Você está na página 1de 32

DISKUSI TOPIK

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Disusun oleh :

Abeng Anandri Husen 1102012003


Ratnasari 1102012229

Rr. Yunisa Putri Riyanti 2011730161

Zafira Alfani 1102012315

Pembimbing:

dr. H. Isa Multazam Noor, Sp. KJ

KEPANITERAAN KLINIK STASE KEDOKTERAN JIWA

RS. JIWA ISLAM KLENDER

2016

CASE VIGNETTE

Jeremy, usia 9, dibawa oleh ibunya ke klinik kesehatan mental karena dia

telah menjadi semakin tidak disiplin dan sulit untuk diatur di sekolah. Selama bulan

terakhir ini meyakinkan ibunya bahwa ia harus berbuat sesuatu terkait perilakunya.

Beberapa minggu yang lalu ia diskors dari sekolah selama 3 hari. Minggu lalu ia
ditegur oleh polisi karena mengendarai sepeda di jalan, ibunya telah berulang kali

memperingatkan dia.

Keesokan harinya ia gagal menggunakan pedal rem dan naik sepeda hingga

menghancurkan jendela toko. Dia tidak tertangkap dalam pelanggaran lebih serius,

meskipun begitu ia memecahkan sebuah jendela ketika ia mengendarai sepedanya

dengan seorang teman.

Jeremy telah sulit untuk diatur sejak sekolah TK. Masalah perlahan-lahan

telah meningkat. Setiap kali dia tanpa pengawasan ketat, ia mendapat kesulitan. Dia

telah ditegur di sekolah untuk mengganggu dan menendang anak-anak lain. Dia

digambarkan sebagai pemarah dan mudah tersinggung, meskipun pada saat ia

tampaknya menikmati sekolah.

Seringkali ia tampaknya sengaja mencoba untuk mengganggu anak-anak lain,

meskipun dia selalu mengklaim bahwa orang lain yang memulai argumen. Dia tidak

terlibat dalam perkelahian serius, tetapi kadang-kadang saling memukul dengan

beberapa anak yang lainnya.

Perilaku Jeremy di rumah cukup bervariasi. Pada beberapa hari ia menantang

dan kasar kepada ibunya, yang perlu diminta beberapa kali untuk melakukannya,

meskipun terkadang langsung melakukannya; pada hari-hari lainnya ia menarik dan

rela untuk menolong, tetapi hari yang tidak menyenangkan mendominasi. Hal kecil

terakhir mengganggu dia, dan kemudian dia berteriak dan berteriak. Jeremy

digambarkan sebagai dengki dan dengan adiknya, Rickie, bahkan ketika ia berada

dalam suasana hati yang baik, dia tidak seperti Rickie.

Konsentrasi Jeremy umumnya baik, dan ia tidak meninggalkan pekerjaannya

yang belum selesai. Ibunya menggambarkan dia sebagai Di mana saja sepanjang

waktu, tetapi tidak ada kegelisahan. Ibunya juga komentar bahwa ia banyak
menceritakan kebohongan kecil, meskipun ketika ditekan, adalah jujur tentang hal-

hal penting.

Jeremy kadang-kadang menolak untuk melakukan apa yang kedua gurunya

katakan, dan tahun ini sangat sulit dengan seorang yang mengajarinya di siang hari

untuk aritmatika, seni, dan pelajaran ilmu pengetahuan. Dia memberikan banyak

alasan mengapa ia tidak harus melakukannya, dan berpendapat ketika diberitahu

untuk melakukannya.

Meskipun demikian, nilai-nilainya baik, dan telah menjadi lebih baik selama

tahun, terutama dalam aritmatika dan seni, yang mata pelajaran yang diajarkan oleh

gurunya ia yang paling memiliki kesulitan.

A. TANDA DAN GEJALA

- Minggu lalu ia ditegur oleh polisi karena mengendarai sepeda di jalan,

ibunya telah berulang kali memperingatkan dia.

- Dia telah ditegur di sekolah untuk mengganggu dan menendang anak-anak

lain.
- Jeremy kadang-kadang menolak untuk melakukan apa yang kedua gurunya

katakan, dan tahun ini sangat sulit dengan seorang yang mengajarinya di

siang hari untuk aritmatika, seni, dan pelajaran ilmu pengetahuan.

- Pada beberapa hari ia menantang dan kasar kepada ibunya, yang perlu

diminta beberapa kali untuk melakukannya, meskipun terkadang langsung

melakukannya.

B. MULTI AXIAL DIAGNOSIS

- AXIS I : Gangguan Pemusatan Perhatian dan Perilaku

- AXIS II : Diagnosis aksis 2 tertunda

- AXIS III : Tidak ada diagnosis

- AXIS IV : Masalah sekolah

- AXIS V : GAF = 51 (gejala sedang afek datar dan bicara tidak

fokus, kesulitan dalam bersosial, pekerjaan atau fungsi sekolah (teman

sedikit, masalah dengan teman sebaya atau teman sekerja).

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan

perilaku yang paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Gejala
intinya meliputi tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai

perkembangan serta kemampuan mengumpulkan perhatian yang terganggu.

Anak dan remaja yang menderita gangguan tersebut akan sukar

menyesuaikan aktivitas mereka dengan normal yang ada sehingga mereka

sering dianggap sebagai anak yang tidak baik di mata orang dewasa maupun

teman sebayanya. Mereka sering gagal mencapai potensinya dan memiliki

banyak kesulitan komorbid seperti gangguan perkembangan, gangguan

belajar spesifik dan gangguan perilaku serta emosional lainnya.

Definisi terbaru dari ADHD pada edisi keempat Diagnostik dan

Statistik Manual of Mental Disorders membedakan antara subtipe diagnostik

ditandai dengan tingkat maladaptif dari kedua kurangnya perhatian dan

hiperaktivitas-impulsivitas (tipe gabungan), maladaptif tingkat kurangnya

perhatian saja (tipe terutama lalai), dan tingkat maladaptif dari hiperaktivitas-

impulsivitas sendirian (tipe hiperaktif-impulsif dominan).

B. Epidemiologi

Prevalensi yang dilaporkan pada anak yang mengalami ADHD

bervariasi dari 2 sampai 18 persen, tergantung pada kriteria diagnostik dan

populasi yang dipelajari. Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8 -

10 persen, hal tersebut menjadikan ADHD sebagai salah satu gangguan yang

paling umum pada masa kanak-kanak.

Rasio ADHD pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan

yaitu 4:1 ( untuk ADHD yang didominasi oleh hiperaktif) dan 2:1 (untuk

ADHD yang didominasi oleh inatensi/kesulitan dalam memusatkan

perhatian). Hasil survey yang dilakukan oleh National Survey of Childrens


Health (NSCH) ada

tahun 2007, prevalensi ADHD untuk anak laki-laki adalah 13,2 % dan pada

anak perempuan 5,6 %. Di Inggris, survei dari 10.438 anak-anak antara usia 5

dan 15 tahun menemukan bahwa 3,62% dari anak laki-laki dan 0,85% anak

perempuan telah ADHD.

C. Kriteria

ADHD adalah gangguan neurobehavioral paling umum dari masa

kanak-kanak. ADHD merupakan salah satu kondisi yang paling umum dari

kesehatan kronis yang mempengaruhi anak usia sekolah. Gejala inti ADHD

yaitu :

1. Inatensi (gangguan pemusatan perhatian)

Inatensi adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini

tampak mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka

sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh

alat inderanya atau oleh perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan

demikian mereka hanya mampu mempertahankan suatu aktivitas atau

tugas dalam jangka waktu yang pendek, sehingga akan

mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya.

2. Hiperaktif (gangguan dengan aktivitas yang berlebihan)

Hiperaktivitas adalah suatu gerakan yang berlebuhan melebihi

gerakan yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak

bayi mereka banyak bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika

dibandingkan dengan individu yang aktif tapi produktif, perilaku


hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu mengontrol

dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak

dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya

dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk

memusatkan perhatian.

3. Impulsivitas (gangguan pengendalian diri)

Impulsifitas adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang

tidak disertai dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh

perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi. Mereka sulit untuk

memberi prioritas kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan atau

memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan ditampilkannya.

Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun

lingkungannya.

D. Etiologi

Penyebab ADHD biasanya diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya,

yaitu

Penyebab prenatal, termasuk abnormalitas perkembangan otak,

anemia maternal, toksemia dalam kehamilan, pengguanaan alkohol

dan kokain, dan merokok. Faktor lingkungan lain yang dicurigai

berpengaruh, antara lain paparan timbal, pestisida, kurangnya iodin

dan hipotiroid. Infeksi virus, terutama influenza dan eksantema pada

trimester pertama kehamilan atau pada saat kelahiran, biasanya

berhubungan dengan diagnosis ADHD.


Penyebab perinatal, termasuk kelahiran prematur, letak sungsang,

anoxic-ischaemic-encephalopathy, perdarahan otak, meningitis, dan

encephalitis.
Penyebab postnatal, termasuk cedera kepala, meningitis, encephalitis,

serangan otitis media yang sering, atau rendahnya kadar gula dalam

darah. Obat-obatan asma dan epilepsi, sering menyebabkan atau

memicu munculnya perilaku hiperaktif. Pengaruh makanan terhadap

ADHD masih merupakan kontroversi. Konsumsi bahan pengawet dan

pemanis buatan, kurangnya asam lemah omega-3, kurangnya zat besi

dan anemia merupakan penyebab yang potensial. Lebih jarang lagi,

disfungsi hormon tiroid dihubungkan dengan kejadian ADHD.

Hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000, Barkley, yang

mengatakan bahwa terdapat faktor yang berpengaruh terhadap munculnya

ADHD :

a. Faktor genetika

Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan

faktor penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga

dari anggota keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu jika orang

tua mengalami ADHD, maka anaknya beresiko ADHD sebesar 60

%. Pada anak kembar, jika salah satu mengalami. ADHD, maka

saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD.

Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan

bahwa molekul genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan

munculnya ADHD. Dengan demikian temuan-temun dari aspek


keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa

ADHD ada kaitannya dengan keturunan.

b. Faktor neurobiologis

Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis

diantaranya bahwa terdapat persamaan antara ciri-ciri yang

muncul pada ADHD dengan yang muncul pada kerusakan fungsi

lobus prefrontl. Demikian juga penurunan kemampuan pada anak

ADHD pada tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan

fungsi lobus prefrontal. Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak

dengan teknologi tinggi)menunjukan ada ketidaknormalan pada

bagian otak depan. Bagian ini meliputi korteks prefrontal yang

saling berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks serebral

secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia. Bagian otak ini

berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons,

dan organisasi respons. Kerusakan-kerusakan daerah ini

memunculkan ciri-ciri yang serupa dengan ciri-ciri pada ADHD.

Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai korteks prefrontal

lebih kecil dibanding anak yang tidak ADHD.

Faktor risiko tidak bertindak dalam isolasi, tapi berinteraksi satu sama

lain. Sebagai contoh, risiko ADHD terkait dengan konsumsi alkohol ibu

pada kehamilan mungkin lebih kuat pada anak-anak dengan gen

transporter dopamin.

E. Manifestasi Klinis

Anak dengan ADHD secara tipikal menunjukkan beberapa atau semua gejala

dibawah ini, yaitu :


Inatensi dan perhatian mudah dialihkan.

Adanya kesulitan dalam menyeleksi stimulus yang sesuai dan

memusatkan pada tugas, terutama jika tugas terlalu lama dan lambat.

Impulsivitas.

Anak bertindak cepat dan tanpa mempertimbangkan konsekuensi

tindakan mereka.

Kelelahan motorik dan hiperaktivitas

Manifestasi dapat meliputi kegelisahan, menggeliat, dan kelelahan.

Kesulitan merencanakan dan mengatur tugas.

Anak memperlihatkan adanya kesulitan dalam fungsi eksekutif proses

belajar, meliputi merencanakan, mengorganisasikan, atau menyiapkan

tugas dengan cara yang benar; memulai dan mengakhiri aktivitas secara

benar; atau berpindah dari tugas satu ke tugas yang lain.

Labilitas emosional.

Adanya tingkah laku yang tidak diinginkan secara sosial, seperti ledakan

emosi, berkelahi, dan kegembiraan yang berlebihan.

Karakteristik anak dengan ADHD yang tersering ditemukan (berdasarkan

frekuensi), adalah :

1. hiperaktivitas

2. gangguan motorik perseptual

3. labilitas emosional

4. defisit kordinasi yang menyeluruh

5. gangguan atensi (rentang atensi yang pendek, distrakbilitas, keras hati,

gagal menyelesaikan hal, inatensi, konsentrasi yang buruk)


6. impulsivitas (bertidak sebelum berpikir, mengubah perilaku dengan tiba-

tiba)

7. gangguan daya ingat dan pikiran

8. ketidakmampuan belajar spesifik

9. gangguan bicara dan pendengaran

10. tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar-samar.

F. Diagnosis

Anamnesis

Informasi terperinci mengenai tingkah laku anak di tingkah laku anak di

sekolah dan di rumah sebaiknya diperhatikan, terutama berkenaan dengan

frekuensi, beratnya dan konteks masalah dengan perhatian, impulsivitas, dan

hiperaktivitas. Adanya tingkah laku terkait, misalnya labilitas emosional dan

keterampilan organisasi yang buruk sebaiknya juga dipastikan. Aspek lain yang

penting pada fungsi di sekolah adalah pencapaian akademik anak tersebut.

Riwayat perinatal sebaiknya diulas untuk melihat adanya masalah yang

berkaitan dengan defisit perhatian, misalanya konsumsi alkohol atau obat-obatan

maternal selama kehamilan. Masalah kesehatan pada awal masa kanak-kanak

yang memiliki relevansi khusus adalah otitis media rekuren atau persisten,

keracunan timbal, anemia defisiensi besi dan cedera yang sering akibat aktivitas

yang berlebihan. Riwayat keluarga dan riwayat sosial dapat mengidentifikasi

faktor genetik atau lingkungan yang memberikan kontribusi.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memiliki peran terbatas, tetapi penting pada evaluasi anak

yang mengalami ADHD. Observasi umum dapat menunjukkan adanya gangguan

mood, kesedihan atau ansietas. Observasi langsung pada rentang perhatian dan

tingkat aktivitas harus diinterpretasikan secara hati-hati karena tingkah laku anak

di tempat periksa dapat sangat berbeda dari tingkah lakunya di kelas atau rumah.

Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan jumlah gambaran atipikal,

seperti rambut elektrik, lipatan epikantus, letak telinga yang rendah, arkus

palatum yang tinggi, klinodaktili, dan peningkatan jarak antara jari kaki pertama

dan kedua pada anak dengan ADHD. Namun, sebagian besar anak dengan ADHD

tidak memilki ciri fisik tersebut. Pemeriksaan fisik harus meliputi penglihatan

dan skrining pendengaran, karena defisit sensoris dapat mengakibatkan

kurangnya perhatian dan hiperaktivitas.

Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain

Pemeriksaan laboratorium memiliki nilai yang terbatas. Skrining terhadap

timbal sebaiknya dipertimbangkan pada semua anak dan secara pasti

diindikasikan pada anak yang memiliki riwayatlampau, lingkungan tempat

tinggal, pika dan pajanan pekerjaan orang tua. Skrining anemia defisiensi besi

sebaiknya dilakukan pada anak yang beresiko karena riwayat nutrisi atau status

sosioekonomi. Prevalensi kelainan tiroid dilaporkan lebih tinggi pada anak yang

mengalami ADHD daripada populasi normal, sehingga sebaiknya dilakukan tes

fungsi tiroid. Pemeriksaan neurologik rutin (CT-scan kepala, MRI) atau

pemeriksaan neuropsikologik (EEG, neurometrik, atau pemetaan aktivitas listrik

otak) tidak berperan pada anak yang mengalami ADHD


Untuk menemukan kriteria diagnosisnya, penting untuk mengetahui gejala di

bawah ini :

1. Onsetnya sebelum usia 7 tahun (ADHD) atau 6 tahun (HKD)

2. Sudah jelas nampak minimal selama 6 bulan

3. Harus pervasif (ada pada lebih dari 1 setting, misal : rumah, sekolah,

lingkungan sosial)

4. Menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan

5. Tidak ada penyebab gangguan mental lainnya ( misal : gangguan

perkembangan pervasif, skizofrenia, gangguan psikotik lainnya,

depresi atau anxietas)

6. Morbiditas penyerta meliputi kegagalan akademis, perilaku antisosial,

delinquency/ kenakalan, dan peningkatan resiko kecelakaan lalulintas

pada remaja. Sebagai tambahan, dapat pula timbul pengaruh yang

dramatis di kehidupan keluarga

Table 1. Kriteria DSM-IV-TR untuk attention deficit hyperactivity disorder

(ADHD)

A. Salah satu (1) atau (2)


1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam (atau lebih) gejala

inatensi berikut telah menetap seama sekurang-kurangnya 6 bulan

bahkan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan

tingkat perkembangan.
a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detail dan

tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau

aktivitas lainnya.

b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian

terhadap tugas atau aktivitas bermain.

c. Sering tidak tampak mendengarkan apabila berbicara langsung

d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelessaikan tugas

sekolah, pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena

perilaku menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi)

e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas

f. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam

tugas yang memiliki usaha mental yang lama ( seperti tugas

disekolah dan pekerjaan rumah)

g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk

tugas atau aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun

peralatan)

h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuladir dari luar.

i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari


2. Hiperaktivitas impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperkativitas-

implusivitas berikut ini telah menetap selama sekurang-kurangnya enam

bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan

tingkat perkembangan.
Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di

tempat duduk

b. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas atau di dalam situasi yang

diharapkan anak tetap duduk


c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang

tidak tepat (pada remaja mungkin terbatas pada perasaan subyektif

kegelisahan)

d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu

luang secara tenang

e. Sering siap-siap pergi atau seakan-akan didorong oleh sebuah

gerakan

f. Sering berbicara berlebihan Impusivitas

g. Sering menjawab pertanyaan tanpa berfikir lebih dahulu sebelum

pertanyaan selesai

h. Sering sulit menunggu gilirannya

i. Sering menyela atau mengganggu orang lain (misalnya : memotong

masuk ke percakapan atau permainan)


B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan

gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun


C. Beberapa gangguan akibat gejala terdapat dalam 2 (dua) atau lebih situasi

(misalnya disekolah atau pekerjaan di rumah)


D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara

klinis dalam fungsi sosial, akademik dan fungsi pekerjaan


E. Gejala tidak semata-mata selama gangguan perkembangan pervasif,

skizopfrenia atau gangguan psikotik lain dan bukan merupakan gangguan

mantal lain (gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif atau

gangguan kepribadian)

G. Differensial Diagnosis

1. Gangguan tingkah laku (anti sosial)

2. Ansietas
3. Kelemahan sensoris

4. Epilepsi petit mal

5. Gangguan hiperaktivitas dan perhatian akibat obat

6. Gangguan depresif

H. Tatalaksana

Algoritma dasar untuk tatalaksana ADHD (Hill and Taylor, 2001)


1. Terapi non farmakologis

1) Intervensi Psikososial
a. Intervensi psikososial berdasarkan klinis

i. Intervensi psikososial keluarga

Intervensi psikososial tipe bahavioral yang didasarkan

pada keluarga direkomendasikan untuk terapi behavioral

komorbid.

ii. Terapi individual

Intervensi psikososial individual tidak direkomendasikan

rutin.

b. Intervensi psikososial berdasarkan sekolah

Anak dengan ADHD/ gangguan hiperkinetik membutuhkan program

intervensi sekolah individual meliputi intervensi behavioral dan

akademik.

2) Intervensi diet

Ada sedikit bukti mengenai keuntungan pemberian suplemen mineral

(besi, magnesium, seng) pada ADHD/gangguan hiperkinetik. Beberapa

bukti menyebutkan kadar seng yang rendah pada rambut dan urin

berkaitan dengan respon yang buruk terhadap methylphenidate,

meskipun belum terdapat studi yang menyebutkan bahwa suplementasi

seng dapat memperbaiki respon terhadap obat. Suplementasi asam lemak

esensial mungkin bermanfaat, khususnya pada individu yang kadar asam

lemak tak jenuhnya rendah. Namun belum ada bukti yang cukup untuk

mendukung pemakaian rutin suplementasi mineral untuk manajemen

ADHD (Konofal et al., 2008).

Permasalahan mengenai gula halus dan zat makanan tambahan buatan

memiliki efek samping pada perilaku anak, masih menjadi konflik.


Dalam bukti sekarang ini, tidaklah mungkin merekomendasikan restriksi

atau eliminasi makanan pada anak dengan ADHD (MrCann et al , 2007).

Hal-hal yang bisa diperhatikan dari diet untu anak ADHD/gangguan

hiperkinetik, antara lain :

o Bahan makanan aditif

o Suplementasi asam lemak omega-3 dan omega-6 (Clayton et

al., 2007)

o Suplementasi besi, seng, magnesium (Bilici et al., 2004)

o Antioksidan (Bateman et al., 2004)

3) Intervensi komplementer dan alternatif

Di antaranya meliputi :

o Bach flower remedies (Pintof et al., 2005)

o Homeopathy (Coulter et al., 2007)

o Massage theraphy (Khilnani et al., 2003)

o Neurofeedback (Beauregard et al., 2006)

4) Intervensi sosial dan komunitas

5) Intervensi multimodal

2. Terapi Farmakologis

Terdapat 3 obat lisensi untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik di

Amerika Serikat : methylphenidate hydrochloride, dexamfetamine sulphate

dan atomoxetine. Methylphenidate dan atomoxetine digunakan untuk usia 6

tahun atau lebih, sedangkan dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau lebih.

Medikasi tidak direkomendasikan untuk usia pre sekolah.


Inisiasi terapi farmakologis anak ADHD harus di bawah kendali

dokter spesialis, baik psikiatrik anak dan remaja maupun pediatrik, yang telah

menjalani pelatihan penggunaan dan monitoring medikasi psikotropik.

Harus dilakukan penilaian fisik dasar terlebih dahulu sebelum terapi

farmakologis dimulai, minimal meliputi : nadi, tekanan darah, berat dan

tinggi badan dengan grafik centile yang sesuai dalam ukuran parameter. EKG

sebaiknya dipertimbangkan pada kasus-kasus tertentu. Klinisi harus

menginformasikan keuntungan potensial dan efek samping medikasi.

Keuntungan lanjutan dan kebutuhan untuk medikasi dinilai minimal 1 tahun

sekali.

1) Psikostimulan

Studi-studi metanalisis dengan kualitas yang tinggi (durasi minimal 2

minggu) menggunakan psikostimulan (methylphenidate dan

dexamphetamine) atau psikostimulant (atomoxetine), menyimpulkan

bahwa keduanya efektif untuk terapi ADHD, meskipun psikostimulan

memiliki pengaruh yang lebih besar. Psikostimulan yang biasa digunakan

di USA adalah methylphenidate (MPH) dan dexamphetamine (DEX).

Methylphenidate tersedia dalam bentuk immediate atau modified release

untuk memfasilitasi medikasi sepanjang hari. DEH digunakan untuk anak

usia 2 tahun atau lebih, sedangkan MPH untuk usia 6 tahun atau lebih.

DEX efektif untuk mengatasi gejala inti ADHD/ gangguan hiperkinetik.

Psikostimulan merupakan terapi lini pertama untuk mengatasi gejala inti

ADHD atau gangguan hiperkinetik.

Efek samping yang paling sering muncul : insomnia, nafsu makan

berkurang, nyeri perut, sakit kepala dan pening. Sebagian besar efek
samping psikostimulan jangka pendek sering berkaitan dengan dosis dan

bersifat subyektif. Efek samping akan berkurang dalam waktu 1-2

minggu dari awal terapi dan akan hilang jika terapi dihentikan atau

dosisnya diturunkan dan biasanya nampak pada anak usia pre-sekolah.

Saat pertama kali memberikan dan menitrasi psikostimulan, kontak

reguler antara keluarga dan klinisi sangatlah penting karena berkaitan

dengan pertanyaan dan penilaian yang diperlukan.

Tabel 3 :. Formulasi Methylphenidate

Tabel 4: Formulasi Dextroamphetamine


Tabel 5 : Efek samping psikostimulan dan pilihan manajemen yang disarankan

Efek samping Pilihan manajemen


Anoreksia, nausea, Berikan obat bersama makanan

penurunan berat badan Pertimbangkan reduksi dosis atau penghentian

obat

Monitor berat dan tinggi badan menggunakan

grafik persentil

Edukasi diet, tambahan kalori


Hal yang menyangkut Jika signifikan (jarang dalam jangka panjang)

pertumbuhan atau menyebabkan kecemasan pada orang

tuanya, upayakan penghentian medikasi saat

akhir minggu atau liburan.


Kesulitan tidur (bandingkan Berikan edukasi sleep hygiene

dengan kesulitan tidur Kurangi atau hilangkan medikasi malam atau

sebelum terapi) akhir sore (namun catat bahwa beberapa

pasien membaik dengan medikasi malam

tambahan).

Pertimbangkan penggantian ke atomoxetine


Pening dan sakit kepala Bersifat sementara. Jika persisten, monitor

teliti (cek tekanan darah), turunkan


dosis/hentikan medikasi, pastikan obat

dimakan dengan makanan dan edukasi intake

cairan. Jika persisten,


Pergerakan involunter, Tics Kurangi, atau jika persisten, hentikan

dan sindrom Tourette medikasi. Monitoring pre dan post terapi tics.

Pertimbangkan alternatif lainnya (misal TCA)

jika gejalanya berat.


Hilangnya spontanitas, Turunkan atau hentikan medikasi (hentikan

disforia, agitasi jika timbul gangguan piir atau suspek psikosis-

jarang terjadi)
Iritabilitas, behavioural Monitor ketat, kurangi atau overlap dosis sore

rebound hari; evaluasi komorbid (ODD/CD)

Jika telah diberikan dosis efektif, maka perlu dilakukan review secara

teratur untuk mengecek tingkat perilaku dan efek sampingnya, tinggi/berat

badan dan tekanan darah. Keadaan berat badan ideal serta pengukuran tinggi

badan dan penghitungan centil velocity memungkinkan untuk deteksi dini

masalah pertumbuhan yang signifikan, meskipun ini jarang terjadi. Tes darah

sebaiknya dilakukan berdasarkan kebijakan klinisis dan hanya jika

diindikasikan secara klinis.

Pemberian resep psikostimulan dimulai dengan dosis sekecil mungkin

dan titrasi dengan jadwal 2-3 kali sehari, tingkatkan dosis dengan interval per

minggu sampai didapatkan respon yang memuaskan atau efek samping yang

mengganggu. Perlu diingat bahwa efek samping psikostimulan berkaitan

dengan dosis, maka tentukan dosis efektif terendah yang menghasilkan efek

terapeutik maksimum dan efek samping minimum. Rekomendasi dosis

terutama dosis harian maksimum yang disarankan, belum ditentukan oleh


penelitian. Secara tradisional pendekatan pada jadwal obat yang teliti telah

dianjurkan dengan regimen yang ditentukan secara empiris. Respon terhadap

MPH dan DEX bervariasi dan tidak dapat diprediksi dengan dasar suatu dosis

atau berat badan. Keduanya merupakan obat polar yang diekskresikan dengan

cepat dan tidak terakumulasi di lemak tubuh.

Pemberian berdasarkan sifat respon psikostimulan yang bervariasi

memberikan keuntungan bagi beberapa anak yang memerlukan dosis lebih

tinggi. Jadwal dosis berdasarkan berat dapat membatasi titrasi dosis yang pas

utuk anak yang membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mengontrol

gejala mereka. Sebaliknya, metode titrasi dosis tipe pil (fixed pill-type dose

titration methods) dapat memaparkan anak yang kecil ke dosis yang tinggi,

dan potensial menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan.

Tabel 6: Dose Ranges in Literature for Psychostimulant Treatment

Source Methylphenidate Dexamphetamine


Block, 1998 123 0.3 - 0.6 mg/kg/dose 0.15 - 0.3 mg/kg/dose
Findling and Dogin, 1998 0.3 - 0.8 mg/kg/dose -

124
Pliszka, 1998 125 Up to 1 mg/kg/dose -
AACAP, 199730 0.3 - 0.7 mg/kg/dose 0.15 - 0.35 mg/kg/dose
NHMRC(Ausi),1996 126 Max 1.5 mg/kg/day Max 0.75 mg/kg/day

Frekuensi dosis sebaiknya ditentukan berdasarkan masing-masing

individu. Pemberian 3 x sehari dan bukannya 2 x sehari memberikan

keuntungan pencapaian efek terapi di malam hari, yang mungkin diinginkan

untuk proyek PR atau kegiatan malam hari yang sudah direncanakan.

Ada sedikit bukti obyektif interferensi mayor pemakaian regimen ini

terhadap tidur. Bagaimanapun juga jika terjadi gangguan tidur, maka dosis

akhir petang dapat diturunkan atau dihentikan. Beberapa guru melaporkan


bahwa efek dosis dini hari hilang pada pertengahan pagi. Pada kasus yang

demikian dosis pertengahan pagi dapat dijadwalkan pada jam 10.30 11 am,

dengan dosis pertama pada hari tersebut diberikan antara jam 7 dan jam 8

pagi.

Pada sebagian besar kasus, medikasi diteruskan selama 7 hari per

minggu untuk memperoleh keuntungan maksimum dengan memperhatikan

masalah kontrol perilaku yang terjadi di rumah, sekolah dan masyarakat.

Drug holidays selama akhir minggu atau liburan mungkin diperlukan jika

terjadi hal serius yang menyangkut pertumbuhan anak.

Jika terdapat gangguan hiperkinetik/ADHD persisten sampai pada

usia dewasa atau pada kasus-kasus dimana gejala inti cepat timbul kembali

bila psikostimulan dihentikan, maka diperlukan terapi jangka panjang. Jika

tidak ada perbedaan berarti pada perilaku anak saat ia menjalani/ tidak

menjalani pengobatan, maka terapi bisa dihentikan untk periode yang lama.

Jika tak ada perbedaan yang besar pada anak yang menjalani terapi dan

kesukaran perilaku tetap berlanjut, maka perlu untuk mengevaluasi kembali

dosisnya, mengganti dengan medikasi lain, atau mengevaluasi ulang strategi

psikologis dan behavioralnya. Psikostimulan tak perlu dihentikan pada onset

pubertas karena keefektifannya baik pada remaja dan dewasa.

2) Atomoxetine

Peresepan atomoxetine untuk individu dibawah 70 kg didasarkan pada

berat badannya. Atomoxetine dimulai dengan dosis awal rendah 0,5

mg/kg/hari minimal 7 hari sebelum ditingkatkan ke dosis maintanance 1,2

mg/kg/hari.
Pengaruh atomoxetine bisa tidak nampak selama 4 minggu atau lebih.

Saat terapi dimulai, keefektifannya akan timbul selama periode 24 jam atau

lebih dengan kemungkinan efek yang lebih besar pada 12 jam atau lebih dari

waktu setelah minum obat. Kombinasi awal jangka pendek medikasi

psikostimulan mungkin perlu selama fase transisi.

Tabel 7: Manajemen efek samping atomoxetin

Side effects Management options


Anorexia, nausea, weight loss, Gastrointestinal effects may be temporary
growth concerns
during first few days of treatment.
Administer medication with food.
Consider dose reduction.
Monitor height and weight using centile

charts.
Provide dietetic advice; caloric

augmentation.
Jaundice, signs of liver disease Stop medication immediately and seek
or biliary obstruction
specialist help.
Self harm or suicidal ideation Monitor for suicidal ideation, clinical

worsening of mood and unusual changes in

behaviour.
New onset of suicidal behaviour should

prompt discontinuation of medication

pending further assessment.


Somnolence Administer at a different time of day or

reduce dose.
Dysphoria, agitation Reduce dose and monitor effect.
Tachycardia, hypertension Investigate and consider discontinuation or

dose reduction.
Syncope suspected to have Stop medication immediately and seek
cardiac origin
specialist advice.
Atomoxetine direkomendasikan untuk terapi gejala inti ADHD/

gangguan hiperkinetik pada anak yang tidak cocok, intoleransi atau inefektif

dengan medikasi psikostimulan. Pada pemberian atomoxetin, klinisi harus

mereview minimal selama 6 bulan, meliputi penilaian keefektifan, efek

samping dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan, nadi, tekanan darah

menggunakan grafik persentil. Monitoring tambahan diperlukan pada

penderita yang memiliki resiko kardiovaskuler, hepatobilier, kejang dan

resiko bunuh diri besar.

3) Antidepresan trisiklik (TCAs)

Merupakan obat yang paling banyak ditemukan dan medikasi

nonstimulan yang banyak dipelajari untuk terapi ADHD/ gangguan

hiperkinetik. TCAs meliputi : imipramine, desipramine, amitriptyline,

nortriptyline and clomipramine.

TCAs dipetimbangkan untuk terapi gejala behavioral ADHD/

gangguan hiperkinetik. Kelompok obat ini lebih berpengaruh pada gejala

behavioralnya daripada terhadapa gejala kognitifnya. TCAs memiliki batas

keamana yang lebih sempit daripada psikostimulan, disertai dengan rentang

efek samping potensial yang lebih lebar.

Antidepresan trisiklik tidak boleh digunakan rutin untuk terapi

ADHD/ gangguan hiperkinetik pada anak dan hanya digunakan pada anak

yang tidak respon terhadap medikasi yang dianjurkan.

Efek samping yang biasanya muncul meliputi anoreksia, mulut kering

( dengan rasa logam dan asam), pening, ngantuk, letargi dan insomnia,

disertai dengan gejala antikolinergik lainnya. Iritabilitas, mania, mudah lupa,

dan bingung merupakan tanda-tanda toksisitas sistem saraf pusat. TCAs


khususnya desipramine, memiliki potensi kardiotoksik. Belum ada konsensus

maupun penelitian yang menentukan rekomendasi terapi TCAs dan regimen

dosis optimumnya. Dosis harian total rata-rata berdasarkan trial klinis 2,2

mg.kg/hari, dengan rentang 0,7-6,3 mg/kg.hari untuk imipramine,

desipramine, amitriptilin dan klormipramin, sedang 0,4-4,5 mg/kg/ hari untuk

nortriptilin.

Rencana terapi didasarkan pada kondisi masing-masing individu, namun

sebaiknya tetap dilakukan pengukuran berikut :

Vital sign, pemeriksaan kardiovaskuler, dan EKG (nb. EKG belum berarti

bebas dari efek kardiotoksik). Monitoring EKG sebaiknya dilakukan

sebelum dan sesudah terapi. Dan hati-hati pada pasien yang memiliki

riwayat penyakit jantung personal dan keluarga.

Mulai dengan dosis terbagi yang rendah dari imipramine atau

amitriptiline (10-25 mg/hari) atau nortriptiline (5-10 mg/hari) dan

peringatkan akan efek samping yang mungkin timbul.

Titrasi dosis sedikit demi sedikit dengan interval beberapa hari sambil

dimonitor efek sampingnya sampai target kira-kira 1-2 mg/kg/hari untuk

imipramin dan amitriptilin serta 0,5-1 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.

Jika tingkat dosis telah ditentukan, nilai ulang dan tanyakan mengenai

efek samping dan perilakunya secara klinis.

Disarankan mengecek EKG dan serum level jika menggunakan dosis di

luar batas.

Pemakaian jangka panjang memerlukan re-evaluasi periodik berkaitan

dengan perumbuhan dan perkembangan anak.


Reaksi withdrawal TCAs yang cepat perlu dihindari untuk mencegah

influenza like symptoms karena cholinergic rebound. Hal ini meliputi

malaise, menggigil, gejala coryzal, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Social

withdrawal, hiperaktivitas, depresi, agitasi, dan insomnia juga dapat terjadi.

Pasien dengan compliance yang rendah dapat mengalami periodic self-

induced acute withdrawal yang dapat disalahartikan sebagai efek samping

obat, dosis yang tidah adekuat, gangguan psikiatrik yang memburuk. Dan hal

ini membuat manajemen menjadi sukar.

4) Obat lainnya

Pemakaian sejumlah obat alternatif lain dalam manajemen ADHD/

gangguan hiperkinetik harus di bawah pengawasan dokter spesialis. Obat

alternatif tersebut meliputi : klonidin, guanfacine, buproprion, venlafaxine,

SSRIs dan neuroleptik. Pemakaian obat alternatif dipertimbangkan jika

terdapat gangguan komorbid (misal anxietas, depresi, tics, respon kurang atau

efek samping psikostimulan atau TCA).

a. Alpha-2-agonist

a) Klonidin

Klonidin merupakan agonis alpha-2 adrenergik,

dikenal sebagai antihipertensi. Obat ini dapat mengurangi

gejala ADHD, dan terdapat penurunan yang besar saat

dikombinasikan dengan methylphenidate dibandingkan jika

diberikan sendiri. Diberikan 3 kali sehari dengan dosis

maksimum 0,6 mg per hari tergantung respon dan efek

samping yang muncul, atau 2 kali sehari dengan dosis total


0,10-0,20 mg/kg/ hari. Dalam sebuah studi,individu yang

menerima klonidin mengalami penurunan tekanan sistolik

yang lebih besar dibanding kontrol dan mengalami sedasi

transien serta pening.

Klonidin dipertimbangkan untuk anak yang tak

responsif atau tidak toleransi terhadap psikostimulan atau

atomoxetine. Dapat digunakan sendiri maupun

dikombinasikan dengan methylphenidate disesuaikan dengan

kasus masing-masing individu. Klinisi harus memonitor

tekanan darah dan nadi serta tanda-tanda oversedasi.

Penghentian klonidin harus bertahap untuk menghindari

adanya rebound phenomenon.

b) Guanfacine

Efek samping mayor dari guanfacine adalah sedasi dan

fatigue. Makin ditingkatkan dosisnya, tekanan darah dan nadi

akan makin rendah. Belum ada cukup data untuk

merekomendasikan obat ini.

b. Antidepresan selain TCAs (reboxetine, selegiline, bupropion)

c. Antipsikotik

d. Modafinil

e. Nikotin

5) Terapi obat kombinasi

Kombinasi obat meningkatkan resiko interaksi efek samping

potensial, misal pada peningkatan TCAs pada pemakaian bersama

psikostimulan, toksisitas potensial pada kombinasi klonidin dan


psikostimulan, intraventricular conduction delays pada pimozide dan TCAs,

dan interferensi dengan metabolisme obat seperti warfarin dan beberapa

antiepileptik. Fluoxetin (SSRI) dilaporkan efektif tanpa efek samping

berlebih, jika dikombinasikan dengan psikostimulan untuk sejumlah kesil

anak dengan ADH/ gangguan hiperknetik dan depresi komorbid, ODD, CD

atau gangguan obsesif kompulsif.

I. Prognosis

Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa adolescence, sedangkan

gejala impulsive dan emosi yang labil akan menetap. Anak dengan ADHD

pada waktu dewasa sering masih mempunyai gejala agresif dan menjadi

pencandu minuman keras/alkoholisme).

Prognosis lebih baik bila didapatkan fungsi intelektual yang tinggi, dukungan

yang kuat dari keluarga, temen teman yang baik, diterima di kelompoknya

dan diasuh oleh gurunya serta tidak mempunyai satu atau lebih komorbid

gangguan psikiatri.

DAFTAR PUSTAKA
Barbaresi W, Katusic S, Colligan R, et al. How common is attention

deficit/hyperactivity disorder? Towards resolution of the controversy: results

from a population-based study. Acta Paediatr Suppl 2004; 93:55.

Behrman, R.E, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 19th edition. Philadelphia : WB

Sauders, 2007.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Increasing prevalence of parent-

reported attention-deficit/hyperactivity disorder among children --- United

States, 2003 and 2007. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2010; 59:1439.

Maslim, Rusli, ed. Buku Saku PPDGJ III. Jakarta, 1995.

Mullichap, J.G. Attention Deficit Hyperactivity Disorder Handbook 2nd edition. New

York : Springer Science Media, 2010.

Samuels, Martin A. Manual of Neurologic Therapeutics, 7th Edition. Boston :

Lippincott Williams & Wilkins, 2004.

Sadock, Benjamin, et al. Kaplan and Sadock;s Comprehensive Textbook of

Psychiatry 9th edition. London: Lippincott Williams and Wilkins, 2009.

Você também pode gostar