Você está na página 1de 8

BAB XI

ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP)

Analisa break even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan
antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena
analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntunganvolume kegiatan,
maka analisa tersebut sering pula disebut CostProfitVolume analysis (CPV
analysis). Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan profit-
planning approach yang mendasarkan pada hubungan antara biaya (cost) dan
penghasilan penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak
akan muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even
baru muncul apabila suatau perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga
mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara total itas akan berubah-ubah
sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara
totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Adapun biaya yang termasuk golongan biaya variabel pada umumnya adalah
bahan mentah, upah buruh langsung (direct labor), komisi penjualan. Sedangkan yang
termasuk golongan biaya tetap pada umumnya adalah depresiasi aktiva tetap, sewa,
bunga utang, gaji pegawai, gaji pimpinan, gaji staf research, dan biaya kantor.
Karena adanya unsur variabel di satu pihak dan unsur tetap di lain pihak, maka
dapat terjadi bahwa suatu perusahaan dengan volume produksi tertentu menderita
kerugian, karena penghasilan penjualannya hanya menutup biaya variabel dan
sebagian saja dan biaya tetap. Ini berarti bahwa bagian dan penghasilan penjualan
yang tersedia untuk menutup biaya tetap tidak cukup untuk menutup biaya tetapnya.
Penghasilan penjualan setelah dikurangi biaya variabel merupakan bagian dan
penghasilan penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap biasanya dinamakan
contribution margin atau contribution to fried cost . Apabila contribution margin lebih
besar daripada biaya tetap, berarti penghasilan penjualan lebih besar daripada biaya
total, maka perusahaan mendapatkan keuntungan. Berhubung dengan itu maka
sangatlah bagi pimpinan suatu perusahaan untuk mengetahui pada volume kegiatan
atau volume produksi penjualan berapa penghasilan penjualan dapat tepat menutup
biaya totalnya untuk dapat menghindarkan kerugian. Volume penjualan dimana
penghasilannya (revenue) tepat sama besar dengan biaya totalnya, sehingga

Universitas Gadjah Mada


perusahaan tidak mendapatkan keuntungan atau menderita kerugian dinamakan brek-
even point.
Apabila digunakan konsep contribution margin maka break-even point akan
tercapai pada volume penjualan dimana contribution margin-nya tetap sama besarnya
dengan biaya tetap-nya. Oleh karena analisa break-even ini mempelajari perimbangan
antara revenue minus biaya variabel (contribution to fixed cost) di satu pihak dengan
biaya tetap di lain pihak, maka sering dikatakan bahwa analisa break even merupakan
salah satu alat untuk mempelajari operating leverage . Operating leverage terjadi
setiap waktu di mana suatu perusahaan mempunyai biaya tetap yang harus ditutup
betapapun besar biaya volume kegiatannya. Leverage dapat didefinisikan sebagai
penggunaan aktiva atau dana untuk penggunaan mana perusahaan harus menutup
biaya tetap atau membayar biaya tetap. Ada dua macam leverage, yaitu operating
leverage dan financial leverage . Operating laverage bersangkutan dengan
penggunaan aktiva atau operasinya perusahaan yang disertai dengan biaya tetap.
Dikatakan bahwa operating leverage itu menghasilkan leverage yang favorable atau
positif kalau revenue setelah dikurangi biaya variabel (=contribution to fixed cost) lebih
besar daripada biaya tetapnya.
Dikatakan bahwa operasinya perusahaan yang disertai dengan biaya tetap itu
(operating leverage) merugikan atau menghasilkan leverage yang negatif kalau
contribution to fixed cost-nya lebih kecil daripada biaya tetapnya. Dikatakan bahwa
operasinya pemsahaan yang disertai dengan biaya tetap itu dalam keadaan break-
even kalau contribution to fixed cost-nya tepat sama besarnya dengan biaya tetapnya
sebagaimana telah diuraikan di muka.
Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan asumsi-asumsi dasar
sebagai berikut:
a. Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan
biaya tetap.
b. Besarnya biaya variabel secata totalitas berubah-ubah secara proporsionil dengan
volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah
tetap sama.
c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan
volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah
karena adanya perubahan volume kegiatan.
d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.

Universitas Gadjah Mada


e. Perusahaan hanya memproduksir satu macam produk. Apabila diproduksir lebih
dan satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-
masing produk atau sales mix-nya adalah tetap konstan.
Salah satu cara untuk menentukan break-even point adalah dengan membuat
gambar break-even. Dalam gambar tersebut akan nampak garis-garis biaya tetap dan
biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan. Besarnya volume produksilpenjualan
dalam unit nampak pada sumbu horizontal (sumbu X) dan besamya biaya dan
penghasilan penjualan akan nampak pada sumbu vertikal (sumbu Y).
Dalam gambar break-even tersehut break-even point dapat ditentukan, yaitu
pada titik di mana terjadi persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan garis
biaya total. Apabila dan titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai
sumbu X akan nampak besarnya break-even dalam unit. Kalau dan titik itu ditarik garis
lurus horizontal sejajar dengan sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya
tetap sejajar dengan garis biaya variabel. Pada cara yang kedua, besarnya
contribution margin akan nampak pada gambar break- even tersebut. Untuk jelasnya
dapatlah diberikan contoh di bawah ini.
Suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap sebesar Rp. 300.000,00. biaya
variabel per unit Rp. 40,00. Harga jual per unit Rp. 100,00. Kapasitas produksi
maksimal 10.000 unit. Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya tetap, atas
dasar data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break-even seperti nampak di
bawah ini. Garis biaya tetap digambarkan secara horizontal sejajar dengan sumbu X.

Universitas Gadjah Mada


Dari kedua gambar tersebut di atas nampak bahwa break-even
break even point tercapai
pada volume penjualan sebesar Rp. 500.000,00 atau dinyatakan dalam unit sebanyak
5.000 unit. Pada gambar 22.1 .b. adalah lebih baik karena pada gambar tersebut
nampak konsep contribution
n margin . Dalam gambar tersebut break-
break even point
tercapai pada volume kegiatan di mana contribution margin (yaitu penghasilan
penjualan minus biaya variabel) tepat sama besarnya dengan tetap, yaitu pada volume
penjualan Rp 500.000,00 atau dalam unit sebanyak
sebanyak 5.000 unit. Perhitungan break
break-
even point yang lebih tepat dapat dilakukan dengan cara trial and error (serba coba
coba-
coba) atau dengan menggunakan rumus-rumus
rumus aljabar.

11.1. Perhitungan Break-Even


Even Point dengan Cara Trial and Error
Perhitungan break-even
even point dapat dilakukan dengan cara coba-coba,
coba coba, yaitu
dengan menghitung keuntungan netto dan suatu volume produksi/penjualan tertentu.
Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume
penjualan/produksi
an/produksi yang lebih rendah. Apabila
Apabila dengan mengambil suatu volume
penjualan tertentu, perusahaan menderita kerugian maka kita mengambil volume
penjualanproduksi yang lebih besar. Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai
volume
ume penjualanlproduksi dimana penghasilan penjualan tepat sama dengan
besarnya biaya total.
Misalkan dan contoh diambil volume produksi 6.000 unit. Dengan volume
produksi 6.000 unit maka dapat dihitung keuntungan nettonya sebagai berikut :
(6.000 x Rp 100.000) - (Rp 300.000 + (6.000 x 40,00) =
Rp 600.000(Rp300.000 + Rp 240.000,00) = Rp 60.000,00
Pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan keuntungan.
ini berarti bahwa break-even
even pointnya terletak di bawah 6.000 unit.
unit Misalkan diambil
4.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(4.000 x Rp 100,00)-(Rp
(Rp 300.000,00 + (4.000 x Rp 40,00) =
Rp 400.000,00 (Rp 300.000,00 + 160.000,00) = Rp 60.000,00
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp 60.000,00. Ini
berarti bahwa break-even
even pointnya lebih besar dari
da 4.000 unit. Misalkan
lkan kita ambil
5.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(5.000 x 100,00) (Rp300.000,00 + Rp200.000,00) =
Rp500.000,00 (Rp300.000,00 + Rp200.000,00) = Rp 0,00
Ternyata pada volume produksi/ penjualan 5.000 unit tercapai break--even point
yaitu di mana keuntungan netonya sama dengan nol.

11.2. Perhitungan Break-Even


Even Point
P dengan Menggunakan Rumus Aljabar
jabar
Perhitungan break-even
even point dengan menggunakan rumus aljabar dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. atas dasar unit
b. atas dasar sales dalam rupiah
Perhitungan break-even
even point atas dasar dilakukan dengan menggunakan
rumus:

dimana
P = harga jual per unit
V = biaya variabel per unit
FC = biaya tetap
Q = jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual
Dari contoh dapat dihitung secara langsung dalam unit dengan menggunakan.
rumus tersebut di atas dan hasilnya adalah sebagai berikut:

Rumus tersebut pada dasamya adalah penggunaan dan konsep contribution


margin per unit (yaitu selisih antara harga jual per unit dengan biaya variabel per unit).
Dan contoh tersebut contribution to fixed cost per unitnya adalah Rp. 60,00 (yaitu Rp.
100,00 Rp.40,00). Karena besarnya
besa biaya tetap yang harus ditutup adalah
Rp.300.000,00 sedangkan sumbangan dana setiap unit produk untuk men
menutup biaya
tetap sebesar Rp. 60,00 maka untuk menutup biaya tetap sebesar Rp. 3 00.000,00
diperlukan jumlah produk yang harus terjual sebanyak

b). Perhitungan break-even


even point atas dasar sales dalam rupiah dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:

dimana:
FC = biaya tetap
VC = biayavariabel
S = volume penjualan
Dari contoh di muka, Sales pada break-even
break even dinyatakan dalam rupiah dapat
dihitung dengan menggunakan rumus tersebut sebagai berikut:
Sales pada break-even = SB -
SB = FC + VC. Oleh karena besarnya biaya variabel dinyatakan dalam persentase
tetap dan sales, maka persamaannya dapat ditulis kembali.

11.3. Aplikasi BEP Dalam Unit Perusahaan Hutan


Dari segi kelestarian hutan, besarnya produksi telah diatur secara lestari dalam
RKT-RTT. Jatah RKT-RTT
RTT merupakan batas maksimal produksi yang diperbolehkan.
Persoalannya adalah pada tingkat produksi berapa perusahaan akan memperoleh
keuntungan atau dengan perkataan lain harus diketahui lebih dulu berapa BEPnya.
Sebagai contoh perusahaan
rusahaan HPH dengan target RKT sebesar 80.000
m3/tahun. Berapa produksi pada BEPnya, hal ini dapat diketahui setelah beberapa
ketetapan dalam rumus dimuka diketahui dan ternyata produksi produksi pada titik
BEP misalnya 60.000 m3/th. Angka target produksi pada BEP ini diperlukan oleh
perusahaan dalam rangka pengendalian dan pengawasan kinerjalproduktivitas
perusahaan secara keseluruhan. Direksi, manajer dan kanyawan harus berusaha
untuk memenuhi target produksi di atas BEP agar supaya penusahaan mendapat
keuntungan.
ntungan. Untuk menampung terjadinya penyimpangan maka perusahaan dapat
saja membuat 2 macam budget alternatif
alte atif dengan skenario masih tetap untung tetapi
besarnya
ya keuntungan tidak sama. Sebagai contoh dapat dibuat budget :
a. skenario dengan produksi sebear 70.000 m3/tahun
b. skenario dengan produksi sebesar 80.000 m3/tahun (maksimal)
Besarnya keuntungan akan dipakai sebagai dasar dalam pemberian
bonus/premi kepada karyawan sesuai kinerja/produktivitas yang dicapai.
Perusahaan hutan penghasil kayu bulat tentunya ada variasi dalam hasil
produksi karena jenis, ukuran dan kualitas kayu. Dalam hal ini maka penggunaan
analisis BEP merupakan pendekatan. Sebagai contoh HPH memproduksi lebih dan
satu jenis kayu akan tetapi karena 70-80% didominasi oleh jenis meranti maka untuk
penetapan harga jual dipakai jenis meranti. Demikian pula halnya ukuran diameter
produk tersebut dapat diketahui dominasinya misalnya ukurannya kurang lebih 70-80
cm.
Apabila terdapat banyak produk pendekatannya harus ada koreksi dengan
menghitung variasi/penyimpangan berapa persen nilai dominan!tidak dominan masing-
masing produk dan adanya perbedaan harga jual apakah cukup besar diantara jenis
produk diatas. Disamping itu salah satu manfaat analisis di muka adalah dapat
dipelajari pengaruh biaya, prodyksi dan harga jual terhadap perkiraan keuntungan
perusahaan. Dalam dinamika perusahaan tentunya dapat terjadi perubahan baikyang
positif maupun yang negatif, contoh kasus misalnya:
adanya kasus terjaninya penurunan harga kayu atau sebaliknya terjadi kenaikan
harga. Apabila nilainya telah diketahui maka perusahaan akan mudah dan cepat
untuk mengantisipasi antara lain dengan melakukan revisi terhadap budget yang
telah dibuat.
Pada kasus lain terjadinua perubahan biaya variabel, misalnya adanya tuntutan
kenaikan upah buruh/karyawan atau adanya ketetapan kenaikan upah minimum
regional (umur) dan pihak pemerintah, ketetapan pemerintah untuk kenaikan BBM,
perubahan nilai tukar dollar terhadap rupiah terhadap biaya suku cadang.
Adanya perubahan dalam kinerja produksi disebabkan oleh faktor alam yang tidak
dapat dikendalikan misalnya, adanya curah hujan yang melebihi normal, adanya
musibah kebakaran dll.
Dalam dunia usaha tidak terkecuali unit perusahaan dan waktu ke waktu akan
terjadi perubahan yang dapat terjadi dalam bulan, triwulan maupun perbedaan kondisi
dan tahun ke tahun disebabkan oleh faktor internal perusahaan maupun eksternal
perusahaan termasuk pengaruh kebijaksanaan pemerintah. Untuk mengatasi hal ini
pimpinan perusahaan harus dinamis, peka terhadap perubahan, mempunyai
pengetahuan dan pengalaman dalam membuat alternatif pemecahan masalah
sehingga tepat dan akurat di dalam mengambil keputusan khususnya dalam hal
untung rugi perusahaan.

Universitas Gadjah Mada

Você também pode gostar