Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Siklus persediaan dan pergudangan (inventory and warehousing cycle) merupakan
siklus yang unik karena hubungannya yang erat dengan transaksi lainnya. Bagi
perusahaan manufaktur, bahan baku memasuki siklus persediaan dan pergudangan dari
siklus akuisisi dan pembayaran, sementara tenaga kerja langsung memasukinya dari
siklus penggajian dan personalia. Siklus persediaan dan pergudangan diakhiri dengan
penjualan barang dalam siklus penjualan dan penagihan.
Audit terhadap persediaan terutama pengujian saldo persediaan akhir tahun,
sering kali merupakan bagian yang paling kompleks dan paling menghabiskan waktu
audit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kompleksitas audit persediaan meliputi:
a. Persediaan sering kali merupakan akun terbesar pada neraca
b. Persediaan sering kali berada pada lokasi yang berbeda, yang membuat
pengendalian dan perhitungan fisik menjadi sulit
c. Sering kali sulit bagi auditor untuk mengamati dan menilai item persediaan
yang berbeda seperti perhiasan, bahan kimia, dan suku cadang elektronik
d. Penilaian persediaan juga sulit apabila estimasi keusangan persediaan
merupakan hal yang penting dan apabila biaya manufaktur harus dialokasikan
ke persediaan
e. Terdapat beberapa metode penilaian persediaan yang dapat diterima dan
beberapa organisasi mungkin ingin menggunakan metode penilaian yang
berbeda untuk berbagai bagian persediaan, yang dapat diterima menurut
standar akuntansi.
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui flowchart siklus Persediaan dan Pergudangan
2. Mengetahui dokumen-dokumen terkait siklus Persediaan dan Pergudangan
3. Mengetahui program audit pada siklus Persediaan dan Pergudangan
4. Mengetahui prosedur audit dan pengujian substantif Persediaan dan Pergudangan
5. Mengetahui contoh kemungkinan salah saji pada siklus Persediaan dan Pergudangan
6. Mengetahui contoh kasus dan penyelesaiannya pada siklus Persediaan dan
Pergudangan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bagian Produksi membuat surat permintaan bahan baku sesuai kebutuhan rangkap 2.
Lembar pertama dikirim ke Bagian Gudang dan lembar kedua disimpan sebagai arsip.
2. Bagian Gudang menerima surat permintaan bahan baku dari bagian produksi.
3. Berdasarkan Surat Permintaan Bahan Baku, Bagian Gudang membuat Surat Pengiriman
Bahan Baku rangkap 2. Lembar 1 dikirim ke Bagian Produksi beserta bahan baku yang
diminta dan lembar kedua disimpan sebagai arsip.
4. Berdasarkan Surat Pengiriman Bahan Baku, Bagian Gudang membuat bukti permintaan dan
pengeluaran bahan baku gudang rangkap 2. Lembar pertama dikirim ke Bagian Akuntansi
dan lembar kedua disimpan sebagai arsip.
5. Berdasarkan bukti permintaan dan pengeluaran bahan baku, Bagian Gudang membuat
laporan persediaan bahan baku rangkap 2. Lembar pertama dikirim ke Bagian Akuntansi,
lembar kedua disimpan sebagai arsip.
6. Bagian Produksi menerima Surat Pengiriman Bahan Baku beserta bahan baku dari Bagian
Gudang.
7. Bagian Produksi memproduksi bahan baku menjadi barang jadi, kemudian mengirim barang
jadi ke Bagian Gudang.
8. Berdasarkan barang jadi, Bagian Gudang membuat laporan barang jadi rangkap 2. Lembar
1 dikirim ke Bagian Akuntansi dan lembar kedua disimpan sebagai arsip.
9. Berdasarkan laporan persediaan bahan baku, bukti permintaan dan pengeluaran bahan
baku gudang dan laporan barang jadi, Bagian Akuntansi membuat laporan permintaan dan
pengeluaran barang gudang rangkap 2. Lembar pertama dikirim ke Manajer dan lembar 2
disimpan sebagai arsip.
4. Memroses Barang
Pemrosesan persediaan sangat bervariasi dari perusahaan ke perusahaan. Perusahaan
menentukan item dan kuantitas barang jadi yang akan dibuat berdasarkan pesanan khusus dari
pelanggan, peramalan penjualan, tingkat persediaan barang jadi yang telah ditentukan
sebelumnya, dan operasi produksi yang ekonomis.
Dokumen Terkait:
Permintaan Bahan Baku, untuk memperhitungkan kuantitas yang diproduksi,
pengendalian atas sisa bahan, pengendalian kualitas, dan perlindungan fisik bahan dalam
proses.
Catatan Akuntansi Biaya, terdiri dari file induk, spreadsheet, dan laporan yang
mengakumulasikan biaya bahan, tenaga kerja, serta overhead berdasarkan pekerjaan atau
proses ketika biaya tersebut dikeluarkan.
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia.
Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM).
Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar
dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan
keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan
yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya
sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal
yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan
berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral
berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi
berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7
miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada
dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari
2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar
penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda
atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan
bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit
yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak
terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk
periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum
periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan
apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi
penerapan standar akuntansi keuangan baru.
Kesimpulan kasus:
DAFTAR PUSTAKA
http://bigreza87.blogspot.co.id/2012/03/flowchart-persediaan-barang.html
http://destiartody.blogspot.co.id/2013/12/flowchart-permintaan-dan-pengeluaran.html
http://maulinaharris.blogspot.co.id/2016/12/kasus-manipulasi-laporan-keuangan.html