Você está na página 1de 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan
Tembaga merupakan salah satu logam non-ferrous yang paling penting
dan banyak dipakai mulai dari industri sederhana sampai industri berteknologi
tinggi. Hal ini digunakan baik murni atau paduan dengan logam lain. Secara fisika
tembaga berwarna coklat kemerahan, lunak sehingga mudah di tempa, dapat
dibentuk dan merupakan konduktor panas dan pengahantar listrik yang baik
dengan. Tembaga adalah bahan penting dan sangat diperlukan dalam banyak
aplikasi karena sifat fisik dan mekanis, termasuk konduktivitas listrik dan panas
luar biasa tinggi, ketahanan terhadap korosi yang tinggi, sehingga daktilitas
kemudahan pengolahan, dan mampu las yang baik. Banyak penelitian dasar dan
terapan telah dilakukan pada tembaga dan paduannya, baik secara mikroskopik
maupun makroskopik. Penelitian menggunakan accumulative roll-bonding
terhadap tembaga telah banyak di lakukan beberapa tahun tahun yang lalu.

2.2 Tembaga
2.2.1 Pemrosesan Tembaga

Tembaga diperoleh dari bijih tembaga yang disebut Chalcopirit. Besi yang
ada larut dalam terak dan tembaga yang tersisa / matte dituangkan kedalam
konverter. Udara dihembuskan kedalamnya selama 4 atau 5 jam, kotoran
teroksidasi, dan besi membentuk terak yang dibuang pada waktu tertentu. Bila
udara dihentikan, oksida kupro bereaksi dengan sulfida kupro maka akan
membentuk Tembaga blister dan Dioksida belerang.Tembaga blister ini dilebur
dan dicor menjadi slab, kemudian diolah secara elektrolitik menjadi tembaga
murni.

Pembuatan tembaga dilakukan dalam beberapa tahap. Tembaga terikat


secara kimia di dalam bijih pada bahan yang disebut batu gang. Untuk
mengumpulkan bijih-bijh itu biasanya dilakukan dengan membersihkannya dalam
cairan berbuih, dimana disitu ditiupkan udara. Ikatan tembaga dari bijih yang

Universitas Sumatera Utara


digiling sampai halus dicampur dengan air dan zat-zat kimia sehingga menjadi
pulp (bubur) pada suatu bejana silinder. Zat-zat kimia (yang disebut Reagens)
berfungsi untuk mempercepat terpisahnya tembaga. Pada bubur tersebut ditiupkan
udara atau gas sehingga timbul buih yang banyak. Bagian-bagian logam yang
kecil sekali melekat pada gelembung udara atau gas tersebut. Di situ terdapat
semacam kincir yang berputar dengan kecepatan sedemikian rupa sehingga gaya
sentrifugal melemparkan buih tersebut dengan mineral keluar tepi bejana sehingga
terpisah dari batu gang. Setelah proses tersebut logam dihilangkan airnya. Proses
selanjutnya adalah pencarian di dalam suatu dapur mantel dengan jalan
membakarnya dengan arang debu. Di sini dapat dipisahkan zat asam dan batu-
batu silikon dan besinya dioksidasikan menjadi terak yang mengapung pada
copper sulifida.Pengolahan tembaga selanjutnya adalah dengan membawa isi
dapur (yang disebut matte) ke konverter mendatar. Di sini belerang akan terbakar
oleh arus udara yang kuat. Kemudian tembaga yang disebut blister sekali lagi
dicairkan di dalam sebuah dapur anode. Dalam proses ini (yang disebut polen)
terjadi proes pengurangan zat asam. Proses selanjutnya adalah pencarian di dalam
suatu dapur mantel dengan jalan membakarnya dengan arang debu. Di sini dapat
dipisahkan zat asam dan batu-batu silikon dan besinya dioksidasikan menjadi
terak yang mengapung pada copper sulifida.

2.2.2 Mikrostruktur
Struktur mikro merupakan butiran -butiran suatu benda logam yang sangat
kecil dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, sehingga perlu menggunakan
mikroskop optik atau mikroskop elektron untuk pemeriksaan butiran-butiran
logam tersebut. Struktur material berkaitan dengan komposisi, sifat ,sejarah dan
kinerja pengolahan, sehingga dengan mempelajari struktur mikro akan
memberikan informasi yang menghubungkan komposisi dan pengolahan sifat
serta kinerjanya.
Analisis struktur mikro digunakan untuk menentukan apakah parameter
struktur berada dalam spesifikasi tertentu dan didalam penelitian digunakan untuk
menentukan perubahan-perubahan struktur mikro yang terjadi sebagai akibat
komposisi atau perlakuan panas.

Universitas Sumatera Utara


Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari karakteristik
mikrostruktur suatu logam dan paduannya serta hubungannya dengan sifat-sifat
logam dan paduannya tersebut. Ada beberapa metode yang dipakai yaitu:
mikroskop (optik maupun elektron), difraksi ( sinar-X, elektron dan neutron),
analasis (X-ray fluoresence, elektron mikroprobe) dan juga stereometric
metalografi. Pada praktikum metalografi ini digunakan metode mikroskop,
sehingga pemahaman akan cara kerja mikroskop, baik optik maupun elektron
perlu diketahui.
Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui
pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Dengan analisa
mikro struktur, kita dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan
logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi.
Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat fisis sangat dipengaruhi oleh
mikro struktur logam dan paduannya, disamping komposisi kimianya. Struktur
mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan
proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji.
Pengamatan metalografi dengan mikroskop umumnya dibagi menjadi dua,
yaitu:

1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10 100


kali,
2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran
diatas100 kali.

2.2.3 Sifat-Sifat Tembaga


Produksi tembaga sebagian besar dipergunakan dalam industri kelistrikan,
karena tembaga mempunyai daya hantar listrik yang tinggi. Kotoran yang terdapat
dalam tembaga akan memperkecil/mengurangi daya hantar listriknya. Selain
mempunyai daya hantar listrik yang tinggi, daya hantar panasnya juga tinggi dan
tahan karat. Oleh karena itu tembaga juga dipakai untuk kelengkapan bahan
radiator, ketel, dan alat kelengkapan pemanasan. Tembaga mempunyai sifat dapat
dirol, ditarik, ditekan, ditekan tarik dan dapat ditempa (meleable).

Universitas Sumatera Utara


2.2.3.1 Sifat Fisis
Tabel 2.1. Sifat Fisis Tembaga
Sifat Fisis Satuan
Densitas 8920 kg / m3
Ekspansi Thermal 16,5 x 10-6 K-1
Konduktivitas panas 400 / mK

2.2.3.2 Sifat Mekanik

Tabel 2.2. Sifat Mekanik Tembaga


Sifat Mekanik Satuan
Kuat Tarik 200 N / mm2
Modulus Elastisitas 130 GPa
Brinnel Hardness 874 m-2

2.3 Aplikasi Tembaga Untuk Propeller Kapal


Aplikasi tembaga banyak ditemukan dalam transfortasi khusus nya pada
propeller kapal. Persaingan di dunia perkapalan di Indonesia, baik transportasi
laut maupun barang semakin berkembang. Hal ini membuat owner kapal berupaya
untuk meningkatkan kualitas mutu operasional kapal dan berpikir untuk
menciptakan effisiensi pada operasional kapal sehingga biaya operasional dapat
diminimalkan. Hal tersebut menjadi sangat penting bagi sebuah owner kapal.
Propeler atau baling-baling kapal merupakan alat penting dalam sistem
perkapalan. Baling-baling merupakan kitiran yang berfungsi untuk menggerakan
kapal. Kitiran tersebut cara kerja nya yakni dengan memindahkan tenaga dengan
melakukan konversi gerakan rotasi menjadi daya dorong untuk menggerakan
sebuah kapal. Tembaga banyak digunakan dalam propeller karena kemampuan
tembaga yang baik, ketahanan terhadap korosi sangat baik dan mudah ditempa.
Dari data hasil pengujian sifat fisis dan mekanis tembaga yang dilakukan
dengan propeller (baling-baling) yang sering digunakan pada kapal nelayan. yang
diperoleh hasil atau data-data dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3. Tabel data propeller kapal nelayan
Tegangan tarik Tegangan yield
Tipe Brinnel Hardness
puncak (MPa) (MPa)

Red brass 270 70 34

Sumber: Morgan Napitupulu, korosi pada baling-baling, FTUI 1999

2.4 Deformasi Plastis Menyeluruh


2.4.1 Accumulative Roll-Bonding (ARB)

Deformasi plastis menyeluruh telah dikembangkan oleh ilmuan Rusia


sebagai sebuah metode baru dalam manufaktur bahan-bahan paduan butiran
sangat halus tanpa porosity dengan memberikan regangan plastis menyeluruh dan
telah dikembangkan oleh banyak peneliti lain. Proses deformasi plastis
menyeluruh telah menjadi subjek penelitian intensive dalam tahun-tahun terakhir
karena sifat-sifat fisik dan mekanis melekat dalam berbagai bahan butiran sangat
halus. Beberapa metode deformasi plastis menyeluruh yaitu High Pressure
Torsion (HPT, Valiev at al., 1997), Equal Channel Angular Pressing (ECAP,
Segal, 1977), Cyclic Extrusion-Compression (CEC, J. and M. Richert,
Zasadzinski, Korbel, 1979), Multiaxial Forging (CCDF, Ghosh, 1988),
Accumulatibe Roll Bonding (ARB, Saito, Tsuji, Utsunomiya, Sakai, 1998),
Repetitive Corrugation And Straightening (RCS, Zhu, Lowe, Jiang, Huang, 2001).
Memacu kepada beberapa metode yang telah dikembangkan untuk mengenalkan
struktur butiran sangat halus dalam berbagai logam dan paduan murni.

Accumulative Roll-Bonding singkatnya proses ARB ditemukan oleh


ilmuwan jepang dari universitas Osaka yang bernama Nobuhiro Tsuji pada tahun
1998. Adapun detail mengenai proses Accumulative Roll-Bonding bisa dilihat dari
gambar 2.1 dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara


Gambar.2.1 Prinsip Proses ARB

2.4.2 Prinsip dari proses ARB

Teknik ini menggunakan mesin pengerolan logam konvensional.


Lempengan logam di rol dengan kondisi panas sehingga ketebalannya berkurang
setengahnya dari tebal awal logam sebelum di rol. Kemudian lempengan logam
yang telah di rol dipotong menjadi 2 bagian, dan di tumpuk menjadi 1 lapisan.
Untuk memperoleh rekatan yang baik selama proses pengerolan, permukaan 2
logam yang akan saling kontak harus di bersihkan dahulu. Biasanya proses
pembersihan dilakukan dengan proses penghilangan minyak (degreasing) dan
pembersihan kotoran yang menempel dengan sikat kawat (wire brushing). Setelah
bersih, lempengan logam tersebut kemudian ditumpuk menjadi 1 lapisan, dan di
rol kembali sehingga ketebalannya berkurang setengahnya dari tebal awal. Proses
ini (rolling->cutting->surface treatment->stacking) terus berulang-ulang
dilakukan sehingga regangan yang sangat besar bisa diperoleh dan terkumpul
pada logam yang diproses.

2.4.3 Aplikasi ARB

Proses ini bisa digunakan untuk membuat metal-matriks komposit dengan


menyelubungi (sheathing) serbuk yang sudah dicampur dan kemudian
memprosesnya dengan pengerolan. Selain itu, melalui proses ini bisa diperoleh
material yang memiliki butir (submikron~nanometer) dimana submikron sebesar

Universitas Sumatera Utara


(1 m = 10-6 m) dan nanometer sebesar (1 nm = 10-9 m) berukuran besar yang
tentunya memiliki sifat mekanik maupun fisik yang lebih baik dibandingkan
dengan material / logam yang dibuat dengan proses konvensional.

2.5 Pengujian Mekanik

Untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan


pengujian terhadap bahan tersebut. Ada tiga jenis uji coba yang akan dilakukan,
yaitu uji tarik (tensile test), uji Kekerasan (Hardness Test), Foto Mikro
(Metallography Test).

2.5.1 Pengujian Tensile (Tensile Test)


Uji tarik termasuk dalam pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujiannya
sangat sederhana, tidak mahal dan sudah memiliki standarisasi di seluruh dunia
(Amerika ASTM E8 dan Jepang JIS 2241). Dengan melakukan uji tarik suatu
bahan,maka akan diketahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap energi
tarikan dan sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk
uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang
tinggi (highly stiffness). Alat uji tarik dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Mesin Uji Tarik (Tensile Test)

Universitas Sumatera Utara


Bila gaya tarik terus diberikan kepada suatu bahan (logam) sampai putus,
maka akan didapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva seperti
digambarkan pada Gambar 2.3 Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya
tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang
memakai bahan tersebut dan dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Kurva F vs l

Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum


bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut
Ultimate Tensile Strength dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tarik
maksimum. Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan
teknik( eng.), yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat
perubahan statik (L) terhadap panjang batang mula-mula (L0).Tegangan yang
dihasilkan pada proses ini disebut dengan tegangan teknik (eng), dimana
didefinisikan sebagai nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas
penampang awal (A0). Tegangan normal tesebut akibat beban tarik statik dapat
ditentukan berdasarkan persamaan (2.1).
F
= (2.1)
Ao

Dimana:
= Tegangan normal akibat beban tarik (N/mm2)

Universitas Sumatera Utara


F = Beban tarik (N)
Ao = Luas penampang spesimen mula-mula (mm2)

Regangan akibat beban tarik statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.2).
L
= (2.2)
L
Dimana: L = L-L0
Keterangan:
= Regangan akibat beban tarik
L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tarik (mm)
Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm)

Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian


tarik dan tekan pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat beban
tarik yang terjadi, panjang akan menjadi berkurang dan diameter pada spesimen
akan menjadi besar, maka ini akan terjadi deformasi plastis. Hubungan antara
stress dan strain dirumuskan pada persamaan (2.3)
E=/ (2.3)

E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan ()


dan regangan () selalu tetap. E diberi nama Modulus Elastisitas atau Young
Modulus. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini
kerap disingkat kurva SS (SS curve). Kurva ini ditunjukkan oleh gambar 2.4.

Gambar 2.4 Kurva Tegangan-Regangan

Universitas Sumatera Utara


Berikut ini adalah table 2.4 sifat mekanis (pada Tension) dari bahan.
Tabel 2.4.Sifat mekanis (pada Tension) bahan pada suhu kamar untuk untuk
jenis logam paduan.

2.5.2 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)


Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri,
tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban
besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur
kekerasannya. Di dalam aplikasi manufaktur, material diuji untuk dua
pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai
suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut
menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu.
Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat
penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur
ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara
kekerasan dengan penekanan (brinnel).
Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang
dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force), dalam hal ini
bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan
Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan
suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia

Universitas Sumatera Utara


teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian
kekerasan, yakni :
- Brinell (HB/BHN)
- Rockwell (HR/RHN)
- Vickers (HV/VHN)
- Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai-red)

Gambar alat uji kekerasan dapat dilihat pada gambar 2.5 dibawah ini

Gambar 2.5. Alat uji kekerasan

Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada :


- Permukaan material
- Jenis dan dimensi material
- Jenis data yang diinginkan
- Ketersedian alat uji

2.5.2.1. Metode Brinell


Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment).
Idealnya pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan

Universitas Sumatera Utara


Brinell sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan
menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan
Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam
Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka
tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

2.5.2.2. Metode Vickers


Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan
berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan
sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan
dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola
baja (A) dalam milimeter persegi.

2.5.2.3. Metode Rockwell


Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah :
- HRa (Untuk material yang sangat lunak).
- HRb (Untuk material yang sedang).
- HRc (Untuk material dengan kekerasan keras).

2.5.2.4. Metode Micro Hardness


Pada pengujian ini identornya menggunakan intan kasar yang dibentuk
menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal
panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material
adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk identor yang khusus berupa
knoop memberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di
bandingkan dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila
mengukur kekerasan lapisan tipis atau mengukur kekerasan bahan getas dimana
kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan.

Universitas Sumatera Utara


Rumus perhitungan Brinell Hardness Number (BHN) terdapat pada persamaan
2.1 di bawah ini :

[2. 4]

Dimana: P = beban penekan (Kg)

D = diameter bola penekan (mm)

d = diameter lekukan (mm)

2.5.3 Foto Mikro (Metallography Test)


Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui
pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Dengan analisa
mikro struktur, kita dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan
logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi.
Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat fisis sangat dipengaruhi oleh
mikrostruktur logam dan paduannya, disamping komposisi kimianya. Struktur
mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan
proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji. Adapun
langkah-langkah yang harus dilakukan pada metalografi adalah sebagai berikut:

2.5.3.1. Mounting Spesimen


Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan
akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan
pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen
lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lain-lain. Untuk memudahkan
penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu
media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan
mounting adalah:
1. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)
2. Sifat eksoterimis rendah
3. Viskositas rendah

Universitas Sumatera Utara


4. Penyusutan linier rendah
5. Sifat adhesi baik
6. Flowability baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk
ketidakteraturan yang terdapat pada spesimen
7. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting
harus kondusif.

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis
reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan
material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang
dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah
dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak
diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak
memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-
material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan
thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa
bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting
membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb.in-2) dan
panas (1490C) pada mold saat mounting.

2.5.3.2. Grinding (Pengamplasan) Spesimen


Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi
memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar
pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan
menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan
mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah
(hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran
grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan ke dalaman
kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada
saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemindah geram,
memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur
mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas.

Universitas Sumatera Utara


2.5.3.3. Polishing (Pemolesan) Spesimen
Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan.
Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus, bebas
goresan dan mengkilap seperti cermin dengan permukaan teratur. Permukaan
sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila
permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro
akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan
secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan
kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus.

2.5.3.4. Etching (Etsa) Spesimen


Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara
selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik
menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur
yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material,
mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan
yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. Pengamatan struktur makro dan
mikro. Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu:
1. Metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10 -100
kali.
2. Metalografi mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran di atas
100 kali.

Universitas Sumatera Utara


Alat pengujian metalografi dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6. Alat Uji struktur mikro (Mikroskop optic)

Gambar di atas yaitu alat uji struktur mikro, yang fungsinya untuk
mengambil gambar dari spesimen yang diuji dengan ukuran 100, 200 dan 500 x
pembesaran (metalografi).

2.6 Perhitungan Besar Butir


Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur besar butir
dari struktur mikro suatu material diantaranya dengan metode Planimetri yang
dikembangkan oleh Jeffries. Dimana metode ini cukup sederhana untuk
menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian bidang yang dapat
dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini
melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan
dengan NA. Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini seperti
pada gambar 2.7.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.7 Perhitungan diameter butir menggunakan metode planimetri

Sumber: ASTM E 112-96, 2000

Jumlah butir bagian dalam lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah


butir yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali
Jeffries (f) dapat dituliskan pada persamaan (2.5).

` (2.5)

Dimana pengali Jeffries yang dipergunakan tergantung pada perbesaran


yang digunakan pada saat melihat struktur mikro dan dapat ditetuklan melalui
tabel 2.5.

Tabel 2.5 Hubungan antara perbesaran yang digunakan dengan pengali Jeffries

Sumber: ASTM E 112-96, 2000

Universitas Sumatera Utara

Você também pode gostar