungan informasi atau pengisyaratan uang penting dalam pengumuman dividen tersebut.

1. Pengaruh Klientele

Yaitu kecenderungan perusahaan untuk menarik sekelompok investor yang menyukai kebijakan
dividennya. Kelompok yang berbeda atau clientele dari pemegang saham menyukai kebijakan dividen
yang berbeda. Sebagai contoh, penerima pension dan dana bantuan universitas, lebih menyukai
pendapatan tunai, sehingga mereka mungkin menghendaki agar perusahaan membagikan
persentase yang besar dari labanya. Di lain pihak, pemegang saham yang berada dalam tahun-tahun
puncak keuntungan mungkin lebih memilih reinvestasi, karena mereka tidak begitu membutuhkan
pendapatan dari investasi dalam periode berjala. Mengingat pemegang saham dapat berpindah-
pindah perusahaan, sebuah perusahaan dapat mengubah satu kebijakan pembayaran dividen ke
yang lainnya dan membiarkan pemegang saham yang tidak menyukai kebijakan tersebut menjual
sahamnya kepada investor lain yang menyukainya. Namun peralihan tidak efisien karena (1) adanya
biaya pialang, (2) kemungkinan bahwa pemegang saham yang menjual saham tharus membayar
pajak keuntungan modal, dan (3)adanya kemungkinan kekurangan investor yang menyukai kebijakan
dividen yang baru.

STABILITAS DIVIDEN

Stabilitas dividen penting. Laba dan arus kas yang berubah-ubah sepanjang waktu, demikian juga
peluang investasi. Jadi, memaksimalkan harga saham mengharuskan perusahaan menyeimbangkan
kebutuhan dana untuk internal dan keinginan para pemegang sahamnya.

Bagaimana keseimbangan ini dapat tercapai? Solusi yang relevan di antaranya:


Setiap perusahaan yang dimiliki public membuat peramalan keuangan lima atau sepuluh
tahum umtuk laba dan dividen. Dan peramalan itu danya untuk internal. Tetapi dengan
analisis sekuritas peramalan tersebut dapat diketahui oleh investor.

Kebijakan dividen saat ini dikatakan stabil apabila meningkatkan dividen pada laju yang
mantap.

Kebijakan paling stabil pertama, dari sudut pandang investor, yaitu kebijakan perusahaan yang
tingkat pertumbuhan dividennya dapat diramalkan, seperti total pengembalian perusahaan itu akan
relative stabil dalam jangka panjang dan sahamnya merupakan penangkal baik terhadap kenaikan
inflasi.
Kebijakan paling stabil kedua, adalah bila pemegang saham mendapat cukup kepastian bahwa
dividen saat ini tidak akan dikurangi, jumlahnya mungkin tidak bertumbuh pada tingkat yang mantap,
tetapi manajemen mungkin akan mampu menghindari pemotongan dividen.
Situai paling tidak stabil, yaitu bila laba dan arus kas begitu mudah berubah sehingga investor tidak
dapat mengandalkan perusahaan untuk mempertahankan dividen saat ini.

Biaya ekuitas diminimumkan dan harga saham dimaksimumkan, jika suatu perusahaan ingim
berusaha sedapat mungkin menjaga kestabilan jumlah dividennya.

Penilaian Stabilitas Dividen

Muatan Informasi. Jika laba perusahaan menurun namun perusahaan tidak mengurangi
dividennya, pasar akan memiliki kepercayaan yang lebih tinggi terhadap saham. Dividen
stabil berpandangan bahwa masa depan perusahaaan lebih baik daripada yang direfleksikan
oleh penurunan laba. Maka manajemen dapat mempengaruhi harapan investor melalui
informasi yang terkandung pada dividen.

Keinginan Memperoleh Penghasilan saat ini. Walaupun investor dapat menjual sebagian
saham biasa mereka untuk memperoleh penghasilan pada saat dividen tidak mencukupi saat
ini, banyak investor enggan memakai uang pokok. Mereka sadar penghasilan menempatkan
nilai yang lebih tinggi bagi dividen stabil.

Pertimbangan-pertimbangan Kelembagaan. Dividen stabil mungkin menguntungkan dari


sudut pandang hukum karena mengizinkan beberapa investor kelembagaan tertentu untuk
membeli saham biasa.

MENETAPKAN KEBIJAKAN DIVIDEN DALAM PRAKTIK

Model Dividen Residua

Yaitu suatu model di mana dividen yang dibayarkan ditetapakan sama dengan laba actual dikurangi
dengan jumlah laba yang perlu ditahan untuk membiayai anggaran modal perusahaan yang optimal.
Bagi perusahaan tertentu, rasio pembayaran yang optimal merupakan fungsi dari empat factor:

a) Pilihan investasi atas dividen lawan keuntungan modal

b) Peluang investasi perusahaaan

c) Struktur modal yang ditargetkan

d) Ketersediaan dan biaya dari modal eksternal.

Ketiga elemen terakhir merupakan model dividen residual. Dalam model ini, ketika mengambil
keputusan atas rasio pembagian yang ditargetkan, suatu perusahaan mengikuti empat langkah:

i. Menentukan anggaran modal yang optimal,

ii. Menentukan jumlah sekuritas yang dibutuhkan untuk membiayai anggaran tersebut, sesuai dengan
struktur modal yang ditargetkan,

iii. Sedapat mungkin menggunakan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan ekuitas,

iv. Membayar dividen hanya jika lebih banyak laba yang tersedia daripada yang dibutuhkan untuk
mendukung anggaran modal yang optimal.

Laba, Arus Kas, dan Dividen

Dividen jelas lebih tergantung apda arus kas, yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen, dibanding pada laba, yang sangat dipengaruhi oleh praktek akuntansi serta hal-
hal lain yang tidak mencerminkan kemampuan untuk membayar dividen.

Prosedur Pembayaran Dividen

1. Tanggal Pengumuman, yaitu tanggal pada saat direksi perusahaan mengeluarkan


pernyataan berisi pengumuman pembagian dividen.

2. Tanggal Pencatatan Pemegang Saham, yaitu jika perusahaan mencatat seorang pemegang
saham sebagai pemilik pada tanggal ini, pemegang saham tersebut berhak menerima
dividen.

3. Tanggal Pemisahan Dividen, yaitgu tanggal saat dividen dipisahkan dari saham.

4. Tanggal Pembayaran, yaitu tanggal pada saat perusahaan benar-benar mengirimkan cek
dividen.

Pola Pembayaran Dividen


1. Jumlah dollar stabil per saham. Kebijakan untuk membayar jumlah dollar stabil per saham,
yang disebut Kebijakan Dividen Stabil.

2. Rasio pembayaran dividen. Kebijakan ini tidak akan memaksimumkan nilai saham, karena
pasar tidak dapat mengandalkan kebijakan ini untuk memberi informasi mengenai prospek
perusahaan pada masa mendatang dan karena kebijakan ini mempengaruhi investasi.

3. Dividen-Tetap-yang-Rendah-Ditambah_Ekstra Yaitu suatu kebijakan yang mengumumkan


dividen tetap yang rendah yang dapat dipertahankan dalam keadaan pada masa cerah
membayar dividen ekstra yang telah ditentukan.

MENGUBAH KEBIJAKAN DIVIDEN

Kebijkan dividen dapat diubah, namun dapat menimbulkan masalah karena dapat mengganggu
pemegang saham perusahaan, mengirimkan isyarat yang tidak diinginkan, dan menyampaikan pesan
ketidakstabilan dividen, yang semuanya dapat mempunyai implikasi negative pada harga saham.

RENCANA REINVESTASI DIVIDEN (DRP)

Yaitu suatu rencana yang memungkinkan pemegang saham untuk secara otomatis menginvestasikan
kembali dividennya dalam bentuk saham perusahaan yang membayarkan.

Ada dua jenis DRP :

1. DRP yang melibatkan saham lama, apabila pemegang saham memilih reinvestasi, suatu
bank, yang bertindak selaku perwalian, mengambil seluruh dana yang tersedia untuk
diinvestasikan kembali, membeli saham perusahaan di pasar terbuka, dan mengalokasikan
saham yang dibeli ke rekening pemegang saham yang ikut serta atas dasar pro rata.

2. DRP yang melibatkan saham baru, menyediakan dividen untuk diinvestasikan di dalam
penerbitan saham baru, karenanya rencana ini menambah modal baru bagi perusahaan.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DIVIDEN

Factor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen :

Undang-undang
Undang-undang menetapkan bahwa dividen harus dibayar dari laba, baik laba tahun berjalan maupun
laba tahun lalu yang ada di pos laba ditahan di neraca.Peraturan pemerintah menekankan tiga hal :

1. Peraturan laba bersih. Menyatakan bahwa dividen dapat dibayar dari laba saat ini atau tahun
lalu.

2. Larangan pengurangan modal, melindungi pemberi kredit karena adanya larangan untuk
membayar dividen dengan mengurangi modal (membayar dividen dengan modal akan berarti
membagi modal suatu perusahaan bukan membagikan laba).

3. Peraturan kepailitan, menyatakan bahwa perusahaan tidak dapat membayar dividen pada
saat pailit.( kepailitan terjadi karena kewajiban lebih besar daripada aktiva, membayar dividen
pada saat ini akan berarti memberi dana kepada pemegang saham yang sebenarnya milik
pemberi kedit).

Posisi Likuidita

Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam bentuk aktiva yang dibutuhkan dalam menjalankan
usaha. Laba ditahan tahun-tahun lalu sudah diinvestasikan dalam bentuk aktiva dan tidak disimpan
dalam bentuk kas. Jadi meskipun suatu perusahaan mempunyai catatan mengenai laba, perusahaan
mungkin tidak dapat membayar tunai dividen karena posisi likuiditasnya.

Pembatasan dalam Perjanjian Hutang

Perjanjian hutang, khususnya apabila merupakan hutang jangka panjang seringkali membatasi
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai. Larangan dibuat untuk melindungi
kedudukan pemberi pinjaman, biasa menyatakan bahwa:
Dividen di masa datang hanya dapat dibayar dari laba yang diperoleh sesudah penandatanganan
perjanjian hutang, jadi dividen tidak dapat dibayarkan dari laba ditahan tahun-tahun lalu.

Dividen tidak dapat dibayarkan apabila modal bersih berada di bawah suatu jumlah yang telah
ditentukan.

Tingkat Ekspansi Aktiva

Semakin cepat sebuah perusahaan berkembang, semakin besar kebutuhan untuk membiayai
ekspansinya aktivanya. Bila kebutuhan dana di masa depan semakin besar perusahaan akan
cenderung untuk menahan laba daripada membayarkannya. Apabila perusahaan mencari dana luar,
maka sumbernya adalah pemegang saham saat itu yang mengetahui keadaan perusahaan. Tetapi
jika laba dibayarkan sebagai dividen dan terkena pajak penghasilan pribadi yang tinggi, maka hanya
sebagian saja yang tersisa untuk reinvestasi.

Tingkat Laba dan Stabilitas Laba


Tingkat hasil pemgembalian yang diharapkan akan menentukan pilihan relatif untuk membayar laba
tersebut dalam bentuk dividen kepada pemegang saham atau menggunakannya di
perusahaan. Suatu perusahaan yang mempunyai laba stabil seringkali dapat memperkirakan berapa
besar laba di masa yang akan datang. Perusahaan seperti ini biasanya cenderung membayarkan
laba dengan persentase yang lebih tinggi.

Akses ke Pasar Modal

Suatu perusahaan yang besar dan telah berjalan baik, mempunyai catatan profitabilitas dan stabilitas
akan mempunyai akses yang mudah ke pasar modal dan mempunyai bentuk lain dari
pendanaan. Perusahaan yang sudah mapan akan memberi tingkat pembayaran dividen yang lebih
tinggi.

Pajak atas Laba yang Diakumulasikan secara Salah

Untuk mencegah pemegang saham hanya menggunakan perusahaan sebagai suatu perusahaan
penyimpan uang yang dapat digunakan untuk menghindari tarif penghasilan pribadi yang tinggi,
peraturan perpajakan perusahaan menentukan suatu pajak tambahan khusus terhadpa penghasilan
yang diakumulasikan secara tidak benar.

Kendala-kendala Pembagian Dividen

a. Kontrak utang. Biasanya membatasi pembagian dividen dari laba yang dihasilkan setelah pinjaman
diberikan. Kontrak utang juga seringkali mengisyaratkan bahwa tidak ada dividen yang dapat
dibagikan kecuali kalau rasio lancar, rasio kemampuan membayar bunga, dan rasio-rasio pengaman
lain melebihi batas minimum yang ditetapakan.

b. Pembatasan saham preferen. Biasanya, dividen saham biasa tidak dapat dibayarkan jika
perusahaan belum mambayarkan dividen untuk saham peferennya. Dividen saham preferen yang
tertunggak harus dilunasi sebelum dividen saham biasa dibayarkan.

c. Ketidakcukupan laba. Pembayaran dividen tidak boleh melebihi laba yang ditahan pada pos neraca.

d. Ketersediaan kas. Dividen tunai dapat dibagikan hanya dengan uang kas. Jadi, kekurangan kas di
bank dapat membatasi pembagian dividen. Akan tetapi, hal itu bias diatasi apabila perusahaan
memperoleh pinjaman.

e. Denda pajak atas penahanan laba yang tidak wajar. Untuk mencegah agar orang kaya tiak
menggunakan perusahaan untuk menghindari pajak pribadi, peraturan pajak membuat ketentuan
khusus mengenai penimbunan penghasilan yang tidak wajar. Jadi, apabila direktorat pajak dapat
menunjukan bahwa rasio pembayaran dividen perusahaan sengaja dibuat rendah untuk menolong
para pemegang saham menghindari pajak pribadi, perusahaan tersebut akan dikenakan denda yang
berat.

Peluang Investasi
a. Letak dari daftar IOS. Semakin ke kanan, cenderung menghasilkan target rasio pembayaran dividen
yang rendah, dan sebaliknya.

b. Kemungkinan untuk mempercepat atau menunda proyek. Kemampuan ini akan memungkinkan
perusahaan untuk lebih konsisten dengan kebijakan dividen yang stabil.

Sumber-sumber Modal Lainnya

a. Biaya penjualan saham baru. Bila ingin membiayai sejumlah investasi tertentu, perusahaan dapat
memperoleh ekuitas dengan menahan laba atau dengan menjual saham biasa yang baru. Jika biaya
pengambangan tinggi, ke pun akan menjadi lebih tinggi daripada k s, sehingga perusahaan itu lebih baik
menetapkan rasio pembagian dividen yang rendah serta melakukan pembiayaan melalui penahanan
laba, bukan melalui penjualan tambahan saham biasa.

b. Kemampuan untuk mensubtitusi ekuitas dengan utang. Suatu perusahaan dapat membiayai
sejumlah investasi tertentu baik dengan utang ataupun ekuitas. Biaya pengambangan saham yang
rendah memungkinkan kebijakan dividen yang lebih fleksibel karena ekuitas dapat ditingkatkan baik
dengan menahan laba ataupaun dengan menjual saham baru. Begitu pun pada kebijakan utang: jika
perusahaan dapat menyesuaikan rasio utangnya tanpa menaikkan biaya mencolok, perusahaan itu
dapat mempertahankan dividen tunai yang konstan, sekalipun labanya berfluktuasi, dengan
menggunakan rasio utang variabel.

c. Pengendalian. Apabila manajemen peduli akan usaha pengendalian, menejemen mungkin enggan
untuk menjual saham baru, sehingga perusahaan mungkin akan menahan lebih banyak laba. Tetapi,
jika pemegang saham menginginkan dividen yang lebih tinggi dan terdapat tekanan sejumlah
pemegang saham untuk mengambil alih kekuasaan perusahaan, dividen akan dinaikkan.

Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Ks

Ditinjau dari empat faktor :

1. keinginan pemegang saham untuk mendapatkan penghasilan sekarang dibanding


penghasilan yang akan dating,

2. tingkat resiko dari dividen dibanding keuntungan modal,

3. manfaat pajak dari keuntungan modal dibanding dividen,

4. informasi yang terkandung dalam dividen.


KEPUTUSAN KEBIJAKAN DIVIDEN

Alasan mendasar untuk keputusan dividen yang diambil bersama adalah ketidaksamaan informasi,
yang mempengaruhi tindakan-tindakan menejemen dengan dua cara :

1. Secara umum, manajer tidak ingin menerbitkan saham biasa yang baru.Pertama, saham
baru melibatkan biaya penerbitan, yaitu komisi, fee, dan biaya-biaya tersebut dapat dihindari
dengan menggunakan laba ditahan untuk membiayai kebutuhan likuiditas perusahaan.
Ketidaksamaan informasi mengakibatkan investor memandang emisi baru saham biasa
sebagai isyarat negative sehingga menurunkan pengharapan investor mengenai prospek
perusahaan di masa depan. Manajer lebih menyukai menggunakan laba ditahan sebagai
sumber utama ekuitas baru.

2. Perubahan dividen memberikan isyarat tentang keyakinan manajer dan juga prospek
perusahaan di masa depan. Jadi, pengurangan dividen umumnya mempunyai pengaruh
negatif yang signifikan terhadap harga saham perusahaan. Sehingga manajer menetapkan
dividen tunai lebih rendah agar memperkecil kemungkinan dividen harus dikurangi di masa
depan.

Secara umun, perusahaan dengan peluang investasi yang unggul sebaiknya menetapkan rasio
pembayaran yang lebih rendah, yang berarti menahan lebih banyak laba, daripada perusahaan
dengan peluang investasi yang lemah. Tingkat ketidakpastian juga mempengaruhi keputusan. Jika
ada ketidakpastian yang besar dalam ramalan arus kas bebas (free cash flow), yang didefinisikan
disini sebagai arus kas operasi perusahaan dikurangi investasi ekuitas yang diwajibkan, maka yang
terbaik adalah bersikap konservatif dan menetapkan dividen tunai di masa berjalan yang rendah.

DIVIDEN SAHAM DAN PEMECAHAN SAHAM

Pemecahan Saham (Stock Split)

Yaitu tindakan suatu perusahaan untuk menambah jumlah saham yang beredar, seperti
menggandakan jumlah saham yang beredar dengan memberikan kepada setiap pemegang saham
dua lembar saham baru untuk satu saham yang sebelumnya dipegang.

Dividen Saham (Stock Dividen)

yaitu dividen yang dibayarkan dalam bentuk tambahan saham, bukan dalam bentuk uang tunai. Jika
perusahaan ingin menurunkan harga saham, sebaiknya melakukan pemecahan saham atau dividen
saham? Pemecahan saham biasanya digunakan untuk menurunkan harga secara besar-besaran
setelah saham mengalami kenaikan tajam. Sedang dividen saham biasa diberikan secara teratur
setiap tahun untuk menjaga kestabilan harga saham.

Pengaruh Harga

Apabila sebuah perusahaan memecah sahamnya atau mengumumkan dividen saham, apakah ini
akan meningkatkan nilai pasar dari sahamnya?

Secara rata-rata, harga saham akan naik tidak lama setelah perusahaan mengumumkan
pemecahan saham atau dividen.

Kenaikan harga yang berkaitan dengan pemecahan saham/ dividen mungkin merupakan
akibat dari isyarat prospek yang menguntungkan untuk laba dan dividen, bukan keinginan
untuk pemecahan saham/ dividen semata.

Jika suatu perusahaan mengumumkan suatu pemecahan atau dividen saham, harga
sahamnya akan cenderung naik. Namun jika dalam waktu beberapa bulan mendatang
perusahaan tidak mengumumkan kenaikan laba atau dividen, harga sahamnya akan turun ke
tingkat semula.

Komisi pialang dalam satuan persentase umumnya lebih tinggi pada saham yang berharga
rendah. Ini berarti memperdagangkan saham yang berharga lebih rendah akan lebih mahal
daripada yang berharga tinggi, dan artinya pemecahan saham dapat mengurangi likuiditas
suatu perusahaan.

PEMBELIAN KEMBALI SAHAM (Stock Repurchase)

Yaitu suatu transaksi di mana suatu perusahaan membeli kembali sebagian dari sahamnya sendiri,
sehingga mengurangi jumlah saham yang beredar, menaikkan laba per saham (EPS), dan
menaikkan harga saham tersebut.

Dua jenis pembelian kembali saham :

1. situasi di mana perusahaan mempunyai persediaan uang kas untuk dibagikan kepada para
pemegang sahamnya, dan perusahaan itu mendistribusikan uang kas tersebut dengan
membeli kembali saham, bukan dengan membayar dividen tunai;

2. situasi di mana perusahaan menyimpulkan bahwa struktur modalnya terlalu banyak dibebani
dengan ekuitas, sehingga perusahaan melakukan pinjaman untuk membeli kembali
sahamnya.

Perusahaan dapat membeli kembali saham melalui dua cara: yaitu melalui pasar
terbuka dan penawaran tender. Pembelian melalui pasar terbuka biasanya merupakan program yang
secara bertahap membeli kembali saham dalam periode tertentu. Dalam penawaran tender,
perusahaan biasanya menentukan jumlah saham yang hendak dibelinya kembali, harga tender, dan
jangka waktu penawaran ini berlangsung.
Dalam penawaran tender terdapat lima hipotesis :

1. Hipotesis Informasi atau Isyarat. Pembayaran tunai kepada pemegang saham dalam
penawaran tender dapat diartikan sebagai suatu tanda bahwa perusahaan mengharapkan
akan memperoleh peningkatan arus kas pada masa mendatang, tetapi juga dapat berarti
bahwa perusahaan tidak memperoleh kesempatan investasi yang menguntungkan lagi.

2. Hipotesis Leverage. Jika pembelian kembali saham itu dibiayai dengan mengeluarkan surat
hutang daripada pembayaran tunai, maka leverage perusahaan akan naik. Dan jika ada
keuntungan dari leverage maka pemegang saham akan untung.

3. Hipotesis Penghindaran Pajak Dividen. Tender untuk pembelian kembali saham akan terkena
pajak keuntungan modal dan bukan pajak dividen jika distribusinya tidak sama sengan
pembayaran dividen.

4. Hipotesis Pengambilalihan Pemegang Obligasi. Jika pembelian kembali ini secara tak
terduga mengurangi aktiva pokok perusahaan, maka pemegang obligasi akan berada dalam
posisi buruk karena jaminan yang dimilikinya mengecil.

5. Pemindahan Kekayaan antar Pemegang Saham. Memungkinkan akan timbul bila ada
macam-macam pembatas atau biaya di antara kelompok pemilik.

Keuntungan Pembelian Kembali Saham

Pengumuman pembelian kembali dipandang sebagai hal positif oleh investor karena
pembelian kembali itu seringkali didorong oleh keyakinan menejemen bahwa harga saham
perusahaan terlalu rendah.

Para pemegang saham yang membutuhkan uang tunai dapat menjual kembali beberapa
sahamnya, sedang yang tidak, dapat menahan semuanya.

Dapat menghilangkan sejumlah blok saham yang besar yang merintangi pasar dan menekan
harga per saham.

Dividen tidak dapat dinaikkan dalam jangka pendek karena menejemen tidak suka memotong
dividen tunai karena dapat memberikan sinyal negative dari pemotongan itu.

Rasio pembagian dividen akan relative rendah, tetapi dividen itu sendiri akan relative aman
dan tumbuh sebagai hasil dari penurunan jumlah saham yang beredar. Perusahaan
mempunyai fleksibilitas lebih banyak dalam menyesuaikan total distrbusi karena pembelian
kembali saham dapat diubah dari tahun ke tahun tanpa memberikan isyarat yang buruk.

Pembelian kembali dapat digunakan untuk merombak struktur modal.


Kerugian Pembelian Kembali Saham

a. Kenaikan harga saham lebih banyak bersumber dari dividen tunai daripada pembelian kembali.

b. Pemegang saham yang menjual saham mungkin tidak menyadari semua implikasi dari pembelian
kembali saham, atau mereka mungkin tidak mendapatkan semua informasi mengenai kegiatan
perusahaan sekarang dan di masa datang.
Perusahaan mungkin membayar harga yang terlalu mahal atas saham yang dibeli kembali
sehingga merugikan pemegang saham yang tersisa.

Diposkan oleh R.T INDRA

0 komentar:

Poskan Komen
KEBIJAKAN DEVIDEN

Kebijakan deviden menyangkut keputusan apakah laba akan dibayarkan sebagai deviden
atau ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan. Kebijakan deviden merupakan
kebijakan yang kontroversial, karena:
Bila deviden ditingkatkan, arus kas akan meningkat bagi investor, akan
menguntungkan investor.
Bila deviden ditingkatkan, laba ditahan yang direivestasi menurun, pertumbuhan
masa depan menurun, akan merugikan investor.
Kebijakan deviden yang optimal menyeimbangkan kedua hal tersebut dan
memaksimalkan harga saham.

Kebijakan deviden suatu perusahaan dihadapkan pada 2 masalah utama, yaitu:


1. Pengaruh dari deviden, berkaitan dengan pertanyaan apakah jumlah atau tingkat
deviden yang dibayarkan mempengaruhi nilai saham suatu perusahaan atau hasil
yang dinikmati oleh pemegang saham.
2. Informasi yang terkandung pada deviden, masalah ini mempertanyakan apakah
kebijakan deviden terutama perubahan-perubahan pada kebijakan tersebut
(misalnya membayar deviden berupa saham bonus) memberikan indikasi kepada
pasar mengenai prospek laba di tahun yang akan datang.

1. BENTUK DEVIDEN

1.1. Deviden Tunai (Cash Dividend) :


Deviden tunai diambil dari laba bersih perusahaan setelah diperhitungkan pajak.
Deviden tunai berdasarkan jangka waktu pembayarannya ada dibagikan secara
berkala, extra dividend, dan special dividend.
a. Stable amount pershare : deviden diberikan dalam nilai rupiah yang relative
stabil per sahamnya. Alasan untuk memberikan deviden yang stabil adalah:
- Deviden yang berfluktuasi lebih beresiko daripada deviden yang stabil, karena itu
tingkat diskonto yang lebih rendah akan diterapkan pada deviden yang stabil
sehingga nilai saham lebih tinggi.
- Pemegang saham yang mengharapkan pendapatan dari penerimaan deviden akan
lebih suka untuk menerima deviden dalam jumlah yang stabil.
- Persyaratan listing saham mensyaratakan deviden yang stabil dan tidak terputus.
b. Constant Payout Ratio: deviden atas dasar presentase tetap dari laba bersih
perusahaan.
c. Low Regular Dividend Plus Extra: tingkat deviden yang relative rendah
tetapi sudah pasti jumlahnya ditambah suatu extra, yang besarnya disesuaikan
dengan tingkat keuntungan perusahaan.
Factor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden adalah:
Posisi kas atau likuiditas perusahaan
Kebutuhan pembayaran kembali hutang perusahaan
Tingkat ekspansi yang tinggi memerlukan dana yang besar, sehingga laba yang
diperoleh lebih baik ditahan
Akses perusahaan di pasar modal
Posisi pemegang saham dalam kelompok pajak, bila pemegang saham termasuk
dalam kelompok pembayar pajak besar, mereka akan lebih menyukai untuk
mempertahankan payout ratio yang rendah.
Keputusan pemberian deviden dilakukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
yang pada media massa.

1.2 DEVIDEN SAHAM (STOCK DIVIDEND)


Dengan dilakukannya stock dividend, maka tidak terjadi cash outflows, tetapi
hanya transaksi pembukuan guna memindahkan sejumlah uang dari perkiraan laba yang
ditahan kepada perkiraan modal saham biasa yang disetor. Stock dividend adalah
pembayaran tambahan saham kepada para pemegang saham, dan menunjukkan
penyusunan kembali modal perusahaan, sedangkan proporsi kepemilikan pemegang
saham, tetap tidak berubah.

Stock dividend meningkatkan jumlah saham yang beredar, sehingga laba per
saham (EPS) akan menurun secara proporsional. Jadi para pemegang saham mempunyai
jumlah lembar saham yang bertambah, tetapi mempunyai EPS yang berkurang, sehingga
proporsi keuntungan totalnya tetap tidak berubah. Pembagian stock dividen akan
menurunkan harga saham sehingga tidak memberikan manfaat ekonomis, kalau
kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba tidak berubah, demikian juga dengan
biaya modalnya.
Bagaimanapun, harga saham akan dipengaruhi oleh kemampuan memperoleh laba
dan resiko perusahaan (yang tercermin dalam biaya modalnya). Kedua factor tersebut
tidak bisa dimanipulasi oleh manajer keuangan. Manajer keuangan tidak bisa
menyebabkan pemegang saham menjadi lebih kaya hanya karena memutuskan untuk
membagikan stock dividend. Umumnya perusahaan memutuskan untuk membagikan
stock dividend, karena mereka memerlukan dana tersebut, dan tidak ingin
mengecewakan
pemegang saham.

1.3 PEMECAHAN SAHAM (STOCK SPLIT)


Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham ke dalam nilai nominal yang
lebih kecil. Pemecahan saham lama ini menjadi beberapa saham baru, akan menyebabkan
jumlah saham yang beredar bertambah. Tujuan stock split adalah untuk menempatkan
harga pasar saham dalam trading range tertentu.
Jadi ada persamaan antara Stock Devidend dan Stock Split, yaitu:
1. Tidak ada pendistribusian kas dalam kedua bentuk itu.
2. Mengakibatan jumlah lembar saham yang beredar meningkat.
3. Total modal sendiri (net worth) tidak berubah, tetapi hanya
komposisinya saja yang berubah.

1.4. PEMBELIAN KEMBALI SAHAM


(REPURCHASE OF STOCK)
Sebagai akternatif pemberian deviden berupa uang tunai, perusahaan dapat
mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham dengan cara membeli kembali
saham perusahaan (repurchasing stock). Saham yang dibeli kembali itu akan dibukukan
sebagai perkiraan Treasury Stock. Dengan dibelinya kembali sebagian saham, maka
jumlah saham yang beredar akan berkurang, bila diasumsikan pembelian kembali saham
ini tidak memberi pengaruh negative terhadap keuntungan perusahaan, maka EPS akan
meningkat, yang akan, meningkatkan harga pasar saham. Kenaikan harga pasar saham itu
akan memberikan capital gains sebagai ganti deviden kepada para pemegang sahamnya.

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN STOCK REPURCHASE


Pembelian kembali saham mempunyai beberapa keuntungan baik bagi pemegang
saham maupun manajeman perusahaan, yaitu:
Pembelian kembali saham perusahaan dipandang sebagai indikasi bahwa saham dinilai
terlalu rendah (under valued) oleh pasar.
Pemegang saham memiliki pilihan untuk menjual saham atau tidak, yang memerlukan
uang kas dapat menjual sahamnya, sedangkan yang menahan sahamnya dapat berharap
akan menikmati capital gains, karena kenaikan harga saham setiap pembelian kembali.
Dari pandangan manajemen pembelian kembali saham dapat menghindari kenaikan
deviden. Jika deviden naik terlalu tinggi dikuatirkan di masa datang perusahaan terpaksa
membagi deviden yang lebih kecil yang dapat memberi pertanda negatif.

Stock repurchase merupakan alternative yang baik untuk mendistribusikan penghasilan


di
atas normal (extraordinary earnings) kepada pemegang saham.
Repurchase merupakan suatu cara praktis bagi manajemen untuk melakukan
restrukturisasi keuangan perusahaan. Misalnya, perusahaan ingin merubah struktur
modal
dengan meningkatkan rasio hutang dan menggunakan hutang baru untuk membeli saham
perusahaan yang beredar. Hal ini dapat digunakan sebagai strategi untuk mengacaukan
usaha pengambil alihan perusahaan, yang biasanya dilakukan dengan cara membeli
saham sebanyak-banyaknya, hingga mencapai jumlah saham mayoritas. Stock repurchase
dapat menggagalkan usaha ini.
Saham yang ditarik kembali dapat dijual kembali ke pasar jika perusahaan membutuhkan
tambahan dana.

Kerugian yang dapat timbul karena repurchase stock adalah:


Perusahaan mungkin membeli saham dengan harga terlalu tinggi, sehingga
merugikan pemegang saham yang tidak menjual kembali sahamnya.
Keuntungan repurchase dalam bentuk capital gains, padahal sebagian investor lebih
menyukai deviden.

Investor mungkin memandang pembelian saham merupakan indikasi bahwa


perusahaan tidak mempunyai proyek-proyek baru yang baik. Namun, jika memegang
perusahaan tidak memiliki kesempatan investasi yang baik, memegang seharusnyalah
dana tersebut didistribusikan kembali kepada pemegang saham.
Setelah stock repurchase, pasar mungkin merasa bahwa resiko perusahaan meningkat
sehingga menurunkan harga saham.

2. TEORI KEBIJAKAN DEVIDEN


Beberapa factor penting yang mempengaruhi kebijakan deviden adalah
kesempatan investasi yang tersedia, ketersediaan dan biaya modal alternatif, dan
preferensi pemegang saham untuk menerima pendapatan saat ini atau di masa datang.

2.1. DEVIDEN TIDAK RELEVAN


Menurut Modigliani dan Miller (MM), nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh
pembayaran deviden. MM berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning
power dari asset perusahaan. Keputusan apakah laba yang diperoleh dibagikan dalam
bentuk deviden atau ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. MM membuktikan
pendapatnya secara matematis dengan berbagai asumsi berikut:
- Pasar modal sempurna di mana semua investor adalah rasional.
- Tidak ada biaya saham emisi saham baru, jika perusahaan menerbitkan saham baru.
- Tidak ada pajak
- Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.
- Kebijakan deviden tidak berpengaruh terhadap biaya modal sendiri.

Hal penting dari pendapat MM adalah bahwa pengaruh pembayaran deviden


terhadap kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama
dengan cara pendanaan yang lain. Bila kebijakan investasi tidak berubah, bila perusahaan
membagikan deviden, perusahaan harus mengeluarkan saham baru sebagai pengganti
sejumlah pembayaran deviden tersebut. Dengan demikian kenaikan pendapatan dari
pembayaran deviden akan diimbangi dengan penurunan harga saham sebagai akibat
penjualan saham baru.

Beberapa ahli menentang pendapat MM, karena dalam prakteknya pasar modal yang
sempurna sulit ditemui, biaya emisi saham baru pasti ada, pajak pasti ada dan kebijakan
investasi perusahaan tidak mungkin berubah.

2.2. BIRD-IN-HAND THEORY


Myron Gordon dan John Lintner tidak sependapat dengan asumsi dalam pendapat
MM bahwa kebijakan deviden tidak mempengaruhi tingkat keuntungan yang disyaratkan
investor. Menurut Gordon dan Lintner, biaya modal sendiri perusahaan akan naik sebagai
akibat penurunan pembayaran deviden. Investor merasa lebih aman untuk memperoleh
pendapatan berupa pembayaran deviden yang lebih pasti daripada menunggu capital
gains yang lebih beresiko.
Pendapat Gordon Lintner oleh MM diberi istilah the bird in the hand fallacy.
Gordon Lintner berpendapat bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih
berharga daripada seribu burung di udara.

2.3. TEORI DEVIDEN RESIDUAL


Pendanaan eksternal (penerbitan saham baru) lebih mahal daripada pendanaan
internal (pemanfaatan laba ditahan), karena adanya biaya-biaya emisi saham (flotation
cost). Dengan adanya biaya emisi ini, menyebabkan perusahaan mengutamakan
pendanaan internal. Konsekuensinya, perusahaan baru akan membayar deviden setelah
dana-dana kebutuhan investasi terpenuhi dengan kata lain, hanya jika ada pendapatan
tersisa atau pendapatan residual, maka deviden akan dibagikan. Inilah inti teori deviden
residual (residual dividend theory).

TEORI PERBEDAAN PAJAK


Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy, menurut mereka karena
adanya pajak terhadap keuntungan deviden dan capital gains, maka investor lebih
menyukai capital gains karena pajak atas capital gains baru dibayar setelah saham dijual,
sementara pajak atas deviden harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran deviden.
Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada
saham yang memberikan deviden yield tinggi dan capital gains rendah daripada saham
dengan deviden yield rendah dan capital gains tinggi. Jka pajak atas deviden lebih besar
daripada pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa.
2.5. TEORI SIGNALING HIPOTHESIS
Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan deviden, sering diikuti dengan
kenaikan harga saham dan sebaliknya. Fenomena ini dapat dianggap memperlihatkan
bahwa investor lebih menyukai deviden daripada capital gains. Tetapi MM berpendapat
bahwa suatu kenaikan deviden ini merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa
manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di asa datang.
Sebaliknya suatu penurunan deviden atau kenaikan deviden yang di bawah kenaikan
normal (biasanya) diyakini investor sebagai satu sinyal bahwa perusahaan menghadapi
masa sulit di waktu datang.

Perubahan deviden memang mengandung beberapa informasi, tapi sulit dikatakan


apakah kenaikan atau penurunan harga setelah adanya kenaikan atau penurunan deviden
semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau disebabkan karena efek sinyal dan
preferensi terhadap deviden.

2.6. TEORI CLIENTELE EFFECT


Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda
akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan deviden perusahaan.
Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai
dividend payout ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak
membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian laba
bersihnya.
Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari clientele ini ada, tetapi menurut MM,
hal ini tidak menunjukkan bahwa deviden besar lebih baik daripada deviden kecil atau
sebaliknya.

Sumber : http://dihin.blog.esaunggul.ac.id/2012/05/02/kebijakan-dividen/
Diposkan oleh dwi yulianing tyas di 09.56

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

1 komentar:

1.

safri syamsudin31 Oktober 2016 20.36

FBS Indonesia Broker Terbaik Dapatkan Banyak Kelebihan Trading Bersama FBS,bergabung
sekarang juga dengan kami
trading forex fbsindonesia.co.id
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. SPREAD DIMULAI DARI 0 Dan
3. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANK LOKAL Indonesia dan banyak lagi yang
lainya
Kebijakan Deviden
1. Pengertian deviden
Deviden merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan
laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan perusahaan. Menurut
Hanafi (2004), deviden merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham,
disamping capital gain. Deviden ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai
keuntungan dari laba perusahaan. Deviden ditentukan berdasarkan dalam rapat umum
anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan
pimpinan.

2. Macam-macam deviden
Dalam Wasis (1983), deviden dilihat dari alat pembayarannya dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Deviden tunai (Cash Devidend)
Deviden tunai merupakan deviden yang dibagikan dalam bentuk uang tunai. Tujuan dari
pemberian deviden dalam bentuk tunai adalah untuk memacu kinerja saham dibursa efek,
yang juga merupakan return kepada para pemegang saham. Deviden tunai merupakan
bentuk pembayaran yang paling banyak diharapkan oleh investor. Untuk membayarkan
deviden dalam bentuk tunai di perlukan likuiditas.
2. Deviden saham (Stock Devidend)
Deviden saham merupakan deviden yang dibagikan dalam bentuk saham, dengan
dibagikannya deviden dalam bentuk saham maka akan meningkatkan likuiditas
perdagangan di bursa efek. Kemungkinan perusahaan ingin menurunkan nilai sahamnya
dan dengan cara memperluas pemilikan dan posisi likuiditas perusahaan yang tidak
memungkinkan membagikan deviden dalam bentuk tunai.
3. Sertifikat deviden (Script Devidend)
Sertifikat deviden merupakan deviden yang dibayarkan dengan sertifikat atau surat promes
yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menyatakan bahwa suatu waktu sertifikat itu dapat
ditukarkan dalam bentuk uang. Jadi kalau perusahaan ingin membagikan deviden dalam
bentuk tunai akan tetapi sementara itu perusahaan sedang mengalami kesulitan likuiditas,
maka sebagai gantinya perusahaan mengeluarkan sertifikat. Dalam Ang (1997),
berdasarkan atas hubungan dengan tahun buku, deviden dapat dibagi atas dua jenis yaitu :
a. Deviden Interim
Merupakan deviden yang dibayarkan oleh perseroan antara satu tahun buku dengan tahun
buku berikutnya. Deviden interim ini dapat dibayarkan beberapa kali dalam setahun dengan
tujuan salah satunya yaitu untuk memacu kinerja kerja saham perseroan di bursa.
b. Deviden Final
Deviden final merupakan deviden hasil pertimbangan setelah penutupan buku perseroan
sebelumnya dan dibayarkan pada tahun buku berikutnya. Deviden final ini juga
memperhitungkan dan mempertimbangkan hubungannya dengan deviden interim yang telah
dibayarkan untuk tahun buku tersebut.

3. Prosedur standar pembayaran deviden


Dalam pembayaran deviden terdapat beberapa tahapan atau prosedur yaitu sebagai
berikut:
a. Declaration Date
Declaration date adalah tanggal keputusan untuk membagikan deviden pada RUPS, atau
tanggal pada saat direksi perusahaan mengumumkan rencana pembayaran deviden.
b. Date of record
Date of record merupakan tanggal keputusan bahwa para pemegang saham pada tanggal
tertentu dinyatakan berhak untuk menerima deviden, atau hari terakhir untuk mendaftarkan
diri sebagai pemegang saham agar berhak menerima deviden yang akan dibagikan
perusahaan.
c. Ex-devidend
Ex-devidend adalah tanggal pada saat mana hak atas deviden periode berjalan dilepaskan
dari sahamnya yaitu lima hari sebelum date of record. Pada tanggal ini atau sesudahnya
pembeli tidak berhak untuk memperoleh deviden yang akan dibagikan.
d. Payment date
Payment date merupakan tanggal kapan deviden tersebut akan dibayarkan, dan bagaimana
cara pembayaranya.

4. Pengertian kebijakan deviden


Kebijakan deviden merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan
perusahaan. Rasio pembayaran deviden menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai
sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang
dialokasikan untuk pembayaran deviden. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan
pembayaran deviden merupakan aspek utama dalam kebijakan deviden (Wachowicz 1997).
Kebijakan deviden merupakan bagian yang tidak dapat dipisahan dengan keputusan
pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan deviden adalah keputusan apakah laba
yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam
bentuk deviden atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di
masa yang akan datang.
Kebijakan deviden menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak para
pemegang saham, dan laba tersebut bisa dibagi sebagai deviden atau laba yang ditahan
untuk diinvestasikan kembali (Husnan 1996). Dengan demikian dimungkinkan membagi laba
sebagai deviden dan pada saat yang sama menerbitkan saham baru. Kebijakan deviden
bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara pengunaan
pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai deviden atau untuk
digunakan didalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan didalam
perusahaan (Riyanto 2001).
Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu dari sumber dana yang paling
penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Sedangkan deviden merupakan aliran
kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham atau equity investors. Setiap
perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut di satu
pihak dan juga dapat membayarkan deviden kepada para pemegang saham di lain pihak,
tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab kalau makin tinggi tingkat deviden
yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang ditahan, dan sebagai akibatnya ialah
menghambat tingkat pertumbuhan (rate of growth) dalam pendapatan dan harga sahamnya.
Kalau perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatan yang tersedia untuk
pembayaran deviden adalah semakin kecil. Persentase dari pendapatan yang akan di
bayarkan kepada pemegang saham sebagai cash devidend disebut devidend payout ratio.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa makin tingginya devidend payout ratio yang
ditetapkan oleh perusahaan berarti makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan
kembali di dalam perusahaan yang ini berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan.

5. Pendekatan dalam membahas kebijakan deviden


Menurut Gitosudarmo (2001), terdapat dua pendekatan dalam membahas masalah deviden.
Adapun dua pendekatan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Sebagai kebijakan pembelanjaan jangka panjang
Dalam pendekatan ini berpandangan bahwa semua laba sesudah pajak yang diperoleh
perusahaan adalah merupakan sumber dana jangka panjang. Pengumuman atas
pembagian laba sebagai deviden berarti pengurangan terhadap sumber dana jangka
panjang yang dapat dipergunakan untuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha.
Oleh karena itu pembagian deviden akan berakibat penekanan terhadap perkembangan
usaha ataupun paksaan terhadap pencarian dana dari sumber ekstern. Apabila perusahaan
memiliki suatu rencana pengembangan usaha di masa depan maka perlulah dipupuk
sumber dana dari dalam perusahaan tersebut.
b. Sebagai kebijaksanaan untuk memaksimumkan nilai perusahaan
Dalam pendekatan ini berpandangan bahwa kebijaksanaan deviden mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap harga pasar dari saham yang beredar. Oleh karena itu maka manajer
dalam hal ini dituntut membagikan deviden sebagai realisasi dari harapan hasil yang
didambakan oleh investor dalam mengeluarkan uangnya untuk membeli saham tersebut.
Keberatan dalam pendekatan ini telah dikemukakan oleh adanya teory Modegilani dan Miller
(MM teori) yang mengatakan bahwa deviden tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Akan
tetapi meskipun terdapat hal ini masalah itu tetap harus dipertimbangkan oleh manajer
keuangan di dalam pengambilan keputusan. Apabila perusahaan sedang mengalami
perkembangan yang pesat dan banyak proyek-proyek investasi yang harus diperhitungkan
maka laba harus banyak. Akan tetapi apabila tidak dapat kemungkinan investasi yang
terbuka maka akan lebih baik laba tersebut dibagikan kepada pemegang saham.

6. Teori kebijakan deviden


Ada beberapa macam teori tentang kebijakan deviden. Berikut ini adalah teori tentang
kebijakan deviden dalam Bringham (2001):
a. Devidend irrelevance theory
Devidend irrelevance theory Adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan deviden
tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori
ini mengikuti pendapat Modigliani dan Miller (M-M) yang menyatakan bahwa nilai suatu
perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya devidend payout ratio, tetapi ditantukan
oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Dengan demikian kebijakan deviden
tidak relevan untuk dipersoalkan.
b. Bird in the hand-Theory
Bird in the hand-Theory dinyatakan oleh Gordon dan Lintner yang menyatakan bahwa biaya
modal sendiri akan naik jika dividend payout ratio rendah. Hal ini dikarenakan investor lebih
suka menerima deviden daripada capital gains.
c. Information content or signaling hipotesis
Information content or signaling hipotesis ialah teori yang menyatakan bahwa investor
menganggap perubahan deviden sebagai pertanda bagi perkiraan manajemen atas laba.
Ada kecenderungan harga saham akan naik jika ada pengumuman deviden kenaikan
deviden. Deviden itu sendiri tidak menyebabkan kenaikan atau penurunan harga saham,
tetapi prospek perusahaan yang ditunjukan oleh meningkatnya (menurunnya) deviden yang
dibayarkan yang menyebabkan perubahan harga saham (Hanafi 2004).
d. Clientele effect
Clientele effect ialah kecenderungan perusahaan untuk menarik jenis investor yang
menyukai kebijakan devidennya. Menurut argumen ini deviden seharusnya ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan segmen investor tertentu. Sebagai contoh, kelompok investor dengan
tingkat pajak yang tinggi akan menghindari deviden, karena deviden mempunyai tingkat
pajak yang tinggi disbanding dengan capital gain. Sebaliknya, kelompok investor dengan
pajak yang rendah akan menyukai deviden.

7. Kontroversi kebijakan deviden


Kebijakan deviden masih merupakan masalah yang mengundang perdebatan, karena
terdapat lebih dari satu pendapat. Berbagai pendapat tentang kebijakan deviden
dikelompokkan menjadi tiga pendapat yaitu:
a. Deviden dibayar tinggi (Bird In the Hand Thory).
Secara teoritis dengan menurunkan deviden maka nilai laba ditahan akan dapat diperbesar
dan dapat digunakan untuk investasi dalam bentuk real assets. Namun pendapat ini
berbeda dengan teori di atas tersebut sebab menginginkan deviden dibagikan dalam jumlah
yang besar, dengan asumsi bahwa harga saham di pengaruhi oleh deviden yang dibayarkan
(Gitosudamo 2001). Argumentasi tersebut mempunyai kesalahan dalam hal bahwa
peningkatan pembayaran deviden hanya dimungkinkan apabila laba yang diperoleh
perusahaan juga meningkat. Perusahaan tidak bisa membagikan deviden yang makin besar
jika laba yang diperoleh tidak meningkat. Memang benar kalau perusahaan mampu
meningkatkan pembayaran deviden karena peningkatan laba, harga saham akan naik.
Meskipun demikian kenaikan harga saham tersebut adalah disebabkan karena kenaikan
laba bukanlah karena kenaikan pembayaran deviden. Juga tidak benar kalau perusahaan
harus membagikan semua laba sebagai deviden, hanya karena perusahaan harus
membagikan deviden sebesar-besarnya. Laba dibenarkan untuk ditahan, kalau dana
tersebut bisa diinvestasikan dan menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar dari
biaya modalnya (Husnan 1996).
Dalam Hanafi (2004) ada beberapa argumen yang mendukung pembayaran deviden tinggi
yaitu sebagai berikut:
(1). Mengurangi ketidakpastian.
Deviden yang tinggi akan membantu mengurangi ketidakpastian. Beberapa tipe investor
akan menyukai pendapatan saat ini. Karena deviden diterima saat ini, sedangkan capital
gain diterima dimasa mendatang, ketidakpastian deviden akan lebih kecil dibandingkan
ketidakpastian capital gain. Karena faktor ketidakpastian berkurang maka investor semacam
itu mau membayar harga yang lebih tinggi untuk saham dengan deviden tinggi. Nilai saham
akan ditentukan oleh present value dari deviden yang akan diterima investor saat ini dan di
masa mendatang. Deviden dimasa mendatang akan lebih beresiko dibandingkan dengan
deviden yang dibayarkan saat ini.
(2). Mengurangi konflik keagenan antara manajer dengan pemegang saham
Argumen lain yang mendukung pembayaran yang tinggi datang dari kerangka teori
keagenan (agency theory). Menurut teori ini konflik bisa terjadi antara pihak-pihak yang
berkaitan di perusahaan. Sebagai contoh, manajer disewa oleh pemegang saham untuk
menjalankan perusahaan agar tujuan pemegang saham (maksimalisasi kemakmuran
pemegang saham) dapat tercapai. Tetapi manajer bisa saja mempunyai agenda sendiri
untuk tidak selalu konsisten dengan tujuan pemegang saham. Misalkan perusahaan
mempunyai kelebihan kas atas proyek dengan NPV positif (free cash flow, yang
didefinisikan sebagai kelebihan kas setelah semua investasi dengan NPV yang positif
didanai). Kas tersebut akan lebih baik jika dibagikan ke pemegang saham, dan pemegang
saham akan memanfaatkan kas tersebut dengan cara mereka sendiri. Tetapi manajer
barangkali tidak mau membagikan kas tersebut karena ingin tetap memegang kendali atas
kas tersebut. Dalam konteks semacam itu, pembayaran deviden yang tinggi merupakan hal
yang diinginkan oleh investor, karena akan mengurangi potensi konflik antara manajer
dengan pemegang saham.
b. Kebijakan deviden tidak relevan
Pendapat ini menyatakan devidend policy is irrelevant, jadi deviden dibagi atau tidak nilai
kekayaanya akan sama. Dasar dari pendapat ini adalah pemenuhan dana perusahaan dari
external financing. Mereka yang menganut pendapat ini mengatakan bahwa perusahaan
bisa saja membagikan deviden yang banyak atau sedikit, asalkan dimungkinkan menutup
kekurangan dana dari sumber ekstern. Jadi yang penting adalah apakah dana yang
dipergunakan untuk membiayai berasal dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru)
ataukah dari dalam perusahaan (menahan laba). Dampak keputusan tersebut sama saja
bagi kekayaan pemodal, atau keputusan deviden adalah tidak relevan (Husnan 1996).
Dalam Bringham (2001), sejumlah kalangan memperdebatkan bahwa kebijakan deviden
tidak mempunyai pengaruh baik terhadap harga saham maupun terhadap biaya modalnya.
Penganjur utama dari Teori ketidakrelevanan deviden adalah Merton Miller dan Franco
Modigliani (MM). Mereka berpendapat bahwa Rasio pembayaran deviden hanya merupakan
bagian kecil saja dari keputusan investasi perusahaan. Pembayaran deviden tidak
mempengaruhi kekayaan pemegang saham. Nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh
kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta risiko bisnisnya dengan kata lain nilai
suatu perusahaan tergantung semata-mata tergantung pendapatan yang dihasilkan oleh
aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi di antara deviden dan laba
yang ditahan. MM mengajukan asumsi sebagai berikut:
(1). Tidak ada pajak atau biaya lainya, pelaku pasar tidak bias mempengaruhi harga
sekuritas. Pasar diasumsikan sempurna (perfect).
(2). Semua pelaku pasar mempunyai pengharapan yang sama terhadap investasi,
keuntungan dan deviden dimasa mendatang. Pengharapan investor dikatakan homogen.
(3). Kebijakan investasi ditentukan lebih dahulu, kebijakan deviden tidak mempengaruhi
investasi.
c. Deviden dibayar rendah
Variabel yang mendasari argumen ini adalah efek pajak dan flotation cost.
(1). Efek pajak
Dinegara tertentu seperti Amerika Serikat, pajak untuk capital gain lebih rendah
dibandingkan dengan pajak untuk deviden (28% versus 31%). Disamping itu, pajak atas
capital gain akan efektif jika capital gain tersebut direalisir (yang berarti saham tersebut
dijual). Sedangkan pajak deviden akan dibayarkan saat deviden diterima. Berdasar argumen
tersebut, deviden seharusnya dibayar rendah, karena menghemat pajak. Pada
kenyataannya investor mempunyai tingkat pajak yang beragam, sehingga efek pajak tidak
bisa digeneralisir untuk semua investor, (Hanafi 2004).
(2). Biaya emisi (flotation Cost)
Jika perusahaan membayarkan deviden dan kemudian menerbitkan saham, maka
perusahaan akan mengeluarkan biaya emisi saham. Biaya modal saham eksternal lebih
besar dibandingkan biaya modal internal, karena biaya emisi, biaya transaksi, dan biaya
underpricing saham. Karena itu perusahaan akan lebih baik membayarkan deviden rendah
sehingga tidak harus menerbitkan saham baru.

8. Macam-macam kebijakan deviden


Berbagai macam kebijakan deviden menurut Riyanto (2001) adalah sebagai berikut :
a. Kebijakan deviden yang stabil
Banyak perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan deviden yang stabil, artinya jumlah
deviden per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu
tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Deviden yang
stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan apabila ternyata pendapatan perusahaan
meningkat dan kenaikan pendapatan tersebut nampak mantap dan relatif permanen,
barulah besarnya deviden per lembar dinaikkan. Dan deviden yang dinaikan ini akan
dipertahankan dalam waktu yang relatif panjang. Alasan yang mendorong perusahaan
menjalankan kebijakan deviden yang stabil adalah kebijakan deviden yang stabil dijalankan
oleh suatu perusahaan akan dapat memberikan kesan kepada investor bahwa perusahaan
tersebut mempunyai prospek yang baik di masa-masa mendatang. Apabila pendapatan
perusahaan berkurang tetapi perusahaan tersebut tidak mengurangi deviden yang
dibayarkan, maka kepercayaan pasar terhadap perusahaan tersebut lebih besar
dibandingkan kalau devidennya dikurangi pembayarannya.
Dengan demikian manajemen dapat mempengaruhi harapan para investor melalui politik
deviden yang stabil. Banyak pemegang saham yang hidup dari pendapatan yang diterima
dari deviden. Golongan ini dengan sendirinya tidak akan menyukai adanya pembagian
deviden yang tidak stabil. Mereka lebih senang membayar harga ekstra bagi saham yang
akan memberikan deviden yang sudah dapat dipastikan jumlahnya. Pada banyak negara
terdapat ketentuan dalam pasar modalnya, bahwa organisasi atau yayasan-yayasan sosial,
perusahaan-perusahaan asuransi, bank-bank tabungan, dana-dana pensiun, pemerintah
Kota Madya, dan lain-lain hanya diijinkan menanamkan dananya dalam saham-saham yang
dikeluarkan oleh perusahaan yang menjalankan kebijakan deviden yang stabil. Biasanya
dalam pasar modal ada daftar resmi yang memuat nama-nama perusahaan yang
menjalankan kebijakan deviden yang stabil, artinya perusahaan yang bersangkutan akan
membayar devidennya secara tetap dan tidak terganggu pembayarannya.
b. Kebijakan pembayaran deviden dengan penetapan jumlah minimal plus jumlah ekstra
tertentu.
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal deviden per lembar saham setiap
tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik maka perusahaan akan membayarkan
deviden ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Bagi pemodal ada kepastian akan menerima
jumlah deviden yang minimal setiap tahunya meskipun keadaan keuangan perusahaan
agak memburuk. Tetapi dilain pihak kalau keadaan keuangan baik maka pemodal akan
menerima deviden minimal tersebut ditambah dengan deviden ekstra. Kalau keadaan
keuangan memburuk lagi maka yang dibayarkan hanya deviden yang minimal saja.

c. Kebijakan deviden dengan penetapan deviden payout ratio yang konstan


Perusahaan yang menjalankan kebijakan ini menetapkan deviden payout ratio yang konstan
misalnya 50 %. Ini berarti bahwa jumlah deviden per lembar saham tiap tahunya yang di
bayarkan akan berfluktuatif sesuai dengan perkembangan keuntungan neto yang diperoleh
tiap tahunnya.
d. Kebijakan deviden yang fleksibel
Perusahaan menetapkan deviden payout ratio besarnya tiap tahunnya disesuaikan dengan
posisi keuangan dan kebijakan financial dari perusahaan yang bersangkutan. Apabila
keuntungan tinggi maka besarnya deviden yang dibagikan relatif tinggi, dan sebaliknya jika
tingkat keuntungan rendah maka besarnya deviden yang dibayarkan juga rendah, atau
dapat dikatakan besarnya selalu proporsional dengan tingkat keuntungan.

9. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Rasio Pembayaran Deviden.


Menurut Hanafi (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi rasio pembayaran deviden terdiri
dari:
a. Kesempatan investasi
Semakin besar kesempatan investasi maka deviden yang bisa dibagikan akan semakin
sedikit. Akan lebih baik jika ditanamkan pada investasi yang menghasilkan NPV positif.
b. Likuiditas dan Profitabilitas
Perusahaan yang mempunyai aliran kas atau profitabilitas yang baik bisa membayar
deviden atau meningkatkan deviden. Hal yang sebaliknya akan terjadi jika jika aliran kas
tidak baik. Alasan lain pembayaran deviden adalah untuk menghindari akuisisi oleh
perusahaan lain. Perusahaan yang mempunyai kas yang berlebihan seringkali menjadi
target dalam akuisisi. Untuk menghindari akuisisi, perusahaan tersebut bisa membayarkan
deviden, dan sekaligus juga membuat senang pemegang saham.
c. Akses ke pasar keuangan
Jika perusahaan mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik, perusahaan bisa
membayarkan deviden lebih tinggi. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi
kebutuhan likuiditasnya.
d. Stabilitas pendapatan.
Jika pendapatan perusahaan relatif stabil, aliran kas dimasa mendatang bisa diperkirakan
dengan lebih akurat. Perusahaan semacam itu dapat membayar deviden yang lebih tinggi.
Hal yang sebaliknya terjadi untuk perusahaan yang mempunyai pendapatan yang tidak
stabil. Ketidakstabilan aliran kas dimasa mendatang membatasi kemampuan perusahaan
membayar deviden yang tinggi.
e. Pembatasan-pembatasan.
Seringkali kontrak utang, obligasi, ataupun saham preferen membatasi pembayaran deviden
dalam situasi tertentu, atau rasio likuiditas tertentu, atau perusahaan tidak bisa
membayarkan deviden sebelum deviden untuk pemegang saham preferen dibayar. Dalam
situasi normal, atau baik, pembatasan semacam itu tidak berpengaruh banyak terhadap
kemampuan perusahaan membayarkan devidennya. Tetapi dalam situasi buruk dimana
aliran kas lebih kecil, pembatasan tersebut akan mempengaruhi pembayaran deviden oleh
perusahaan.
Sedangkan menurut Riyanto (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi rasio pembayaran
deviden suatu perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Posisi likuiditas perusahaan.
Posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus
dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya deviden yang
akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena deviden merupakan cash
outflow, maka makin kuat posisi likuiditas perusahaan, berarti makin besar kemampuan
perusahaan untuk membayar deviden. Suatu perusahaan yang sedang tumbuh secara
rendabel, mungkin tidak begitu kuat posisi likuiditasnya karena sebagian besar dari dananya
aktiva tetap dan modal kerja dengan demikian kemampuanya untuk membayarkan deviden
pun sangat terbatas. Dengan sendirinya likuiditas suatu perusahaan ditentukan oleh
keputusan-keputusan di bidang investasi dan cara pemenuhan kebutuhan dananya.
b. Kebutuhan untuk membayar hutang
Apabila perusahaan akan memperoleh utang baru atau menjual obligasi baru untuk
membiayai perluasan perusahaan, sebelumnya harus direncanakan bagaimana caranya
untuk membayar kembali utang tersebut. Apabila perusahaan menentukan bahwa
pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan
sebagian besar dari pendapatanya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti berarti hanya
sebagian kecil saja yang pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai deviden.
c. Tingkat pertumbuhan perusahaan.
Makin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar kebutuhan dana untuk
waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhanya. Perusahaan tersebut biasanya akan
lebih senang untuk menahan pendapatanya daripada dibayarkan sebagai deviden dengan
mengingat batasan-batasan biayanya. Apabila perusahaan telah mencapai tingkat
pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah well established, dimana
kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau
sumber dana ekstern lainya, maka keadaanya adalah berbeda. Dalam hal yang demikian
perusahaan dapat menetapkan devidend payout ratio yang tinggi.
d. Pengawasan terhadap perusahaan.
Variabel penting lainya adalah kontrol atau pengawasan terhadap perusahaan. Ada
perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang
berasal dari intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas pertimbangan bahwa kalau
ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan saham baru akan
melemahkan kontrol dari kelompok dominan didalam perusahaan. Demikian pula kalau
membiayai ekspansi dari utang akan menambah risiko finansiilnya. Mempercayakan pada
pembelanjaan intern dalam rangka usaha mempertahankan control terhadap perusahaan,
berarti mengurangi devidend payout ratio"nya. Ada berbagai macam faktor yang dapat
mempengaruhi perusahaan dalam menetapkan rasio pembayaran deviden menurut
berbagai pakar sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Adapun Penelitian ini berfokus pada faktor-faktor yang diduga paling berpengaruh terhadap
rasio pembayaran deviden yang antara lain adalah sebagai berikut:
a. Cash Position (CP).
Posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus
dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya deviden yang
akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena deviden merupakan cash
outflow, maka makin kuat posisi kas perusahaan, berarti makin besar kemampuan
perusahaan untuk membayar deviden (Riyanto 2001). Posisi kas merupakan rasio kas akhir
tahun dengan earnings after tax. Bagi perusahaan yang memiliki posisi kas yang semakin
kuat akan semakin besar kemampuannya untuk membayar deviden. Faktor ini merupakan
faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen sehingga pengaruhnya dapat
dirasakan secara langsung bagi kebijakan deviden (Sudarsi 2002).
b. Profitability (PR).
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya
dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka
panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini misalnya bagi
pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk
deviden. Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing-
masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri.
Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan seorang penganalisa untuk
mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva
dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan Profitabilitas adalah keuntungan bersih yang
mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Profitabilitas yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu ukuran return on investment (ROI).
Analisa ROI dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah
satu tehnik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh (komperehensif). ROI merupakan
salah satu bentuk dari ratio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur
kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang
digunakan untuk operasinya perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (Munawir 2000).
Faktor profitabilitas juga berpengaruh terhadap kebijakan deviden karena deviden adalah
sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karena itu deviden akan
dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan
kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-
kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak. Oleh karena itu deviden yang diambilkan dari
keuntungan bersih akan mempengaruhi devidend payout ratio. Perusahaan yang semakin
besar keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai
deviden (Sudarsi 2002).
c. Firm Size (Size).
Faktor ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses
yang lebih mudah ke pasar modal di bandingkan dengan perusahaan kecil. Akses yang baik
bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Kemudahan aksesbilitas ke
pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan bank untuk memunculkan
dana yang lebih besar, dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran
yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Ukuran perusahaan diwakili oleh Log Natural
(Ln)dari total assets tiap tahun (Sudarsi 2002).
d. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage
(penggunaan utang) terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan (Ang
1997). Faktor ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh
kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk
membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan
rasio yang semakin rendah akan menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan
memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya
akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari
pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti berarti hanya sebagian kecil saja
yang pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai deviden (Riyanto 2001). Peningkatan
utang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang
saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin menurunkan
kemampuan perusahaan membayar deviden (Sudarsi 2002).

Stabilitas Deviden adalah pembayaran deviden yang satbil dalam jangka waktu yang lama,
sedang kebalikannya adalah pembayaran deviden yang sesuai dengan persentase tetap
dari penghasilan perusahaan. Apabila semua factor antara dua perusahaan sama tetapi
pembayaran devidennya berbeda maka harga saham perusahaan yang membayar deviden
secara stabil akan lebih tinggi daripada harga saham perusahaan yang membayar deviden
tidak stabil.
Deviden Saham (Stock Deviden) dan Pemecahan Saham (Stock Split) seringkali digunakan
untuk tujuan berbeda. Dalam pengertian ekonomi hanya terdapat perbedaan kecil diantara
keduanya. Namun dalam pengertian akuntansi, kedua istilah di atas memiliki perbedaan
besar. Prinsip-prinsip akuntansi memperlakukan distribusi saham yang lebih dari 25%
saham yang beredar sebagai pemecahan saham, sedangkan distribusi yang lebih kecil dari
jumlah itu dapat digolongkan sebagai stock deviden.
Pembelian Kembali Saham (Repurchase of Stock). Jika perusahaan memiliki kelebihan
dana tetapi mempunyai sedikit kesempatan investasi, maka kelebihan dana tersebut dapat
didistribusikan dengan membeli kembali saham perusahaan atau meningkatkan
pembayaran deviden. Dengan pembelian kembali saham, maka saham yang beredar
menjadi lebih sedikit sehingga EPS (earning per share) dan dividen per lembar saham
segera meningkat. Sebagai hasilnya harga pasar perlembar saham akan naik juga. Ada dua
metode pembelian kembali saham yang sering digunakan yaitu penawaran tender sendiri
(self tender offer) dan pembelian saham di pasar terbuka (open market purchase).

Você também pode gostar