Você está na página 1de 5

TUGAS SEJARAH UMUM TENTANG

BIOGRAFI ACHMAD HUSEIN

Disusun oleh:
AGUS SURYONO
XII IPS 2

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


KABUPATEN TEBO
SMA N 7 KAB.TEBO
TAHUN AJARAN 2016/2017
.

Dewan Banteng yang dibentuk di Padang pada tanggal 20 Desember 1956 adalah cikal bakal dari
PRRI, walaupun pada awalnya bertujuan membangun daerah yang dirasa tertinggal dibanding
pembangunan di pulau Jawa. Dewan yang diprakarsai oleh Kolonel Ismail Lengah itu diketuai
oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein.

Dewan Banteng terbentuk setelah melalui dua kali pertemuan para perwira aktif maupun
pensiunan yang berasal dari Divisi IX Banteng, suatu divisi dalam Angkatan Perang Republik
Indonesia (APRI) yang dibentuk pada masa Perang Kemerdekaan tahun 1945 - 1950 melawan
kolonialis Belanda. Sebelumnya divisi yang telah dibubarkan pemerintah itu membawahi
teritorial Sumatera Tengah (Sumbar, Riau, Kepulauan Riau dan Jambi sekarang). Salah satu
resimen Komando Divisi IX Banteng yaitu Resimen 6 dianggap sebagai pasukan terbaik di
Sumatera.

Pertemuan pertama yang berlangsung di Jakarta pada 21 September 1956 dilanjutkan


dengan pertemuan kedua di Padang dari tanggal 20 sampai 24 November 1956 yang dihadiri 612
orang perwira aktif dan pensiunan yang berasal dari divisi yang telah bubar itu. Pada tanggal 20
Desember 1956 terbentuklah Dewan Banteng yang dilandasi oleh keinginan untuk membangun
daerah yang dirasa tertinggal.

Selain kesejahteraan rakyat yang diabaikan dan kondisi prajurit yang memprihatinkan, faktor lain
yang juga menjadi pendorong terbentuknya dewan itu adalah ketidak puasan para perwira dan
prajurit yang berasal dari Divisi IX Banteng yang dibubarkan pemerintahan pusat. Penciutan
Komando Divisi IX Banteng menjadi Brigade Banteng lalu berlanjut menjadi Resimen Infanteri
4 yang kemudian dilebur kedalam Komando Tentara Teritorium I Bukit Barisan (TT I BB) yang
berkedudukan di Medan. Ahmad Husein-pun hanya menjadi Komandan Resimen Infanteri 4 TT I
BB.

Keberadaan Dewan Banteng tidak hanya didukung oleh para perwira militer mantan
anggota Divisi Banteng, tetapi juga oleh semua elemen masyarakat di Sumatera Tengah seperti
partai politik, kaum ulama, intelektual, pemuda dan kaum adat, kecuali Partai Komunis
Indonesia (PKI), sehingga melahirkan semboyan ketika itu yang berbunyi : "Timbul Tenggelam
Bersama Dewan Banteng". Namun dalam pendiriannya Dewan Banteng tetap mengakui
Pemerintahan Republik Indonesia dibawah Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Djuanda
serta Jenderal A.H. Nasution sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Tuntutan Dewan Banteng

Pemberian serta pengisian otonomi luas bagi daerah-daerah dalam rangka


pelaksanaan sistem pemerintahan desentralisasi serta pemberian
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang wajar, layak dan adil.

Dihapuskannya segera sistem sentralisme yang dalam kenyataannya


mengakibatkan birokrasi yang tidak sehat dan juga menjadi pokok pangkal
dari korupsi, stagnasi pembangunan daerah, hilangnya inisiatif dan kegiatan
daerah serta kontrol.

Pembentukan kembali Komando Pertahanan Daerah dalam arti teritorial,


operatif dan administratif yang sesuai dengan pembagian administratif dari
Negara Republik Indonesia dewasa ini dan merupakan komando utama dalam
Angkatan Darat.

Ditetapkannya eks. Divisi IX Banteng Sumatera Tengah sebagai kesatuan


militer yang menjadi satu korps dalam Angkatan Darat.

Setelah itu Ahmad Husein sebagai Ketua Dewan Banteng, mengambil alih jabatan
Gubernur Sumatera Tengah dari tangan Gubernur Ruslan Mulyoharjo. Tindakan Ahmad Husein
itu tidak mendapatkan hukuman, malah Pemerintah Pusat memenuhi tuntutan Dewan Banteng
dengan membentuk Komando Militer di Sumatera Tengah yaitu Komando Militer Daerah
Sumatera Tengah (KMDST) yang terlepas dari Komando Tentara Teritorium (TT) I Bukit
Barisan yang berkedudukan di Medan, sedangkan Ahmad Husein diangkat menjadi Panglima
KMDST dengan pangkat Kolonel. Dalam hal ini beberapa tuntutan Dewan Banteng dipenuhi
oleh pemerintah pusat.
Pada tanggal 22 Desember 1956, dua hari sesudah terbentuknya Dewan Banteng, Kolonel
Maluddin Simbolon, Panglima Komando Tentara Teritorium I Bukit Barisan mengumumkan
pembentukan Dewan Gajah di Medan dan menyatakan melepaskan diri dari Pemerintahan PM
Djuanda lalu menyatakan wilayah teritorialnya dalam keadaan Darurat Perang (SOB). Aksi
Kolonel Maludin Simbolon itu mendapat reaksi keras dari pemerintah pusat dengan
memerintahkan KSAD Jenderal A.H. Nasution untuk memecat Kolonel Simbolon dan
menggantinya dengan Letnan Kolonel Djamin Ginting. Selanjutnya langkah tersebut-pun diikuti
oleh pembentukan Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
Barlian dan Dewan Manguni di Sulawesi dibawah pimpinan Letnan Kolonel Ventje Sumual.

Panglima PRRI

Tuntutan Dewan Banteng tentang otonomi, sistem pemerintahan desentralisasi,


perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang adil, penyerahan mandat Perdana Menteri
Djuanda kepada Mohammad Hatta dan Hamengku Buwono IX, pembentukan zaken kabinet dan
tuntutan agar Presiden kembali sebagai Presiden Konstitusional serta beberapa tuntutan lainnya
tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat. Hal ini mengakibatkan Dewan Banteng tidak lagi
mengirimkan penghasilan Daerah Sumatera Tengah ke Pemerintah Pusat, tetapi dipakai untuk
pembangunan daerah. Bahkan Dewan Banteng juga melakukan barter hasil-hasil alam Sumatera
Tengah dengan pihak luar negeri. Seluruh dana yang didapat dari hasil bumi itu digunakan untuk
pembangunan daerah. Hanya dalam beberapa bulan saja terlihat hasil yang nyata berbeda dengan
keadaan sebelumnya, bahkan pembangunan Sumatera Tengah di bawah Dewan Banteng
dianggap sebagai yang terbaik di Indonesia pada waktu itu. Apa yang dilakukan Dewan Banteng
tersebut membuat hubungan daerah Sumatera Tengah dengan pemerintah pusat menjadi tegang.

Setelah rapat di Sungai Dareh, Sumatera Tengah pada tanggal 9 Januari 1958, akhirnya Ahmad
Husein membentuk Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada tanggal 15
Februari 1958 dengan mengangkat Syafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri berikut
kabinetnya. Sementara itu di Sulawesi Utara, Letnan Kolonel D.J. Somba mengikutinya dengan
membentuk Gerakan Piagam Perjuangan Semesta (Permesta).

Setelah melalui beberapa perundingan yang tidak menghasilkan kesepakatan ditengah situasi
yang menegangkan akhirnya pemerintah mengirim pasukan dalam jumlah besar untuk
membungkam aspirasi daerah-daerah tersebut. Terjadilah perang saudara yang cukup banyak
memakan korban jiwa di Sumatera Barat.

Kolonel Ahmad Husein (lahir di Padang, Sumatera Barat, 1 April


1925 meninggal di Padang, 28 November 1998 pada umur 73 tahun)
adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia dan pemimpin militer PRRI.
Pada tanggal 15 Februari 1958 di Padang dia membentuk Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dibawah pimpinan Syafruddin
Prawiranegara sebagai Perdana Menteri dengan tujuan mengoreksi
pemerintahan otoriter Soekarno yang dianggap inkonstitusional dan
mengabaikan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Tindakan koreksinya itu ternyata mendapat sambutan berupa aksi militer
dari pemerintah pusat di Jakarta sehingga menimbulkan perang saudara di
Sumatera Barat. 1

1 www.wikipedia.com

Você também pode gostar