Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
2. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulia dari sekum sampai rektum. Kolon
memiliki tiga bagian, yaitu :
a. Kolon asenden
Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati sebelah kanan dan
membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
b. Kolon transversum
Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung sampai ke tepi
lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada flkesura splenik.
c. Kolon desenden
Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid
berbentuk S yang bermuara di rektum. 3. Rektum Rektum Adalah bagian
saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12 sampai 13 cm. Rektum
berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus
terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi
vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan
bawah.
Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini
disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
2.6 Penatalaksanaan
2.7 Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan
toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
BAB III
TINJAUAN KASUS
KASUS
Pasien Ny. W mengeluh nyeri perut post operasi, nyeri dirasa timbul saat bergerak, kualitas nyeri
perih dan terasa panas seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 4 (0-10), nyeri hilang timbul, nyeri tekan
pada bagian perut kanan bawah kuadran 4 atau daerah post operasi apendiktomi. Pasien
mengatakan nyeri perut bagian kanan bawah dirasa sejak kurang lebih satu tahun yang lalu, dan
tidak pernah berobat sebelumnya karena dikira hanya maag. Ny. W tampak lemah dan merintih
kesakitan, ada luka post operasi diperut kanan bawah, tertutup kassa,warna kulit sekitar luka
tidak kemerahan, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 84 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit dan
suhu 38C.
A. ANALISA DATA
B. Diagnosa Keperawatan :
1. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah pada daerah abdomen kanan bawah
kuadran 4 atau daerah post operasi apendiktomi,
2. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang mendapat informasi, kurang mengingat, salah interprestasi informasi.
C. Intervensi