Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
I. PENDAHULUAN
Retina merupakan bagian dalam bola mata yang menerima
rangsangan sinar dan meneruskan pesan penglihatan melalui saraf optik ke
otak. Retina mengandung seluruh reseptor sensorik untuk meneruskan
sinar. Terdapat dua macam reseptor retina yaitu kerucut (cone) dan batang
(rod). Kerucut berfungsi baik ditempat terang sedang batang ditempat
yang kurang terang. Sel krucut terletak pada daerah fovea yang merupakan
bagian pusat dari macula lutea. Jumlah kerucut 125 juta, untuk menetukan
tajam penglihatan. Kerusakan daerah macula akan memberikan kesukaran
untuk melihat lurus kedepan. Penglihatan warna ditentukan oleh sel
kerucut.
Sel batang 6 juta sensitif di tempat redup atau malam. Tersusun
terutama didaerah perifer retina. Penglihatan batang kurang akan masih
dapat mengamati pergerakan. Hubungan antra retina dengan badan siliar
disebut ora serata. Bagian perlekatan yang kuat lainnya terdapat disekitar
saraf optik. Bagian luar retina terdiri atas sel pigmen epitel yang
berdekatan dengan koroid.
Penglihatan turun mendadak tanpa disertai adanya radang
ekstraokular dapat disebabkan oleh beberapa kelainan. Kelainan ini dapat
ditemui pada neuritis optik, obstruksi vena retina sentral, oklusi arteri
retina sentral, perdarahan badan kaca, ambliopia toksik, histeria, retinopati
serosa sentral, amaurosis fugaks dan koroiditis. Di samping hal tersebut
perlu pula dipikirkan adanya ablatio retina.
Ablasio retina merupakan suatu keadaan dimana sel kerucut dan sel
batang retina dari sel epitel pigmen retina terpisah. Pada keadaan ini sel
epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Sebenarnya,
tidak terdapat perlekatan struktural antara sel kerucut dan sel batang retina
dengan koroid ataupun epitel pigmen retina, sehingga merupakan titik
lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.
1
Lepasnya retina atau sel kerucut dan sel batang dari epitel pigmen
retina akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah
koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi
yang menetap. Dikenal 3 bentuk ablasio retina, antara lain :
Ablasio retina regmatogenosa
Ablasio retina traksi
Ablasio retina eksudatif
Pada ablasio retina ini bila tidak segera dilakukan tindakan akan
mengakibatkan cacat penglihatan atau kebutaan. Oleh karena itu, makalah
ini membahas lebih lanjut mengenai ablasio retina sehingga kelainan mata
ini dapat dideteksi secara dini dan kecacatan maupun kebutaan akibat
penyakit ini dapat dihindarkan.
II. ANATOMI
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsang cahaya. Retina merupakan selembar
tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi
bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
akhirnya di tepi ora serrata.
Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang
garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini
pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan
membran Bruch, khoroid, dan sclera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada
ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina
posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara
klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat
dengan oftalmoskop.
2
Gambar 1. Anatomi Mata
Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan
terdiri atas lapisan :
1. Lapisan epitel pigmen retina (RPE) : terbentuk atas satu lapisan sel
yang melekat longgar pada retina kecuali di perifer ora serata.
2. Lapisan fotoreseptor : merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel
batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar : merupakan susunan lapis nucleus sel
kerucut dan batang.
3
5. Lapisan pleksiform luar : merupakan lapis aselular dan merupakan
tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel
horizontal.
6. Lapisan nucleus dalam : merupakan tubuh sel bipolar, sel
horizontal dan sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari
arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan
tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion : merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua,
9. Lapisan serabut saraf : merupakan lapis akson sel ganglion menuju
kearah saraf optic.
10. Membran limitan interna : merupakan membrane hialin antara
retina dan badan kecil.
.
Gambar 2. Lapisan-lapisan retina
4
III. DEFINISI
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan
terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina.
Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran
Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen epitel,
sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara
embriologis.
IV. EPIDEMIOLOGI
V. KLASIFIKASI
Terdapat 3 klasifikasi dalam ablasio retina, antara lain :
1) Ablasio Retina Regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat
adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara
sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh
badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau
lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina
dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
5
Ablasio jenis ini terjadi akibat adanya rhegma atau robekan pada
lapisan retina sensorik (full thickness) sehingga cairan vitreus masuk
ke dalam ruang subretina. Pada tipe ini, gaya yang mencetuskan
lepasnya perlekatan retina melebihi gaya yang mempertahankan
perlekatan retina. Tekanan yang mempertahankan perlekatan retina,
antara lain tekanan hidrostatik, tekanan onkotik, dan transpor aktif.
Hal yang mempertahankan perlekatan retina yaitu (1) Tekanan
intraokular memiliki tekanan hidrostatik yang lebih tinggi pada vitreus
dibandingkan koroid. (2) Koroid memiliki tekanan onkotik yang lebih
tinggi karena mengandung substansi yang lebih dissolved
dibandingkan vitreus. (3) Pompa pada sel epitel pigmen retina secara
aktif mentranspor larutan dari ruang subretina ke koroid.
Robekan retina terjadi sebagai akibat dari interaksi traksi dinamik
vitreoretina dan adanya kelemahan di retina perifer dengan faktor
predisposisinya yaitu degenerasi, synchysis, yaitu pada traksi
vitreoretina dinamik, terjadi likuefaksi dari badan vitreus yang akan
berkembang menjadi lubang pada korteks vitreus posterior yang tipis
pada fovea. Cairan synchytic masuk melalui lubang ke ruang
retrohialoid. Akibatnya terjadi pelepasan permukaan vitreus posterior
dari lapisan sensori retina.
Badan vitreus akan menjadi kolaps ke inferior dan ruang
retrohialoid terisi oleh cairan synchitic. Proses ini dinamakan acute
rhegmatogenous PVD with collapse (acute PVD). Selain itu juga
dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi akut PVD (posterior
vitreal detachment). Robekan yang disebabkan oleh PVD biasanya
berbentuk huruf U, berlokasi di superior fundus dan sering
berhubungan dengan perdarahan vitreus sebagai hasil dari ruptur
pembuluh darah retina perifer.
Gejala utama yang ditimbulkan adalah fotopsia akibat stimulasi
mekanik pada retina. Fotopsia muncul dalam kurun waktu 24-48 jam
setelah terjadinya robekan retina. Fotopsia dapat diinduksi oleh
gerakan bola mata. Pasien akan merasa dapat melihat lebih jelas pada
6
malam hari. Biasanya fotopsia terdapat di bagian temporal perifer dari
lapangan penglihatan.
Pada ablasio bagian supratemporal yang menyebabkan
terangkatnya macula, maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan
yang mendadak. Keluhan lain yang khas adalah, floater, adanya
bayangan gelap pada vitreous akibat retina yang robek, darah dan sel
epitel pigmen retina yang masuk ke badan vitreus. Kekeruhan vitreus
ini terbagi atas 3 tipe, yaitu; (1) Weiss ring, floater yang soliter terdiri
dari annulus yang terlepas dari vitreus. (2) Cobwebs, disebabkan oleh
kondensasi serat kolagen di korteks vitreus yang kolaps. (3) Pancaran
seketika berupa titik hitam atau merah yang biasanya mengindikasikan
perdarahan vitreus akibat robekan pembuluh darah retina.
Black curtain, defek lapang penglihatan dirasakan oleh pasien
mulai dari perifer yang lama-lama hingga ke sentral. Keluhan ini
dapat saja tidak muncul di pagi hari karena cairan subretina diabsorbsi
secara spontan pada saat malam hari. Arah munculnya defek
membantu dalam menentukan lokasi dari robekan retina. Hilangnya
penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan fovea.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat
berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya
robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat
retina yang terlepas bergoyang
7
Gambar 3. Ablasio Rhegmatogenosa
8
Fotopsia dan floater sering kali tidak ditemukan. Sedangkan defek
lapang pandang biasanya timbul lambat. Melalui pemeriksaan
oftalmologis akan didapati bentukan yang konkaf dengan tanpa
adanya robekan, dengan elevasi retina tertinggi di daerah traksi
vitreoretinal.
9
Selama epitel berpigmen mampu memompa cairan yang bocor ini
ke sirkulasi koroid, tidak ada akumulasi dalam ruang subretina dan
tidak akan terjadi ablasio retina. Akan tetapi, jika proses berlanjut dan
aktivitas pompa epitel berpigmen normal terganggu, atau jika aktivitas
epitel berpigmen berkurang karena hilangnya epitel berpigmen atau
penurunan suplai metabolik (seperti iskemia), kemudian cairan mulai
berakumulasi dan terjadi ablasio retina.
Tipe ablasio retina ini dapat juga disebabkan oleh akumulasi darah
pada ruang subretina (ablasio retina hemoragika. Penyakit radang
dapat menyebabkan ablasio retina serosa termasuk skleritis posterior,
oftalmia simatetik, penyakit Harada, pars planitis, penyakit pembuluh
darah vaskular. Penyakit vaskular adalah hipertensi maligna, toksemia
gravidarum, oklusi vena retina, penyakit Coat, penyakit angiomatosa
retina, dan pembentukan neovaskularisasi koroid.
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang, sebagai berikut :
1. Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah:
Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi
karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah,
pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.
Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya
di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata
digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan
gelap.
Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh
penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin
lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.
2. Pemeriksaan oftalmologi
10
Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau
badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat
menurun bila makula lutea ikut terangkat.
Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti
tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan
ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti
halilintar kecil dan fotopsia.
Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk
mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek
oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan
hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-
abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi
cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi
retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah
muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan
debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang
retina dapat ditemukan mengambang bebas.
11
Gambar 5. Retina normal dan ablasio retina
3. Pemeriksaan Penunjang
VII. PENATALAKSANAAN
1. Retinopeksi pneumatik
12
Gambar 6. Teknik Retinopati pneumatik
2. Scleral buckle
13
Gambar 7. Teknik Scleral buckle
3. Vitrektomi
14
Gambar 8. Teknik Vitrektomi
VIII. KOMPLIKASI
IX. PROGNOSIS
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. In : Vaughan D.G, Asbury T.,
Riordan E.P, editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.
2000.p. 38-43, 185-99.
2. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi
kedua. Jakarta: BP-FKUI. 2002. p.10-5.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
4. Ilys S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga.2008: Balai Penerbit
FKUI.
16
5. Larkin GL. Retinal Detachment. [series online] 2006 April 11 [cited on
2013 January 15]. Available from URL:
http://www.emedicine.com/emerg/topic504.htm.
17