Você está na página 1de 4

BAB IV

ANALISA KASUS
Apa kemungkinan diagnosa?
Seorang laiki-laki berusia 19 thn datang dengan keluhan batuk sejak lebih
dari 2 bulan. Batuk disertai dahak berwarna kuning kehijauan. Sesak juga
dirasakan selama lebih kurang 2 bulan ini. Pasien juga merasakan demam yang
tidak terlalu tinggi, naik turun, tidak hilang dengan obat penurun panas. Demam
tidak disertai menggigil. Pasien selama batuk merasakan sering berkeringat saat
hendak tidur malam meskipun sudah menggunakan kipas angin. Berat badan juga
dirasakan menurun drastis sebanyak 8 kg selama 2 bulan ini. Pasien sudah berobat
ke puskesmas dan didiagnosa tb paru, sejak 2 bulan lalu, sudah mendapatkan obat
tb sebanyak 2 kali.
Berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2011
klasifikasi gejala klinis TB dapat dibagi menjai 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai dengan organ yang terlibat). Gejala respiratori
tersebut adalah batuk 2 minggu, batuk darah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala
respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus
dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala sistemik
terdiri dari demam, malaise keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.
Gejala sistemik ini sebagian besar dialami oleh pasien. Sedangkan gejala TB
ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis TB
akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening.
Konfirmasi diagnosa
Pada pemeriksaan didapatkan Berat Badan 45 kg dengan Tinggi Badan
165 cm dan Indeks Massa Tubuh 16,52 kg/m2. Berdasarkan hal tersebut maka
pasien dikategorikan sebagai underweight. Keadaan umum tampak baik dengan
tanda vital: Tekanan Darah: 110/70 mmHg; Nadi: 84 kali/menit; Frekuensi Napas:
20 kali/menit dan Suhu Afebris. Pada Pemeriksaan fisik ditemukan suara nafas
vesikuler dengan rhonki halus di apeks paru kanan serta pemeriksaan fisik lain
dalam batas normal. Pemeriksaan Hematologi menunjukkan kadar hemoglobin
12,9 mg/dl; Leukosit 9,7 x 103/ mm3 dan Trombosit 312 x 103/mm3. Pada roentgen
toraks didapatkan infiltrat serta kavitas pada bagian apeks hemitoraks kanan.
Selanjutnya pasien menjalani pemeriksaan sputum 3 waktu dengan hasil
menunjukkan (+/+/+).
Kelainan yang didapat pada TB paru tergantung luas kelainan struktur
paru. Perkembangan awal penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) ditemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama
daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) serta daerah apeks lobus inferior
(S6). Kelainan pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronkhi basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma, dan mediastinum. Suara tambahan berupa ronkhi basah halus
yang ditemukan pada pasien, cirinya tidak mempunyai sifat gelembung terdengar
seperti gesekan rambut atau seperti suara yang disebabkan oleh permukan dua j
ari yang basah danmenempel kemudian dipisahkan dengan mendadak, hal ini
muncul pada infeksi jaringan parenkim paru contohnya pneumonia dan TB paru.
Ronkhi basah terdapat pada dinding yang meradang atau penumpukan sekret atau
dihasilkan oleh inspirasi paksa yang panjang.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi-
sewaktu (SPS). lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali
pemeriksaan ialah bila :
2 kali positif, 1 kali negatif Mikroskopik positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali , kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif Mikroskopik positif
bila 3 kali negatf Mikroskopik negatif
Apa langkah berikutnya?
Pasien TB dapat digolongkan berdasarkan riwayat penyakitnya, yaitu
kasus baru yaitu pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1 bulan.
Kasus kambuh yaitu pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB tapi timbul
lagi. Kasus gagal yaitu pasien yang sputumnya tetap positif setelah mendapatkan
obat anti TB >5 bulan atau pasien yang menghentikan pengobatannya setelah
mendapatkan obat anti TB 1-5 bulan dan sputumnya masih positif. Kasus kronik
yaitu pasien yang sputumnya tetap positif setelah mendapatkan pengobatan ulang
lengkap yang disupervisi dengan baik. Berdasarkan riwayat pasien yang sudah
pernah mendapatkan terapi obat anti TB secara lengkap, maka dapat disimpulkan
diagnosis pasien merupakan TB paru kasus kambuh dengan hasil mikroskopis
sputum positif dengan atau tanpa kultur.
Skirining yg paling tepat pada kasus
Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program
penanggulangan Tuberkulosis. Penemuan dan penyembuhan pasien Tuberkulosis
menular secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat
Tuberkulosis, penularan Tuberkulosis di masyarakat dan sekaligus merupakan
kegiatan pencegahan penularan Tuberkulosis yang paling efektif di masyarakat.
Strategi penemuan pasien Tuberkulosis dilakukan secara pasif dengan promosi
aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan,
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun
masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien
Tuberkulosis. Pemeriksaan terhadap kontak pasien Tuberkulosis, terutama mereka
yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menunjukan gejala sama, harus
diperiksa dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak
cost efektif.
Apa faktor risiko pada kasus ini
Pasien memiliki pekerjaan sampingan sebagai penjaga warnet dan sering
terpapar dengan asap rokok. Merokok dan TB merupakan dua masalah besar
kesehatan di dunia, walaupun TB lebih banyak ditemukan di negara berkembang.
Penggunaan tembakau khususnya merokok, secara luas telah diakui sebagai
masalah kesehatan masyarakat yang utama dan menjadi penyebab kematian yang
penting di dunia, yaitu sekitar 1,7 juta pada tahun 1985, 3 juta pada tahun 1990
dan telah diproyeksikan meningkat menjadi 8,4 juta pada 2020. Data World
Health Organization (WHO) menunjukkan Indonesia sebagai negara dengan
konsumsi rokok terbesar ke-3 setelah Cina dan India dan diikuti Rusia dan
Amerika. Padahal dari jumlah penduduk, Indonesia berada di posisi ke-4 setelah
Cina, India dan Amerika. Berbeda dengan jumlah perokok Amerika yang
cenderung menurun, jumlah perokok Indonesia justru bertambah dalam 9 tahun
terakhir.
Asap rokok mengandung lebih dari 4.500 bahan kimia yang memiliki
berbagai efek racun, mutagenik dan karsinogenik. Asap rokok menghasilkan
berbagai komponen baik di kompartemen seluler dan ekstraseluler, mulai dari
partikel yang larut dalam air dan gas. Banyak zat yang bersifat karsinogenik dan
beracun terhadap sel namun tar dan nikotin telah terbukti imunosupresif dengan
mempengaruhi respons kekebalan tubuh bawaan dari pejamu dan meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi. Semakin tinggi kadar tar dan nikotin efek terhadap
sistem imun juga bertambah besar. Risiko TB dapat dikurangi dengan hampir dua
pertiga jika seseorang berhenti merokok.

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Di Indonesia.; 2002.
2. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2012.; 2013.
3. Wijaya AA. Merokok dan Tubercolosis. J Tubercolosis Indones.
2012;8:18-23.
4. Kementerian Kesehatan. Strategi Nasional Pengendalian TB Di Indonesia
2010-2014.; 2011.
5. Sayuti J. Asap Sebagai Salah Satu Faktor RisikocKejadian TB Paru BTA
Positif Analisis SpasialcKasus TB Paru di kabupaten Lombok Timur.
In:cSeminar Nasional Informatika Media.; 2013:13-23.

Você também pode gostar