“BIOFILM MIKROBA : ANCAMAN NYATA KEAMANAN PANGAN”
Hendra Adi Prasetia
Bala Uj TerapTebik an Metode Karatina Pertanian J. Raya Kampung Utan- Setu, harag Barat Kab. Belasi
Abstrak
Biofilm mikroba merupakan agregat mikroba yang dapat tumbuh dan berkembang pada
produk susu, daging, buah dan sayuran segar dapat beresiko tinggi mengancam tingkat
keamanan pangan. Mengingat dampaknya yang dapat membahayakan tingkat keszhatan
masyarakat, maka upaya menjaga sanitasi dan higenitas lingkungan mutlak diperhatikan
untuk mencegah kontaminasi silang mikroba patogen ke dalam produk hasil pertanian
Strategi pengendalian biofilm mikroba dapat dilakukan dengan penghambatan kerja sensor
kuorum, degradasi enzimatik, penggunaan bakteriofage dan interaksi mikrobiologis melalui
sekresi bakteriosin yang mampu mengeluarkan biofilm pada produk pangan.
Kata kunci : biofilm, mikroba, sensor kuorum, keamanan pangan
Pendahuluan
Biofilm mikroba adalah suatu lapisan tipis yang terbentuk hasil enkapsulasi
mikroorganisme yang dipadatkan (agregat) dalam sebuah matrik cair yang terbentuk dari
campuran protein, asam nukleat dan polisakarida. Di dalam lapisan biofilm, mikroba
cenderung tumbuh dan berkembang dengan pesat hingga membentuk koloni terutama pada
permukaan bahan yang lembab dan kaya akan nutrisi (Tarver, 2009). Hal ini tentunya perlu
mendapat perhatian khusus bagi industri yang melibatkan air dalam proses operasinya
seperti : proses pengapalan, industri kertas, sistem pendingin, fasiltas air minum, alat-alat
medis dan industri pangan (MSU, 2008).
10 um
Gambar 1. Citra Scanning Electron Microscope (SEM) tentang awal terbentuknya biofilm
oleh Salmonella enterica serovar sel Poona pada buah melon yang
dikeringkan pada 20°C selama dua jam (Tarver, 2009).Bahkan pada biofilm mikroba yang berasal dari spesies sel tunggal dapat pula
ditumbuhi oleh berbagai jenis spesies bakteri, Berbagai jenis bakteri penyusun biofilm dapat
berkomunikasi satu sama lainnya dengan baik. Melalui sinyal sel setto yang dikenal sebagai
sensor kuorum, setsel bakteri saling berkoordinasi satu sama lainnya selama pembentukan
biofilm. Kondisi internal biofilm memungkinkan bakteri bertahan pada kondisi lingkungan
yang ekstrem seperti perubahan temperatur yang drastis, perlakuan pengawetan kering,
penyinaran ultraviolet dan lain sebagainya
Mikroba Pembentuk Biofilm Pada Produk Pangan
Lebih dari 60 tahun sejak kasus pertama yang dilaporkan (Zobell, 1943), biofilm
menjadi masalah yang banyak mendapat perhatian industri pangan, lingkungan maupun
biomedis (Sihorkar and Vyas, 2001; Maukonen et al, 2003). Hingga saat ini, biofilm bahkan
metupakan persoalan serius yang ditemukan pada beberapa sektor industri pangan, seperti
pada industri minuman bir, proses pengolahan susu, produk buah dan sayuran segar,
pengolahan produk unggas dan daging (Jessen and Lammert, 2003; Somers and Wong,
2004; Chen et al, 2007). Beberapa laporan penelitian menyebutkan biofilm berperan nyata
pada munculnya resistensi terhadap produk anti mikroba (Langsrud ef al, 2003; Simoes ef
al., 2006; Simoes and Viera, 2009),
Gambar 2. Citra SEM biofim B. Cereus yang terbentuk selama 6 hari pada permukaan
wadah stainless steel dengan skala perbesaran 6330 kali (Simoes et al. 2010)
Bakteri yang berasal dari golongan Enterobacter, Lactobacillus, Listeria,
Micrococcus, Streptococcus, Bacillus serta Pseudomonas umumnya banyak ditemukan
pada proses pengolahan susu (Wiedman ef al, 2000; Waak ef al, 2002; Salo et al 2006),
2Wong (1998) melaporkan adanya mikroba kontaminan seperti: Lactobacillus curvatus and
Lactobacillus fermentum yang tertinggal pada residu susu pada pabrik pembuat keju
meskipun telah dilakukan proses pencucian berulang. Bacillus spp. khususnya Bacillus
cereus merupakan bakteri perusak pangan dan berkontribusi hingga 12% dari total
komposisi bakteri penyusun biofilm (Sharma and Anand, 2002). B cereus dapat menyebar
ke seluruh area selama proses pengolahan pangan. Oleh karenanya kontaminasi B. cereus
seringkali tidak terlacak, terlebih spora bakteri tersebut juga tahan terhadap kondisi
lingkungan yang ekstrim dan bersifat hidrofobik. B. cereus umumnya juga ditemukan pada
peralatan pengolahan pangan (Lindsay ef al, 2006)
Golongan bakteri lainnya, yakni : Escherichia colli 0157:H7, Salmonella spp. dan
Listeria monocytogenes termasuk kelompok bakteri penyebab keracunan pangan yang
mampu membentuk biofilm pada produk unggas maupun temnak, serta buah dan sayuran
segar (Dewanti and Wong, 1995; Stepanovic et al, 2003; Mahmoud ef al, 2008). Sejak
tahun 1982, E colli telah diidentifikasi sebagai bakteri patogen yang mengakibatkan
terjadinya kasus keracunan pangan (Doyle 1991)
Beberapa gangguan penyakit yang terjadi akibat kontaminasi E. colli antara lain
hemorrhagic colitis, hemolytic uremic syndrome (HUS) dan thrombotic thrombocytopenic
purpura (TTP) (Dewanti and Wong 1995). Hemorrhagic colitis merupakan sindroma penyakit
yang ditandai dengan dada yang terasa nyeri dan terjadinya wasir akut. Sementara HUS
metupakan penyakit gagal ginjal pada anak-anak dan orang dewasa yang sering
membutuhkan dialisis dan tranfusi darah. Sedangkan TTP memilki gejala yang mitip
dengan HUS namun dampak yang ditimbulkan bisa lebih parah. Komplikasi kedua penyakit
tersebut bahkan dapat berakibat kematian (CDC, 1993).
Salmonella. spp. khususnya Salmonella enterica ternyata bisa menyebabkan
terjadinya penyakit Salmonellosis. Gejala umum penyakit ini adalah terjadinya kram pada
dada, diare dan demam selama kurang lebih 4-7 hari (CDC, 2008a). Ternak dan unggas
biasanya mudah terinfeksi S. enterica, namun beberapa binatang lainnya seperti kucing dan
tupai dapat pula menjadi media pembawa penyakit ini. Hal yang perlu diwaspadai adalah
bakteri ini dapat memicu terbentuknya biofilm pada melon ketika disimpan pada 10-20 °C
selama 24 jam (Annous et al, 2004; Annous ef al, 2005). Bahan — bahan_ sanitasi juga
tidak efektif ketika digunakan untuk mengeluarkan atau menginaktivasi biofilm S. enterica
pada melon, khususnya ketika patogen tersebut telah tersebar pada buah selama lebih dari
24 jam (Ukuku and Sapers 2001). Namun demikian, pola pembentukan biofilm oleh
Salmonella spp. dipengaruhi interaksi dinamis antara faktor pasokan nutrisi dan
ketersediaan oksigen (Gerstel and Romiing, 2001),Gambar 2. Tampilan fisik melon dipenuhi biofilm dari koloni bakteri E.colli_ S.
poona dan L. monocytogenes setelah disimpan 9 hari pada 22°C
(Mahmoud et al, 2008)
Dampak yang berbeda ditemukan pada kasus kontaminasi S. enterica pada buah
apel. Namun demikian, baik pada jus maupun sari buah apel yang terkontaminasi
Escherichia coli 0157:H7 justru menimbulkan masalah serius terkait dengan ditemukannya
kasus penyakit saluran penceraan (Rangel et al, 2005). E. Coli 0157:H7 pada umumnya
bertahan hidup di dalam saluran pencernaan hewan ruminansia seperti: sapi, kambing dan
domba. Gejala yang ditimbulkan umumnya sedang dan berulang termasuk terjadinya kram
perut yang parah, diare dan muntah-muntah, namun pada beberapa penderita gejala yang
timbul bisa lebih parah dan bahkan bisa mengancam nyawa penderita akibat komplikasi
penyakit yang ditimbulkannya (CDC, 2008b).
Mekanisme Pembentukan Biofilm
Proses pembentukan biofilm terdiri dari lima tahap. Pada tahap pertama, set-sel
bakteri saling menempel pada permukaan bahan akibat pengaruh gaya van der Waals
(MSU, 2008). Pada tahap ini, proses perlekatan sel masih bersifat sementara, namun pada
tahap kedua, sel-sel bakteri telah menempel secara permanen akibat terbentuknya material
eksopolimer yang merupakan suatu senyawa perekat yang lebih kuat.
Pada tahap ketiga ditandai dengan terbentuknya mikrokaloni dan biofilm mulai
terbentuk. Sementara pada tahap keempat, biofilm yang terbentuk semakin banyak dan
membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung sel-sel terselubung dalam beberapa
kelompok yang saling terhubung satu sama lainnya. Pada tahap terakhir, perkembangan
struktur biofilm mengakibatkan terjadinya dispersi sel sehingga sel-sel tersebut berpindah
dan membentuk biofilm yang baru, Perlu dicatat pada bofilm yang sudah terbentuk, proses
pembelahan sel jarang terjadi. Pada kondisi tersebut, sel-sel biofilm menggunakan sebagian
4besar energi untuk membentuk eksopolisakarida yang dibutuhkan sel sebagai nutrisi
(Watnick and Kotter 2000)
Gambar3. Citra SEM biofilm E. coli 0157:H7 pada: (a) 1/5 TSB setelah 8 hari dan (b)
BP setelah 3 hari (Dewanti and Wong, 1995)
Sensor kuorum digunakan selsel bakteri untuk berkolaborasi satu sama lainnya
sehingga bermanfaat bagi keseluruhan populasi mikroorganisme pembentuk biofilm (Smith
et al, 2004). Sementara struktur mikrokoloni yang ada akan senantiasa berupaya
membentuk jaringan sel kompleks yang menopang sistem kehidupan secara kolektif
Saluran penghubung diantara kelompok-kelompok sel berperan untuk mengirimkan air dan
nutrisi ke setiap bagian sel dan membantu pengeluaran zat-zat sisa_metabolisme
Karakteristik seperti yang telah disebutkan sebelumnya ditambah adanya sifat kohesif yang
kuat dan memuaskan performanya membuat biofilm sangat tahan terhadap pengaruh
desinfektan maupun biosida lainnya
Biofilm juga mampu menetralkan pengaruh buruk lingkungan seperti pH ekstrim,
tipisnya kandungan oksigen serta tekanan dan suhu yang ekstrim. Lebih jauh, se-sel biofilm
dapat saling memisahkan diri dan bergabung dengan sistem matriks pangan lainnya
(Midelet and Carpentier 2004). Oleh karenanya tidak mengherankan jika setsel penyusun
biofilm sulit untuk ditekan populasinya. Bahkan pada beberapa kasus dilaporkan populasi
koloni mikroorganisme pada biofilm dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi silang
pada produk pangan dengan level yang rendah (Annous et al 2009). Fakta yang ditemukan
dari hasil pengujian laboratorium menunjukkan biofilm yang mengandung mikroba patogen
bisa mengancam tingkat keamanan pangan pada suatu wilayah. Selain mampu bertahan
dalam jangka waktu yang cukup lama di dalam air, saluran pencernaan hewan dan tanah,
mikroba patogen juga bisa melekat dan membentuk koloni pada permukaan tanaman
pangan (Annous et al 2009). Peristiwa tersebut dapat berlanjut hingga terbentuk biofilm
bahkan hingga level jaringanTerkait dengan fenomena ini, beberapa peneliti melaporkan terjadinya peningkatan
yang drastis selama 30 tahun terakhir pada prevalensi kasus keracunan pangan akibat
konsumsi buah dan sayuran segar yang terkontaminasi mikroba patogen tersebut (Fett and
Cooke, 2003; Sivapalasingam et al, 2004). Ada fakta ilmiah lainnya yang menyebutkan
80% bakteri yang hidup pada permukaan tanaman mampu membentuk biofilm (Lindow and
Brandl, 2003). Fakta ini memliki korelasi yang erat dengan adanya peranan biofilm sebagai
pelindung dari pengaruh buruk lingkungan. Ada tiga macam produk tanaman pangan segar
yakni : melon, apel dan sayuran segar siap konsumsi yang telah teridentifikasi sebagai
media pembawa biofilm yang beresiko terhadap terjadinya kasus keracunan makanan.
Penghambatan Kerja Sensor Kuorum
Sensor kuorum adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kemampuan bakteri dalam menerima dan menanggapi perubahan densitas sel secara cepat
dengan bantuan molekul sinyal kecil yang dikenal sebagai auto-inducers (Al) (Packiavathy
et al, 2012). Sensor kuorum bakteri gram positif menggunakan peptida sebagai Al,
sedangkan pada bakteri gram negatif, Al yang umum digunakan adalah N-acy-homoserine
lactones (AHLs) (Truchado ef al, 2012). Bakteri menggunakan sistem sensor kuorum untuk
mengendalikan kebergaman proses fisiologis, termasuk sekresi faktor virulensi dan
pembentukan biofilm (Rudrappa and Bais, 2008; Ni et al, 2009),
Dalam kaitan dengan pembentukan biofilm oleh mikroba patogen, Asad and Opal
(2008) melaporkan sensor kuorum dapat memperbaiki akses ketersediaan nutrisi dan
melindungi mikroba dari pengaruh lingkungan yang buruk. Sinyal komunikasi dalam sensor
kuorum mampu mengatasi berbagai macam rintangan akibat perbedaan spesies maupun
jenis bakteri, baik berupa gram positif ataupun negatit
Sistem komunikasi efektif melalui sensor kuorum inilah yang memudahkan sel
bakteri untuk menyelesaikan tugasnya masing-masing yang pada akhimya memberikan
manfaat bagi keseluruhan sel dalam struktur biofilm, termasuk upaya yang harus dilakukan
untuk menetralkan daya racun dan daya antimikroba oleh komunitas bakteri dalam biofilm.
Untuk alasan tersebut, hal yang mungkin dilakukan untuk menekan terjadinya pembentukan
biofilm pada industri pangan, farmasi maupun alat-alat kesehatan dengan menghambat
kerja sensor kuorum.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan diantaranya - degradasi enzimatik molekul
pemancar sinyal dan penghambatan transmisi sinyal pemancar serta pemblokiran sinyal
penerima (Hentzar and Givskov 2003; Kjelleberg et al. 2008). Penelitian yang masih
dilakukan saat ini adalah mempelajari senyawa biomolekul terbaru yang mampu
menghambat kerja sensor kuorum (Kelleberg ef al 2008). Suatu zat kimia yang berperan
sebagai penghambat kerja sensor kuorum harus memiliki bobot molekul yang ringan, tidak
6mudah terlibat dalam suatu reaksi kimiawi serta berperan sebagai regulator sensor kuorum
tanpa menimbulkan efek samping yang berbahaya (Rasmussen and Givskov, 2006)
Beberapa peneliti melaporkan senyawa fitokimia memiliki potensi yang baik untuk
dikembangkan agen anti mikroba patogen yang dapat mengendalikan infeksi mikroba
dengan cara menghambat kerja sensor kuorum (AlHussaini and Mahasneh, 2009;
Brackman et al, 2009; Vikram et al, 2010). Dengan demikian bahan fitokimia antipatogen
menjadi pilihan alternatif yang paling menjanjikan dalam menghambat pengaturan sensor
kuorum terhadap koloni bakteri dan mencegah keracunan pada produk pangan hasil
komoditas pertanian (Coates ef al, 2002; Martin et al, 2008).
a AL inn 5}
i ee.
a t nm
ui . ose oy
i i f
i a
a
Gambar 3. Persentase transformasi-degradasi dan penghambatan sintesis 3-oxo-CBHSL
(A) dan CBHSL (8) pada kuttur Y.enterocoiitica yang dtumbuhkan pada LB Broth
yang ditambah berbagai senyawa bioaktif (Truchado et al, 2012)
Truchado ef al (2012) melaporkan beberapa senyawa fitokimia seperti
cinnamaldehyde, ellagic acid, pomegranate extract (PE), resveratrol dan rutin dapat
menghambat kerja sistem sensor kuorum biofilm yang dibentuk oleh Y.enterocolitica dan E.
caratovora. Lebih lanjut, disebutkan penghambatan kerja sistem sensor kuorum tersebut
akibat transformasi yang dilkuti degradasi AHLs dan penghambatan sintesis AHLs.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Packiavathy et al (2012) menyebutkan
ekstrak temulawak (Curcuma longa) mampu mengganggu kerja sensor kuoum sehingga
proses pembentukan biofilm E. coll, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis dan
Serratia marcescens dapat dihambat. Disebutkan pula, pengamatan dengan menggunakan
mikroskop cahaya dan mikroskop laser menunjukkan adanya gangguan nyata terhadap
perkembangan biofilm. Hal ini terkait pelemahan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
kerja sistem sensor kuorum, yakni produksi matriks eksopolisakarida dan alginat serta
gangguan tethadap posisi koloni bakteri patogen.Gambar 4. Citra confocal laser scanning microscope (CLSM) _penghambatan
pengembangan biofilm koloni E. colli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus
mirabilis dan Serratia marcescens pada sampel kontrol (a-d) dan pada sampel
yang diberi ekstrak temulawak (e-h) dengan dosis 25 -100 ug/ml (Packiavathy
et al, 2012)
Hasil pertemuan The Scientific Status Summary “Quorum Sensing in Biofilms : Why
Bacteria Behave the Way They Do” tahun 2009 mengulas lebih dalam mengenai senyawa
khusus dan metode spesifik yang digunakan untuk menghambat kerja sensor kuorum pada
biofilm penyebab kasus keracunan makanan. Namun demikian masih diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk identifikasi strategi yang secara definiif mampu mencegah kerja sensor
kuorum serta menghambat pembentukan biofilm pada pangan dan peralatan industri
pengolahan pangan secara keseluruhan,
Strategi Pengendalian Biofilm Pada Produk Pangan
Teknik perlakuan deaktivasi biofilm mikroba dapat dilakukan melalui tiga cara, yakni
41.) dengan menggunakan enzim berbasis deterjen; 2.) dengan pengendalian fage dan 3)
interaksi mikrobiologis/molekul metabolit (Simoes et al, 2010). Penggunaan enzim berbasis
deterjen juga dikenal sebagai bio-cleaners identik dengan bahan kimia ramah lingkungan
yang banyak digunakan dalam industri pengolahan produk pangan. Augustin et al_, (2004)
melaporkan produk pembersih yang dihasilkan melalui proses enzimatik memiliki prospek
yang baik untuk mendeaktivasi biofilm mikroba yang berasal dari koloni Lactobacillus
bulgaricus, Lactobacillus lactis, Streptococcus thermophilus yang banyak ditemukan pada
produk olahan susu.
Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Lagsir et al, (2003) menunjukkan
adanya efek sinergitas dari kombinasi perlakuan gelombang ultrasonik dengan enzim
proteolitik dan glikalitik dalam mengeluarkan 61-96% biofilm yang berasal dari koloni E.coli
8Meyer (2003) menambahkan golongan enzim yang terlibat akti dalam hidrolisis protein dan
polisakarida mampu mengeluarkan biofilm mikroba dari produk pangan secara signifikan.
Sementara, fage dapat pula digunakan untuk pengendalian biofilm pada produk
pangan. Pada dasarnya fage merupakan virus yang menginfeksi bakteri melalui jalur yang
spesifik serta bersifat non-toksik terhadap manusia, sehingga memiliki potensi yang baik
Untuk dikembangkan sebagai bahan pengendali biofilm mikroba pada produk pangan
(Kudva et al, 1999). Hughes et al. (1998) melaporkan pengendalian biofilm Enterobacter
agglomerans menggunakan fage dapat mengakibatkan sel bakteri mengalami lisis dan
biofilm akan terdegradasi oleh bakteriofage. Selanjutnya disebutkan juga fage menyebabkan
biofilm lisis lalu enzim polimerase polisakarida mendegradasi substansi polimer ekstraseluler
yang berakibat terkelupasnya biofilm.
Sillankova et al. (2004) menyebutkan bakteriofage mampu mengeluarkan sel P.
Fluorescens. Selain itu, fage tersebut bekerja efisien dalam mengeluarkan biofilm hingga
80% selama lima hari pada kondisi yang optimal. Lebih jauh, Lu and Collins (2007) telah
merancang sebuah bakteriofage yang mampu menguraikan biofilm secara enzimatik. Enzim
fage yang terbentuk dapat menyerang bakteri pada matriks biofilm dan selanjutnya dapat
mengurangi lebih dari 99% jumlah sel biofilm yang ada
Pengendalian biofilm juga dapat dilakukan dengan interaksi interspesies jamak atau
produksi suatu metabolit sederhana (Tait and Sutherland, 1994; Carpentier and Chassing
2004; Rossland et al, 2005). Banyak bakteri yang mampu mensintesis dan mensekresikan
biosurfaktan dengan sifat anti lekat yang kuat (Desai and Banat, 1997; Rodriguez et al,
2004; Nitschke and Costa, 2007). Surfaktin yang dihasikkan oleh Bacillus subtilis mampu
meluruhkan biofilm tanpa mengganggu pertumbuhan sel serta mampu mencegah
pembentukan biofilm baru oleh Salmonella enterica, E. coli dan Proteus mirabilis (Mireles et
al, 2001).Senyawa anti mikroba seperti nisin, lauricidin, reuterin dan pediocin diketahui juga
mampu mengendalikan biofilm mikroba yang banyak dijumpai pada industri pengolahan
susu, termasuk L. monocytogenes (Dufour et all, 2004; Zhao et all, 2004; Mahdavi et al,
2007). Davies and Marquez (2009) melaporkan P. Aeruginosa menghasilkan cis-2-asam
dekanoat yang mampu menghambat pembentukan dan pengembangan biofilm 8. subtilis, E
coli, S. aureus, K. pneumoniae, P. aeruginosa, P. mirabilis dan S. pyogenes. Ditambahkan
pula peranan cis-2-asam dekanoat dalam pengendalian biofilm sangat terkait dengan
kemampuan memancarkan sinyal dari molekul asam lemak rantai pendekKesimpulan
Biofilm telah terbukti merupakan agen pembawa mikroba patogen yang mengancam
tingkat keamanan pangan serta beresiko terhadap timbulnya penyakit keracunan makanan.
Oleh karenanya diperlukan upaya penelitian yang sistematis dan terencana untuk menekan
terpapamya biofim pada produk pangan dan perlunya memahami mekanisme pembentukan
biofilm oleh mikroba patogen. Upaya pengendalian biofilm dapat dilakukan dengan
menghambat kerja sistem sensor kuorum, degradasi enzimatik, penggunaan bakteriofage
dan interaksi mikrobiologis. Perlu pula dilakukan penelitian jangka panjang untuk
mempelajari pengaruh sinergis beberapa perlakuan untuk menghambat kerja sensor kuorum
serta menginaktivasi mikroba patogen pangan dalam biofilm.
DAFTAR PUSTAKA.
AlHussaini_R., Mahasneh AM. 2003. Microbial growth and quorum sensing antagonist
activities of herbal plants extracts. Molecules, 14: 3425-3435
Annous BA, Sapers G.M., Mattrazzo AM., Riordan D.C.R. 2001. Efficacy of washing with 2
commercial flatbed brush washer, using conventional and experimental washing
agents, in reducing populations’ of Escherichia coli on artificially inoculated
apples. Journal of Food Protection. 64: 159-163
Annous B.A, Burke A, Sites J.E, 2004. Surface pasteurization of whole fresh cantaloupes
inoculated with Salmonella Poona or Escherichia coli. Journal of Food Protection. 67:
1876-1885.
Annous B.A, Solomon E.B., Cooke P.H., Burke A 2005. Biofilm formation by Salmonella
spp. on cantaloupe melons. Journal of Food Safety 25: 276-287
Annous B.A, Fratamico P.M, Smith J.L. 2009. Quorum sensing in biofilms: why bacteria
behave the way they do. Jornal of Food Science 74(1): R1-R14
Asad S., Opal S.M. 2008. Bench-to-bedside review: Quorum sensing and the role of celhto-
cell communication during invasive bacterial infection. Critical Care 12(6): 236.
Augustin M., Al: Vehmas T., Atroshi F. 2004. Assessment of enzymatic cleaning agents and
disinfectants against bacterial biofilms. Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences 18: 55-64.
Brackman G., Hillaert U., Van Calenbergh S., Nelis H.J., Coenye T. 2009. Use of quorum
sensing inhibitors to interfere with biofilm formation and development in Burkholderia
multivorans and Burkholderia cenocepacia. Research in Microbiology 160: 144-151
Carpentier B., Chassing D. 2004. Interactions in biofilms between Listeria monocytogenes
and resident microorganisms from food industry premises. International Journal of
Food Microbiology 97° 111-122.
CDC. Centers for Disease Control. 1993. Update: multistate outbreak of Escherichia coli
0157:H7 infections from hamburgers - Western United States, 1992-1993. Morbidity
Mortality Weekly Report 42: 258-263.
10CDC. Centers for Disease Control and Prevention, 2008a. Division of foodborne, bacterial
and mycotic diseases: ‘salmonellosis. Available at:
http: /Awww.cde.govinczved/dfamd/disease listing/salmonellosis gi.html. Accessed
Dec. 18, 2008.
OC. 2008, Division of foodbome, bacterial ond myastc senses: Escherchie ool,
Available at —_htto:/www.cde. gov/n mi Listing .htmt,
Accessed Dec, 18, 2008.
Chen J., Rossman M.L., Pawar D.M. 2007. Attachment of enterohemorragic Escherichia coli
to the surface af beef and a culture medium. LWT — Food Science and Technology
40; 249-254.
Coates A, Hu Y., Bax R., Page C. 2002. The future challenges facing the development of a
new antimicrobial drugs. Nature Reviews Drug Discovery 1: 895-910.
Davies D.G., Marques C.N. 2009. A fatty acid is responsible for inducing dispersion in
microbial biofilms. Journal of Bacteriology 191: 1393-1403,
Desai J.D., Banat ILM. 1997. Microbial production of surfactants and their commercial
potential. Microbiology and Molecular Biology Reviews 61: 47-64.
Dewanti_R., Wong AC.L_1995. Influence of culture conditions on biofilm formation by
Escherichia coli0157:H7. International Journal of Food Microbiology 26: 147-164.
Doyle MP. 1991. Escherichia coli 0157:H7 and its significance in foods. International
Journal of Food Microbiology 12: 289-302
Dufour M., Simmonds R.S., Bremer PJ. 2004. Development of a laboratory scale clean-in-
place system to test the effectiveness of “natural” antimicrobials against dairy
biofilms. Journal of Food Protection 67: 1438-1443.
Fatemi P., La Borde LF., Patton J., Sapers G.M., Annous B.A, Knabel S.J. 2006. Influence
of punctures, cuts, and surface morphologies of golden delicious apples on
penetration and growth of Escherichia coli 0157:H7. Journal of Food Protection. 63:
267-275.
Fett WF., Cooke P.H. 2003. Scanning electron microscopy of native biofilms on mung bean
sprouts. Cancer Journal of Microbioogy 49: 45-50,
Gerstel U., Romling U. 2001. Oxygen tension and nutrient starvation are major signals that
regulate agfD promoter activity and expression of the mutticellular morphotype in
Salmonella typhimurium. Environmental of Microbiology 3, 638-648.
Hentzer M., Givskov M. 2003. Pharmacological inhibition of quorum sensing for the
treatment of chronic infections. Journal of Clinical Investation 112: 1300-1307.
Hughes K.A., Sutherland LW., Clark J., Jones, MV. 1998. Bacteriophage and associated
polysaccharide depolymerises — novel tools for study of bacterial biofilms. Journal of
Applied Microbiology 85: 583-590.
Jessen B.,Lammert L. 2003. Biofilm and disinfection in meat processing plants. International
Biodeterioration and Biodegradation 51: 265-269.
aKjelleberg S., McDougald D., Rasmussen T.B., Givskov M. 2008. Quorum-sensing inhibition,
pp. 393-416. In: Winans, S.C., Bassler, BLL, editors. Chemical communication
among bacteria. ASM Press, Washington, D.C.
Keskinen LA, Annous 8.4 2008. Unpublished research data. U.S. Dept. of Agriculture —
Agricultural Research Service. Multistate Research Project S-294.
Kudva LT., Jelacic S., Tarr P1., Youderian P., Hovde C. J. 1999. Biocontrol of Escherichia
coli 0157 with O157-specific bacteriophages. Applied and Environmental
Microbiology 65: 3767-3773,
Lagsir N.O, MartiakGros A, Bonneau M., Blum L. J. 2003. “Escherichia coltmilk” biofilm
removal from stainless steel surfaces: synergism between ultrasonic waves and
enzymes. Biofouling 19: 159-168.
Langstud S., Sidhu M. A, Heir E., Holck AL. 2003. Bacterial disinfectant resistance — a
challenge for the food industry. International Biodeterioration and Biodegradation 51
283-290.
Lindow, SE, Brandl, MT. 2003. Microbiology of the phyllosphere. Applied and
Environmental Microbiology 69:1875-1883.
Lindsay D., Brozel V.S., von Holy A 2006. Biofilm-spore response in Bacillus cereus and
Bacillus subtilis during nutrient limitation. Journal of Food Protection 63: 1168-1172.
Lu T.K., Collins J.J. 2007. Dispersing biofilms with engineered enzymatic bacteriophage
Proceedings of the National Academy of Sciences USA 104: 11197-11202
Mahdavi M., Jalali M., Kermanshahi, R.K 2007. The effect of nisin on biofilm forming
foodborne bacteria using microtiter plate method. Research in Pharmaceutical
Sciences 2: 113-118
Mahmoud B.S.M., Vaidya NA, Corvalan C.M., Linton RH. 2008. Inactivation kinetics of
inoculated Escherichia coli 0157:H7, Listeria monocytogenes and Salmonella Poona
on whole cantaloupe by chlorine dioxide gas. Food Microbiology 25: 857-865,
Martin CA, Hoven AD., Cook AM. 2008. Therapeutic frontiers: preventing and treating
infectious diseases by inhibiting bacterial quorum sensing. European Journal of
Clinical Microbiology 27: 635-642.
Maukonen J., Matto J., Wirtanen G., Raaska L., Mattila-Sandholm T., Saarela M. 2003,
Methodologies for the characterization of microbes in industrial environments: a
review. Journal of Industrial Microbiology and Biotechnology 30: 327-356.
Meyer B. 2003. Approaches to prevention, removal and killing of biofilms. International
Biodeterioration & Biodegradation 51: 249-253,
Midelet G., Carpentier 8. 2004. Impact of cleaning and disinfection agents on biofilm
structure and_on microbial transfer to a solid model food. Journal of Applied
Microbiology 97: 262-70.
Mireles JR., Toguchi A, Harshey RM. 2001. Salmonella enterica serovar Typhimurium
swarming mutants with altered biofilm-forming abilities: surfactin inhibits biofilm
formation. Journal of Bacteriology 183: 5848-5854
2MSU. Montana State University. 2008. A biofim primer: how biofilms form. Biofilms online.
Availableat:htto:/www. blofilmsonline. com/eg)-bin/ blofilmsonline/ed_how_primer.html.
‘Accessed Dec. 17, 2008.
NiN., LiM., Wang J., Wang B. 2009. Inhibitors and antagonists of bacterial quorum sensing.
Medicinal Research Reviews 28: 65-124.
Nitschke M,, Costa $.G.V.A.0. 2007. Biosurfactants in food industry. Trends in Food
Solence and Technology 18: 252-259,
Packlavathy LAS.V., Priya S., Pandian S.K., Ravi AV. 2012. Inhibition of biofilm
development of uropathogens by curcumin — An anti-quorum sensing agent from
Curcuma longa. Food Chemistry (2012),
htto:/dx.doi.org/10.1016/) foodchem.2012.08.002. Accessed Oct. 2, 2012.
Rangel J.M., Sparling P.H., Crowe C., Griffin P.M., Swerdiow D.L. 2005. Epidemiology of
Escherichia coli outbreaks, United States, 1982-2002. Emerging Infection Diseases
11: 603-609.
Rodrigues LR., van der Mei H.C., Teixeira J.A, Oliveira R. 2004. Biosurfactant from
Lactococcus lactis 53 inhibits microbial adhesion on silicone rubber. Applied
Microbiology and Biotechnology 66: 306-311
Rossland E., Langsrud T., Granum P.E., Sorhaug T, 2005. Production of antimicrobial
metabolites by strains of Lactobacillus or Lactococcus co-cultured with Bacilus
‘cereus in milk. International Journal of Food Microbiology 88: 183-200.
Rudrappa T., Bais H.P. 2008. Curcumin, a known phenolic from Curcuma longa, attenuat
the Virulence of Pseudomonas aeruginosa PAO! in whole plant and animal
pathogenicity models. Journal of Agricutural and Food Chemistry 56: 1955-1962.
Salo S., Ehavald H., Raaska L., Vokk R., Wirtanen, G. 2006. Microbial surveys in Estonian
dairies. LWT — Food Science and Technology 39: 460-471
Sapers, G.M. 2005. Washing and sanitizing treatments for fruits and vegetables. Chpt. 17 in
Microbiology of Fruits and Vegetables, ed. Sapers GM., Gorny JR., Yousef AE.
Boca Raton, FL. CRC Taylor & Francis. pp. 376-387.
Sapers G.M., Miller R.L., Annous BA, Burke AM. 2002. Improved antimicrobial wash
treatments for decontamination of apples. Journal of Food Science 67:1886-1891
Sharma M., Anand S.K 2002. Characterization of constitutive microflora of biofilms in dairy
processing lines. Food Microbiology 19: 627-536.
Sihorkar V., Vyas S.P. 2001. Biofilm consortia on biomedical and biological surfaces:
delivery and targeting strategies. Pharmaceutical Research 18: 1254-1427
Sillankorva S., Oliveira D.R., Vieira MJ., Sutherland LW., Azeredo J. 2004. Bacteriophage
V SI infection of Pseudomonas fluorescens planktonic cells versus biofilms.
Biofouling 20: 133-138.
Simoes M., Simoes L.C., Machado |., Pereira M.O., Vieira MJ. 2006. Control of flow.
generated biofilms using surfactants — evidence of resistance and recovery. Food
and Bioproducts Processing 84: 338-345,
2BSimoes M., Vieira MJ. 2009. Persister cells in Pseudomonas fluorescens biofilms treated
with a biocide. In Proceedings of the international conference processes in biofilms:
Fundamentals to applications (pp. 58-62), Davis, CA, USA.
Simoes M., Simoes L.C., Vieira MJ. 2010. A review of current and emergent biofilm control
strategies. LWT-Food Science and Technology 43: 573-583.
Sivapalasingam S., Friedman C.R., Cohen L, Tauxe R.V. 2004. Fresh produce; a growing
cause of outbreaks of foodbome illness in the United States,1973 through 1997.
Journal of Food Protection 67: 2342-2353
Smith J.L., Fratamico P.M., Novak JS. 2004. Quorum sensing: a primer for food
microbiologists. Journal of Food Protection 67: 1053-1070,
Somers E.B., Wong A.C. 2004. Efficacy of two cleaning and sanitizing combinations on
Listeria monocytogenes biofilms formed at low temperature on a variety of materials
in the presence of ready-to-eat-meat residue. Journal of Food Protection 67: 2218—
2228.
Stepanovic S., Cirkovic |., Mijac V., Svabic-Vlahovic M. 2003. Influence of the incubation
temperature, atmosphere and dynamic conditions on biofilm formation by Salmonella
‘spp. Food Microbiology 20: 338-343
Tait K,, Sutherland LW. 1888. Antagonistic interactions amongst bacteriocin producing
enteric bacteria in dual species biofilms. Journal of Applied Microbiology 93: 345—
352.
Tarver T, 2008, Biofilms A Thread to Food Safety. Food Technology February 2009. pp: 46-
52 Available at: hitp-//www.ifl.org Acessed Jan 05, 2010.
Truchado P., Tomas-Barberan F.A., Larrosa M., Allende A 2012. Food phytochemicals act
‘as Quorum Sensing inhibitors reducing production and/or degrading autoinducers of
Yersinia enterocolitica and Erwinia carotovora. Food Control 24: 78-85:
Ukuku D.0., Sapers G.M, 2001. Effect of sanitizer treatments on Salmonella Stanley
attached to the surface of cantaloupe and cell transfer to fresh-cut tissues during
cutting practices. Journal of Faod Protection 64:1266-1291
Vikram A., Jesudhasan P.R., Jayaprakasha GK, Pillai B.S., Patil B.S. 2010. Grapefruit
bioactive limonaids modulate E. col/ O157:H7 TTSS and biofilm. International Journal
of Food Microbiology 140: 109-116.
Waak E., Tham W., Danlelsson-Tham MLL. 2002. Prevalence and fingerprinting of Listeria
‘monocytogenes strains isolated from raw whole milk in farm tanks and in dairy plant
receiving tanks, Applied and Environmental Microbiology 68: 3366-3370.
Watnick P., Kolter R. 2000. Biofilm, city of microbes. Journal of Bacteriology 182: 2675-
2679
Wiedmann M.Weilmeier D., Dineen SS., Ralyea R., Boor KJ. 2000. Molecular and
phenotypic characterization of Pseudomonas sp. isolated from milk. Applied and
Environmental Microbiology 66: 2085-2095.
Wong AC.L. 1998. Biofilm in food processing environments. Journal of Dairy Science 81
2765-2770.
14Zhao T., Doyle MP., Zhao P. 2004. Control of Listeria monocytogenes in a biofilm by
competitive-exclusion microorganisms. Applied and Environmental Microbiology 70:
3996-4003
Zobell C.E. 1943. The effect of solid surfaces upon bacterial activity. Journal of Bacteriology
46: 39-56.
45