Você está na página 1de 17

BAB I

PENDAHULUAN

Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan, antara
lain prosesus frontonasalis, prosesus nasalis medialis dan lateralis, prosesus
maksilaris dan prosesus mandibularis.1
Kegagalan penyatuan tonjolan maksila dan tonjolan hidung medial akan
menimbulkan bibir sumbing (labioschisis) yang terjadi unilateral dan bilateral.
Bila tonjolan hidung medialis, bagian yang membentuk dua segmen antara
maksila, gagal menyatu, maka akan terjadi celah yang disebut Palatoschizis.1
Labioschizis terjadi pada satu dari seribu kelahiran. Faktor genetik
berperan pada etiologi, selain pengaruh dari obat seperti fenobarbital atau
difenilhidantoin, pada saat hamil muda.1

Sebagian besar kasus bibir sumbing bersifat multifaktor. Bibir sumbing


sekitar 1: 1000 kelahiran terjadi lebih sering pada pria yaitu 80% dari pada wanita,
insidensinya meningkat sesuai usia ibu dan bervariasi diantara berbagai populasi.
Jika orang tua normal memiliki satu anak dengan bibir usmbing maka
kemungkinan bayi berikutnya mengidap cacat yang sama adalah 4%. Jika anak
terkena, risiko pada anak berikutnya meningkat menjadi 9%. Jika salah satu orang
tua mengidap bibir sumbing dan memiliki satu anak dengan cacat yang sama,
kemungkinan bahwa bayi berikutnya mengidap cacat serupa meningkat menjadi
17%. 2

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi
Celah (cleft) pada bibir terjadi pada sekitar minggu ke delapan
embryogenesis, hal ini bisa terjadi karena kegagalan fusi dari prosesus nasal
media dan prominensia maksilaris atau karena kegagalan migrasi dan penetrasi
dari jaringan mesodermal diantara lapisan epitelial. Penyebab celah pada bibir
terjadi multifaktorial, faktor- faktor yang dapat meningkatkan insidensi
diantaranya genetik, umur orang tua penggunaan obat, infeksi, dan merokok
selama kehamilan.3

II.2 Epidemiologi
Diantara seluruh populasi penderita labioschizis dan palatoschizis, insidensi
yang paling sering ditemukan adalah labiognatopalatoschizis (46%), diikuti
dengan palatoschizis (33%) dan labioschizis (21%).4
Celah pada bibir (labioschisis) dan celah pada palatum (palatochisis)
mengenai kira kira 1:700 kelahiran, dengan rasio pria dan wanita yang terkena
adalah 2:1 pada labioschisis dan 1:2 pada palatoschisis. Untuk lokasi memeiliki
epidemiologi pada labioschisis unilateral , kiri berbanding kanan sebesar 2:1.6

II. 3 Etiologi

1. Faktor Genetik
Pada satu orangtua dengan labiopalatoschizis atau satu anak dengan
labiopalatoschizis, mempunyai resiko melahirkan anak selanjutnya dengan
kelainan yang sama sebesar 4%. Jika dua anak sebelumnya lahir dengan
labiopalatoschizis, resiko pada anak selanjutnya meningkat menjadi sebesar 9%.
Dan jika salah satu orangtua dan satu anak lahir dengan labiopalatoschizis, resiko
pada kehamilan berikutnya sebesar 17 %. Sedangkan pada keluarga dengan
riwayat palatoschizis, jika anak sebelumnya menderita palatoschizis maka resiko
melahirkan anak dengan palatoschizis selanjutnya yaitu sebesar 2%. Jika anak
yang menderita palatoschizis sebelumnya dua orang maka resiko anak selanjutnya
yang menderita palatoschizis sebesar 1%. Pada salah satu orangtua dengan

2
palatoschizis maka resiko pada anak sebesar 6%. Dan pada salah satu orangtua
dengan satu anak sebelumnya menderita palatoschizis, resiko terjadinya
palatoschizis meningkat menjadi 15% pada anak selanjutnya.4

Gen spesifik yang dapat menyebabkan celah orofasial diantaranya IRF6,


PVRL 1, MSX, BMP 4, SHH, SHOX2, FGF10.10

Gambar 1 Fenotip Subklinis6

Gambar diatas adalah fotograf dari regio bibir pada setiap anggota
keluarga, orangtua keluarga tersebut terkena non syndromik celah bibir dan
palatum, sedangkan anggota keluarga lain tidak terdapat defek external yang
terlihat, tetapi dua diantaranya memiliki defek subklinis dari muskulus orbicularis
oris, yang ditandai dengan lingkaran pada gambar. Kebanyakan dari celah
orofasial seperti kelainan kongenital lainnya, bisa disebabkan karena interaksi
antara genetik dan pengaruh lingkungan.6

2. Faktor Lingkungan

3
Menurut CDC berdasarkan penelitian mengenai bebrapa faktor yang
dapat meningkatkan peluang memiliki bayi dengan celah orofasial adalah

1.
Merokok
Wanita yang merokok selama kehamilan mendapatkan peluang lebih besar
memiliki bayi dengan celah orofasial.
2.
Diabetes
Wanita yang memiliki diabetes sebelum kehamilan memiliki resiko tinggi
mempunyai bayi dengan Labioschizis atau Palatoschizis, dibandingan
dengan wanita yang tidak memiliki diabetes.
3.
Penggunaan beberapa obat-obatan
Wanita yang memakai obat-obatan untuk mencegah epilepsy contohnya
topiramate atau asam valproic selama trimester pertama.8
Sumber lain menyebutkan bahwa konsumsi alkohol, obesitasdan
penggunaan tablet steroid selama kehamilan juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya Labioschizis dan Palatoschizis.9

II. 4 Embriologi

Palatum primer dapat didefinisikan sebagai semua jaringan yang terletak


sebelah anterior foramen insisivus, termasuk didalamnya palatum durum anterior
(premaxila), alveolus bibir, dan hidung. Palatum sekunder terdiri dari semua yang
terdapat pada posterior foramen insisivus termasuk diantaranya palatum durum
(hard palate), dan palatum molle (soft palate). Terbentuknya celah tersebut dapat
terjadi pada bibir dan hidung dengan atau tanpa celah pada palatum.2

4
Gambar 2 Perkembangan Bibir dan Palatum6

Perkembangan bibir dan palatum ditunjukan oleh gambar diatas (A)


perkembangan prominensia frontonasalis, sepasang prosesus maksilaris dan
sepasang prosesus mandibularis yang mengelilingi cavitas oralis pada minggu ke
4 perkembangan embriologi, (B) pad aminggu ke-lima terbentuk dua nasal pit
yang terbentuk dari prosesus nasalis lateralis dan prosesus nasalis medialis,
(C)pada minggu ke enam, prosesus medialis nasalis bersatu dengan prosesus
maksilaris untuk membentuk bibir bagian atas dan palatum primer , sedangkan
prosesus nasalis lateralis membentuk ala nasi(nasal allae), bersamaan dengan itu
terjadi penggabungan prosesus mandibularis untuk membentuk rahang bagian
bawah. (D) selama minggu ke enam embryogenesis palatum sekunder
berkembang secara vertikal yang berasal dari prosesus maksilaris, (E) palatal
shelves mengangkat dengan posisi horizontal diatas lidah, (F) penggabungan dari
palatal shelves membagi ruang oronasal sehingga membagi cavitas oralis dan
kavitas nasalis.6

5
II. 5 Diagnosis

Celah orofasial khususnya Labioschizis dengan atau tanpa Palatoschizis


bisa terdiagnosis saat kehamilan dengan pemeriksaan USG rutin. Juga dapat
didiagnosis setelah bayi tersebut lahir khususnya Palatoschizis.8

II. 6 Klasifikasi

Klasifikasi dari celah pada bibir (labioschisis) terbagi menjadi unilateral atau
bilateral, lalu secara komplit maupun inkomplit ;

1. Celah pada bibir komplit


celah mengenai keseluruhan bibir dan memanjang sampai dengan hidung.
2. Celah pada bibir inkomplit
celah hanya terjadi sebagian dari bibir dan terdapat sebuah jembatan yang
menghubungkan elemen bibir pusat dan lateral ( simonarts band)
3. Celah pada bibir unilateral
Celah pada bibir unilateral umumnya berhubungan dengan adanya
deformitas pada nasal yang termasuk kelainan pada kartilago lateral,
inferior, dan posterior yang tidak pada tempatnya.
4. Celah pada bibir bilateral

6
Gambar 3 Tipe-tipe Celah (cleft)6
Gambar a dan e memperlihatkan celah unilateral dan bilateral dari palatum
molle. B, c dan d memperlihatkan derajat dari celah bibir dan palatum
unilateral. F dan g memperlihatkan derajat dari celah bibir dan palatum
bilateral.

7
Gambar 4 Klasifikasi Labioschizis

a Labioschizis mikroform (microform cleft lip)


ditandai dengan adanya alur jaringan parut yang membentuk garis vertikal
pada bibir, takik pada vermilion, dan pendeknya sumbu vertikal bibir dalam
berbagai derajat. Deformitas di hidung bisa ada, dan kadang lebih parah dari
deformitas di bibir.4
b Labioschizis unilateral inkomplit (unilateral incomplete cleft lip)
Ditandai dengan adanya belahan vertikal pada bibir dalam berbagai derajat,
namun dasar atau lantai hidung tidak mengalami kelainan/intak(nasal sill/
Simonart band intak)4

Gambar 5 Incomplete Unilateral Cleft Lip3

8
Gambar 6 Unilateral Cleft Lip and Nose Deformity 3

c Labioschizis unilateral komplit (unilateral complete cleft lip)


Ditandai dengan adanya celah pada bibir, lantai hidung, dan alveolus
(palatum primer komplit). Karena tidak ada kulit (Simonarts band)yang
menghubungkan basis alae nasi dengan dasar kartilago alae mayor, tarikan
otot orbikularis oris menyebabkan deformitas hidung yang lebih berat
daripada labioschizis inkomplit. Basis alae nasi tertarik ke inferoposterior,
sedangkan kartilago alae nasi mayor ipsilateral teregang disertai dengan
deformitas, dan septum nasi tertarik ke sisi kontralateral hingga dorsum nasi
kolaps.4
d Labioschizis bilateral inkomplit (incomplete bilateral cleft lip)
Pada keadaan ini, terjadi sumbing bilateral yang inkomplit dengan hidung
yang hampir normal, premaksila di posisi yang benar, kedua lantai hidung
utuh, dan sumbing hanya terjadi di kedua sisi bibir.4
e Labioschizis bilateral komplit (complete bilateral cleft lip)
Ciri khas dari labioschizis bilateral komplit adalah adanya tonjolan
premaksila. Karena selama perkembangannya tidak ada hubungan
premaksila dengan bilah palatum lateral (lateral palate shelves), maka
premaksila tidak menyambung dan tidak sejajar dengan segmen arkus
lateralis. Pada waktu lahir, premaksila akan menonjol. Pertumbuhan pada
sutura premaksila yang tidak terkontrol akan menyebabkan overproyeksi
premaksila, dengan atau tanpa rotasi dan angulasi. Tulang-tulang dorsum

9
nasi tidak terbentuk dengan baik, bahkan bisa tidak terbentuk sama sekali,
sehingga daerah di inferior kartilago septum nasi dan dasar dari krus media
kartilago alae mayor akan tertarik ke posterolateral, sehingga ujung hidung
akan lebar dan datar. Resesi krus medial disertai lateralisasi alae nasi akan
menimbulkan deformitas absent columella yang khas. Bagian paling
anterior dan inferior dari prosesus frontonasalis yang normalnya ikut
menyusun kulit diantara kedua kolumn philtrum akan membentuk
prolabium yang seperti menggantung langsung dari kulit ujung hidung.4
f Labiopalatoschizis (cleft lip and palate)
Palatum primer terdiri dari bibir, alveolus, dan palatum anterior hingga
foramen incisivus. Palatum sekunder terdiri dari palatum durum dan molle
dimulai dari foramen incisivum hingga ke uvula. Adanya palatoshizis akan
menyebabkan bayi sulit minum, gangguan perkembangan bicara, dan
kemungkinan gangguan perkembangan wajah. Gangguan menempelnya
otot-otot palatum molle pada palatoschizis akan menganggu drainase dari
kanal eustachius ke faring sehingga meningkatkan resiko infeksi telinga
tengah. Sebagian besar bayi dilakukan miringotomi dan pemasangan
grommet tube pada saat operasi koreksi bibir atau palatum untuk mencegah
gangguan pendengaran di kemudian hari.4
g Palatoschizis (isolated cleft palate)
Klasifikasi berdasarkan Veau, Palatoschizis dibagi menjadi11
a. Golongan I : celah pada palatum molle
b. Golongan II: celah pada palatum molle dan palatum durum
dibelakang foramen insisivum.
c. Golongan III: celah pada palatum durum dan palatum molle yang
mengenai tulang alveolar dan bibir pada satu sisi.
d. Golongan IV: celah pada palatum durum dan palatum molle yang
mengenai tulang alveolar dan bibir pada dua sisi.
II.7 Manifestasi Klinis
a Masalah asupan makan/minum
Pada labioschizis, bayi akan sulit untuk melakukan hisapan pada payudara
ibu atau dot. Pada palatoschizis, refleks hisap serta refleks menelan pada
bayi tidak sebaik bayi normal dikarenakan terdapat hubungan antara rongga
mulut dan hidung sehingga penderitanya sering tersedak saat minum.4
b Masalah dental

10
Pada bayi dengan palatoschizis, akan terdapat kehilangan, malformasi,
malposisi dari gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk. Selain
itu, gangguan menempelnya otot-otot palatum molle pada palatoschizis akan
menganggu drainase dari kanal eustachius ke faring sehingga meningkatkan
resiko infeksi telinga tengah (otitis media) pada bayi.4 terjadinya
perkembangan gigi yang tidak tepat sehingga meningkatkan resiko
terjadinya kerusakan gigi.9
c Gangguan berbicara
Pada palatoshizis, adanya abnormalitas perkembangan otot-otot yang
mengatur palatum molle akan menyebabkan suara penderitanya menjadi
sengau (hypernasal quality of speech).4

II. 8 Penatalaksanaan
a Asupan Nutrisi
Masalah awal yang sering ditemukan pada bayi dengan labioschizis atau
labiopalatoschizis adalah masalah dalam pemberian nutrisi. Pemberian
nutrisi pada bayi dengan palatoschizis atau labiopalatoschizis biasanya lebih
sulit dibandingkan pada bayi dengan labioschizis. Hal ini disebabkan karena
pada labioschizis saja biasanya tidak menganggu kemampuan bayi untuk
menghisap, tetapi sebaliknya bayi dengan palatoschizis atau
labiopalatoschizis akan kesulitan menghisap. Kemampuan bayi untuk
menghisap ini tergantung pada dua faktor :
1) kemampuan bibir untuk menghisap
2) kemampuan palatum menciptakan tekanan negetaif untuk menyedot.
Adanya celah pada palatum inilah yang membuat bayi kesulitan untuk
membuat tekanan negatif di rongga mulut, sehingga dengan usaha yang
sama, bayi dengan palatoschizis atau labiopalatoschizis tidak dapat
menghisap susu sebanyak bayi normal. Hal ini dapat menyebabkan
kurangnya asupan kalori untuk pertumbuhan bayi tersebut. Oleh karena itu,
pemberian ASI harus tetap diberikan, meskipun dengan cara lain seperti
dengan gelas, sendok, atau botol.4

11
Untuk bayi dengan palatoschizis atau labiopalatoschizis, posisi bayi

saat menyusu sebaiknya 45 -60 (semi-uprigt) untuk mengurangi

regurgitasi ke hidung dan refluks ASI ke tuba eustachius. 5 Biasanya, untuk


memudahkan bayi minum perlu digunakan botol untuk memberi ASI. Bila
perlu, puting dari botol tersebut dapat dibderi lubang berbentuk X untuk
memudahkan susu mengalir keluar saat dihisap bayi.

Gambar 7 Posisi 45 saat menyusui

Alternatif lain berupa botol dan puting yang sudah dirancang khusus
untuk bayi dengan labioschizis atau labiopalatoschizis, misalnya botol
dengan puting yang satu sisinya keras dan lunak pada sisi lainnya (Pigeon
Nipple). Sisi yang keras meniru fungsi palatum, yaitu memberi permukaan
yang keras bagi palatum untuk ditekan saat bayi menghisap. Sisi satunya
lunak, sehingga dengan mudah dapat ditekan oleh lidah bayi. Lubang pada
ujung puting berbentuk Y sehingga alirannya cepat.

Gambar 8 Pigeon Nipple

Pilihan lainnya adalah Haberman bottle yang putingnya lebih panjang


sehingga lebih banyak berkontak dengan lidah bayi, dengan botol yang
dapat dipencet untuk menyesuaikan aliran susu yang keluar.14

12
Gambar 9 Haberman Bottle

b Nasoalveolar Molding
NAM adalah alat yang dipasang untuk mengurangi lebar celah pada
gusi dan memperbaiki deformitas pada hidung dengan membuat cetakan
yang terbuat dari acrylic. Prinsipnya adalah pembentukan tulang rawan dan
jaringan lunak dapat disesuaikan dengan gaya eksternal yang persisten.
Molding plate dipasang ke palatum dan prosessus alveolaris lalu difiksasi ke
pipi. Molding plate disesuaikan per minggu sesuai dengan berkurangnya
celah pada gusi. Bila celah sudah <5 mm dapat dipasang nasal stent untuk
mengoreksi deformitas pada hidung.4

Gambar 10 Nasoalveolar Molding (NAM)

13
c Pembedahan
Penanganan dari bibir sumbing dan langit-langit meliputi kerjasama
multidisiplin untuk mendapatkan hasil yang optimal dimulai sejak bayi
hingga dewasa. Hal ini termasuk kerjasama dari ahli bedah plastik, spesialis
THT, orthodentist, ahli fisioterapi, speech therapist, ahli psikologis,
spesialis anak, ataupun pekerja sosial. Penanganannya memerlukan rencana
terapi yang lama dan panjang, mengikuti umur pasien dengan tujuan untuk
memberikan hasil yang optimal.4
Koreksi pada bibir (labioplasty/cheiloplasty) dapat dilakukan pada
usia sekitar 3 bulan. Palatum dikoreksi dengan operasi terpisah
(palatoplasty), biasanya sekitar usia 12 bulan. Namun, operasi bibir dan
palatum dapat juga dilakukan secara bersamaan.4
Ahli pedriatik umumnya mengikuti rule of ten untuk mengidentifikasi
status anak apakah siap untuk dilakukan operasi, diantaranya berat harus 10
lb, hemoglobin 10g/dL, dan umur 10 minggu.7
Pembedahan untuk mengkoresi labioschizis umumnya dilakukan saat
bayi berusia 3-6 bulan, sedangkan untuk pembedahan Palatoschizis dimulai
pada umur 6-12 bulan.9
Cleft lip repair adalah operasi pembedahan untuk mendekatkan celah
pada bibi, ahli bedah membuat insisi pada kedua sisi celah dan membuat
suatu flap jaringan. Flap tersebut lalu ditempelkan satu dengan yang
lainnya. Sedangan Cleft lip palate repair adalah Prosedur untuk membangun
kembali struktur palatum baik palatum molle maupun palatum durum, ahli
bedah membuat insisi pada kedua sisi celah lalu mereposisi jaringan dan
otot diantaranya.

14
Tabel 1. Tahapan tatalaksana pembedahan labiopalatoschizis sesuai usia4
Usia Operasi Keterangan
Prenatal Radilogi, diagnosis, dan konseling Multidisiplin
Baru lahir Penilaian makan, penilaian keadaan medis, Multidisiplin
konseling genetik, edukasi tatalaksana
0-3 bulan Orthodonti pra bedah Orthodontist, bedah plastik
3 bulan Perbaikan sumbing bibir dan tip Bedah plastik
rhinoplasty dengan/tanpa Rule of ten : Usia > 10 minggu(3
gingivoperiosteoplasti bulan), BB > 10 pounds (4,5 kg),
Hb > 10 gr%, leukosit < 10.000
6-19 bulan Perbaikan sumbing palatum dan Dikerjakansebelum anak mulai
miringotomi bilateral bicara

Pemasangan Gromet Tube Tergantung infeksi telinga,


gromet tube dapat dipasang saat
perbaikan bibir atau palatum
4-6 tahun Perbaikan fungsi palatum Untuk memperbaiki kemampuan
bicara anak ; sekitar 20% anak
dengan sumbing palatum
membutuhkan operasi tambahan

Revisi bibir Dapat dilakukan bersamaan


7-8 tahun Alveolar Bone Grafting (ABG) untuk Dilakukan ketika gigi kaninus
perbaikan anterior hard palate mulai erupsi, dapat dilakukan
secara sukses pada anak yang
lebih besar
>17-18 tahun Osteotomi Le Fort 1 : operasi rahang atas Biasanya maksila tidak tumbuh
normal pada anak dengan
sumbing palatum sehingga perlu
dipotong dan direposisi untuk
memperbaiki hubungan rahang
atas dan bawah

Rhinoplasti Mencakup cartilage graft,


reposisi tulang, dan perbaikan
deviasi septum

15
II.9 Konsultasi

Perawatan untuk bayi atau anak yang memiliki celah orofasial melibatkan
beberapa disiplin ilmu diantaranya;

1. Spesialis THT
2. Spesialis anak
3. Bedah plastik
4. Bedah mulut
5. Dokter gigi
6. Ahli genetik
7. Psikologi
8. Speech theraphy

II.10 Pencegahan

Penelitian yang berhubungan dengan terjadinya orofacial cleft dan


hubungannya konsumsi asam folat menunjukan hasil bahwa anomaly tersebut bisa
dicegah dengan suplementasi perikonsepsional yaitu oleh asam folat dan
multivitamin.7
Suplementasi multivitamin oleh Spofavit (vitamin A, B, B2, B6, C, D3 dan
E) dan asam folat 10 mg/hari yang dimulai 2 bulan sebelum rencana kehamilan
sampai dengan 3 bulan setelah konsepsi. Penelitian menunjukan terjadinya
penurunan terjadinya Labioschizis dan Palatoschizis sebanyak 27-50%.7

DAFTAR PUSTAKA

16
1. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2,
Jakarta : EGC Hal 344-345
2. Sadler, TW. 2009. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke-10. Jakarta :
EGC. Hal. 321-327
3. Losee, EJ, Gimbel M, etc. Swartz: Plastic and Reconstructive Surgery
Chapter 45 ed 10 . Mc Graw Hill p. 1840-184
4. Hopper, Richard A., et. Al. 2007. Grabb & Smiths Plastic Surgery 6th
Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, Wolters Kluwer
Health. Hal. 201-225.
5. Bunik M, Cahir P, Mei C, Reid J, Reilly S. 2013. ABM Clinical Protocol :
Guidelines for Breastfeeding infants with Cleft Lip, Cleft Palate, or Cleft
Lip and Palate. Breastfeeding Medicine. Hal. 349-53.
6. Dixon, M, Marazita, Beaty, Murray. Cleft Lip and Palate: Synthesizing
Genetic And Environmental Influences, diakses pada 10 Maret 2017,
available from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3086810/

7. Tolarova, M. Pediatric Cleft Lip and Palate. Diakses pada 10 Maret 2017,
available from http://emedicine.medscape.com/article/995535-overview
8. CDC. Facts About Cleft Lip and Cleft Palate. Diakses pada 10 Maret 2017,
available from https://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/cleftlip.html
9. NHS. Cleft Lip and Palate Diakses pada 10 Maret 2017, available from
http://www.nhs.uk/conditions/cleft-lip-and-palate/Pages/Introduction.aspx
10. Cox, T. C. (2004). "Taking it to the max: The genetic and developmental
mechanisms coordinating midfacial morphogenesis and
dysmorphology". Clin. Genet. 65 (3): 163176
11. Vinod K. Cleft Lips and Palate. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery
Ed 2. New Delhi : Arya Publishers House 2009: 572-85.

17

Você também pode gostar