Você está na página 1de 3

ALTERNATIF TERBAIK SETELAH LULUS SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT

PERTAMA

Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini
adalah kementrian Pendidikan dan kebuadayaan adalah tidak adanya
ujian perbaikan tahun 2017. dasar pemikiran diambilnya kebijakan ini
adalah hasil evaluasi tahun 2016, ada sekitar 160 ribu lulusan SLTA yang
mendaftar ujian perbaikan tapi kenyataan dilapangan hanya ada sekitar
10 persen saja yang mengikuti ujian perbaikan (data kemendikbud.go.id)
Akan tetapi jika ada siswa lulusan 2017 yang ingin memperbaiki hasil
ujian tahun 2017 masih bisa mengikuti ujian perbaikan ditahun 2018, tapi
pelaksanaanya berbarengan dengan ujian susulan tahun 2018. Ini artinya
bahwa, lulusan tahun ini harus rela menerima nilai hasil ujian nasional apa
adanya tanpa ada kesempatan perbaikan nilai setelah pengumuman
kelulusan diterima.

Disisi lain, kementrian riset tehnologi dan pendidikan tinggi


(Kemristekdikti) menyatakan bahwa, hasil Ujian Nasional menjadi salah
satu bagian dari seleksi masuk perguruan tinggi, ini artinya bahwa
perguruan tinggi berhak mempertimbangkan calon mahasiswanya untuk
diterima atau ditolak berdasarkan hasil ujian nasional. namun dalam hal
ini perguruan tinggi negerilah yang akan memegang kendali, karena
selama ini kebanyakn pergurun tinggi sewasta masih menomor duakan
hasil prestasi akademik siswa, dalam hal ini adalah nilai Uijian nasional.
Menyikapi hal ini tentunya, hasil ujian nasional tidak menjadi lagi patokan
bagi lulusan SLTA untuk menjadikan ukuran kesiapan mereka untuk
melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Penerimaan mahasiswa SNMPTN dan SBMPTN tahun 2015 lalu
menunjukkan bagaimana tingginya minat lulusan SLTA ke perguruan tinggi
negeri (PTN) tersebut,
dimana dari kapasitas PTN sekitar 270.000, yang mendaftar untuk masuk
mencapai 852.093 siswa. Bahkan untuk jurusan tertentu yang termasuk
favorit saringan masuknya sangat ketat karena peminatnya jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan daya tampungnya. ini artinya bahwa ada
sekiatr 580.000 peminat PTN harus dengan berat hati memilih Perguruan
tinggi Swasata (PTS) atau mungkin memilih bekerja dikarenakan biaya
pendidikan diperguruan tinggi swasta lebih tinggi.Sementara menurut
data Tahun 2015 saja ada 2,8 juta peserta ujian SMA/ MA/ SMK, mau
kemanakah mereka?

Jenjang pendidikan SLTA yang dalam hal ini adalah SMA, MA, SMK dan MAK
akhir-akhir ini menjadi hangat diperbincangkan terkait rekapitulasi yang
dikeluarkan tiap tahun oleh pemerintah atas lulusan dan daya serap
perguruan tinggi negeri tersebut. salah satu jenjang pendidikan yang
menjadi top trend akhir-akhir ini adalah tentang Sekolah Menengak
kejuruan atau SMK, betapa tidak SMK menjadi alternatif terbaik untuk
lulusan SLTP sederajat untuk melanjutkan pendidikan. bukan tidak
menjadi alasan bahwa slogan SMK yang SMK BISA siap kerja, cerdas dan
kompetitip menjadikan SMK idola baru didunia pendidikan. Persaingan
yang sangat ketat untuk bisa duduk dibangku perguruan tinggi negeri dan
kompetisi yang sangat tinggi serta kemampuan secara finasial rata-rata
lulusan SLTP sederajat yang masih rendah, menjadikan SMK gerbang baru
untuk bisa menghasilkan lulusan yang kompetitip dan produktif.
berdasarkan informasi yang dilansir oleh kementrian pendidikan dan
kebudayaan bahwa serapan dunia kerja terhadap lulusan SMK sekiatr 85
% dalam waktu tiga bulan setelah lulus.Dalam data Kemendikbud saat ini
ada sekitar 12 ribu SMK di seluruh Indonesia dengan jumlah lulusan per
tahun sekitar 1,3 juta orang. Sementara jumlah siswanya 4,4 juta orang,
lebih banyak dibandingkan jumlah siswa SMA 4,3 juta orang

Mengapa SMK menjadi primadona dan mendapat perhatian khusus dari


pemerintah? kurikulum pembelajaran yang berbasis link and match
dengan dunia usaha dan dunia industri (DU/DI) menjadikan sekolah
menengah kejuruan ini menjadikan nilai lebih untuk lulusannya. artinya
jika mind set rata-rata lulusan pendidkan tinggi untuk mencari pekerjaan
setelah lulus, ini akan dipangkas habis oleh sistem pendidkan jenjang SLTA
yang dalam hal ini SMK. artinya, kalau target utama setelah lulus
pendidikan tinggi atau kuliah adalah bekerja, kenapa tidak memilih SMK
setelah lulus SLTP. salah satu keunggulan pendidikan kejuruan (SMK)
adalah adanya sistem pendidikan ganda (PSG) atau yang lebih dikenal
oleh masayarakat luas sebagai Prakerin (Praktek Kerja Industri), yang
diatur oleh Kepmen pendidikan dan kebudayaan No 323/U/1997,
tentang penyelenggaraan prakerin SMK yang selama ini dilaksanakan
kurang lebih 3 (Tiga) bulan. dalam masa prakerin ini siswa dituntut untuk
berperan akti sebagai karyawan/pekerja yang mempunyai tugas dan
kewajiban sama seprti karyawan/ pekerja tetap. pemerintah yang dalam
hal ini mempunyai kewenangan untuk membuat kebijakan tentunya juga
telah membuat peraturan tentang praktek kerja industri yang dalam hal
ini tertuang dalam kepmen pendidkan dan kebuadayaan No 323/U/1197
dan merujuk kepada perjanjian kerja sama departemen pendidikan dan
kebudayaan dengan kamar dagang dunia kerja dan industri indonesia No
0104A/U/1996 nomor SKEP/019/DPH/IV/1994 tanggal 28 april/1994. ini
artinya bahwa dunia kerja atau industri memmpunyai kewajiban untuk
menerima perserta kerja industri yang dalam hal ini adalah siswa sekolah
menengah kejuaruan.
Kurikulum pendidikan SMK yang berbasis link and match antara lembaga
pendidikan dengan dunia kerja atau dunia industri juga lebih
memudahkan komunikasi dua arah untuk membicarakan kerja sama
tindak lanjut stelah peserta kerja industri tersebut menyelesaikan
pendidikannya di sekolah kejuruan tersebut. komunikasi ini juga bisa
memperbincangkan tentang aspek skill atau keahlian tertentu yang lebih
spesifik yang dibutuhkan oleh dunia kerja atau industri, sehingga tidak
hanya link yang tercapai sesuai target tapi match-nya juga yang
merupakan kebutuhan mutlak dunia kerja atau industri untuk
pengembangan perusahaan sebagai feed back atau hasil dari kerjasama
lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan dunia industri tersebut.

Você também pode gostar