Você está na página 1de 14

Amebiasis Intestinal Ringan

Heribertus Edo Tigit

Mahasiswa Kedokteran Universitas Krida Wacana, NIM: 102011350,

Semester 3, email: edotigit@ymail.com

Pendahuluan
Amebisis (disentri ameba, enteritis ameba, lotis ameba) adalah penyakit infeksi usus besar
yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica. Penyakit ini tersebar hampir di
seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini
disebabkan karena kepadatan penduduk, higiene individu dan sanitasi lingkungan hidup serta
kondisi sosial ekonomi dan kultural yang menunjang. Sekitar 90% infeksi asimtomatik,
sementara sekitar 10% lainya menimbulkan berbagai sindrom klinis, mulai dari disentri
sampai asbes hati atau organ lain.1,2

Pembahasan
1. Anamnesis
Anmnesis merupakan wawancara yang seksama terhadap pasien atau keluarga dekatnya
mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan keesehatan.
Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala
(simptom) dan tada (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan
dalam menentikan diagnosis kemungkinan sehingga membantu dalam menentukan langkah
pemeriksaan selanjutnya. 1,3
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluahan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat obstri dan ginekologi (khusus wanita). Riwayat penyakit
dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial
ekonomi, budaya, kebiasaaan, obat-obatan dan ingkungan). 1,3
Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua atau anggota keluarga terdekat
sebagai penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas
perlu ditanyakan untuk memeastikan bahwa pasien yang dimaksud dan sebagai data
penelitian. 1,3 Pada kasus ini didapatkan pasien seorang perempuan berusia 22 tahun.
Keulahan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien ke dokter atau
mencari pertolongan. 1,3 Dalam kasus ini pasien mengeluh mencret sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.
Berdasarkan skenario kasus dalam melakukan anamnesis , harus diusahaka data sebagai
berikut: 1,3
- Waktu dan lamanya keluhan berlangsung, pada kasus ini keluhan berlangsung sejak 3 hari
yang lalu.
- Sifat dan berat serangan, pada kasus ini mencret sebayak 8 kali sehari kurang lebih
seperempat gelas sampai setengah gelas aqua, konsistensi cair dan terdapat ampas berwarna
kehijauan, berbuih, terdapat darah dan lendir serta berbau bususk.
- Lokaisasi dan penyebaranya, menetap,menjalar, berpindah-pindah,
- Hubungan nya dengan waktu, misalnya paggi lebih sakit dari siang atau sore, atau
sebaliknya.
- Hubungannya dengan aktivitas, misalnya bertambah berat bila meakukan aktivitas atau
bertambah ringan bila beristirahat,
- Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali,
- Faktor resiko dan pencatus serangan, termasuk faktor yang memperberat atau meringankan
keluhan,
- Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang mengalami keluahan yang sama,
- Riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu,
- Perkembangan penyakit, kemungkinan telah tejadi komplikasi atau gejala sisa,
- Upaya yang telah dilakuakn dan bagai mana hasilnya, jenis obat-obatan yang telah diminum
pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita
Riwayat penyakit terdahuu untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan
penyakit yang pernah ia derita dengan penyakitnya sekarang. Riwayat obstetri harus
ditanyakan pada setiap pasien wanita. Tanyakan mengenai menstruasinya, kapan manrche,
apakah menstruasi teratur atau tidak, apakah disertai rasa nyeri atau tidak, dan riwayat
kehamilan, persalinan dan keguguran. 1
Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulakan data posistif dan negatif yang
berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit. Pada
kasus ini pemeriksaan gastrointestinal, yang perlu ditanyakan yaitu: nafsu makan, defekasi,
1
mual, muntah, diare, konstipasi, obsipasi, hematemesis, melena, hematoskezia, hemoroid.
Pada skenario data posotif yang didapat yaitu: defekasi, mual, muntah diare, hematokezia.
Riwayat penyakit keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial
atau penyakit infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanyakan riwayat kehamilan dan
kelahiran. 1,3
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu
ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti masaah
keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang harus ditanyakn kebiasaan
merokok, minum alkohol dan obat-obatan termasuk obat-obatan terarang. Pasien yang sering
melakukan perjalanan juga harus ditanyakan tujuan perjalannan yang telah ia lakukan untuk
mencari kemungkinan tertular penyakit infeksi tertentu di tempat tujuan perjalanannya. Bila
ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksual juga harus di tanyakan. Yang tidak
kalah penting adalah menanyakan tentang lingkungan tempat tinggal, termasuk keadaan
rumah, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, tempat pembuangan sampah dan sebagainya. 1,3

2. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan
dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan inspeksi, palasi, perkusi
dan aukultasi.sikap sopan santun dan rasa hormat terhadap tubuh dan pribadi pasien yang
sedang diperiksa harus diperhatikan dengan baik oleh peneriksa. 1,3
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, dapat diperhatikan bagaimana keadaan umum pasien
melalui ekspresi wajahnya, gaya berjalannya dan tanda-tanda spesifik lain yang seger tampak
begitu kita melihat pasien. 1,3
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang wajar
terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Pada skenario diketahui pasien dalam
tingakat kesadaran kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun
terhadap lingkungannya, pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik. 1
Pemeriksaan tanda-tanda vital yang penting meliputi: suhu tubuh pasien, tekanan darah, nadi
1
yang terdiri dari frekuensi, irama dan isis nadi, dan rekuesi pernafasan. Dalam kasus
didapatkan: suhu pasien normal 36C, frekuensi pernapasan pasien 28/menit lebih besar dari
normal yaitu 16-24/menit, dan pasien mengalami tekanan darah rendah yaitu 90/60 mmHg.
Pada pemeriksaan abdomen dilakukan dengan posisi pasen terlentang, kepala rata atau
dengan satu bantal, dengan kedua tangan di sisi kanan-kirinya, usahakan semua bagian
abdumen diperiksa. Sebaiknya kandung kencing dikosongkan dulu sebelum pemeriksaan
dilakukan. Pemeriksaan dilakukan dalam 4 tahap yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. 1
Pada pemeriksaan inspeksi dilakukan pemeriksaan dengan melihat perut baik bagian depan
ataupun bagian belakang. Perlu diperhatikan kelainan-kelainan yang terluhat pada perut
seperti jaringan parut atau asimetri perut. 1
Pemeriksaan palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan
dalam ringga abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah adanya nyeri tekan dan perbesaran
yang kemudian menetukan lokasi dan kuat atau seberapa besar nyeri tekan atau perbesaran
yang didapatkan. 1
Pemeriksaan perkusi dilakukan dengan penekanan yang lebih ringan dan ketokan yang lebih
perlahan. Digunakan untuk : mendeteksi empedu atau vesika urinaria, menentukan ukuran
hati dan limpa secara kasar dan menentuka penyebab distensi abdomen. 1
Pemeriksaan auskultasi dilakuakn untuk memeriksa: suara usus yaitu frekuensi dan pitch
menngkat ada obstruksi, succussion splash mendeteksi obstruksi pada tingkat lambung,
bruit arterial dan venosus hum pada kaput medusa. 1

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tinja merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat
penting. Pada disentri ameba biasanya tinja berbau busuk, bercampur
darah dan lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik, perlu tinja yang masih
baru (segar). Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang
minima 3 kali seminggu, dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien
mendapat pengobatan. Apabila direncanakanaka dibuat foto kolon dengan
barium enema, pemeriksaan tinja harus dikarjakan sebelum atau minima
3 hari sesudahny. Pada pemeriksaa tinja yang berbentuk (pasien tidak
diare), perlu dicari bentuk kista, karena bentuk trofozoit tidak akan dapat
ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak kista berbentuk bulat,
berkiau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan kromatoid
yang berbentuk batang, dengan ujung tumpul, sedangkan inti tidak
tampak. Untuk dapat melihat intinya dibuat sediaan dengan larutan lugol.
Sebaliknya badan-badan kromatid tidak tampak pada sedian dengan lugol
ini. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemerikasaan dangan
metode konsentrasi yaitu dengan larutan seng sulfat dan enteroformalin.
Dengan larutan senga sulfat, kista akan terapung dai permukaan, sedang
dengan larutan eterformalin kista akan mengendap. 1,2,4
Di dalam tinja pasien akan ditemuakn bentuk trofozoit. Untuk itu
diperluakn tinja yang masih segar. Apabila pemerikasaan ditunda untuk
beberapa jam, maka tinja dapat di disimpan di lemari pendingin (4C atau
dicampr di dalam larutan polivinil akohol. Sebaliknua diambil bahan dari
bagian tinja yang mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung
dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong, dengan
mengaunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan
nampak ameba dengan eritorsit di dalamnya. 1,2,4

Bentuk ini akan nampak jelas bila dibuat sedian denga larutan eosin.
Untuk membedakanya dengan leukosit (makrofag), perlu dibuat sediaan
dangan cat supravitak, misalnya buf-ferred methylene blue. Dengan
menggunakan mikrometer, dapat disingkirkan kemungkinan E. hartmanni.
1

Pemeriksaan prostoskopi, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi berguna untuk


membantu diagnosis penderita dengan gejala disentri, terutama apabila
pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan ameba. Pemeriksaan ini tidak
berguna untuk carrier. Tampak ulkus yang khas dengan tepi menonjol,
tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak
normal. Pemeriksaan mikroskopis bahan eksudat atau bahan biopsi
jaringan usus akan ditemukan trofozoit. 1,2,4

Foto fontgen kolon tidak banyak membantu, karena sering ulkus tidak
tampak. Kadang-kadang pada amebiasis kronik foto rontgen kolon dengan
barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameba tampak
filling defect yang mirip karsinoma. 1

Ameba hanya dapat dibiakan pada media khusus, misalnya media Boeck
Dr. bohlav. Tetapi tidak semua atrain dapat dibiakan. Oleh karena itu
pemeriksaan ini tidak dikerjakan rutin. 1
Pemeriksaan uji serologi banyak digunakan sebagi uji bantu diagnosis
abses hati amebik dan epidemiogis. Uji serologi positif apabila ameba
menebus jaringan (invasif) Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien
abses hati dan disentri ameba dan negatif pada earner. Hasil uji seroogi
positif beum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti
bukan amebiasis. Indirect fluores-cent antibody (IFA) dan enzime linked
immunosorbant assay (ELISA) merupakan uji yang paling sensitif. Juga up
indirect fluorescent anti-body (IFA) dan agar gel diffusion precipitin.
Sedang uji seroogi yang cepat hasilnya adalah latex aglutination test dan
celulosa acetate diffusion. Oleh karena antibodi yang terbentuk lama
sekali menghilang, maka nilai diagnostiknya di daerah endemis rendah. 1,2,3

3. Diagnosis banding
Berdasarkan keluhan yang di derita pasien didapat tan beberapa kemungkinan penyakit yang
pasien derita yaitu:
- Disentri basilier
Disentri basiler atau ahigellosis adalah suatu infeksi akut pada kolon yang disebabkan kuman
genus shigella. Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famii enterobacteriaceae. Ada 4
spesies shigella yaitu S. dysentriae, S. flexneri, S. bondii dan S. sonnei. Terdapat 43 serotipe
O dari shigella. S. sonnei adalah satu-satunya spesies yang memiliki serotipe tunggal. Karena
kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seorang dapat terinfeksi
beberapa kai oleh tipe yang berbeda. Genus ini mempunyai kemampuan menginvasi sel epitel
intestinal dan menyebabkan kemampuan infeksi dalam jumlah 10 2-103 organisme. Penyakit
ini kadang-kadang ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek
akan mengakibatkan mudahnya penularan penyakit.1-4
Secara klinis mempunyai tanda-tanda sebagai berikut: diare, adanya lendir dan darah dalam
tinja, kram perut dan tenesmus. Masa tunas penyakit ini berlangsung dari beberapa jam
sampai 3 hari. Mulai terjangkit sampai timbulnya gejala khas biasanya berlangsung cepat,
sering secara mendadak, tetapi dapat juga timbul perlahan-lahan. Gejala yang timbul
bervariasi : defekasi sedikit-sedikit, terus-menerus, sakit perut dengan rasa kolik dan mejan,
muntah-muntah, sakit kepala. Sifat kotoran mulanya sedikit- sedikit sampai isi usus terkuras
habis, seanjutnya pada keadaan ringan masih dapat mengeluarkan cairan, bia keadaan berat
tija berlendir dengan warna kemerah-merahan (red currant jelly) atau lendir yang bening dan
berdarah, bersifat basa. Secara mikroskopik didapatkan sel-sel pus, sel-sel darah putih/merah,
sel makrofag yang besar, kadang-kadang dijumpai Entamoeba coli. Suhu badan bervariasi
dari rendah-tinggi, nadi cepat, dan gambaran selsel darah tepi tidak mengalami perubahan. 1-4
Secara klinis, terdapat banyak kesamaan penykit pada kasus di skenario dengan disentri
basiler, seperti adanya demam, diare ber lendir dan darah, muntah. Namun sifat kotoranyang
berbau busuk tidak terdapat pada disentri basiler.
- Demam tifoid
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella typhi atau A. paratyphi
melalui asupan makanan atau minumanyang terkontaminasi. Spesies Salmonela masuk lewat
plak Peyer usus, bermultiplikasi di dalam makrofag dan sel-sel retikuledoteal lain lalu
memasuki airan darah.1,3,4
Inkubasi terjadi selama 10-14 hari. Demam naik secara bertahap, nyeri kepala,pusing,
malaise,anoreksia, mual, muntah dan kadang-kadang batuk. Gejala abdomen (nyeri, diare
atau konstipasi) jelas terlihat pada minggu pertama, sedangkan diare, hepatomegali ringan
dan roseola (rose spot) (60%) muncul pada minggu kedua. Syok ganguan ginjal, dan pada
perubahan status mental, termasuk koma, muncul pada kasus-kasus berat. 1,3,4
Demam tifoid tidak bukan masalah dalam kasus karena, tidak terdapat tinja yang berbau
busuk, dan pasien biasanya mengalami mengalami demam pada sore hari.

4. Diagnosis kerja (Amebiasis Intestinal Ringan)


Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut
kembung, kadang-kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan
4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busu. Kadang-kadang tinja becampur darah dan lendir.
Sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid. Jarang nyaeri di daerah epigastrum yang mirip ulkus
peptik. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusny. Keadaan umum pasien biasanya
baik, tanpa aatau disertai demam ringan (subfebril). Kadang-kadang hepatomegali yang tidak
atau sedikit nyaeri tekan.1-3
Amebiasis intestinal kadang-kadang sukar dibedakan dari irritable bowel syndrome (IBS),
divertikulitis, enteritis regional dan hemoroid interna, sedang disentri ameba sukar dibedakan
dengan disentri basilar (shigellosis) atau salmonelosis, kolitis ulserosa dan skistomiasi
(terutama di daerah endemis). Pemeriksaan tinja sangat penting. Tinja penderita amebiasis
tidak banyak mengandung leukosit, tetapi banyak mengandung bakteri. Diagnosis pasti baru
dapat ditegakkan apabila ditemukan ameba (trofozoit). Akan tetapi dengan diketemukan
ameba tersebut tidak berarti menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit lain, karean
amebiasis dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain pada seorang pasien. Serin amebiasis
terdapat bersaan dengan karsinoma usus besar. Oleh karena itu bila pasien amebiasis yang
telah mendapat pengobatan spesifik masih tetap mengeluh perutnya sakit, perlu dilakukan
pemeriksaan lain misalnya endoskopi, foto kolon dengan barium eneman atau biakan tinja.
1,2,4

5. Etiologi
E. histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensial (apatogen) di usus
besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan ara
membentuk kooni di dinding usus dan menembus dindidng usus sehingga menimbulkan
ulserasi. Siklus hidup ameba ada 2 macam bentuk, yaitu bentuk trofozoid yang dapat
bergerak dan bentuk kista. Bentuk trofozoid ada 2 macam, trofozoid komensial(<10mm) dan
trofozoid (>10mm). 1,2
Trofozoid koensial dapat dijumpai di umen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila
pasien mengalami diare, maka tropozoid akan keluar bersama tinja. Pada pemeriksaan tinja di
bawah mikroskop tampak trofozios bergerak aktif dengan pseudopodinya dan dibatasi oleh
ektoplasma yang terang seperti kaca. Di dalamnya ada endoplasma yang berbentuk butir-butir
kecil dan sebuah inti di dalamnya. Sementara trofozoid patogen yang dapat dijumpai di
lumen usus dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal),
mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoid komensial (sampai 50
mm) dan mengadung beberapa eritrosit di dalamnya, karena trofozoid ini sering menelan
eritorsit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap
timbulnya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia. 1,2
Bentuk kista ada 2 macam yaitu kista muda dan kista dewasa. Kista muda berinti satu
megandung satu gelembung oksigen dan badan-badan kromatid yang berbentuk batang
berujung tumpul. Kista dewasa berinti empat. Kista hanya terbentuk dan dijumpai di dalam
lumen usus, tidak dapat dijumpai di dalam dinding usus atau jaringan tubuh diluar usus. 1,2
Bentuk kista bertanggung jawab terhadap penularan penyakit, dapat hidup lama di luar tubuh
manusia, tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam sistem air minum.
Diduga faktor kekeringan akibat penyerapan air sepanjang usus basar, menyebabkan
trofoziod berubah menjadi kista. E. histolytica oleh beberapa penulis dibagi menjadi 2 ras
yaitu ras besar dan ras kecil, bergantung pada apakah dapat membentuk kista berdiameter
lebih basr atau lebih kecil dari 10 mm. strain kecil ternyata tidak patogen terhadap manusia,
dan dinyatakan sebagai spesies tersendiri yaitu E. hartmanni. 1,2
Dengan teknik elektroforesis, enzim yang dikandung trofozoit dapat diketahui. Pola enzim
dapat menunjukan patogenitas ameba (zymodeme). Ameba yang didapat dari pasien dengan
gejala penyakit yang invasiv menunjukkan pola zymodeme) 1,2
Imunitas terhadap amoeba sampai saat ini masih belum banyak diketahui dengan pasti
perannya. Beberapa sarjana meragukan adanya peran tersebut , karena didaerah endemik
banyak yang mengalami infeksi berulang, dan morbiditas serta mortalitasnya meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia. Pendapat tersebut kurang tepat karena telah terbukti bahwa
ulkus ameba dapat kambuh kembali apabila pasien meenrima tindakan yang menurunkan
daya tahan tubuh, misalnya splenektomi, radiasi, obat-obat imunosupresif dan kortikosteroid.
1,2

Berdasarkan penyelidikan pada binatang dan manusia dapat dibuktikan bahwa E. histolytica
dapat merangsang terbentuknya imunitas humoral dan seluler. Invivo, imunitas humoral
mampu membinasakan ameba, tetapi in vitro tidak. Belum diketahui apa sebabnya keadaan
tersebut dapat terjadi. Tampaknya imunitas yang terbentuk tidak sempurna dan hanya dapa
mengurangi beratnya penyakit, tidak dapat mencegah terjadinya penyakit. Diduga imunitas
seluar lebih besar peranya daripada imunitas humoral. Antibodi di dalam serum (terutama
klas IgG) terutama berperan dalam uji serologik. 1,2

6. Patofisiologis
Trofozoid mula-mula hidup sebagai komensial di dalam lumen usus besar, dapat berubah
menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Faktor yang
menyebabkan perubahan sifat trofozoid tersebut sampai saat ini masih belum diketahui
dengan pasti diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) ameba,
maupun lingkungannya mempunyai peran. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kerentanan
tubuh misalnya kehamilan, kurang gizi, penyakit keganasan, obat-obatan imunosupresif dan
kortikosteroid. Sifat keganasan ameba ditentukan oleh strainya. Strain ameba di daerah tropis
ternyata lebih ganas dari pada strain di daerah sedang. Akan tetapi sifat keganasan tersebut
tidak stabil, dapat berubah apabila keadaan lingkungan mengizinkan. Beberapa faktor
linkungan yang diduga berpengaruh, misalnya suasana anaerob dan asam (pH 0,6-6,5),
adanya bakteri, virus dan diet tinggi kolesterol, tinggi karbohidrat dan rendah protein. Ameba
yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat
mengakibatkan kerusakan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ukus ameba sanggat khas
yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar
(menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi
reaksi radang yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ukus tampak normal. Gambaran ini
sangat berbeda dengan disetri basilier, dimana mukosa usus usus antara ulkus meradang.
Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat ulkus tampak sel leukosit dalam jumlah banyak, akan
tetapi lebih sedikit jika dibandingkan disentri basilier. Tampak pula kristal Charcot Leyden
dan kadang-kadang ditemukan trofozoit. Ulkus yang yang terjadi dapat menimbulkan
pendarahan dan apabila menembus lapisan muskular akan terjadi perforasi dan peritonitis.
Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urutan-
urutan tempatnya adalah sekum, kolon, asenden, rektum, sigmoid, apandiks dan ileum
terminalis. Infeksi kronik dapat menimbulkan reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi
yang disebut ameboma yang sering terjdai di daerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus di dalam
dinding usus besar, ameba dapat mengadakan metastasis ke hati lewat cabang vena porta
dan menimbulkan asbes hati. Embolisasi lewat pembuluh darah atau pembuluh getah bening
dapat pula terjadi ke paru, otak atau limpa dan menimbukan abses di sana, akan tetapi
peristiwa ini jarang terjadi. Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium
dini abses hati, kemudian timbul nekrosis fikal kecil-kecil (mikro abses), yang akan
bergabung menjadi satu, membentuk abses tunggal yang besar. Dapat pula terjadi abses
majemuk. Sesuai dengan arah aliran darah vena porta, maka abses hati ameba terutama
banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi nanah kental yang steril tidak berbau, berwarna
kecokatan (cho-colate paste), terdiri dari jaringan sel hati yang rusak bercampur darah.
Kadang-kadang berwarna kuning kehijauan, karena bercampur dengan cairan empedu. 1

7. Terapi
Obat
Pasien ditemukan ulkus di mukosa usus besar yang dapat mencapai lapisan submukosa, dan
dapat mengakibatkan ganguan peristaltik usus. Pasien akan mengalami diare atau disentri,
tetapi tidak berat, sehingga tidak memerlukan tranfusi darah. Oleh karena didapatkan
trofozoid di dalm lumen dan di dalam dinding usus besar, maka sebagai obat pilihan
adalah ,metronidazol dengan dosis 3 x 750 mg sehari selam 5 -10 hari. Dapat pula dipakai
tinidazol atau ornidazol dengan dosis seperti obat pertama tadi. 1,2
Metronidazol adalah 1-(-hidroksi-etil)-2metil-5-nitrimidazo yang berbentuk kristal kuning
muda dan sedikit larut dalam air atau alkohol. Metronidazol berefek amubisid, obat ain yang
memiliki struktur dan aktivitas mirip dengan metronidazol dan telah digunakan banyak
negara diantaranya adaah tinidazol.5
Metornidazol memperlihatkan daya amubisid langsung. Pada biakan E. histolytica dengan
kadar metronidazol 1-2 g/ml, semua parasit musnah dalam 24 jam. Sampai saat ini belum
ditemukan amuba yang resisten terhadap metronidazol. 5
Tinidazol memperlihatkan spektrum antimikroba yang sama dengan metronidazol.
Perbedaannya dengan metronidazol iaah masa paruhnya yang lebih panjang sehingga dapat
diberikan sebagai dosis tunggal perhari, dan efek sampingnya lebih ringan daripada
metronidazol. 5
Absorbsi metronidazol berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral. Waktu paruhnya
berkisar antara 8-10 jam. Masa paruh tinidazol 12-24 jam. 5
Efek samping hebat yang memerukan penghentian pengobatan jarang ditemukan. Efek
samping yang paling umum adalah sakit kepala, mual, mulut kering dan rasa keap logam. 5
Oleh karena pada pasien yang sudah sembuh dengan pengobatan metronidazol dapat timbul
abses hati ameba dalam jangka waktu 3-4 bulan kemudian, maka dianjurkan untuk
menambah dengan obat amebisid luminal. Obat ini akan meberantas sumber trofozoit di
dalam lumen usus. Dapat pula dipakai diyodohidroksikuin, klikinol atau diloksanid furoad
dengan dosis seperti tersebut di atas. Dapat pula di beri tetrasikilin dengan dosis 4 x 500 mg
sehari, selam 5 hari. 1,2
Untuk antibiotik paromomisin mempunyai efektifitas yang terbaik untuk amubiasis
intestinal. Antibiotik lain yaitu tetrasiklin dan eritromisin mempunyai efektivitas yang lemah
dan efeksamping yang lebih menganggu.5
Paromomisin termasuk golongan aminoglikosid yang berasal dari Streptomyces rimosus dan
bersifat amubisid seara invitro maupun invivo. Obat ini bekerja langsung terhadap amuba,
tetapi bersifat antibakteri terhadap organisme normal maupun patogen dalam usus. Efek
samping terbatas pada keluhan saluran cerna termasuk diare. 5

Edukasi
Makan, minum dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat sarana pencegahan
penyakit yang sangat penting. Air minum sebaiknya dimasak dulu, karena kista akan binasa
bila air dipanaskan 50C selama 5 menit. Pemberian klor dalam jumah yang biasa diberikan
dalam proses pembuatan air bersih ternyata tidak dapat membeinasakan kista. Penting sekali
adanya jamban keluarga, isolasi, dan pengobatan carrier. Carrier dilarang bekerja sebagai juru
masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan. Sampai saat ini beum ada
vaksinasi khusus. Vaksinasi merupakan pencegahan penyakit yang ideal bagi individu atau
masyarakat yang beum memeiliki kekebaan terhadap amebiasis. 1,2,4

8. Komplikasi
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri ameba, baik berat maupun ringan. Sering
sumber panyakit di usus sudah tidak menunjukan gejala lagi atau hanya menunukan gejala
ringan, sehingga yangmenonjol adalah gejala penyulitnya (komplikasi). Keadaan ini sering
terjadi pada penyulit ekstra intestinal, yang disebut amebiasis ekstra intestina. Berdasarkan
lokasinya, penyulit dapat dibagi: 1,2
- Komplikasi intestinal
Pendarahan usus, terjadi apabila mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak
pembuluh darah. Bila pendarahan hebat berakibat fatal. 1,2
Perforasi usus, terjadi apabila feses menembus lapisan muskular didinding usus. Sering
mengakibatkan peritonitis yang morbilitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat terjadi akibat
pecahnya abses hati ameba. 1,2
Ameboma, terjadi akabat infeksi kronik yang mengakibatkan terbentuknya massa jaringan
granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan rektuosigmoid, sukar dibedakan dengan
karsinoma usus besar. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus. 1,2
Itususepsi, sering terjadi di daerah sekum (caeca-solic) yang memerlukan tindakan operasi
segera.
Penyempitan usus (striktura), dapat terjadi pada disentri kronik, akibat terbentuknya jaringan
ikt atau akibat ameboma. 1
- Komplikasi ekstra intestinal.
Amebiasis hati, merupakan penyakit penyulit ekstra intestinal yang palng sering terjadi. Di
daerah tropis terutama di Asia Tenggara, insidensinya berkisar 5-40%. Lebih banyak terdapat
pada laki-laki daripada wanita, tersering pada usia 30-40 tahun. Asbes dapat timbul beberapa
minggu, bulan atau tahun sesudah infeksi ameba; kadang-kadang terjadi tanpa diketahui
menderita disentri ameba sebelumnya. Infeksi dapat terjadi akibat embolisasi ameba pada
dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening. 1,2
Pasien sering mengeluh nyeri spontan di perut kanan atas, kalau berjalan dalam posisi
membeunkuk ke depan dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Hati teraba di bawah
lengkung iga, nyeri tekan disertai demam tinggi yang bersifat intermiten atau remiten.
Kadang-kadang terasa nyeri tekan lokal di daerah antara iga ke-8, ke-9 atau ke-10, jarang
terjadi iktrus. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukosit moderat (15.000-
25.000/mm3) yang terdiri atas 70% leukosit polimorfonuklear. Faal hati jarang terganggu dan
jarang ditemukan ameba dalam tinja. Ameba dapat ditemukan di dalam bahan cairan aspirasi
abses bagian terakhir atau bahan boipsi dinding abses. Pada pemeriksaan penerawangan
tampak peninggian hemidiafragma kanan, gerakannya menurun atau kadang-kadang terjadi
gerakan paradoksal (pada waktu inspirasi diafragma justru bergerak ke atas). Pada
pemeriksaan foto dad postero-anterior maupun lateral kanan, tampak sudut kostofrenik kanan
tumpu di bagaina depan (pada abses hati piogenik, tumpul di bagian belakang). 1,2
Amebiasis pleuropulmonal, dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kira-kira 10-
20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Dapat timbul cairan pleura,
atelektasis, pneumia, atau abses paru. 1,2
Abses paru dapat pula terjadi akibat emboisasi ameba langsung dari usus besar. Dapat terjadi
hiliran (fistel) hepatobronkial, penderita batuk-batuk dengan sputum berwarna kecoklatan
yang rasanya seperti hati. 1,2
Abses otak, limpa dan organ lain, dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dan dinding
usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi. 1,2
Amebiasis kulit, terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar, dengan
memebentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perinial atau di dinding perut. Dapat pua
terjadi di daerah vulvovagina akibat invasi ameba yang berasal dari anus. 1,2

Penutup
Berdasarkan sifat-sifat keluhan yang dialami pasien diketahui pasien mengalami amebiass
intestinal ringan dengan diagnosis banding demam typhoid dan disentri basiler.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam . Edisi ke-lima.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.25-8, 69-76, 2797-806, 2836-42, 2850-60.
2. Susanto I, Ismid IS, Sjarifuddn PK, editors. Buku ajar Parasitologi kedokteran. Edisi ke-
empat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.h. 107-18, 124-27,
3. Davey P.At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2002.p.4-6, 32,64-5, 204, 298.
4. Gillespie S, Bamford K. At a galnce mikrobiologi medis dan infeksi. Edisi ke-tiga. Jakarta:
Erlangga; 2008.h. 84, 108.
5. Guanawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, editors. Farmakoogi dan terapi. Jakarta: Departemen
Farmakoogi dan Terapeutik FKUI;2007.h.551-6.

Você também pode gostar