Você está na página 1de 7

ASAL USUL BATUAN METAMORF (MALIHAN)

Pengertian Batuan Metamorf

Batuan metamorf (atau batuan malihan) adalah salah satu kelompok


utama batuan yang merupakan hasil transformasi atau ubahan dari suatu tipe batuan yang
telah ada sebelumnya, protolith, oleh suatu proses yang disebut metamorfisme, yang berarti
"perubahan bentuk". Protolith yang dikenai panas (lebih besar dari 150 Celsius)
dan tekanan ekstrem akan mengalami perubahan fisika dan/atau kimia yang besar. Protolith
dapat berupa batuan sedimen, batuan beku, atau batuan metamorf lain yang lebih tua.
Beberapa contoh batuan metamorf adalah gneis, batu sabak, batu marmer, dan skist.

Batuan metamorf adalah batuan ubahan yang terbentuk dari batuan aslinya,
berlangsung dalam keadaan padat, akibat pengaruh peningkatan suhu (T) dan tekanan (P)
yang tinggi. Batuan metamorfosa disebut juga dengan batuan malihan atau ubahan, demikian
pula dengan prosesnya, proses malihan. Proses metamorfisme atau malihan merupakan
perubahan himpunan mineral dan tekstur batuan, namun dibedakan denag proses diagenesa
dan proses pelapukan yang juga merupakan proses dimana terjadi perubahan. Proses
metamorfosa berlangsung akibat perubahan suhu dan tekanan yang tinggi, diatas 200C dan
300 Mpa (mega pascal), dan dalam keadaan padat. Sedangkan proses diagenesa berlangsung
pada suhu dibawah 200C dan proses pelapukan pada suhu dan tekanan normal, jauh
dibawahnya, dalam lingkungan atmosfir.

Pembentukan Batuan Metamorf

Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi
dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang
dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan
yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam
tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan
temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses
metamorfisme.

Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan


waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari
perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi
padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan
tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil
diantara mineral-mineral yang sangat reaktif.

Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme


adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari
mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti
epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah.
Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen
lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah
menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara
200C 350C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material
disekitarnya.

Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme


adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada
temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira
pada 150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya
150C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.

Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan
batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai
fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650C 800C
menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh
kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari
kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf
yang lain.

Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1)
metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat
tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak
kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-
sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah
tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur
malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).
Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah
medium dan tingkat tinggi (ODunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga


didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi
tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/
kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional,
terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau
sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 3 km (Gambar
3.10).

Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi
dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional
terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa
(Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.
Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).
Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).

Batuan metamorf menyusun sebagian besar dari kerak Bumi dan digolongkan
berdasarkan tekstur dan dari susunan kimia dan mineral(fasies metamorf) Mereka terbentuk
jauh dibawah permukaan bumi oleh tegasan yang besar dari batuan diatasnya serta tekanan
dan suhu tinggi. Mereka juga terbentuk oleh intrusi batu lebur, disebut magma, ke dalam
batuan padat dan terbentuk terutama pada kontak antara magma dan batuan yang bersuhu
tinggi.

Penelitian batuan metamorf (saat ini tersingkap di permukaan bumi akibat erosi dan
pengangkatan) memberikan kita informasi yang sangat berharga mengenai suhu dan tekanan
yang terjadi jauh di dalam permukaan bumi.

Batuan metamorf dapat dibedakan menjadi berikut ini.

a. Batuan Metamorf Kontak

Batuan yang mengalami metamorfose sebagai akibat dari adanya suhu yang sangat
tinggi (sebagai akibat dari aktivitas magma). Adanya suhu yang sangat tinggi menyebabkan
terjadinya perubahan bentuk maupun warna batuan. Contohnya batu kapur (gamping)
menjadi marmer.

b. Batuan Metamorf Dinamo


Batuan yang mengalami metamorfose sebagai akibat dari adanya tekanan yang tinggi
(berasal dari tenaga endogen) dalam waktu yang lama. Contohnya batu lumpur (mud stone)
menjzdi batu tulis (slate). Batuan ini banyak dijumpai di daerah patahan atau lipatan.

c. Batuan Metamorf Kontak Pneumatolistis

Batuan yang mengalami metamorfose sebagai akibat dari adanya pengaruh gas-gas
yang ada pada magma. Contohnya kuarsa dengan gas fluorium berubah menjadi topas.

Kondisi yang mengontrol metamorfosa/mempengaruhi rekristalisasi dan tekstur.

1) Tekanan : - Tekanan Hidrostatik

- Tekanan searah (stress)

Di sini dikenal 2 kelompok mineral yaitu :

a. Stress mineral : yaitu mineral-mineral yang tahan terhadap tekanan.

Contoh : staurolit, kinit

b. Anti stress mineral : yaitu mineral-mineral yang jarang dijumpai pada batuan yang
mengalami stress.

Contoh : olivin, andalusit

2) Temperatur : pada umumnya perubahan temperatur jauh lebih efektif daripada perubahan
tekanan dalam hal pengaruhnya bagi perubahan mineralogi.

Katalisator : berfungsi mempercepat reaksi, terutama pada metamorfose bertemperatur


rendah.

Ada 2 hal yang dapat mempercepat reaksi yaitu :

(a) Adanya larutan-larutan kimia yang berjalan antar ruang butiran.

(b) Deformasi batuan, dimana batuan pecah-pecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga
memudahkan kontak antar larutan nimia dengan fragen-fragmen.

3) Fluid

4) Komposisi
Proses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali berbeda dengan batuan
asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral. Mengingat bahwa kenaikan tekanan atau
temperatur akan mengubah mineral bila batas kestabilannya terlampaui, dan juga hubungan
antar butiran / kristalnya. Proses metamorfisme tidak mengubah komposisi kimia batuan.
Oleh karena itu disamping faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan metamorf ini
jika tergantung pada jenis batuan asalnya.

Bersambung ke bagian 2

Você também pode gostar