Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan, antara
lain prosesus frontonasalis, prosesus nasalis medialis dan lateralis, prosesus
maksilaris dan prosesus mandibularis.1
Kegagalan penyatuan tonjolan maksila dan tonjolan hidung medial akan
menimbulkan bibir sumbing (labioschisis) yang terjadi unilateral dan bilateral.
Bila tonjolan hidung medialis, bagian yang membentuk dua segmen antara
maksila, gagal menyatu, maka akan terjadi celah yang disebut Palatoschizis.1
Labioschizis terjadi pada satu dari seribu kelahiran. Faktor genetik
berperan pada etiologi, selain pengaruh dari obat seperti fenobarbital atau
difenilhidantoin, pada saat hamil muda.1
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Definisi
Celah (cleft) pada bibir terjadi pada sekitar minggu ke delapan
embryogenesis, hal ini bisa terjadi karena kegagalan fusi dari prosesus nasal
media dan prominensia maksilaris atau karena kegagalan migrasi dan penetrasi
dari jaringan mesodermal diantara lapisan epitelial. Penyebab celah pada bibir
terjadi multifaktorial, faktor- faktor yang dapat meningkatkan insidensi
diantaranya genetik, umur orang tua penggunaan obat, infeksi, dan merokok
selama kehamilan.3
II.2 Epidemiologi
Diantara seluruh populasi penderita labioschizis dan palatoschizis, insidensi
yang paling sering ditemukan adalah labiognatopalatoschizis (46%), diikuti
dengan palatoschizis (33%) dan labioschizis (21%).4
Celah pada bibir (labioschisis) dan celah pada palatum (palatochisis)
mengenai kira kira 1:700 kelahiran, dengan rasio pria dan wanita yang terkena
adalah 2:1 pada labioschisis dan 1:2 pada palatoschisis. Untuk lokasi memeiliki
epidemiologi pada labioschisis unilateral , kiri berbanding kanan sebesar 2:1.6
II. 3 Etiologi
1. Faktor Genetik
Pada satu orangtua dengan labiopalatoschizis atau satu anak dengan
labiopalatoschizis, mempunyai resiko melahirkan anak selanjutnya dengan
kelainan yang sama sebesar 4%. Jika dua anak sebelumnya lahir dengan
labiopalatoschizis, resiko pada anak selanjutnya meningkat menjadi sebesar 9%.
Dan jika salah satu orangtua dan satu anak lahir dengan labiopalatoschizis, resiko
pada kehamilan berikutnya sebesar 17 %. Sedangkan pada keluarga dengan
riwayat palatoschizis, jika anak sebelumnya menderita palatoschizis maka resiko
melahirkan anak dengan palatoschizis selanjutnya yaitu sebesar 2%. Jika anak
yang menderita palatoschizis sebelumnya dua orang maka resiko anak selanjutnya
yang menderita palatoschizis sebesar 1%. Pada salah satu orangtua dengan
2
palatoschizis maka resiko pada anak sebesar 6%. Dan pada salah satu orangtua
dengan satu anak sebelumnya menderita palatoschizis, resiko terjadinya
palatoschizis meningkat menjadi 15% pada anak selanjutnya.4
Gambar diatas adalah fotograf dari regio bibir pada setiap anggota
keluarga, orangtua keluarga tersebut terkena non syndromik celah bibir dan
palatum, sedangkan anggota keluarga lain tidak terdapat defek external yang
terlihat, tetapi dua diantaranya memiliki defek subklinis dari muskulus orbicularis
oris, yang ditandai dengan lingkaran pada gambar. Kebanyakan dari celah
orofasial seperti kelainan kongenital lainnya, bisa disebabkan karena interaksi
antara genetik dan pengaruh lingkungan.6
2. Faktor Lingkungan
3
Menurut CDC berdasarkan penelitian mengenai bebrapa faktor yang
dapat meningkatkan peluang memiliki bayi dengan celah orofasial adalah
1.
Merokok
Wanita yang merokok selama kehamilan mendapatkan peluang lebih besar
memiliki bayi dengan celah orofasial.
2.
Diabetes
Wanita yang memiliki diabetes sebelum kehamilan memiliki resiko tinggi
mempunyai bayi dengan Labioschizis atau Palatoschizis, dibandingan
dengan wanita yang tidak memiliki diabetes.
3.
Penggunaan beberapa obat-obatan
Wanita yang memakai obat-obatan untuk mencegah epilepsy contohnya
topiramate atau asam valproic selama trimester pertama.8
Sumber lain menyebutkan bahwa konsumsi alkohol, obesitasdan
penggunaan tablet steroid selama kehamilan juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya Labioschizis dan Palatoschizis.9
II. 4 Embriologi
4
Gambar 2 Perkembangan Bibir dan Palatum6
5
II. 5 Diagnosis
II. 6 Klasifikasi
Klasifikasi dari celah pada bibir (labioschisis) terbagi menjadi unilateral atau
bilateral, lalu secara komplit maupun inkomplit ;
6
Gambar 3 Tipe-tipe Celah (cleft)6
Gambar a dan e memperlihatkan celah unilateral dan bilateral dari palatum
molle. B, c dan d memperlihatkan derajat dari celah bibir dan palatum
unilateral. F dan g memperlihatkan derajat dari celah bibir dan palatum
bilateral.
7
Gambar 4 Klasifikasi Labioschizis
8
Gambar 6 Unilateral Cleft Lip and Nose Deformity 3
9
nasi tidak terbentuk dengan baik, bahkan bisa tidak terbentuk sama sekali,
sehingga daerah di inferior kartilago septum nasi dan dasar dari krus media
kartilago alae mayor akan tertarik ke posterolateral, sehingga ujung hidung
akan lebar dan datar. Resesi krus medial disertai lateralisasi alae nasi akan
menimbulkan deformitas absent columella yang khas. Bagian paling
anterior dan inferior dari prosesus frontonasalis yang normalnya ikut
menyusun kulit diantara kedua kolumn philtrum akan membentuk
prolabium yang seperti menggantung langsung dari kulit ujung hidung.4
f Labiopalatoschizis (cleft lip and palate)
Palatum primer terdiri dari bibir, alveolus, dan palatum anterior hingga
foramen incisivus. Palatum sekunder terdiri dari palatum durum dan molle
dimulai dari foramen incisivum hingga ke uvula. Adanya palatoshizis akan
menyebabkan bayi sulit minum, gangguan perkembangan bicara, dan
kemungkinan gangguan perkembangan wajah. Gangguan menempelnya
otot-otot palatum molle pada palatoschizis akan menganggu drainase dari
kanal eustachius ke faring sehingga meningkatkan resiko infeksi telinga
tengah. Sebagian besar bayi dilakukan miringotomi dan pemasangan
grommet tube pada saat operasi koreksi bibir atau palatum untuk mencegah
gangguan pendengaran di kemudian hari.4
g Palatoschizis (isolated cleft palate)
Klasifikasi berdasarkan Veau, Palatoschizis dibagi menjadi11
a. Golongan I : celah pada palatum molle
b. Golongan II: celah pada palatum molle dan palatum durum
dibelakang foramen insisivum.
c. Golongan III: celah pada palatum durum dan palatum molle yang
mengenai tulang alveolar dan bibir pada satu sisi.
d. Golongan IV: celah pada palatum durum dan palatum molle yang
mengenai tulang alveolar dan bibir pada dua sisi.
II.7 Manifestasi Klinis
a Masalah asupan makan/minum
Pada labioschizis, bayi akan sulit untuk melakukan hisapan pada payudara
ibu atau dot. Pada palatoschizis, refleks hisap serta refleks menelan pada
bayi tidak sebaik bayi normal dikarenakan terdapat hubungan antara rongga
mulut dan hidung sehingga penderitanya sering tersedak saat minum.4
b Masalah dental
10
Pada bayi dengan palatoschizis, akan terdapat kehilangan, malformasi,
malposisi dari gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk. Selain
itu, gangguan menempelnya otot-otot palatum molle pada palatoschizis akan
menganggu drainase dari kanal eustachius ke faring sehingga meningkatkan
resiko infeksi telinga tengah (otitis media) pada bayi.4 terjadinya
perkembangan gigi yang tidak tepat sehingga meningkatkan resiko
terjadinya kerusakan gigi.9
c Gangguan berbicara
Pada palatoshizis, adanya abnormalitas perkembangan otot-otot yang
mengatur palatum molle akan menyebabkan suara penderitanya menjadi
sengau (hypernasal quality of speech).4
II. 8 Penatalaksanaan
a Asupan Nutrisi
Masalah awal yang sering ditemukan pada bayi dengan labioschizis atau
labiopalatoschizis adalah masalah dalam pemberian nutrisi. Pemberian
nutrisi pada bayi dengan palatoschizis atau labiopalatoschizis biasanya lebih
sulit dibandingkan pada bayi dengan labioschizis. Hal ini disebabkan karena
pada labioschizis saja biasanya tidak menganggu kemampuan bayi untuk
menghisap, tetapi sebaliknya bayi dengan palatoschizis atau
labiopalatoschizis akan kesulitan menghisap. Kemampuan bayi untuk
menghisap ini tergantung pada dua faktor :
1) kemampuan bibir untuk menghisap
2) kemampuan palatum menciptakan tekanan negetaif untuk menyedot.
Adanya celah pada palatum inilah yang membuat bayi kesulitan untuk
membuat tekanan negatif di rongga mulut, sehingga dengan usaha yang
sama, bayi dengan palatoschizis atau labiopalatoschizis tidak dapat
menghisap susu sebanyak bayi normal. Hal ini dapat menyebabkan
kurangnya asupan kalori untuk pertumbuhan bayi tersebut. Oleh karena itu,
pemberian ASI harus tetap diberikan, meskipun dengan cara lain seperti
dengan gelas, sendok, atau botol.4
11
Untuk bayi dengan palatoschizis atau labiopalatoschizis, posisi bayi
Alternatif lain berupa botol dan puting yang sudah dirancang khusus
untuk bayi dengan labioschizis atau labiopalatoschizis, misalnya botol
dengan puting yang satu sisinya keras dan lunak pada sisi lainnya (Pigeon
Nipple). Sisi yang keras meniru fungsi palatum, yaitu memberi permukaan
yang keras bagi palatum untuk ditekan saat bayi menghisap. Sisi satunya
lunak, sehingga dengan mudah dapat ditekan oleh lidah bayi. Lubang pada
ujung puting berbentuk Y sehingga alirannya cepat.
12
Gambar 9 Haberman Bottle
b Nasoalveolar Molding
NAM adalah alat yang dipasang untuk mengurangi lebar celah pada
gusi dan memperbaiki deformitas pada hidung dengan membuat cetakan
yang terbuat dari acrylic. Prinsipnya adalah pembentukan tulang rawan dan
jaringan lunak dapat disesuaikan dengan gaya eksternal yang persisten.
Molding plate dipasang ke palatum dan prosessus alveolaris lalu difiksasi ke
pipi. Molding plate disesuaikan per minggu sesuai dengan berkurangnya
celah pada gusi. Bila celah sudah <5 mm dapat dipasang nasal stent untuk
mengoreksi deformitas pada hidung.4
13
c Pembedahan
Penanganan dari bibir sumbing dan langit-langit meliputi kerjasama
multidisiplin untuk mendapatkan hasil yang optimal dimulai sejak bayi
hingga dewasa. Hal ini termasuk kerjasama dari ahli bedah plastik, spesialis
THT, orthodentist, ahli fisioterapi, speech therapist, ahli psikologis,
spesialis anak, ataupun pekerja sosial. Penanganannya memerlukan rencana
terapi yang lama dan panjang, mengikuti umur pasien dengan tujuan untuk
memberikan hasil yang optimal.4
Koreksi pada bibir (labioplasty/cheiloplasty) dapat dilakukan pada
usia sekitar 3 bulan. Palatum dikoreksi dengan operasi terpisah
(palatoplasty), biasanya sekitar usia 12 bulan. Namun, operasi bibir dan
palatum dapat juga dilakukan secara bersamaan.4
Ahli pedriatik umumnya mengikuti rule of ten untuk mengidentifikasi
status anak apakah siap untuk dilakukan operasi, diantaranya berat harus 10
lb, hemoglobin 10g/dL, dan umur 10 minggu.7
Pembedahan untuk mengkoresi labioschizis umumnya dilakukan saat
bayi berusia 3-6 bulan, sedangkan untuk pembedahan Palatoschizis dimulai
pada umur 6-12 bulan.9
Cleft lip repair adalah operasi pembedahan untuk mendekatkan celah
pada bibi, ahli bedah membuat insisi pada kedua sisi celah dan membuat
suatu flap jaringan. Flap tersebut lalu ditempelkan satu dengan yang
lainnya. Sedangan Cleft lip palate repair adalah Prosedur untuk membangun
kembali struktur palatum baik palatum molle maupun palatum durum, ahli
bedah membuat insisi pada kedua sisi celah lalu mereposisi jaringan dan
otot diantaranya.
14
Tabel 1. Tahapan tatalaksana pembedahan labiopalatoschizis sesuai usia4
Usia Operasi Keterangan
Prenatal Radilogi, diagnosis, dan konseling Multidisiplin
Baru lahir Penilaian makan, penilaian keadaan medis, Multidisiplin
konseling genetik, edukasi tatalaksana
0-3 bulan Orthodonti pra bedah Orthodontist, bedah plastik
3 bulan Perbaikan sumbing bibir dan tip Bedah plastik
rhinoplasty dengan/tanpa Rule of ten : Usia > 10 minggu(3
gingivoperiosteoplasti bulan), BB > 10 pounds (4,5 kg),
Hb > 10 gr%, leukosit < 10.000
6-19 bulan Perbaikan sumbing palatum dan Dikerjakansebelum anak mulai
miringotomi bilateral bicara
15
II.9 Konsultasi
Perawatan untuk bayi atau anak yang memiliki celah orofasial melibatkan
beberapa disiplin ilmu diantaranya;
1. Spesialis THT
2. Spesialis anak
3. Bedah plastik
4. Bedah mulut
5. Dokter gigi
6. Ahli genetik
7. Psikologi
8. Speech theraphy
II.10 Pencegahan
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2,
Jakarta : EGC Hal 344-345
2. Sadler, TW. 2009. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke-10. Jakarta :
EGC. Hal. 321-327
3. Losee, EJ, Gimbel M, etc. Swartz: Plastic and Reconstructive Surgery
Chapter 45 ed 10 . Mc Graw Hill p. 1840-184
4. Hopper, Richard A., et. Al. 2007. Grabb & Smiths Plastic Surgery 6th
Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, Wolters Kluwer
Health. Hal. 201-225.
5. Bunik M, Cahir P, Mei C, Reid J, Reilly S. 2013. ABM Clinical Protocol :
Guidelines for Breastfeeding infants with Cleft Lip, Cleft Palate, or Cleft
Lip and Palate. Breastfeeding Medicine. Hal. 349-53.
6. Dixon, M, Marazita, Beaty, Murray. Cleft Lip and Palate: Synthesizing
Genetic And Environmental Influences, diakses pada 10 Maret 2017,
available from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3086810/
7. Tolarova, M. Pediatric Cleft Lip and Palate. Diakses pada 10 Maret 2017,
available from http://emedicine.medscape.com/article/995535-overview
8. CDC. Facts About Cleft Lip and Cleft Palate. Diakses pada 10 Maret 2017,
available from https://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/cleftlip.html
9. NHS. Cleft Lip and Palate Diakses pada 10 Maret 2017, available from
http://www.nhs.uk/conditions/cleft-lip-and-palate/Pages/Introduction.aspx
10. Cox, T. C. (2004). "Taking it to the max: The genetic and developmental
mechanisms coordinating midfacial morphogenesis and
dysmorphology". Clin. Genet. 65 (3): 163176
11. Vinod K. Cleft Lips and Palate. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery
Ed 2. New Delhi : Arya Publishers House 2009: 572-85.
17