Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BIOFARMASETIKA
Disusun oleh:
Kelompok 1
Nama NPM Tugas
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
I. Tujuan
Mempelajari pengaruh pH terhadap asorpsi obat melalui saluran
pencernaan secara in vitro.
Bila diasumsikan bahwa dalam saluran cerna tidak ada yang menghalangi
absorbsi setelah obat berada dalam keadaan terlarut, maka obat (molekul) harus
kontak dengan saluran cerna kalau obat itu telah terdifusi dari cairan salran cerna
ke permukaan membran (Syukri, 2002).
Disolusi dan absorbsi obat dalam saluran cerna tidak sederhana karena pH cairan
bulk bisa berbeda secara bermakna dari pH lapisan stationer di sekeliling partikel-
partikel obat. Pengisi, pengikat dan zat penambah lainnya dalam bentuk sediaan
bisa juga dipengaruhi oleh pH. pH partisi absorbsi obat dari saluran cerna bisa
dipengaruhi oleh pH cairan dan pKa obat tersebut tapi prinsip ini juga harus dilihat
dengan beberapa hal yang harus diperhatikan seperti setelah diterangkan
sebelumnya. Faktor-faktor lain seperti:
1. Tempat absorbsi spesifik dan luas permukaan dari berbagai daerah saluran
cerna mungkin sama pentingnya atau lebih penting dari pertimbangan asam
basa.
2. Usus halus mempunyai luas permukaan untuk absorbsi yang jauh lebih besar
diabsorbsi di sana tanpa melihat pertimbangan pH atau pKa (martin, 1993).
Obat pada umumnya diabsorpsi dari saluran pencernaan secara difusi pasif m
elalui membrane selular. Obat-obat yang ditranspor secara difusi pasif hanyalah
yang larut dalam lipid. Makin baik kelarutannya dalam lipid, maka baik absorpsinya
sampai suatu absorpsi optimum tercapai. Obat-obat yang digunakan
sebagian besar bersifat asam atau basa organik lemah. Absorpsi obat dipengaruhi
derajat ionisasinya pada waktu zat tersebut berhadapan dengan membran. Membran
sel lebih permeable terhadap bentuk obat yang tidak terionkan dari pada bentuk obat
yang terionkan. Derajat ionisasi tergantung pada pH larutan dan pKa obat seperti
terlihat pada persamaan Henderson-Hasselbach sebagai berikut :
(Watson,2007).
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
peranan dalam homeostasis. Kulit terdiri dari 3 lapisan epidermis, dermis dan
jaringan subkutan. Absorpsi bahan dari luar kulit ke posisi di bawah kulit
tercakup masuk kedalam aliran darah, disebut sebagai absorpsi perkutan (Ansel,
1999). Tahap penentuan kecepatan absorpsi perkutan melalui kulit yang utuh
adalah difusi/penetrasi melintasi stratum korneum (Sulaiman dan
Kuswahyuning, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan suatu bahan obat dari
suatu sediaan ke dalam kulit:
1. Tipe dan sifat kulit, yaitu keadaan kulit, jenis kulit, lokalisasi nilai pH
dan penanganan kulit secara langsung akan mempengaruhi absorbsi obat
melalui kulit.
2. Sifat dan pengaruh bahan obat, yaitu konsentrasi, kelarutan dalam
dasar/basis, ukuran molekul, kemampuan difusi, kecepatan melarut, daya
disosiasi, distribusi antara fase dari salep, koefisien distribusi salep-kulit,
kelarutan dalam lemak kulit, ikatan pada protein kulit, ukuran partikel dan
distribusi partikel.
3. Sifat dan pengaruh sediaan obat, yaitu sifat pembawa (hidrofil, lipofil, jenis
emulsi), komposisi pembawa, pembasahan kulit oleh pembawa(penambahan
tensid), viskositas pembawa, perubahan pembawa pada kulit (menguap),
perubahan kulit melalui pembawa (hidratasi), dan penyebaran pada kulit
(bidang yang dilapisi, tebal lapisan)
(Sulaiman dan Kuswahyuning, 2008).
Kadar obat dalam lapisan atas stratum korneum dan dasar salep yaitu
K.P. Koefisien permeabilitas:
4.1 Alat
1. Alat-alat gelas
2. Alat-alat utnuk operasi
3. pH meter
4. Spektrofotometer
5. Tabung Crane dan Wilson yang dimodifikasi
6. Timbangan analitik
7. Water-bath (penangas air)
4.2 Bahan
1. Alkohol
2. Asam salisilat
3. Cairan lambung buatan tanpa pepsin (pH 1,2), cairan usus buatan tanpa
pankreatin (pH 7,5)
4. Eter
5. Gas oksigen
6. Larutan NaCl 0,9 % b/v
7. Sebagai hewan percobaan digunakan tikus putih jantan
8. Seng sulfat dan barium hidroksida
V. Prosedur
maksimum ditentukan. Kurva baku dibuat. Absorpsi pada usus halus
tikus ditentukan. Lalu usus halus yang sudah dipreparasi disiapkan. Usus
diukur dengan panjang efektif 7 cm yang sebelumnya diisi dengan cairan
serosal 1,4 mL (terdiri dari larutan natrium klorida 0,9 % b/v). Kemudian
dimasukkan ke dalam tabung berisi cairan mukosal 75 mL (yang tidak
mengandung bahan obat).
Selama percobaan berlangsung, seluruh bagian usus dijaga agar dapat
terendam dalam cairan mukosal dan selalu dialiri gas oksigen dengan
kecepatan kira-kira 100 gelembung per menit. Pada waktu tertentu kadar
obat dalam cairan serosal ditentukan. Untuk penentuan ini seluruh cairan
serosal diambil melalui kanula dan segera dicuci dengan larutan 0,9 % b/v
natrium klorida, kemudian diisi lagi dengan 1,4 mL larutan 0,9 % b/v
natrium klorida. Dilakukan analisis dengan cara diambil 1 ml sampel
kemudian ditambah dengan 2 ml larutan sengsulfat 5 % dan 2 mL barium
hidroksida 0,3 N, kemudian larutan dikocok dan disentrifugasikan selama 5
menit. Diambil bagian yang jernih, kemudian dibaca pada panjang
gelombang maksimum.
0.4
Series1
0.2
Linear (Series1)
0
0 2 4 6
Axis Title
y = 0.1027x + 0.1509
= x
(1) Menit ke 5
(2) Menit ke 10
(4) Menit ke 45
Kadar Asam salisilat (C45)
0,0584 = 0.1027x + 0.1509
0.1027x = -0,9006
x = -8,770 ppm (g/ml)
(5) Menit ke 60
Kadar Asam salisilat (C60)
0,024 = 0.1027x + 0.1509
0,1027x = -0,1269
x = -1,235 ppm (g/ml)
Sampel = 1 ml
Control = 1,4 ml
1. Menit ke 5
Jumlah Obat (Qb5) = -0,315 g/ml x 1 ml = -0,315 g
2. Menit ke 10
Jumlah Obat (Qb10) = -1,232 g/ml x 1 ml = -1,232 g
3. Menit ke 30
Jumlah Obat (Qb30) = 1,072 g/ml x 1 ml = 1,072 g
4. Menit ke 45
Jumlah Obat (Qb45) = -8,770 g/ml x 1 ml = -8,770 g
5. Menit ke 60
Jumlah Obat (Qb60) = -1,235 g/ml x 1 ml = -1,235 g
Tabel Kadar Dan Jumlah Obat
Waktu Kadar Jumlah Jumlah
(menit) obat C obat Qb obat
(g/mL) (g) kumulatif
(mg)
5 -0,315 -0,315 -0,315
10 -1,232 -1,232 -1,547
30 1,072 1,072 -0,475
45 -8,770 -8,770 -9,245
60 -1,235 -1,235 -10.48
0
Jumlah
0 20 40 60 80
-2 obat
kumulatif
-4 (mg)
-6
-8
y = -0.1927x + 1.368
-10
R = 0.7929
-12
waktu
Dari hasil regresi linier antara waktu vs jumlah obat kumulatif didapat nilai:
a = -0.1927
b = 1.368
r2 = 0.7929
y = -0.1927x + 1.368
Ka = a = -0.1927/menit
Cg=0,01 M x Mr Asam Salisilat = 0,01 x 138 = 1,38 mg/mL
Slope = Pm Cg
0.1927
Pm = = -0,1396 cm/menit
1,38 /
Lag time
Pada saat y = 0 x = 7.099 menit
0,0623
==
0,1208
1. Menit ke-5
Jumlah Obat (Qb5) = 1,17 1 = 1,17 g
2. Menit ke-10
Jumlah Obat (Qb10) = 1,63 1 = 1,63 g
3. Menit ke-30
Jumlah Obat (Qb30) = 2,10 1 = 2,10 g
4. Menit ke-45
Jumlah Obat (Qb45) = 1,57 1 = 1,57 g
5. Menit ke-60
Jumlah Obat (Qb60) = 3,35 1 = 3,35 g
10 y = 0.1425x + 0.7567
8 R = 0.9724
6
Y-Values
4
Linear (Y-Values)
2
0
0 20 40 60 80
waktu
Dari hasil regresi linier antara jumlah obat (sampel) kumulatif
terhadap waktu, didapat nilai:
a = 0,1425
b = 0,7567
y = 0,1425x + 0,7567
Nilai
= = 0,1425/
= = 0,01 138 = 1,38 /
0,1425
= = = 0,10326
1,38 /
= 1,7210 103 /
Lag time nilai x saat y = 0
0 = 0,1425 + 0,7567
= 5,31017 = 318,61
VII. Pembahasan
Pada pengujian absorbsi obat melalui usus diperlukan larutan seng sulfat
dan barium hidroksida dan selng sulfat untuk menarik zat aktif dalam sampel.
Metode Uji Vitro adalah metode uji penyerapan obat dilakukan di tubuh,
dapat menggunakan organ terisolasi lainnya. Dalam uji in vitro terdiri dari beberapa
jenis: tes permeasi (uji difusi, metode terbalik usus, serta CaCO -2 monolayer sel),
pengujian disolusi, serta tes disintegrasi.
Difusi yang terjadi merupakan difusi pasif yaitu suatu proses perpindahan
masa dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah
tanpa membutuhkan energi. Membran dalam kajian formulasi dan biofarmasi
merupakan suatu fase padat, setengah padat atau cair dengan ukuran tertentu, tidak
larut atau tidak tercampurkan dengan lingkungan sekitarnya dan dipisahkan satu
dengan lainnya, umumnya oleh fase cair. Dalam biofarmasi, membran padat
digunakan sebagai model pendekatan membran biologis. Membran padat juga
digunakan sebagai model untuk mempelajari kompleks atau interaksi antara zat
aktif dan bahan tambahan serta proses pelepasan dan pelarutan. Membran difusi
tiruan ini berfungsi sebagai sawar yang memisahkan sediaan dengan cairan
disekitarnya.
Dalam suasana asam, kadar kontrol yang dihasilkan pada waktu 5, 10, 30,45, dan
60 menit adalah -0,9819, 0,7702, -0,6903, -0.9824 dan -0,5929. Dan kemudian
dapat di hitung Ka dar kontrol adalah -0,048/ menit, Cg adalah 1,38 mg/mL, Pm
adalah -0,048 serta lag time pada kontrol 7,633. Sedangkan dalam sampel asam
kadar yang dihasilkan pada 5, 10, 30,45, dan 60 menit adalah -0,315, -1,232, 1,072,
-8,770 dan -1,235. Dan kemudian dapat di hitung Ka dari sampel adalah -0.1927/
menit, Cg adalah 1,38 mg/mL, Pm adalah -0,1396 serta lag time pada sampel 7.099.
Dalam suasana basa kontrol, didapat Ka dari kontrol adalah -0,0658/ menit, Cg
adalah 1,38 mg/mL, Pm adalah 0,7947 103 / serta lag time pada
kontrol 1.067,96 . Sedangkan dalam sampel asam kadar yang dihasilkan pada
5, 10, 30,45, dan 60 menit adalah 1,17, 1,63, 2,10, 1,57 dan 3,35. Dan kemudian
dapat di hitung Ka dari sampel adalah 0,1425/, Cg adalah 1,38 mg/mL, Pm
adalah 1,7210 103 / serta lag time pada sampel 318,61
VIII. Simpulan
Ansel, H.C, Allen, L.V.A., dan Popovich, N.G. 1999, Transdermal Drug Delivery
Konsultasi Farmakologi.
Martin. 1993. Farmasi Fisik Dasar-Dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik.
Sinko. 2011. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin. Diterjemahkan oleh
Djajadisastra.EGC. Jakarta.