Você está na página 1de 29

BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan preterm ialah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 28


sampai 36 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (Cunningham, et al.,
2010). Persalinan Preterm sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang
serius di bidang obstetri dan perinatologi, oleh karena memiliki hubungan yang
sangat erat kaitannya dengan risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas bayi
baru lahir. Konsekuensi yang diakibatkan oleh keadaan ini adalah kualitas sumber
daya manusia yang rendah dan beban biaya yang mahal karena memerlukan
perawatan khusus untuk perawatan bayi yang lahir preterm. Oleh karena itu, maka
tindakan pencegahan sebelum persalinan terjadi, akan lebih bermanfaat
dibandingkan apabila telah terjadi persalinan. Sehingga diperlukan upaya
pencegahan dan pengelolaan persalinan preterm yang lebih rasional didasari suatu
pemahaman tentang penyebab terjadinya proses persalinan preterm yang lebih
spesifik.
Prevalensi persalinan prematur berbeda pada setiap Negara, dimana di
Negara maju, misalnya di Eropa angka prevalensi persalinan preterm berkisar 5-
11%. Di Amerika Serikat pada tahun 2000 sekitar satu dari sembilan bayi
dilahirkan premature (11,9%). Tetapi di Indonesia sendiri, belum didapatkan data
yang jelas, namun angka kejadian Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) Nasional sekitar 27,9% dapat memberikan gambaran kasar angka
kejadian prematuritas (Widjayanegara, 2009)
Mekanisme yang mendasari persalinan preterm belum diketahui dengan
pasti. Namun ada beberapa faktor yang diduga mengatur terjadinya persalinan
preterm meliputi : infeksi dan inflamasi, perdarahan desidua dan peregangan
uterus yang berlebihan, yang menimbulkan suatu rangkaian gejala klinik dan
sinkronisasi antara adanya kontraksi otot uterus (miometrium), robeknya selaput
janin (chorion dan amnion), dan adanya pematangan serviks (cervical ripening)
(Krisnadi, et al.,2009). Menurut Yuan dan Bernal, 2007, kontraksi otot polos

1
miometrium juga dapat dipicu oleh ketidakseimbangan Reactive Oxygen Species
(ROS) dengan antioksidan dalam tubuh yang bergeser ke arah peningkatan ROS.
Seandainya banyak masyarakat yang memahami mengenai mencegah
persalinan preterm, maka diharapkan tindakan preventif dan penanganan aktif
pada persalinan preterm dapat dilakukan lebih baik.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Umur : 19 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Cipinang, Jakarta Timur
No. RM : 02272587
Tanggal masuk IGD: 11 oktober 2016, pukul 15.00

B. Dilakukan Autoanamnesa pada tanggal 11 oktober 2016, pukul 15.00.


Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan mulas- mulas sejak 11 jam SMRS.

Keluhan Tambahan:
Pasien juga merasakan keluar lender darah sejak 11 jam SMRS..

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengaku hamil 8 bulan. HPHT lupa. Taksiran persalinan
dikatakan bulan November. Pasien kontrol kehamilan teratur di
puskesmas. Selama hamil 5 kali kontrol hamil. ANC pertama saat usia
kehamilan 27 minggu. Pasien mengatakan pernah dilakukan USG
sebanyak 3 kali. USG pertama kali pada tanggal 27 september 2016 pada
saat usia kehamilan 33 minggu. Hasil dari USG dikatakan taksiran berat
janin sekitar 2100 gram dan dalam kondisi baik. USG terakhir pada
oktober 2016, di katakan kondisi janin baik dengan taksiran berat janin
2554 gram.

3
Pasien merasakan mules-mules sejak 11 jam SMRS. Mules di
rasakan semakin kuat dan sering. Mules disertai dengan keluarnya lendir
darah. Keluar air-air disangkal. Gerak janin aktif. Tidak ada riwayat darah
tinggi selama hamil. Pasien mengatakan terdapat keputihan sejak awal
kehamilan, berwarna kekuning, berbau amis, tidak gatal dan tidak diobati.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, penyakit jantung,
dan alergi pada pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, penyakit jantung,
dan alergi pada keluarga pasien.

Riwayat Menstruasi:
Mens pertama usia 14 tahun, siklus haid teratur, lama haid 4 hari, ganti
pembalut 4 kali dalam 1 hari, nyeri haid disangkal.

Riwayat Menikah:
Pasien menikah tahun 2015 saat usia 18 tahun.

Riwayat Obstetri:
G1P0A0:
1. Hamil saat ini

Riwayat Kontrasepsi:
Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi.

Riwayat Pengobatan:
Vitamin hamil dari bidan

Riwayat social-ekonomi :

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Suami pasien bekerja sebagai
karyawan swasta.

4
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
- Blood Pressure : 110/70 mmHg
- Heart Rate : 70 x/menit
- Respiratory Rate : 18 x/menit
- Term : 36,5C
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Status Generalis
Kulit : Warna sawo matang, ikterik (-), anemis (-)
Kepala : Bentuk normocephal, rambut warna hitam, terdistribusi
merata dan tidak rontok
Wajah : Nyeri ketok sinus (-), edema (-), wajah kanan dan kiri
simetris (+)
Mata : Konungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, edem palpebra
-/-, eksoftalmus -/-, katarak -/-, pupil isokor diameter 3
mm / 3 mm
Telinga : Normotia, sekret -/-, gendang teliang intak +/+
Hidung : Deviasi septum (-), massa -/-, secret -/-
Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), coated tongue (-)
Tenggorokan : Hiperemis (-), uvula ditengah, arcus faring simetris kanan
dan kiri, Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), trakea
ditengah (+), JVP 5-2 cmH2O
Thoraks :
- Pulmo :
o Inspeksi :
Statis : Normochest, lesi (-), dinding dada simetris
kanan dan kiri
Dinamis : Pergerakan dinding dada simetris kanan
dan kiri, retraksi sela iga (-)
o Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
5
o Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-
- Cor :
o Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, thrill (-)
o Perkusi :
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikularis sinistra
Pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra
o Auskultasi : BJ 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
- Inspeksi : Supel
- Auskultasi : BU (+)
- Palpasi : NT (-), Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba,
shifting dullness (-)
- Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Ekstremitas :
- Atas : akral hangat +/+, edema -/-, CTR < 2 detik +/+
- Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, CTR < 2 detik +/+

Status Obstetri
TFU: 29 cm, TBJ klinis 2790 gram, HIS 2x/10/40
Leopold I : Teraba bagian lunak. Kesan : bokong
Leopold II : Teraba punggung sebelah kiri, DJJ 146 x/mnt
Leopold III: teraba bagian bulat, keras. Kesan : kepala
Leopold IV : belum masuk PAP

Inspeksi : vulva, uretra tenang.


Inspekulo: Porsio livid licin, OUE terbuka, flour (-) , fluxus (-).
VT : porsio lunak, tipis, pembukaan 3 cm, Hodge I-II, selaput ketuban intak.

D. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi I

6
Janin presentasi presentasi kepala tunggal hidup,plasenta di fundus uteri. DJJ (+),
BPD 8,84 cm, AC 30,09 cm, FL 7,03 cm, , HC 31,78 cm, ICA 10,2, HL 6,19 35-
36 minggu. TBJ 2429 gram.

E. Diagnosa Kerja
PK I laten pada G1 hamil 35 minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup

F. Rencana Diagnostik
Pemeriksaan lab: DPL, UL, GDS
Pemeriksaan CTG

G. Rencana monitoring
Observasi tanda-tanda vital, HIS, DJJ.

H. Rencana Pengobatan
-Rencana partus pervaginam nilai ulang kemajuan persalinan 5 jam lagi.
- Informed choice untuk ketidaktersediaan NICU jika bayi memerlukan NICU.

I. Follow up

Tanggal SOA P
11 oktober S: Merasa mules semakin sering, P:
- Observasi
2016, pukul keluar air-air +, lender darah +,
KU, TTV,
17:00 gerak janin aktif.
DJJ, His per
O: ku/ks: TSR/cm
30 menit.
TD: 110/70 mmHg
- Nilai ulang
N: 90 kali/menit
RR: 18 kali/menit kemajuan
7
S: 36,5C persalinan
Status generalis dalam batas normal
dalam 2 jam.
St. obs:
- TFU 29 cm, kontraksi (+), DJJ
145 dpm. HIS 4x/10/50.
- Inspeksi : V/U tenang.
- Vt : pembukaan 7cm, kepala
H III, selaput ketuban (-).

A: PK I aktif pada G1 hamil 35


minggu, JPKTH.

8
Tanggal SOA P
11 oktober S: Mules ingin meneran, gerak janin P:
- Observasi
2016, pukul aktif.
KU, TTV,
18:00
O : ku/ks: TSR/cm
DJJ, His per
TD: 110/70 mmHg
N: 94 kali/menit 5 menit.
RR: 20 kali/menit - Pimpin
S: 36,5C
meneran
Status generalis: dalam batas normal
St. obs:
kontraksi (+), DJJ 151 dpm, HIS
4x/10/60.
Inspeksi: V/U tenang
Vt : pembukaan lengka, UUK
anterior, kepala hodge III-IV, selaput
ketuban (-).

A: PK I aktif pada G1 hamil 35


minggu, JPKTH.
11 oktober - Ibu di pimpin meneran sesuai
2016, pukul datangnya HIS.
- Kepala janin turun sesuai
18:05
sumbu jalan lahir, sehingga
tampak di vulva.
- Perineum meregang
- Tampak suboksiput. Kepala
mengadakan defleksi
maksimal sehingga berturut-
turut lahir UUB, dahi, muka,
dagu dan seluruh kepala.
- Dengan pegangan biparietal,
tarik kebelakang dan kedepan,
di lahirkan bahu depan dan
belakang, kemudian seluruh
lengan.
- Dengan pegangan samping
18:15
depan, di lahirkan trokanter
depan dan belakang, kemudian
seluruh tungkai.
- Lahir spontan bayi
perempuan, BB 2600 gram,
PB 46 cm, A/S 9/10.
18:20 - Air ketuban jernih, jumlah 9
cukup.
- Ibu di suntik oksitosin 10 IU
IM
- Tali pusat di jepit dan di
Observasi 2 jam post partum :

Waktu TD Nadi RR Suhu TFU Kontraksi Urin Perdarahan


18.15 110/ 93 20 36,5 2 jari Baik - -
70 bawah
tali
pusat
18.30 110/ 92 20 36,5 2 jari Baik - -
70 bawah
tali
pusat
18.45 110/ 90 18 36,5 2 jari Baik - -
70 bawah
tali
pusat
19.00 110/ 90 18 36,5 2 jari Baik - -
70 bawah
tali
pusat
19.15 110/ 92 20 36,5 2 jari Baik - -
70 bawah
tali
pusat
19.45 110/ 92 20 36,5 2 jari Baik - -
70 bawah

10
tali
pusat
20.15 110/ 90 20 36,5 2 jari Baik - -
70 bawah
tali
pusat

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Persalinan atau partus adalah proses fisiologik dimana uterus mengeluarkan


atau berupaya mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20
minggu atau lebih, dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan
lain dengan bantuan atau tanpa bantuan. Pembagian usia kehamilan menurut
World Health Organization (WHO) (1992) adalah sebagai berikut:
a. Preterm: usia kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari)
b. Aterm: usia kehamilan 37-42 minggu (259-293 hari )
c. Postterm: usia kehamilan lebih dari 42 minggu (294 hari).

Epidemiologi

Angka kejadian prematur yang tinggi masih menjadi pusat perhatian dunia
hingga kini. Tingkat kelahiran prematur di Amerika Serikat sekitar 12,3% dari
keseluruhan 4 juta kelahiran setiap tahunnya dan merupakan tingkat kelahiran
prematur tertinggi di antara negara industri (Brandon, et. al. 2002).
Angka kejadian kelahiran prematur di Indonesia belum dapat dipastikan
jumlahnya, namun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi BBLR di Indonesia mencapai 11,5%,
meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka kejadian kelahiran prematur.

11
Dalam studi yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2002
didapatkan kelahiran prematur sebesar 138 kasus (4,6%) (POGI. 2011).

Klasifikasi

Prematuritas adalah kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan 20


minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Terdapat 3
subkategori usia kelahiran prematur berdasarkan kategori World Health
Organization (WHO), yaitu:
a. Extremely preterm (< 28 minggu)
b. Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
c. Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu).

Menurut berat badan lahir, bayi kurang bulan dibagi dalam kelompok:
a. Berat badan lahir rendah, 1500-2500 gram
b. Berat badan lahir sangat rendah 1000-1500 gram
c. Berat badan lahir ekstrim rendah <1000 gram

Etiopatogenesis

Persalinan preterm digolongkan menjadi:


a. Idiopatik atau spontan
Sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui, oleh karena itu
digolongkan pada kelompok idiopatik.
b. Iatrogenik
Persalinan preterm buatan/iatrogenik disebut juga sebagai elective preterm.
Perkembangan teknologi dan etika kedokteran menempatkan janin sebagai
individu yang mempunyai hak atas kehidupannya (fetus as patient).
Apabila kelanjutan kehamilan dapat membahayakan janin, maka ia harus
dipindahkan ke lingkungan luar yang lebih baik dari rahim ibu, sebaliknya
bila ia terancam oleh kehamilannya, maka kehamilan akan diakhiri.
Sekitar 25% persalinan preterm termasuk ke dalam golongan ini. Keadaan
yang sering menyebabkan persalinan preterm elektif adalah:
12
1. Keadaan ibu
a. Preeklamsia berat dan eklamsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia 20
minggu kehamilan dan disertai dengan proteinuria, sedangkan
eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang dan
atau koma.18 Preeklampsia meningkatkan risiko terjadinya solusio
plasenta, persalinan prematur, Intrauterine Growth Retardation
(IUGR), dan hipoksia akut. Preeklampsia menyumbang sekitar
15% dari semua kelahiran premature (Krisnadi, et al.,2009; POGI.
2011; Prawirohardjo, 2007).
Preeklampsia/eklamspia didasari oleh beberapa teori, namun
teori yang saat ini paling banyak digunakan adalah teori iskemia
plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel. Berdasarkan teori ini
terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis sehingga
menyebabkan plasenta mengalami iskemia dan terjadi disfungsi
endotel. Spasme pembuluh darah arteriola yang menuju organ
penting dalam tubuh dapat menyebabkan mengecilnya aliran darah
yang menuju retroplasenta sehingga mengakibatkan gangguan
pertukaran CO2, O2 dan nutrisi pada janin. Hal ini menyebabkan
terjadinya vasospasme dan hipovolemia sehingga janin menjadi
hipoksia dan malnutrisi. Hipoksia menyebabkan plasenta
mengtransfer kortisol dengan kadar yang tinggi ke dalam sirkulasi
janin. Konsentrasi kortisol yang tinggi akan mensintesis
prostaglandin yaitu protasiklin (PGE-2) yang menyebabkan
timbulnya kontraksi, perubahan pada serviks dan pecahnya kulit
ketuban, sehingga bayi sering terlahir premature (Krisnadi, et
al.,2009; POGI. 2011; Prawirohardjo, 2007).

b. Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta)


Mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan plasenta
dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan
mengakibatkan kontraksi miometrium. Perdarahan pada plasenta
13
dan desidua menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa
(protombinase). Protombinase akan mengubah protrombin menjadi
trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu
menstimulasi kontraksi miometrium (Laube, 2010; Smith, 2001;
Cunningham, et al., 2010).

c. Korioamnionitis
Decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi bakteri yang menyebar
ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab
potensial terjadinya persalinan prematur.13 Infeksi intraamnion
akan terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti pro-inflamatory
sitokin (IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF- ). Sitokin akan merangsang
pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA janin dan
menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini
bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan
endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi. Sitokin juga
berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang
mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban
(Laube, 2010; Smith, 2001).

14
d. Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru/ginjal yang
berat.
Penyakit kardiovaskular adalah sekelompok gangguan pada
jantung dan pembuluh darah. Penyakit jantung/kardiovaskular
terjadi pada 0,5 - 3% kehamilan, yang dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil di dunia (Krisnadi, et
al.,2009; POGI. 2011; Prawirohardjo, 2007).
Masa kehamilan, persalinan maupun pasca persalinan
berhubungan dengan perubahan fisiologis yang membutuhkan
penyesuaian dalam sistem kardiovaskular. Fisiologi hemodinamik
mencapai puncak pada akhir trimester kedua, pada masa ini
perubahan hemodinamik dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinik pada jantung yang telah sakit sebelumnya.
Perubahan hormonal yaitu aktivasi estrogen oleh sistem renin-
aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan
meningkatkan volume darah 40%. Hal ini menyebabkan
15
peningkatan volume darah sebesar 1200-1600 ml lebih banyak
dibanding dalam keadaan tidak hamil (Krisnadi, et al.,2009; POGI.
2011; Prawirohardjo, 2007).
Selama masa kehamilan curah jantung akan mengalami
peningkatan 30-50%. Perubahan curah jantung ini disebabkan
karena peningkatan preload akibat bertambahnya volume darah,
penurunan afterload akibat menurunya resistesi vaskular sitemik,
dan peningkatan denyut jantung ibu saat istirahat 10-20 kali/menit.
Peningkatan curah jantung dipengaruhi juga oleh isi sekuncup
jantung yang meningkat 20-30% selama kehamilan.26 Pada
penyakit jantung yang disertai kehamilan, pertambahan denyut
jantung dan volume sekuncup jantung dapat menguras cadangan
kekuatan jantung. Payah jantung akan menyebabkan stres maternal
sehingga terjadi pengaktifan aksis HPA yang akan memproduksi
kortisol dan prostaglandin, kemudian mencetuskan terjadinya
persalinan prematur (Krisnadi, et al.,2009; POGI. 2011;
Prawirohardjo, 2007).
New York Heart Association (NYHA) kelas III dan IV dengan
aktivitas fisiknya sangat terbatas, tidak dianjurkan untuk hamil.
Jika kehamilan masih awal sebaiknya diterminasi, dan jika
kehamilan telah lanjut sebaiknya kehamilan diteruskan dengan
persalinan pervaginam dan kala II dipercepat serta kehamilan
berikutnya dilarang.

e. Distensi uterus
Peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan oleh
kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi berlebih yang
disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada serviks.
Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2
(Laube, 2010; Smith, 2001; Cunningham, et al., 2010).
f. Stress maternal

16
Stres dan anxietas yang biasa terjadi pada primipara muda yang
mempunyai predisposisi genetik. Adanya stres fisik maupun
psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis
Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan
terjadinya persalinan prematur. Aksis HPA ini menyebabkan
timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi
stres pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan mengakibatkan
peningkatan pelepasan hormon Corticotropin Releasing Hormone
(CRH), perubahan pada Adrenocorticotropic Hormone (ACTH),
prostaglandin, reseptor oksitosin, matrix metaloproteinase (MMP),
interleukin-8, cyclooksigenase-2, dehydroepiandrosteron sulfate
(DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran kelenjar adrenal
(Laube, 2010; Smith, 2001; Cunningham, et al., 2010).

2. Keadaan janin
a. Gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis, atau gangguan jantung
janin)
b. Infeksi intrauterine
c. Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
d. Tali pusat kusut (Card entanglement) pada kembar
monokorionik. (POGI. 2011)

17
Managemen Persalinan Kurang Bulan
Managemen Persalinan kurang bulan mencakup:
1. Tirah baring
Kepentingan istirahat rebah disesuaikan dengan kebutuhan ibu, namun secara
statistic tidak terbukti dapat mengurangi kejadian kurang bulan secara statistik
(POGI, 2011).
2. Hidrasi dan sedasi
HIdrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah persalinan
preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontraksi
prematur, walaupun mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat morfin
dapat digunakan untuk mendapatkan efek sedasi (POGI, 2011).
3. Pemberian tokolitik
Tokolitik akan menghambat kontraksi miometrium dan dapat menunda
persalinan.

18
Tabel Tokolisis pada persalinan prematur (POGI, 2011).
Tabel 3. Skor tokolisis Baumgarten
Tanda Jumlah angka
0 1 2 3 4
Kontraksi Tidak ada Ireguler Regular
uterus
Selaput Utuh Pecah di Pecah di
ketuban atas bawah
Perdarahan Tidak ada Bercak Perdarahan
Dilatasi Tidak ada 1 2 3 4
serviks

Skor tokolisis didapat dengan menjumlah semua tanda yang ada dengan,
Skor 1: keberhasilan 97%
Skor 2: keberhasilan 90%
Skor 3: keberhasilan 84%
Skor 4: keberhasilan 38%
Skor 5: keberhasilan 11%
Skor 6: keberhasilan 7%
Skor 7 atau lebih gagal

Tabel 4. Tokolitik
Golongan Contoh Dosis Kontraindikasi Efek samping Efek samping fetus
obat maternal neonatus
Ca channel Nifedipin RCOG: Penyakit jantung, Flushing, nyeri Belum diketahui
blocker DI: 20 mg po, lanjut 10- ginjal (hati-hati), kepala, mual muntah,
20 mg, 3-4 kali/hari, hipotensi ibu hipotensi.
selama 2 hari. (<90/50)

ACOG:
DI: 30 mg po, lanjut 10-
20 mg setiap 4-6 jam.
agonis Terbutalin 0,25 mg setiap 20 menit-3 Aritmia jantung Aritmia, edema patu, Takikardia janin,
jam (jika denyut nadi iskemia miokard, hiperinsulinemia,
>120x/m, hentikan hipotensi, takikardia hiperglikemia,
sementara) hipertrofi
miokard/septum,
iskmia miokard.
Ritodrine DI: 50-100 g/mnt Penyakit tiroid, DM Hiperglikemia, Takikardia neonatus,
19
dinaikkan setiap 10 menit tidak terkontrol hiperinsulinemia, hipoglikemia,
hingga kontraksi menurun hipokalemia, hipokalsemia,
atau efek samping timbul. antidiuresis, hiperbilirubin,
kerusakan fungsi hipotensi, perdarahan
Dmax: 350 g/mnt. tiroid, tremor, intraventrikular
palpitasi, mual,
muntah, halusinasi,
tegang, demam.
Penyekat Indometasin Loading dose: 30 mg per Gangguan ginjal, Mual, heartburn Penutupan duktus
sintesis rectal atau 50-100 mg, po. hepar arteriosus, hipertensi
prostaglandin Lanjut 25-50 mg po setiap pulmonal, fungsi
6 jam, selama 2 hari ginjal menurun
dengan
oligohidramnion
(reversibel),
predarahan
intraventrikular,
hiperbilirubinemia,
NEC
Ketorolac Loading dose: 60 mg im. Ulkus peptikum - -
Lanjut 30 mg im setiap 6
jam, selama 2 hari.
Ullindac 200 mg po, setiap 12 jam, Trombositopenia, - -
selama 2 hari. gangguan koagulasi,
sensitive terhadap
NSAID, asma
timbul akibat
NSAID.
Magnesium Magnesium 4-6 g bolus dalam 20 Miastenia gravis Flushing, letargi, sakit Letargi, hipotonia,
sulfat sulfat menit, lalu lanjut 2-3 kepala, lemah otot, depresi napas, mineral
g/jam. diplopia, mulut berkurang.
kering, edema paru,
henti jantung

4. Pemberian steroid
Penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan kejadian RDS, kematian
neonatal dan perdarahan intraventrikuler. Dianjurkan pada kehamilan neonatal
dan perdarahan intraventrikuler. Dianjurkan pada kehamilan 24-34 minggu,
namun dapat dipertimbangkan sampai 36 minggu. Kontraindikasi infeksi

20
sistemik yang berat (tuberculosis dan korioamnionitis). Betametason
merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi intramuskuler dengan dosis
12 mg dan diulangi 24 jam kemudian. Efek optimal dapat dicapai dalam 1-7
hari pemberian, setelah 7 hari efeknya masih meningkat. Apabila tidak terapat
betametason, dapat diberikan deksametason dengan dosis 2x5 mg
intramuskuler per hari selama 2 hari (POGI, 2011).

5. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan karena
tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancman
persalinan preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterialis, pemberian
klindamisin (2x300 mg sehari selama 7 hari) atau metronidazol (2x500 mg
sehari selama 7 hari) atau eritromisin (2x500 mg sehari selama 7 hari) akan
bermanfaat bila diberikan pada usia kehamilan 32 minggu (POGI, 2011).

6. Perencanaan persalinan
Persalinan preterm harus dipertimbangkan harus dipertimbangkan kasus
perkasus, dengan mengikutsertakan pendapat orang tuanya. Untuk kehamilan
<32 minggu sebaliknya ibu dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas
NICU. Kehamilan <24 minggu dilahirkan pervaginam. Kehamilan 24-37
minggu diperlakukan sesuai dengan risiko obstetric lainnya dan disamakan
dengan aturan persalinan aterm. Tidak dianjurkan forceps atau episiotomi
elektif (POGI, 2011).

21
Bagan 1. Manajemen Persalinan Preterm

Dampak pada bayi prematur

Asfiksia

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur


pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis (Brandon, et. al. 2002; Laube, 2010).
Organ pada bayi prematur belum sepenuhnya berkembang, bayi
membutuhkan perawatan khusus hingga organ pada bayi tersebut dapat
berkembang cukup dalam mendukung kehidupan bayi tanpa dukungan dari alat
medis. Pematangan organ mungkin memakan waktu berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan. Kortikosteroid perlu diberikan 7 hari sebelum kelahiran hingga
paling lambat 24 jam sebelum bayi lahir untuk meningkatkan maturasi paru fetus
(Brandon, et. al. 2002; Laube, 2010).

Berat bayi lahir rendah

22
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir.
Rerata berat bayi normal (usia gestasi 37 sampai dengan 41 minggu) adalah 2500
4000 gram. Prevalensi global BBLR adalah 15,5 %, yang berarti bahwa sekitar
20,6 juta tersebut bayi yang lahir setiap tahun, 96,5 % dari mereka di negara
berkembang (Brandon, et. al. 2002; Laube, 2010).
Berat badan lahir rendah (BBLR) telah didefinisikan oleh WHO sebagai
berat saat lahir kurang dari 2500 gram. BBLR dapat menjadi konsekuensi dari
kelahiran prematur atau karena ukurannya yang kecil untuk usia kehamilan (SGA,
didefinisikan sebagai berat untuk usia kehamilan <10 persentil). Bayi dengan
BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk
masa kehamilan, atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa
kehamilan.
2. Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat
badan sesungguhnya untuk masa kehamilan. Hal ini dikarenakan janin
mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan
bayi yang kecil untuk masa kehamilan (Brandon, et. al. 2002; Laube,
2010).

Hipoglikemia

Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukosa darah kurang


dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L). Hipoglikemi sering terjadi pada kelahiran prematur
dengan BBLR, karena cadangan glukosa yang rendah. Bayi prematur sangat
rentan mengalami hipoglikemia disebabkan karena mekanisme kontrol glukosa
yang masih immatur. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk
ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada disebabkan
karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia,
hipotermi, hipertermia dan gangguan pernapasan. Kondisi ini menjadi penyebab
ketergantungan pemberian glukosa dari luar, karenanya pemberian dekstrosa

23
melalui intravena merupakan suatu kebutuhan pada bayi premature (Brandon, et.
al. 2002; Laube, 2010).
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat
menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksia otak. Bila tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan
sampai kematian (Brandon, et. al. 2002; Laube, 2010).

Sepsis neonatorum

Bayi prematur sangat rentan untuk terjadinya infeksi dan sepsis. Sepsis
neonatorum merupakan infeksi berat yang menyebar keseluruh tubuh bayi baru
lahir dan terjadi pada bayi berusia di bawah 90 hari. Infeksi bakteri 5 kali lebih
sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2
kali lebih sering mengenai bayi laki-laki (Brandon, et. al. 2002; Laube, 2010).
Sejumlah bakteri bisa menyebabkan terjadinya sepsis neonatorum,
misalnya Eschericia coli, dan Streptococcus strain tertentu. Sepsis neonatorum
onset paling dini terjadi dalam waktu 24 jam lahir, bayi mendapatkan infeksi dari
ibu sebelum atau saat di lahirkan. Pada bayi prematur dengan BBLR yang
dicurigai mengalami sepsis perlu diberikan antibiotik dengan spektrum yang luas
(Brandon, et. al. 2002; Laube, 2010).

Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang


menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari
kedua dan hari ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai
potensi menjadi kern ikterus. Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai
dasar patologis atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Ikterus pada hari ke-2 sampai hari ke-5 dapat disebabkan
karena ikterus fisiologik, sepsis darah ekstravaskular, polisitemia sferositosis
kongenital, dan bayi prematur karena belum berfungsinya hepar (Brandon, et. al.
2002; Laube, 2010).

24
Ikterus ditandai dengan berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah >5
mg/dL pada bayi yang mengakibatkan jaudice, warna kuning yang jelas pada
kulit, mukosa, sklera dan urin bayi dengan hiperbilirubinemia dapat dikelola
dengan efektif dengan cara memantau kadar bilirubin dan terapi sinar/fototerapi
(Brandon, et. al. 2002; Laube, 2010).

Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm,
antara lain:
a. Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
b. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
c. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik.
d. Anjuran tidak merokok maupun mengonsumsi obat-obat terlarang
e. Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
f. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm.
g. Kenali dan obati infeksi genital/ saluran kencing
h. Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm.
(POGI, 2011)

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan suatu kasus wanita berusia 19 tahun yang datang ke IGD
kebidanan RSP dan didiagnosa PK I laten G1 hamil 35 minggu JPKTH.

Selanjutnya akan dibahas:

1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan kasus ini sudah tepat?

Pasien Ny. D usia 19 tahun didiagnosa PK I laten G1 hamil 35 minggu


JPKTH. Usia kehamilan ditentukan dari pemeriksaan USG di karenakan
pasien lupa dengan HPHT nya. Keadaan janin presentasi kepala tunggal
hidup berdasarkan pada hasil pemeriksaan Leopold serta pemeriksaan
USG sebagai pemeriksaan penunjang. Skor tokolitik didapatkan skor 7
dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut:

Tabel 5. Skor tokolitik pada pasien Ny. D, 19 th.

Tanda Jumlah angka

0 1 2 3 4

Kontraksi Tidak ada Ireguler Regular


uterus

Selaput Utuh Pecah di atas Pecah di bawah


ketuban

Perdarahan Tidak ada Bercak Perdarahan

Dilatasi Tidak ada 1 2 3 4 atau lebih


serviks

26
2. Apakah penyebab persalinan preterm pada kasus ini?

Dari anamnesa pasien selama hamil pasien pernah mengalami keputihan


berwarna kekuningan dan berbau yang kemungkinan disebabkan oleh
infeksi yang merupakan salah satu etiologi dari persalinan preterm. Pasien
tidak pernah mengobati keputihannya.

Telah diketahui bahwa kelemahan atau pendeknya cervix merupakan


faktor utama terjadinya risiko infeksi ascendens bakteri. Namun, terdapat
kemungkinan juga bahwa dengan jumlah patogen mematikan yang tinggi
dalam vagina, bakteri dapat memperoleh akses menuju daerah uterus yang
lebih rendah melalui leher uterus yang berfungsi normal, di mana bakteri
tersebut mengaktifkan mediator inflamasi yang membuat cervix menjadi
matang dan memendek. Bakteri mungkin juga mendapatkan akses menuju
rongga ketuban melalui penyebaran secara hematogen atau melalui
bersamaan dengan dilakukannya prosedur yang invasif.

27
BAB V

KESIMPULAN

Diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien ini didasarkan pada


anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang (USG dan hasil
pemeriksaan laboratorium) telah sesuai dengan teori pada literature. Setelah
dianalisis, faktor yang memungkinkan terjadinya persalinan preterm ini adalah
infeksi akibat dari keputihan selama hamil yang tidak pernah di obati yang memicu
persalinan preterm.

28
DAFTAR PUSTAKA

Brandon, J., Bankowski, Amy, E., Hearne, Nicholas, C. 2002. The Johns Hopkins
Manual of Gynecology and Obstetrics 2nd edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins Publishers.

Cunningham, et al., 2010. Williams Obstetrics. 23rd edition. United States: The
McGraw-Hill Companies, Inc.

Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2011. Panduan Pengelolaan


Persalinan Preterm Nasional.

Krisnadi, et al.,2009. Prematuritas. Bandung: Refika aditama

Laube, Douglas. 2010. Obstetrics and Gynecology. Sixth edition. Library of


Congress Cataloging in Publication. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins Publishers.

Smith, Roger (ed.). 2001. The Endocrinology of Parturition. Basic science and
Clinical Application. Australia: Karger.

Yuan dan Bernal, 2007. Reactive Oxygen Species on Pregnancy.

Prawirohardjo, 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

29

Você também pode gostar