Você está na página 1de 16

REFARAT

Juli 2016

ASIDOSIS LAKTAT
PADA PENGGUNAAN METFORMIN

Oleh

Suriana Dwi Sartika


Husaini Umar

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

1
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN.................................................................................. 3
II. FARMAKOLOGI METFORMIN ......................................................... 4
III. BIOKIMIA LAKTAT ............................................................................ 5
IV. PATOFISIOLOGI ASIDOSIS LAKTAT PADA PENGGUNAAN
METFORMIN ................................................................................. 6
V. GAMBARAN KLINIS ........................................................................... 9
VI. DIAGNOSIS .......................................................................................... 10
VII. TERAPI .................................................................................................. 11
VIII. PROGNOSIS ...........................................................................................14
IX. RINGKASAN.......................................................................................... 14
X. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 16

ASIDOSIS LAKTAT PADA PENGGUNAAN METFORMIN

Suriana Dwi Sartika, Husaini Umar*


Divisi Endokrin Metabolik dan Diabetes Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

2
I. PENDAHULUAN
Asam laktat merupakan zat perantara metabolik yang tidak toksik dan diproduksi
oleh semua sel. Banyaknya asam laktat yang terdapat di berbagai jaringan dan organ
bervariasi tergantung pada keadaan hemodinamik maupun metabolik seseorang. Asam
laktat darah juga telah lama dikenal sebagai indikator beratnya penyakit dan sebagai
prediktor prognosis.1
Asidosis laktat adalah suatu keadaan asidosis metabolik dengan peningkatan asam
laktat dan nilai anion gap. Penyebab asidosis laktat adalah hipoksia, penyakit tertentu,
dan obat-obatan. Dalam bidang endokrin, penyebab asidosis laktat yang kadang dijumpai
adalah diabetes melitus dan penggunaan metformin.1
Metformin merupakan obat antihiperglikemik yang paling sering diberikan di
dunia dan dianggap sebagai terapi lini pertama untuk DM tipe 2 yang baru didiagnosis
oleh beberapa organisasi profesional. Dalam 50 tahun terakhir pengalaman klinis global,
metformin umumnya dianggap aman dengan efek samping yang paling sering yaitu
gastrointestinal (diare, mual, dan muntah). Metformin dikontraindikasikan pada pasien
dengan gangguan hati ataupun ginjal, pada usia tua, dan pada kondisi pasien dimana
dapat meningkatkan resiko asidosis laktat. Penelitian yang dilakukan oleh Salpeter dkk
mengenai pemberian metformin mulai tahun 1966 hingga 2005 menunjukkan bahwa
tidak didapatkan kasus asidosis laktat fatal ataupun non fatal. Selain itu, tidak didapatkan
perbedaan kadar laktat pada pemberian metformin dan placebo. Oleh karena itu,
disimpulkan bahwa tidak ada bukti mengenai hubungan metformin dalam meningkatkan
resiko asidosis laktat. Namun, beberapa kasus telah dilaporkan mengenai hubungan
asidosis laktat dan penggunaan metformin. Metformin associated lactic acidosis (MALA)
merupakan kejadian yang sangat jarang (sekitar 10 kasus per 100.000 pasien per tahun)
namun memiliki angka mortalitas sekitar 30-50%.2,3
Pada tinjauan kepustakaan ini akan dibahas mengenai asidosis laktat pada
penggunaan metformin.

II. FARMAKOLOGI METFORMIN

3
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis) dan memperbaiki ambilan glukosa di perifer. Metformin merupakan
pilihan pertama pada sebagian besar DMT2. Peran metformin dalam tingkat seluler
melalui aktifasi adenosine-monophosphate activated protein kinase (AMPK). Pada
keadaan normal, AMPK diaktifkan oleh adenosine monofosfat (AMP) pada siklus
pembentukan energi di dalam mitokondria. Aktifasi AMPK oleh metformin akan
menghambat enzim asetil koenzim A caboxylase yang berfungsi pada proses metabolisme
lemak. Proses ini akan menyebabkan peningkatan oksidasi lemak dan menekan ekspresi
enzim-enzim yang berperan dalam lipogenesis. Selain itu, enzim AMPK di hati akan
menurunkan ekspresi sterol regulatory element binding protein 1 (SREBP-1), suatu factor
transkripsi yang berperan dalam patogenesis resisten insulin, dislipidemia, dan steatosis
hati. Jadi, enzim AMPK ini memiliki peran yang dominan pada proses metabolisme
glukosa dan lemak di dalam hati dan mungkin berperan pada beberapa mekanisme yang
menunjukkan keuntungan metformin seperti peningkatan ekspresi dari hexokinase di
dalam otot dan peningkatan glucose transporter (GLUT) dalam sel.4
Metformin memiliki bioavaibilitas sekitar 50-60%, kelarutannya dalam lipid
rendah, dan volume distribusinya melalui cairan tubuh. Metformin tidak terikat protein
plasma, tidak dimetabolisme, dan diekskresi oleh ginjal. Metformin dieliminasi melalui
sekresi tubular ginjal dan filtrasi glomerulus. Waktu paruh eliminasi metformin rata-rata
adalah 6 jam dan akan memanjang pada gangguan ginjal.5

III. BIOKIMIA LAKTAT


Asam laktat merupakan hasil akhir metabolism dari glikolisis anaerob dan
diproduksi dari reduksi piruvat. Rasio normal dari laktat dan piruvat adalah 20 : 1. Dalam
kondisi basal, produksi laktat adalah 0,8 mmol/kgBB atau sekitar 1300 mmol untuk berat
badan 70 kg. Dalam kondisi hipoksia, piruvat diubah menjadi laktat, dan rasio laktat /
piruvat naik. 1
Metabolisme laktat terbagi menjadi dua cara yaitu konversi kembali ke piruvat
atau diekskresi oleh ginjal. Meskipun laktat difiltrasi di glomerulus, namun sebagian
besar diserap di proximal convoluted tubulus. Normalnya, kurang dari 2% diekskresi

4
dalam urin. Bahkan dalam penelitian hiperlaktatemia, ketika tingkat laktat darah
dipertahankan pada 10 mmol / L, hanya 10% hingga 12% dari eliminasi laktat melalui
ekskresi urin.6
Piruvat adalah satu-satunya prekusor laktat. Piruvat dihasilkan dalam sitoplasma
terutama dari metabolisme glukosa melalui glikolisis. Ketika oksigen tersedia, piruvat
memasuki mitokondria dan mengalami dekarboksilasi oksidatif menjadi acetyl-coenzim
A dan kemudian berakhir menjadi CO2 dan H2O. Piruvat dehidrogenase (PDH) adalah
enzim mitokondria dalam oksidasi piruvat. Keseluruhan proses ini menghasilkan 36
molekul adenosin trifosfat (ATP) dan membutuhkan nicotinamide dinukleotida adenin
yang teroksidasi (NAD +). Piruvat juga dapat masuk dalam siklus Cori dan dikonversi
kembali menjadi glukosa. Hal ini adalah proses yang membutuhkan energi dan hanya
terjadi di hati dan korteks ginjal. 6,7
Hati dan ginjal merupakan organ penting dalam metabolisme laktat. Dalam
kondisi normal, hati menggunakan sekitar 60% laktat yang beredar dalam tubuh. Rowell
dan rekan menunjukkan sekitar 50% laktat yang dihasilkan selama latihan berat telah
dieliminasi oleh hati. Laktat dikonversi kembali menjadi piruvat melalui enzim laktat
dehidrogenase, yang kemudian dapat memasuki jalur glikolisis. Jantung, hati, dan ginjal
dapat menggunakan laktat untuk menghasilkan glukosa melalui jalur glukoneogenesis.
Eritosit berperan dalam membawa hasil glikolisis dan sel darah merah menghasilkan
asam laktat melalui regenerasi ATP selama glikolisis anaerob tapi tidak dapat
menggunakan asam laktat. Semua jaringan lain dapat menggunakan asam laktat untuk
memproduksi acetyl-CoA melalui pyruvat dehidrogenase yang diaktivasi oleh
dichloroacetate (DCA). Thiamine merupakan coenzyme untuk PDH. 6,8
Seperti dijelaskan sebelumnya, piruvat tidak mampu untuk masuk ke dalam
mitokondria dalam kondisi hipoksia, dan kemudian diubah menjadi laktat. Peningkatan
dari reduksi rasio nicotinamide adenin dinukleotida (NADH) / NAD dan konsentrasi
piruvat menyebabkan berlanjutnya produksi laktat. Dua molekul ATP diproduksi untuk
setiap molekul glukosa yang dimetabolisme menjadi laktat.6

5
Gambar 1. Metabolisme
asam laktat6
IV.
PATOFISIOLOGI ASIDOSIS
LAKTAT PADA PENGGUNAAN METFORMIN
Asidosis laktat dapat terjadi akibat peningkatan produksi dan penurunan
metabolismenya. Peningkatan produksi terjadi pada kejang ataupun aktivitas berlebihan.
Penurunan metabolism laktat terjadi pada gangguan hati ataupun gangguan enzim dalam
metabolisme glukosa. Cohen dan Wood mengklasifikasikan asidosis laktat menjadi tipe A
(disebabkan oleh hipoksia) dan tipe B1 (disebabkan adanya penyakit tertentu), B2
(disebabkan obat-obatan atau intoksikasi), dan B3 (disebabkan gangguan metabolisme
sejak lahir).6
Metformin mencapai kadar maksimal plasma dalam 2,5 jam dan memiliki waktu
paruh 6,5 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Penurunan kreatinin klirens
menyebabkan penurunan klirens metformin. Kadar metformin dipertahankan dalam dosis
terapeutik dalam darah yaitu 0,47-2,5 mg/L atau 4-20 mol/L. Ketika metformin
terakumulasi dalam plasma dalam konsentrasi> 5 mg / L, eliminasi membutuhkan waktu
yang lama. Kadar metformin dalam darah akan meningkat 2-4x lebih tinggi pada pasien
DM tipe 2 dengan gangguan ginjal sedang hingga berat (GFR 30-60 ml/min/1,73m 2)
dibandingkan dengan individu normal.3,5
Metformin associated lactic acidocis (MALA) terjadi ketika ketidakseimbangan
antara peningkatan produksi laktat dan metabolisme ataupun klirensnya. Kondisi yang
dapat meningkatkan risiko asidosis laktat yaitu dehidrasi, syok, penggunaan alkohol,
hipoksia, sepsis, dan usia lanjut (dikaitkan dengan penurunan fungsi ginjal dan
peningkatan risiko gagal ginjal akut serta kondisi medis lainnya). Segala kondisi yang

6
menyebabkan dehidrasi berat memberikan manifestasi gagal ginjal akut dan hipoperfusi
hepar. Metformin dapat terakumulasi disertai peningkatan laktat akibat penurunan klirens
oleh hati (penurunan glukoneogenesis) dan ginjal (penurunan filtrasi). Asidosis kemudian
memperberat terjadinya muntah dan juga memperberat dehidrasi. Selanjutnya, dehidrasi
dan asidosis dapat berakhir sebagai syok yang kemudian menstimulasi glikolisis anaerob
dan produksi laktat. Studi analisis data oleh Cochrane menunjukkan bahwa terjadinya
metformin associated lactic acidocis (MALA) hanya terjadi jika adanya kondisi yang
mendasari yaitu hipotensi, hipoksemia, AKI, ataupun sirosis. 9,10
Patogenesis metformin dalam menyebabkan asidosis laktat belum dimengerti
sepenuhnya. Metformin memiliki afinitas terhadap membran mitokondria. Akibat afinitas
ini, metformin mempengaruhi transpor elektron dan menghambat metabolisme oksidatif.
Khususnya ketika kadar metformin tinggi dalam darah, fosforilasi oksidatif terhambat
dan metabolisme aerob berubah menjadi anaerob. Metformin juga menghambat absorbsi
glukosa di gastrointestinal, menghambat glukoneogenesis, dan meningkatkan produksi
laktat di intestinal. Pada sel hepatosit yang diisolasi ditemukan metformin menghambat
compex I dari rantai respirasi mitokondria dan mengganggu glukoneogenesis.3,5

Tabel 1. Kontraindikasi penggunaan metformin2


Kontraindikasi Penggunaan Metfomin
Gangguan fungsi ginjal
Umur > 80 tahun
Penyakit hati
Gagal jantung kongestif
Penyakit pulmonal dengan resiko hipoksemia
Penggunaan etanol

Metformin dapat menjadi penyebab utama asidosis laktat hanya didapatkan pada
overdosis metformin dengan akumulasi metformin dengan kadar plasma minimal 40

7
mg/L (10 kali dari kadar teraupetik). Soyral dkk menggambarkan dua kasus percobaan
bunuh diri dengan konsumsi metformin , kasus pertama dengan metformin 50 gr dan
kedua dengan metformin 80 gr. Kedua kasus menunjukkan peningkatan kadar laktat.11
Berdasarkan ADA 2015, laju filtrasi glomerulus merupakan parameter yang
dinilai dalam pemberian terapi metformin dibandingkan serum kreatinin. Pemberian
metformin harus dievaluasi kembali pada eGFR < 45 ml/min/1,73 m 2 dengan
pengurangan dosis maksimum hingga 1000 mg/hari. Pemberian metformin dihentikan
jika eGFR < 30 ml/min/1,73 m2 atau dalam kondisi klinis yang menyebabkan
peningkatan kejadian asidosis laktat (sepsis, hipotensi, dan hipoksia) atau resiko tinggi
gagal ginjal akut dengan memburuknya eGFR (contohnya pemberian radiokontras pada
eGFR < 60 ml/min/1,73 m2).12

Gambar 2. Patogenesis
Metformin Associated Lactic
Acidocis (MALA)9

V. GAMBARAN
KLINIS
Asidosis laktat dapat memberikan manifestasi klinis yang tidak khas. Manifestasi
klinis sesuai dengan penyebab primernya. Asidosis laktat biasanya ditemukan melalui
pemeriksaan laboratorium. Namun, sebagian besar kasus dapat memberikan gejala klinis

8
berupa nausea, vomiting, hipotensi, takikardi, hiperventilasi (pernafasan Kussmaul),
lethargy, dan gangguan kesadaran. Beberapa pasien juga memberikan keluhan diare yang
merupakan efek samping metformin dan dapat memperberat hipovolemi. 13,14

Tabel 2. Efek sistemik asidosis3


Efek Sistemik Asidosis
Kardiovaskuler
Meningkatkan laju jantung dan kontraktilitas pada pH > 7,2
Penurunan kontraktilitas pada pH < 7,1
Penurunan respon jantung terhadap katekolamin
Penurun aliran darah ginjal dan hati
Neurologi
Gangguan status mental
Penurunan respon neuorologi terhadap katekolamin
Penurunan aliran darah ke otak
Penurunan metabolisme otak
Respirasi
Dispnea
Penurunan kontraktilitas diafragma
Lainnya
Menghambat metabolism anaerob
Meningkatkan laju metabolik
Meningkatkan katabolisme protein

VI. DIAGNOSIS

9
Asidosis laktat didiagnosa dengan peningkatan kadar laktat >5 mmol/L, pH
<7,35, dan peningkatan anion gap. Pada pasien sakit berat, nilai asam laktat masih
dianggap normal sampai <2 mmol/l. Batasan peningkatan konsentrasi asam laktat yang
digunakan bervariasi antara masing-masing peneliti antara 1,3 9,0 sedangkan nilai pH
bervariasi antara 7,37 7,20 namun kriteria manapun yang digunakan ternyata tetap
didapatkan hubungan bermakna antara semakin tingginya konsentrasi asam laktat dalam
darah dengan angka mortalitas pada pasien yang dirawat di rumah sakit. 1
Anion gap merupakan gambaran selisih antara nilai anion dan kation serum tak
terukur dan bisa dihitung dengan rumus Anion gap : Na (Cl + HCO3). Secara umum
nilai normal anion gap berkisar 8-12 mmol/L. Nilai anion gap yang meningkat disertai
penurunan pH serum lazim digunakan sebagai dasar diagnosis laktat meskipun pada
prakteknya sering dijumpai keadaan dimana konsentrasi asam laktat meningkat dalam
serum namun tidak disertai dengan peningkatan nilai anion gap. Iberti Dkk menunjukkan
bahwa ternyata anion gap bukan merupakan parameter yang sensitif untuk menilai
terjadinya asidosis laktat. Nilai pH serum juga kurang sensitif untuk menilai keadaan
asidosis laktat karena dalam beberapa kasus bisa didapatkan pH serum normal pada
pasien sakit berat, kemungkinan akibat kompensasi dari pernafasan atau pada saat
bersamaan terjadi alkalosis metabolik. Kadar metformin plasma > 5 mg/L biasanya
ditemukan pada kasus kecurigaan metformin menyebabkan asidosis laktat. 1,3,15

VII. TERAPI
Secara umum,asidosis metabolik telah terbukti memberikan efek pada jantung,
saraf, fungsi pernapasan dan metabolisme. Pada tingkat asidemia ringan dengan pH> 7,2,
memiliki efek dominan yaitu peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas dimediasi
oleh peningkatan pelepasan katekolamin. Namun, pada tingkat asidosis yang lebih berat,
ada efek negatif tertentu pada miokardium. Wildhenthal dan rekan melakukan penelitian
in vivo pada anjing dan memberikan infus asam laktat. Pada studi ini, asidosis berat
dengan pH < 7,1 memiliki efek langsung negatif inotropik pada ventrikel kiri. Selain itu,
terjadi penurunan respon terhadap mekanisme kompensasi pengeluaran katekolamin dari

10
nervus dan medulla adrenal. Salah satu target terapi pasien kritis adalah memaksimalkan
hantaran oksigen ke jaringan perifer.16
Asidosis mempengaruhi oksigenasi jaringan melalui efek Bohr. Hal yang harus
diperhatikan dalam terapi asidosis laktat adalah identifikasi serta mengatasi penyakit
dasar, intervensi dilakukan dengan tujuan mencapai perfusi dan oksigenasi jaringan
(menggunakan cairan, obat vasoaktif, dan ventilasi mekanik pada pasien sakit kritis),
penghentian obat-obatan yang menyebabkan atau memperberat terjadinya asidosis
(metformin, antiretroviral), serta memberikan terapi suportif. 16
a. Terapi suportif untuk memperbaiki sirkulasi dan ventilasi
Terapi penting dalam asidosis laktat adalah pemulihan perfusi ke jaringan. Jika
dibutuhkan, vasopressor dan inotropik harus diberikan. Asidemia menimbulkan
respon terhadap katekolamin menurun sehingga diperlukan dosis yang lebih tinggi.
Dosis tinggi katekolamin dapat memperburuk hiperlaktatemia dengan mengurangi
perfusi jaringan atau perangsangan lebih terhadap 2-adrenoseptor. Oleh karena itu,
dosis harus disesuaikan dengan hati-hati. 6,16,17
Kristaloid dan koloid solusi yang efektif dalam memulihkan perfusi jaringan
pada pasien dengan sepsis atau hipovolemia. Namun, adanya laporan mengenai
cedera ginjal akut, perdarahan, dan peningkatan mortalitas dalam hubungannya
dengan penggunaan HES synthetic-larutan koloid memberikan bukti penggunaannya
yang tidak dianjurkan. Jika koloid dibutuhkan, albumin sebaiknya dijadikan pilihan.16
Pemberian saline dapat memperburuk non-anion gap asidosis metabolik dan
mengurangi kadar kalsium terionisasi (faktor yang bisa menekan fungsi jantung).
Kristaloid mengandung bikarbonat atau prekursor (larutan garam seimbang), seperti
sebagai ringer dengan laktat dan Plasma-Lyte (Baxter International) dengan asetat
dan glukonat tidak akan menyebabkan non-anion gap asidosis metabolik dan dapat
mengurangi risiko cedera ginjal akut tapi kadang dapat menyebabkan alkalosis
metabolik. Infus Ringer Laktat dalam jumlah besar dapat meningkatkan laktat darah,
tetapi kenaikan kadar laktat sering kecil jika tidak ada kelainan pada klirensnya. Oleh

11
karena itu, dibutuhkan penelitian untuk menentukan kristaloid yang paling aman dan
efektif. 16
Penelitian yang dilakukan oleh Martini dan rekan melakukan perbandingan
antara cairan saline dan ringer laktat pada syok hemoragik mengenai respon
hemodinamik, respon metabolik, dan koagulasi. Pada penelitian ini menunjukkan
ringer laktat dan cairan saline memiliki efek yang sama dalam metabolisme oksigen
dan memperbaiki hemodinamik. Normal saline membutuhkan volume resusitasi
lebih besar dan berkaitan dengan status asam basa yang lebih buruk serta
peningkatan kalium. Cairan saline lebih inferior dibandingkan ringer laktat
berdasarkan pada efek vasodilator dan resiko asidosis metabolik dan hiperkalemi.17
Pengiriman oksigen ke jaringan tergantung pada curah jantung, aliran darah
regional, konsentrasi hemoglobin, dan tekanan parsial oksigen (PO2). Transfusi sel
darah merah harus diberikan untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin pada
kadar di atas 7 g per desiliter. Tekanan parsial oksigen (PO2) dipertahankan guna
menjaga konsentrasi oksigen dan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik dapat
dilakukan.6
b. Memperbaiki mikrosirkulasi
Kelainan pada mikrosirkulasi dapat memberikan kerusakan klinis dan
kematian. Beberapa obat (termasuk dobutamin, asetilkolin, dan nitrogliserin) telah
terbukti meningkatkan perfusi mikrovaskuler untuk mengurangi hiperlaktatemia, dan
bahkan untuk memperbaiki prognosis. Langkah-langkah untuk menyelamatkan
mikrosirkulasi cenderung menjadi prioritas di masa depan. Vasopressor juga dapat
digunakan jika pasien memiliki tanda hipoperfusi walaupun telah diberikan resusitasi
cairan. Pilihan obat yang dapat diberikan adalah dopamin, norepinefrin, epinefrin,
vasopressin, dan phenylephinefrine. 2,18
c. Obat-obatan
Literatur mengenai efek menguntungkan dari alkalinisasi dalam mengoreksi
asidosis metabolik masih kontroversial. Asidosis laktat berat dengan pH 7.15
memberikan efek merugikan pada organ tubuh. Penggunaan sodium bikarbonat
dalam terapi MALA masih diperdebatkan dan kontroversial. Walaupun alkalinisasi

12
memiliki dasar teori namun belum ada studi terhadap hewan ataupun manusia yang
memberikan bukti perbaikan terhadap pemberian sodium bikarbonat.16
Studi klinis mengenai terapi natrium bikarbonat pada asidosis laktat berat
melaporkan peningkatan pH ekstraseluler dan sebaliknya menyebabkan penurunan
pH intraseluler setelah pemberian natrium bikarbonat. Penjelasan utama untuk ini
disebut asidosis intraseluler paradoks didasarkan pada reaksi natrium bikarbonat
dengan proton untuk membentuk air dan karbon dioksida. Karbon dioksida dengan
cepat berdifusi melewati membran sel sehingga menjadi asidosis hiperkapnia
intraseluler yang mengganggu fungsi organ. Kenaikan tekanan parsial karbon
dioksida juga meningkatkan afinitas hemoglobin untuk oksigen dan menurunkan
pengiriman oksigen. Kenaikan laktat setelah pemberian bikarbonat merupakan
konsekuensi dari gangguan oksigenasi jaringan. Oksidasi laktat lebih berkurang saat
pH meningkat dibandingkan pH rendah. Selain itu, bikarbonat menurunkan kalsium
terionisasi yang memainkan peran penting dalam kontraksi seluler. Alkalinisasi juga
dapat mengganggu hantaran oksigen ke jaringan melalui efek Bohr pada afinitas
oksigen hemoglobin.16,19
d. Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal adalah modalitas pengobatan yang cukup menjanjikan
dalam memperbaiki kondisi pasien sakit kritis dengan asidosis laktat utamanya yang
disebabkan oleh metformin. Ada beberapa keuntungan potensial dari terapi pengganti
ginjal. Hemodialisis berbasis bikarbonat dapat memberikan pengobatan asidosis
melalui difusi bikarbonat dari dialisat ke serum tanpa overload, hipernatremia, atau
hiperosmolaritas.6,19
Dua modalitas terapi pengganti ginjal yang dianjurkan yaitu intermitten
hemodyalisis (IHD) dan continouos renal replacement therapy (CRRT). CRRT lebih
fisiologis dibandingkan dengan hemodialisis intermitten. Pertama, metformin
memiliki berat molekul rendah dan kurangnya protein pengikat, modalitas
konvensional dapat menyebabkan eliminasi metformin dalam plasma yang tinggi.
Kedua,metformin memiliki volume distribusi yang besar. Seidowsky dkk
menjelaskan membutuhkan 15 jam hemodialisis untuk mencapai kadar teraupetik

13
metformin. Dikarenakan efek permanen dari rebalans asam basa, maka CRRT lebih
dipilih dibandingkan IHD. Intensitas optimal terapi CRRT belum jelas terutama
untuk koreksi status asam-basa.20

VIII. PROGNOSIS
Angka mortalitas berkaitan dengan kadar laktat. Namun untuk kasus MALA,
data mengenai hal ini sangat sedikit. Angka mortalitas untuk asidosis laktat adalah
83% sedangkan angka mortalitas untuk kasus MALA telah dilaporkan 30-50%.19

IX. RINGKASAN
Asidosis laktat adalah suatu keadaan asidosis metabolik dengan peningkatan
asam laktat (kadar laktat >5 mmol/L, pH <7,35) dan peningkatan nilai anion gap.
Asidosis laktat dapat terjadi sebagai komplikasi pada penggunaan metformin.
Metformin associated lactic acidocis (MALA) hanya terjadi jika adanya kondisi yang
mendasari yaitu hipotensi, hipoksemia, AKI, ataupun sirosis. Terapi pada asidosis
laktat pada penggunaan metformin meliputi terapi suportif untuk memperbaiki
sirkulasi dan ventilasi, memperbaiki mikrosirkulasi, obat-obatan, dan terapi
pengganti ginjal.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Pradana S. Asidosis Laktat dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6.
Jakarta: Interna Publishing. 2014 : 4164- 8.
2. Weisberg LS. Lactic Acidosis in a Patient with Type 2 Diabetes Mellitus. Clin J
Am Soc Nephrol. 2015 ; 10 : 1-7.
3. DeFronzo R, Fleming GA, Chen K, et al. Metformin Associated Lactic Acidosis :
Current perspective on causes and risk. Metabolism Clinical and Experimental.
2015 ; 65 : 20-9.
4. Bridges HR, Jones AJ, Michael NP, et al. Effect of Metformin and Other
Biguanides on Oxidative Phosporilation in Mitochondria. Biochem J. 2014 ; 462 :
475-87.
5. Bruijstens LA, Luin MV, Jungerhens PM, et al. Reality of Severe Metformin
induced Lactic Acidosis in Absence of Chronic Renal Impairment. J Med. 2008 ;
66 (5) : [8p].
6. Fall PJ, Szerlip HM. Lactic acidosis : From Sour Milk to Septic Shock. J Int Care
Med. 2005 ; 20 (5) : 255-71.
7. Guyton AC, Fall JE. Metabolisme Karbohidrat dan Pembentukan Adenosin
Trifostat dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Publishing . 2006:
871-81.
8. Luft FC. Lactic Acidosis Update for Critical Care Clinician. J Am Soc Nephrol.
2001 ; 12 : 15-9
9. Scheen AJ. Metformin and Lactic Acidosis. J Act Clin Belgica. 2011 ; 66 (5): 329-
31.
10. Klacko D, Connel AW. Use of Metformin in Patients with Kidney and
Cardiovascular Diseases. J Cardiorenal Med. 2011 ; 1 : 87-95.
11. Kopec KT, Kowalki MJ. Metformin Associated Lactic Acidosis (MALA) : Case
Files of The Einstein Medical Cente Toxicology Fellowship. J Med Toxicol. 2013;
9 : 61-6.
12. American Diabetes Association. Standards of Medical Care In Diabetes. J Clin
and App Research and Ed. 2015 ; 38 (1): 64-5.
13. Kim JN, Young HJ, Lee MJ, et al. Metformin Associated Lactic Acidosis :
Predisposing Factors and Outcome. Endocrinol Metab. 2015 ; 30 : 78-83
14. Cooper DJ, Higgins AM, Nichol AD. Lactic Acidosis In : Ohs Intensive Care
Medicine . 7th Edition. United States : Elseiver . 2014 : 158-64.

15
15. Velissaris D, karamouzos V, Ktenopolous N, et al. The Use of Sodium
Bicarbonate in The Treatment Acidosis in Sepsis. Critical Care Search and
Practice : Hindawi Publishing Corp. 2015 ; 23 : [7p].
16. Ingelfinger J. Lactic Acidosis. N Engl J Med. 2014 ; 371: 2309-19
17. Martini WZ, Cortez DS, Dubick MA. Comparison of Normal Saline and Lactated
Ringer Infusion on Hemodinamic, Metabolic Response, and Coagulation in Pigs
After Severe Hemorrhagic Shock. J Trauma, Resc, and Emerg Medi. 2013 ; 21
(86) : 1-12.
18. Reddy AJ, Lam SW, Bauer SR, et al. Lactic acidosis : Clinical Implication and
Management Strategies. Cleveland Clin J Med. 2015 ; 82 (9) : 615-24.
19. Kimmoun A, Novy E, Auchet T, et al. Hemodynamic Consequence of Severe
Lactic Acidosis. J Critical care. 2015 ; 19 (175) : 1-13.
20. Keller G, Martin C, Hernu R, et al. Management of Metformin Associated Lactic
Acidosis by Continuous Renal Replacement Therapy. Oregon Health and Science
University. 2011 ; 6 (8) : [6p].

16

Você também pode gostar