Você está na página 1de 10

Amankah Pemakaian Abate Pada Air yang Dikonsumsi?

Pada musim penghujan seringkali terjadi peningkatan kasus penyakit Demam Berdarah
karena banyaknya genangan air dan tempat-tempat yang bisa menampung air hujan,
sehingga menjadi media bagi nyamuk penular Demam Berdarah (Aedes Aegypty) untuk
berkembang biak. Lingkungan memegang peran penting dalam penyebaran penyakit ini
karena dengan adanya interaksi antara lingkungan dengan manusia menyebabkan
manusia menjadi lebih mudah terpapar dengan penyakit ini.

Belum ada obat untuk melumpuhkan virus dengue ini. Untuk memberantas penyakit DBD
diperlukan peran serta masyarakat, khususnya dalam memberantas nyamuk penularnya, guna
mencegah dan membatasi penyebaran penyakit. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode yang tepat sesuai dengan kondisi setempat.

Selama ini, langkah-langkah pencegahan dikenal dengan nama 3M Plus : Menguras, Menutup,
Menguburkan barang-barang bekas, Plus Menghindari gigitan nyamuk. Kerap juga
dilaksanakan pengasapan (fogging) untuk membunuh nyamuk dewasa, sedangkan abatisasi
(penaburan bubuk abate) untuk membunuh jentik-jentik nyamu. Pemeliharaan ikan cupang,
ikan cere atau ikan guppy dapat juga dimanfaatkan untuk membunuh jentik-jentik nyamuk.

Penggunaan bubuk abate sangat baik dilakukan untuk membunuh jentik-jentik nyamuk
tersebut. Namun apakah air yang tercampur oleh bubuk abate tersebut layak untuk diminum
oleh manusia? Sebuah percobaan sederhana dapat dilihat bahwa ikan yang berenang di dalam
air yang bersih kemudian kita campurkan bubuk abate di dalam air tersebut, maka dapat
dipastikan ikan tersebut akan mabuk lantas mati. Hal inilah yang membuat banyak orang ragu
akan pemakaian abate pada air yang dikonsumsi.

Uji Klinis Terhadap Abate

Abate sebenarnya adalah merk dagang dari sebuah bahan kimia yang disebut sebagai
temephos. Temephos termasuk ke dalam golongan organophophorus ( organofosfat). Senyawa
ini tidak dapat diserap oleh tubuh dan akan dikeluarkan melalui keringat ataupun urine.

Pada penelitian yang dilakukan oleh sebuah laboratorium di Amerika Serikat (AS) tahun 1967,
tikus yang diberi makanan dengan campuran abate setiap hari tidak mengalami gangguan klinis
apapun. Di tahun yang sama, kelompok peneliti yang lain juga melakukan percobaan terhadap
beberapa sukarelawan. Selama beberapa hari, 256 mg bubuk abate dicampurkan ke dalam
makanan yang mereka konsumsi. Percobaan ini pun tidak menunjukkan terjadinya gangguan
klinis pada sukarelawan. Percobaan yang lebih berani dilakukan pada 1968, di AS juga,
dengan mencampurkan abate di bak persediaan air penduduk sebanyak 1% dari total volume
air. Di sini pun tidak ditemukan gangguan klinis akibat konsumsi abate pada penduduk yang
dimaksud.

Beberapa alasan mengapa abate dianggap aman bagi tubuh antara lain :

Pada percobaan, seekor tikus jantan baru akan mati jika mengkonsumsi abate sebanyak
8, 6 gr abate/kg berat badan tubuhnya. Pada manusia yang mempunyai berat badan 10
kg (orang dewasa rata-rata 50 kg) mungkin baru akan meninggal jika mengkonsumsi 86
gr abate.

Dosis abate yang dibutuhkan untuk membunuh jentik nyamuk dalam air minum adalah
10 gr untuk 100 liter air. Untuk mencapai kadar 86 gr abate, dibutuhkan 860 liter air.
Jadi, seorang manusia berberat badan 10 kg (balita) baru akan meninggal jika
mengkonsumsi sebanyak 860 liter air mengandung abate dengan dosis sesuai aturan
pakai.

Dan untungnya lagi, tidak seperti DDT (dikloro difenil tetrakloroetana), abate tidak
terakumulasi di dalam tubuh.

Dosis dan Efektivitas Penggunaan Abate

Memang benar bahwa bubuk abate memang aman untuk dikonsumsi selama dalam takaran
yang sesuai. Pemakaian abate yang aman adalah 1 gram untuk setiap 10 liter air. Sebenarnya
setelah ditaburkan, bubuk abate akan segera menempel di dinding penampung air, sehingga
kadarnya di dalam air minum lebih rendah dibanding di dinding penampung air. Daya tempelnya
mampu bertahan 2 sampai 3 bulan. Penaburan abate dapat diulangi setiap 2-3 bulan sekali.

Abate sebaiknya hanya diaplikasikan pada wadah penampungan air yang sulit dan jarang
dikuras. Pada penampungan air yang bisa dikuras sekali seminggu, tidak perlu diberi abate
karena jentik nyamuk juga keburu tewas saat pengurasan (perkembangan dari telur sampai
nyamuk dewasa butuh waktu sekitar 9 hari).

Sebagaimana fungsinya, penggunaan abate ditujukan untuk membunuh larva-larva nyamuk


yang doyan dengan air bersih yang menggenang. Sebenarnya, untuk membunuh larva-larva
tersebut, tidak selalu harus menggunakan abate. Genangan-genangan air sering ditemukan di
botol-botol tanpa tutup, ban, kaleng, dan penampungan air. Oleh karena itu, mencegah
pertumbuhan larva-larva nyamuk dapat dilakukan dengan mengubur ban, kaleng, serta botol-
botol tanpa tutup. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan menguras bak penampungan air
secara teratur. Jika bak penampungan kamu terbuat dari keramik/plastik yang dikuras secara
teratur, maka penggunaan bubuk abate tidak lagi diperlukan karena pengurasan akan
menghilangkan tujuan penggunaan bubuk abate. Apalagi, dengan bak berbahan licin seperti itu,
bubuk abate hanya akan mengendap di dasar bak. Lain halnya jika bak penampungan kamu
terbuat dari permukaan yang kasar seperti semen. Penggunaan bubuk abate sangat
bermanfaat karena bubuk abate yang terlarut dalam air akan terperangkap di pori-pori bak.

PETUNJUK KEAMANAN
- Pada waktu kontak, jangan makan atau minum atau merokok
- Cucilah tangan dan bagian lain yang terkena, dengan air dan sabun
- Cucilah alat - alat yang telah digunakan, dengan air dan sabun
- Simpanlah dengan tertutupn rapat di tempat sejuk, jauhkan dari jangkauan anak-anak

Penggunaan :

1. Jenis Air
Air Jernih : Kolam, bak mandi, penampungan air minum, danau
Air keruh : rawa, sawah, air got, limbah cair rumah tangga

2. Aplikasi
Penaburan

3. Dosis
0,5 - 1,5 gr per 5 L air

4. Waktu
Digunakan secara merata dan diulang penggunaannya setelah jangka waktu kurang
lebih 45
hari
Berperan sebagai Tenaga pelaksana kegiatan kesehatan lingkungan, dengan fungsi :

Menentukan komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan lingkungan

Melaksanakan pemeriksaan dan pengukuran komponen lingkungan secara tepat


berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan

Menginformasikan hasil pemeriksaan/pengukuran.

Berperan sebagai tenaga pengelola kesehatan lingkungan, dengan fungsi:

o Menganalisis hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi


kesehatan lingkungan

o Merancang dan merekayasa intervensi masalah lingkungan yang mempengaruhi


kesehatan manusia.

o Mengintervensi hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi


kesehatan manusia
o Mengorganisir intervensi masalah komponen lingkungan

o Mengevaluasi hasil intervensi masalah komponen lingkungan

Berperan sebagai tenaga pengajar, pelatih dan penyuluh kesehatan lingkungan, dengan
fungsi:

o Menginventarisasi pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang kesehatan


lingkungan

o Menetapkan masalah kesehatan lingkungan yang perlu diintervensi dari aspek


pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat

o Merencanakan bentuk intervensi terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku


masyarakat tentang kesehatan lingkungan

o Melaksanakan intervensi terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat


yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan lingkungan

o Mengevaluasi hasil intervensi.

Berperan sebagai tenaga peneliti kesehatan lingkungan dengan fungsi:

o Menentukan masalah kesehatan lingkungan

o Melaksanakan penelitian teknologi tepat guna bidang kesehatan lingkungan.


Definisi
Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh
cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

Sifat
Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan
dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat
kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja
secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi
beban keluarga, masyarakat dan negara.

Penyebaran
Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi.
Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak
1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi
yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium,
melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti
sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang
mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas.

Gejala
Demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan
muncul lagi setelah bekerja berat ; pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa
ada luka) didaerah lipatan paha, ketiap (lymphadenitis) yang tampak kemerahan,
panas dan sakit ; radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit
yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde
lymphangitis) ; filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar
getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah ; pembesaran
tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa
panas (early lymphodema). Gejal klinis yang kronis ; berupa pembesaran yang
menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar
(elephantiasis skroti).

Você também pode gostar