Você está na página 1de 8

Nama : Abhijata Kartika Silananda

NIM: 1511415095

Rombel: 03

Refleksi Materi Tentang Perilaku dan Sikap

a. Definisi Kepribadian
Definisi kepribadian menurut Koentjaraningra, Kepribadian adalah beberapa ciri watak yang
diperlihatkan seseorang secara lahir, konsisten, dan konsukuen. Setiap manusia melakukan proses
sosialisasi. Proses sosialisasi berlangsung selama manusia masih hidup didunia ini. Kepribadian
seseorang individu dapat terbentuk dalam bertingkah laku, sehingga individu memiliki identitas
khusus yang berbeda dengan orang lain.
Sedangkan menurut Allport menyatakan bahwa kepribadian ialah sebagai susunan sistem-
sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu, yang menentukan penyesuaian yang unik
terhadap lingkungan. Sistem psikofisik yang dimaksud Allport yaitu meliputi sikap, keyakinan,
keadaan emosional, keyakinan dan nilai. Selain itu termasuk juga perasaan dan motif yang bersifat
psikologi akan tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan fisik anak secara
umum.
Menurut George Herbert Mead kepribadian adalah tingkah laku manusia berkembang melalui
perkembangan diri. Perkembangan kepribadian dalam diri seseorang berlangsung seumur hidup.
Menurutnya, manusia akan berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota
masyarakat.
Dari definisi kepribadian menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian
merupakan suatu susunan sistem psikofisik (psikis dan fisik yang berpadu dan saling berinteraksi
dalam mengarahkan tingkah laku) yang kompleks dan dinamis dalam diri seorang individu, yang
menentukan penyesuaian diri individu tersebut terhadap lingkungannya, sehingga akan tampak
dalam tingkah lakunya yang unik dan berbeda dengan orang lain. Kepribadian dapat brubah-ubah
seperti topeng, dimana disesuaikan oleh beberapa faktor yang dapat membentuk kepribadiannya itu
sendiri. Salah satu faktornya adalah faktor lingkungan yang serta merta dapat mempengaruhi
kepribadian seseorang.

b. Pembentuk Kepribadian
Pembentuk kepribadian dapat digambarkan dengan sebuah segitiga yang saling berhubungan.
setiap sudunya mewakili faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian,
tiga faktor tersebut adalah:

1. Gen/Biologi
Menurut Atikson, ketika bayi lahir ia membawa potensialitas tertentu, seperti karakteristik
fisik, contohnya adalah warna mata, warna rambut, bentuk tubuh, bentuk hidung serta
karakter fisik yang lain. Semua itu terjadi pada dasarnya ditentukan pada saat konsepsi
(pertemuan antara sel telur dan sperma). Intelegensi dan kemampuan tertentu atau bakat
dalam beberapa hal juga tergantung pada hereditas/faktor biologi/gen, pandangan seperti
ini disebut pandangan nativisme yang mempercayai bahwa keterampilan-keterampilan atau
kemampuan-kemampuan tertentu bersifat alamiah atau sudah tertanam dalam otak sejak
lahir.
2. Live Event / Pengalaman Hidup
Faktor lain yang besar pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian adalah
pengalaman hidup atau hasil hubungan individu terhadap lingkungannya. Setiap orang
bereaksi terhadap tekanan sosial dengan caranya sendiri. Kembali pada penelitian anak
kembar identik yang dipisahkan, selain pola asuh yang berbeda anak kembar identik
yangdipisahkan juga mengalami pengalaman hidup yang berbeda. Dari sinilah diketahui
bahwa pengalaman hidup juga dapat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian.
3. Pola Asuh
Pola asuh juga dapat memengaruhi pembentukan kepribadian. Ada beberapa peneliti yang
meneliti tentang anak kembar identik yang dipisahkan atau dengan kata lain berbeda secara
pola asuh. Kedua anak kembar ini meski secara biologis sama atau hampir sama secara fisik
ketika mereka dibesarkan dalam pola asuh yang berbeda, mereka pun memiliki kepribadian
yang berbeda pula.
c. Mayers-briggs Type Indicator
MBTI dikembangkan oleh Isabel Briggs Myers pada sejak 1940. Psikotes ini dirancang untuk
mengukur kecerdasan individu, bakat, dan tipe kepribadian seseorang. MBTI didasari pada jenis dan
preferensi kepribadian dari Carl Gustav Jung. Selanjutnya Jung membagi persepsi menjadi indera &
intuisi dan pendapat menjadi pikiran & perasaan. Dengan demikian dihasilkan empat dimensi atau
ciri kepribadian.
1. Extrovert ( E ) vs Introvert ( I ) : dalam Orientasi Energi
Dimensi E dan I melihat bagaimana seseorang mendapatkan energi mereka, dan
bagaimana mereka menyalurkan energi mereka. Apakah mereka mendapatkan energi lebih
dominan dari Lingkungan luar, ataukah dari dalam diri mereka sendiri. Extrovert mengambil
energi dari lingkungan luar diri mereka (orang lain), mereka menyukai dunia luar, interaksi
sosial atau bergaul adalah cara terbaik bagi mereka untuk menemukan energi mereka.
Mereka berorientasi pada action, mereka akan lebih memilih untuk bertindak terlebih
dahulu, lalu setelahnya barulah merefleksi apa yang mereka laukan.
Sedangkan introvert mereka yang mengumpulkan energi dari dalam diri mereka,
mereka akan lebih memilih untuk memikirkan apa yang akan mereka lakukan, barulah
melakukan hal tersebut. Mereka cenderung lebih senang menyendiri, dan merenung, tidak
begitu suka bergaul dengan banyak orang, dan mereka cenderung menjadi pencetus ide
yang baik. Umumnya mereka mampu bekerja sendiri, penuh konsentrasi dan focus.
Sederhananya introvert extrovert dapat dibedakan dengan cara berikut:
a) Extrovert berorientasi pada tindakan, sementara Introvert berorientasi pada Ide.
b) Ekstrovert mencari luasnya pengetahuan dan pengaruh, sementara introvert
mencari kedalaman pengetahuan dan pengaruh.
c) Extrovert lebih mementingkan seringnya interaksi, sementara introvert lebih
mencari kedalaman dalam interaksi.
d) Extrovert mengisi kembali, dan mendapatan energi mereka dengan menghabiskan
waktu bersana orang lain. Sedangkan introvert mengisi dan mendapatkan energi
mereka dengan menyendiri. Dan mereka menggunakan energi mereka dengan cara
sebaliknya.
2. Sensing ( S ) vs Intuition ( N ) : Cara Mengelola Informasi
Dimensi Sensing-intuiting (SN) melihat bagaimana individu memahami dan menilai sebuah
informasi baru yang mereka terima. Seorang sensing umumnya sangat realistis,
memandang imajinasi sebagai hal yang dramatis, dan banyak menghabiskan waktu. Mereka
menilai sesuatu berdasarkan fakta yang jelas, realistis, mereka melihat informasi dengan
apa adanya. Mereka berpedoman pada pengalaman, dan biasanya hanya menggunakan
metode-metode yang telah terbukti. Fokus pada masa kini, sehingga baik dalam
perencanaan teknis dan detail yang bersifat aplikatif.Sementara seorang intuition akan
memprses data dengan melihat pola, dan hubungan, biasanya memiliki pemikiran yang
abstrak, konseptual, serta melihat berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi. Mereka
imajinatif, dan memilih cara untuk dan berfokus pada masa depan, yakni pada apa yang
mungkin bisa dicapai di masa depan. Seorang intuiting adalah sosok yang inovatif, penuh
inspirasi, ide unik. Mereka baik dalam menyusun konsep, ide, dan visi jangka panjang.
3. Thinking ( T ) vs Feeling ( F ) : Pengambilan Keputusan
Dimesi Thinking Feeling (TF) adalah fungsi yang mengatur bagaimana seseorang dalam
mengambil keputusan. Thinking adalah mereka yang selalu menggunakan logika, dan
kekuatan analisa dalam mengambil keputusan. Mengambil keputusan dengan rasional
berdasarkan informasi yang diperoleh fungsi penerima informasi (SN) mereka. Mereka
cenderung konsisten, lugas, dan objektif, sehingga terkesan kaku, dan keras
kepala.Sementara feeling adalah mereka yang melibatkan perasaan, empati serta nilai-nilai
yang mereka yakini ketika hendak mengambil keputusan. Mereka berorientasi pada
hubungan dan subjektif. Mereka akomodatif tapi sering terkesan memihak. Mereka
empatik dan menginginkan harmoni. Bagus dalam menjaga keharmonisan dan memelihara
hubungan.
4. Judging ( J ) vs Feeling ( P ) : Orientasi Pada Struktur
Densi keempat dari MBTI ini mendeskripsikan tingkat fleksibilitas seseorang, dan sering
disebut sebagai orientasi seseorang pada Dunia Luar. Judgingadalah mereka yang memiliki
gaya hidup yang terstruktur, dan mereka menentukan bagaimana mereka seharusnya
hidup. Sedangkan Perceiving adalah mereka yang lebih fleksibel, dan lebih mudah untuk
beradaptasi dengan gaya hidup yang ada disekeliling mereka
d. Definisi Sikap
Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk
bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negatif (unfavorably) terhadap
obyek obyek tertentu. D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999) berpendapat bahwa sikap
sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan
kognitif mengenai aspek dunia individu.
Sedangkan menurut Saifudin (2005), sikap adalah suatu bentuk evaluasi / reaksi terhadap suatu
obyek, memihak / tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),
pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
sekitarnya.
Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) memberikan definisi sikap sebagai suatu pola
perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi
sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
Lebih lanjut Soetarno (1994) memberikan definisi sikap adalah pandangan atau perasaan yang
disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan
kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang,
peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat
tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang
menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di
dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga
memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau
situasi.

e. Fungsi Sikap
Fungsi penyesuaian diri berarti bahwa orang cenderung mengembangkan sikap yang akan
membantu untuk mencapai tujuan secara maksimal. Sebagai contoh, seseorang cenderung
menyukai partai politik yang mampu memenuhi dan mewakili aspirasi-aspirasinya. Di Negara Inggris
dan Astralia, seorang pengangguran akan cenderung memilih partai buruh yang kemungkinan besar
dapat membuka lapangan pekerjaan baru atau member tunjangan lebih besar.
Fungsi pertahanan diri mengacu pada pengertian bahwa sikap dapat melindungi seseorang dari
keharusan untuk mengakui kenyataan tentang dirinya. Sebagai contoh fungsi ini adalah perilaku
proyeksi. Proyeksi adalah atribusi cirri-ciri yang tidak diakui oleh diri seorang dalam dirinya kepada
orang lain. Melalui proyeksi, ia seakan-akan tidak akan memiliki cirri-ciri itu.
Fungsi ekspresi nilai berarti bahwa sikap membantu ekspresi positive nilai-nilai dasar seseorang
, memamerkan citra dirinya , dan aktualisasi diri. Si Fithra mungkin memiliki citra diri sebagai
seorang Konsevative yang hal itu akan mempengaruhi sikapnya tentang demikrasi atau sikapnya
tentang perubahan social.
Fungsi pengetahuan berarti bahwa sikap membantu seseoarang menetapkan standar evaluasi
terhadap sesuatu hal. Standar itu menggambarkan keteraturan, kejelasan, dan stabilitas kerangka
acu pribadi seseoarang dalam menghadapi objek atau peristiwa disekelilingnya. Contoh fungsi
pengetahuan sikap misalnya adalah pemilik sepeda motor akan mengubah sikap positif terhadap
sepeda motor seiring dengan peningkatan status sosialnya. Ia sekarang emutuskan untuk membeli
mobil karena ia yakin bahwa mobil lebih sesuai dengan status sosialnya yang baru, yaitu sebagai
manager tingkat menengah sebuah perusahaan level menengah.
Review Jurnal

1. Identifikasi Jurnal
a. Judul : Hubungan Antara Sikap Terhadap Kesehatan Dengan Perilaku Merokok Di
SMA Negeri 1 Pleret Bantul
b. Pengarang : Maya Aryani
c. Lembaga yang menerbitkan jurnal : Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
d. Tahun terbit : 2013
2. Definisi
Sikap adalah pandangan atau perasaan seorang individu terhadap objek tersebut.
Sikap selalu disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek. Sikap senantiasa
terarah pada suatu hal atau suatu objek. Tidak ada sikap tanpa adanya objek
(Gerungan, 1988). Selain itu menurut Azwar (dalam Hadi Suyono, 2008) sikap suatu
bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah
perasaan mendukung atau memihak pada suatu objek tersebut.
3. Definisi operasional
Sikap adalah suatu bentuk reaksi perasaan seseorang terhadap sesuatu objek, baik
perasaan mendukung (favorebel) atau tidak mendukung (unfavorebel), memihak atau
tidak memihak, suka atau tidak suka sehingga menimbulkan pengaruh tertentu
terhadap perilaku seseorang.
4. Identifikasi
a. Tempat dilakukan penelitian: SMA Negeri 1 Pleret Bantul
b. Subjek: Siswa kelas XI SMA Negeri 1 Pleret Bantul
c. Pengumpulan data: Penelitian ini menggunakan metode skala yaitu dengan skala
sikap terhadap kesehatan dengan skala perilaku merokok. Metode analisisnya
menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson.
5. Analisis data
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan peneliti,
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap terhadap kesehatan dengan
perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri 1 Pleret Bantul. Hal ini dapat dilihat dari
taraf signifikansi 0,769 (p>0,05) dan koefisiensi korelasi (r) yang negatif sebesar -0,045.
Koefisiensi korelasi yang negatif tersebut menandakan tidak antara sikap terhadap
kesehatan dengan perilaku merokok, yang berarti semakin tinggi sikap terhadap
kesehatan maka semakin tinggi perilaku merokok. Sebaliknya semakin rendah sikap
terhadap kesehatan maka semakin rendah perilaku merokok. Jadi, dalam hal ini
hipotesis ditolak.
6. Hasil Dari Penelitian
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan antara
sikap terhadap kesehatan dengan perilaku merokok mungkin disebabkan karna
keinginaan seseorang merokok tidak hanya dipengaruhi oleh sikap terhadap kesehatan
saja, akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhi perilaku merokok seperti
keyakinaan akan akibat yang dapat ditimbulkan dari perilaku merokok. Menurut Loken
(dalam sholichah, 1991) bahwa keputusan seseorang untuk merokok atau tidak, secara
keseluruhan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh keyakinaan akan akibat dari perilaku
merokok saja tetapi masih banyak faktor lain yang dapat membuat seseorang remaja
merokok. Misalnya seseorang remaja memiliki sifat positif terhadap rokok tetapi tanpa
didukung dengan keyakinaan mengenai akibat negatif dari rokok, maka sifat yang positif
terhadap kesehatan tidak akan mempengaruhi perilaku merokok. Menurut Komalasari
Dan Helmi (2000) yang melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang menyebabkan
perilaku merokok pada remaja salah satunya adalah sikap permisif orang tua dengan
perilaku merokok anak dan ajakan teman sebaya merupakan faktor dominan
mempengaruhi perilaku merokok anak. Meskipun dukungan orang tua dengan perilaku
merokok sebesar 38,4 %. Hal inimenunjukan rata-rata bahwa orang tua mendukung dan
tidak mendukung perilaku merokok. tetapi perilaku merokok pada anak justru dalam
katagori tinggi. Hal ini disebabkan karna kurangnya pengawasaan orang tua dan
sebagian waktu anak banyak diluangkan untuk teman sebaya

Você também pode gostar