Você está na página 1de 61

KUMPULAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DI DESA

DAMSARI KECAMATAN TAMBAN KABUPATEN


BARITO KUALA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Keperawatan Komunitas
Pada Praktek Kesehatan Masyarakat Desa
( PKMD )

Disusun Oleh :
M. Faisal Hafiz
( NPM:09160AS1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


PROGRAM PROFESI NERS BANJARMASIN
TAHUN 2014
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan : 5 Asuhan Keperawatan Keluarga


Nama Mahasiswa : M. Faisal Hafiz
NPM : 09160 AS1
Institusi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin

Banjarmasin, September 2014


Mahasiswa

M. Faisal Hafiz

Menyetujui,

Pembimbing Pembimbing

Muhsinin, M.Kep., Sp. Anak Uni Afriyanti, S.Kep, Ners


BAB I
PENDAHULUAN

Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta kulawarga. Kata kula berarti ras
dan warga yang berarti anggota. Keluarga adalah lingkungan di mana terdapat
beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.
Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki
hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara
individu tersebut.
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten di mana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolic 90 mmHg.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang cukup dominan di negara-
negara maju. Di Indonesia prevalensi untuk menderita hipertensi masih rendah
presentasinya. Walaupun demikian bukan berarti ancaman penyakit hipertensi
diabaikan begitu saja. Bagi masyarakat golongan atas hipertensi benar-benar menjadi
momok yang menakutkan (Sri Rahayu : 2000).
Prevalensi penyakit hipertensi di negara maju seperti Amerika Serikat rata-rata
20 %.Penyakit hipertensi merupakan penyakit nomor satu di Amerika Serikat. Di
negara Indonesia rata-rata 6-15 %.Presentasi ini mungkin masih tinggi karena
jumlah anak di bawah 15 tahun di negara Indonesia lebih kurang 15 % dari populasi
(Rahayu : 2000).
Hipertensi merupakan faktor risiko, primer yang menyebabkan penyakit
jantung dan stroke. Hipertensi disebut juga sebagai The Silent Disease karena tidak
ditemukan tanda tanda fisik yang dapat dilihat (Gede Yasmin: 1991).
Banyak ahli beranggapan bahwa hipertensi lebih tepat disebut sebagai
Heterogenus Group of Disease dari pada single disease.Hipertensi yang tidak
terkontrol akan menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti otak, ginjal, mata dan
jantung serta kelumpuhan anggota gerak. Namun kerusakan yang paling sering
adalah gagal jantung dan stroke serta gagal ginjal (Susi Purwati: 2000).
Untuk menghindari hal tersebut perlu pengamatan secara dini. Hipertensi
sering ditemukan pada usia tua/lanjut kira-kira 65 tahun ke atas (Sri Rahayu: 2000: ).
Untuk mencegah komplikasi diatasi sangat diperlukan perawatan dan
pengawasan yang baik. Banyak kasus penderita dan kematian akibat penyakit
kardiovaskular dapat dicegah jika seorang merubah perilaku kebiasaan yang kurang
sehat dalam mengonsumsi makanan yang menyebabkan terjadinya hipertensi, selalu
berolah raga secara teratur serta merubah kebiasaan hidup lainnya yang dapat
mencetus terjadinya penyakit hipertensi seperti merokok, minum-minuman
beralkohol. Adapun faktor dietik dan kebiasaan makan yang mempengaruhi tekanan
darah yang meliputi, cara mempertahankan berat badan ideal, Natrium klorida,
Kalium, Kalsium, Magnesium, lemak dan Alcohol. (Dr. Wendra Ali. 1996).
Apabila dalam satu keluarga ada anggota keluarga yang menderita penyakit
hipertensi, maka mungkin dapat timbul beberapa masalah seperti:
1. Ke tidak patuthan diit rendaah garam dan rendah
lemak.
2. Resiko terjadinya komplikasi bagi penderita.
3. Sumber daya keluarga kurang.
4. Perubahan fisiologi (mudah marah dan
tersinggung)
5. Keadaan ekonomi (bertambahnya pengeluaran dan
berkurangnya pendapatan. Keluarga).
Masalah yang muncul adalah bagaimana hal tersebut bisa muncul, bagaimana
manifestasinya, dan bagaimana penanganan yang dapat dilakukan untuk kasus ini
masih memerlukan kajian yang lebih mendalam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KELUARGA
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
melalui ikatan perkawinan dan kedekatan emosi yang masing-masing
mengidentifikasi diri sebagai bagian dari keluarga (Ekasari, 2000).
Menurut Duval, 1997 (dalam Suprajitno.2004) mengemukakan bahwa
keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,
adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya
yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial
setiap anggota.
Bailon, 1978 (dalam Achjar, 2010) berpendapat bahwa keluarga sebagai
dua atau lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah, ikatan
perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama
lain dalam peranannya dan menciptakan serta mempertahankan budaya.
Keluarga adalah suatu sistem sosial yang dapat menggambarkan adanya
jaringan kerja dari orang-orang yang secara regular berinteraksi satu sama lain
yang ditunjukkan oleh adanya hubungan yang saling tergantung dan
mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan (Leininger, 1976).
Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dua orang
atau lebih yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, hubungan darah,
hidup dalam satu rumah tangga, memiliki kedekatan emosional, dan berinteraksi
satu sama lain yang saling ketergantungan untuk menciptakan atau
mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional,
dan sosial setiap anggota dalam rangka mencapai tujuan bersama.

2. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga


Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Duval 1985 dan
Friedman 1998, ada 8 tahap tumbuh kembang keluarga, yaitu :

a. Tahap I : Keluarga Pemula


Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap pernikahan.
Tugas perkembangan keluarga saat ini adalah membangun perkawinan yang
saling memuaskan, menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis,
merencanakan keluarga berencana.

b. Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai umur 30
bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk
keluarga muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan
yang memuaskan, memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran orang tua kakek dan nenek dan mensosialisasikan
dengan lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan.

c. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur 2-6
tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi
kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan anak
yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak yang lainnya,
mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan luar keluarga,
menanamkan nilai dan norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur keluarga,
menanamkan keyakinan beragama, memenuhi kebutuhan bermain anak.

d. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak
termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan
dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga,
membiasakan belajar teratur, memperhatikan anak saat menyelesaikan tugas
sekolah.

e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan
kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan
mandiri, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi secara
terbuka antara orang tua dan anak-anak, memberikan perhatian, memberikan
kebebasan dalam batasan tanggung jawab, mempertahankan komunikasi
terbuka dua arah.

f. Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak
pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah)
Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda dengan
tugas perkembangan keluarga antara lain : memperluas siklus keluarga
dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapat dari hasil
pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk memperbaharui dan
menyelesaikan kembali hubungan perkawinan, membantu orang tua lanjut
usia dan sakit-sakitan dari suami dan istri.

g. Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan)
Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir
meninggalkan rumah dan berakhir atau kematian salah satu pasangan. Tahap
ini juga dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir
pada saat pasangan pensiun. Tugas perkembangannya adalah menyediakan
lingkungan yang sehat, mempertahankan hubungan yang memuaskan dan
penuh arah dengan lansia dan anak-anak, memperoleh hubungna perkawinan
yang kokoh.

h. Tahap VIII: Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia


Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa
pensiun terutama berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dan
berakhir dengan pasangan lain meninggal. Tugas perkembangan keluarga
adalah mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan
terhadap pendapatan yang menurun, mempertahankan hubungan perkawinan,
menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan dan mempertahankan ikatan
keluarga antara generasi.

3. Tipe Keluarga
Menurut Maclin, 1988 (dalam Achjar, 2010) pembagian tipe keluarga, yaitu :
a. Keluarga Tradisional
1) Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak
yang hidup dalam rumah tangga yang sama.
2) Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang hanya dengan satu
orang yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah, atau ditinggalkan.
3) Pasangan inti hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak atau tidak
ada anak yang tinggal bersama mereka.
4) Bujang dewasa yang tinggal sendiri
5) Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari nafkah, istri
tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau bekerja.
6) Jaringan keluarga besar, terdiri dari dua keluarga inti atau lebih atau
anggota yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah geografis.

b. Keluarga non tradisional


1) Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak menikah
(biasanya terdiri dari ibu dan anaknya).
2) Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai anak
3) Keluarga gay/ lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin sama hidup
bersama sebagai pasangan yang menikah
4) Keluarga kemuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih satu
pasangan monogamy dengan anak-anak, secara bersama menggunakan
fasilitas, sumber dan mempunyai pengalaman yang sama.

Menurut Allender dan Spradley (2001)


a. Keluarga tradisional
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri,
dan anak kandung atau anak angkat
2) Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah dengan
keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek,
paman, dan bibi
3) Keluarga dyad yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri tanpa anak
4) Single parent yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan
anak kandung atau anak angkat, yang disebabkan karena perceraian atau
kematian.
5) Single adult yaitu rumah tangga yang hanya terdiri dariseorang dewasa
saja
6) Keluarga usia lanjut yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri yang
berusia lanjut.

b. Keluarga non tradisional


1) Commune family yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah hidup
serumah
2) Orang tua (ayah/ ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup
bersama dalam satu rumah
3) Homoseksual yaitu dua individu yang sejenis kelamin hidup bersama
dalam satu rumah tangga

c. Menurut Carter dan Mc Goldrick (1988) dalam Setiawan dan Darmawan


(2005)
1) Keluarga berantai (sereal family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita
dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga
inti.
2) Keluarga berkomposisi yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami
dan hidup secara bersama-sama.
3) Keluarga kabitas yaitu keluarga yang terbentuk tanpa pernikahan

4. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau
sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya :
Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) dalam Setiawati dan Darmawan
(2005), yaitu:
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan
pemeliharaan kepribadian anggota keluarga.

b. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi bercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada
anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan
perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya
anak.

c. Fungsi perawatan kesehatan


Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam
melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta
menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental, dan spiritual,
dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali
kondisi sakit tiap anggota keluarga.

d. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,
pangan, dan papan, dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber daya
keluarga.

e. Fungsi biologis
Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskn keturunan tetapi
untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi
selanjutnya.

f. Fungsi psikologis
Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih saying dan
rasa aman/ memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina
pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas
keluarga.

g. Fungsi pendidikan
Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan
pengetahuan, keterampilan membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak
untuk kehidupan dewasa mendidik anak sesuai dengan tingkatan
perkembangannya.

5. Tugas Keluarga
Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Asuhan
keperawatan keluarga mencantumkan lima tugas keluarga sebagai paparan
etiologi/ penyebab masalah dan biasanya dikaji pada saat penjajagan tahap II
bila ditemui data malaadapti pada keluarga. Lima tugas keluarga yang diaksud
adalah:
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, termasuk bagaimana persepsi
keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian, tanda dan gejala,
factor penyebab dan persepsi keluarga terhadap masalah yang dialami
keluarga.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk sejauh mana
keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, bagaimana masalah
dirasakan keluarga, bagaimana keluarga menanggapi masalah yang dihadapi,
adakah rasa takut terhadap akibat atau adakah sifat negative dari keluarga
terhadap masalah kesehatan, bagaimana system pengambilan keputusan yag
dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, seperti
bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat, dan perkembangan
perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga serta
sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan seperti pentingnya
hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan
keluarga. Upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan keluarga,
kekompakan anggota keluarga dalam menata lingkungan dalam dan
lingkungan luar rumah yang berdampak terhadap kesehatan keluarga.
e. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan,
seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada, keuntungan
keluarga terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah pelayanan
kesehatan terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik
yang dipersepsikan keluarga.

2. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga


a. Pengertian
Menurut Bailon dan Maglaya ( 1998 ), Keperawatan Kesehatan Keluarga
adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditunjukan atau
dipusatkan kepada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang dirawat,
dengan sehat sebagai tujuan melalui sebagai sarana.
Alasan keluarga sebagai unit pelayanan ( Freeman, 1998 );
1. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga
yang menyangkut kehidupan masyarakat.
2. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan,
mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah
kesehatan dikelompok.
3. Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan
apabila satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan akan
berpengaruh terhadap anggota yang lainnya.
4. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu
(klien), keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam
memelihara kesehatan para anggotanya.
5. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk
berbagai upaya kesehatan masyarakat.
Tujuan utama dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara kesehatan
keluarga mereka sehingga dapat meningkatkan status kesehatan
keluarganya.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi masalah yang
dihadapi oleh keluarga
b. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menanggulangi
masalah masalah kesehatan dasar dalam keluarga
c. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memenuhi keputusan
yang tepat dalam mengatasi masalah kesehatan para anggotanya
d. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan
perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan dalam mengatasi
masalah kesehatan anggota keluarganya.
e. Meningkatkan produktivitas keluarga dalam meningkatkan mutu
hidupnya.

b. Langkah-Langkah Dalam Asuhan Keperawatan Keluarga


Dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga ada beberapa langkah
yang harus dilakukan oleh perawat:
1) Membina hubungan kerjasama yang baik dengan
keluarga
2) Melaksanakan pengkajian untuk menentukan adanya
masalah kesehatan keluarga
3) Menganalisa data keluarga untuk menentukan
masalah-masalah kesehatan keluarga
4) Menggolongkan masalah kesehatan keluarga
berdasarkan sifat masalah kesehatan keluarga
5) Menentukan sifat dan luasnya masalah, kesanggupan
keluarga untuk melaksanakan tugas-tugas keluarga dalam bidang
kesehatan (dalam bentuk rumusan diagnosa keperawatan keluarga)
6) Menentukan / menyusun skala prioritas masalah
kesehatan keluarga
7) Menyusun rencana asuhan keperawatan keluarga
sesuai dengan urutan prioritas
8) Melaksanakan asuhan keperawatan keluarga sesuai
dengan rencana yang disusun
9) Melaksanakan evaluasi keberhasilan tindakan
keperawatan yang dilakukan
10) Meninjau kembali masalah kesehatan yang belum
dapat teratasi dan merumuskan kembali rencana asuhan keperawatan
yang baru

c. Tahap Dalam Proses Keperawatan Keluarga


1) Pengkajian
Adalah sekumpulan tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk
mengukur keadaan klien (keluarga) dengan memakai norma-norma
kesehatan keluarga maupun sosial yang merupakan sistem yang
terintegritasi dan kesanggupan keluarga untuk mengatasinya.
Norma yang digunakan untuk menentukan suatu kesehatan keluarga
adalah:
a) Keadaan kesehatan keluarga normal dari
setiap anggota keluarga
b) Keadaan rumah dan lingkkungannya yang
membawa kepada peningkatan kesehatan
c) Sifat keluarga, dinamika dan tingkat
kemampuan keluarga ynag dapat membawa kepada
perkembangan keluarga dan perubahan perilaku sehat.
Pada tahap pengkajian terdiri oleh:
a) Pengumpulan data
(1) Wawancara
(2) Pengamatan
(3) Studi dokumentasi
(4) Pemeriksaan fisik
b) Analisa data
(1) Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga
(2) Keadaan rumah dan sanitasi lingkungan
(3) Karakteristik keluarga
c) Merumuskan masalah
Dalam menyusun masalah kesehatan keluarga, seseorang perawat
selalu mengacu kepada tipologi masalah kesehatan serta berbagai
alasan ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tugas-
tugas keluarga dalam bidang kesehatan.
Dalam tipologi masalah kesehatan keluarga ada 3 (tiga)
kelopmpok masalah besar, yaitu:
(1) Ancaman kesehatan, yaitu keadaan-
keadaan yang dapat memungkinkan terjadinya penyakit,
kecelakaan dan kegagalan dalam mencapai potensi kesehatan
(2) Kurang / tidak sehat, yaitu kegagalan
dalam memantapkan kesehatan
(3) Situasi krisis, yaitu saat- saat yang
banyak menurut individu atau keluarga dalam menyesuaikan
diri termasuk juga dalam hal sumber daya keluarga.
d) Prioritas masalah
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas masalah adalah
(1) Tidak mungkin masalah-masalah kesehatan yang ditemukan
dalam keluarga dapat diatasi sekaligus
(2) Perlu mempertimbangkan masalah-masalah yang dapat
mengancam kehidupan keluarga seperti masalah penyakit.
(3) Perlu mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga
terhadap asuhan keperawatan yang akan diberikan.
(4) Keterlibatan keluarga dalam memecahkan masalah yang
mereka hadapi.
(5) Sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan
masalah kesehatan keluarga.
(6) Pengetahuan dan kebudayaan keluarga.

SKALA PRIORITAS DALAM MENYUSUN


MASALAH KESEHATAN KELUARGA

NO KRITERIA SKOR BOBOT


1 2 3 4
1 Sifat masalah 1
Skala : - Tidak / kurang sehat 3
- Ancaman 2
- Krisis 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah 2
Skala : - Mudah 2
Sebagian 1
Tidak dapat 0
3 Potensi masalah untuk dicegah
Skala : - Tinggi 3 1
- Cukup 2
- Rendah 1
4 Menonjolkan masalah
Skala : - Masalah berat harus ditangani 2
- Masalah yang tak perlu segera ditangani 1 1
- Masalah tidak dirasakan 0

Skoring :
a. Tentukan skor untuk setiap kriteria
b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikali dengan bobot
Skor x Bobot
Angka tertinggi
c. Jumlahkan skor untuk semua kriteria
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan prioritas :
1. Sifat masalah
2. Kemungkinan masalah dapat diubah : adalah kemungkinan
keberhasilan untuk mengurangi masalah atau mencegah masalah bila
dilakukan intervensi keperawatan
3. Potensi masalah untuk dicegah : adalah sifat dan beratnya masalah
yang akan timbul dan dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan
keperawatan.
4. Menonjolnya masalah : adalah cara keluarga melihat dan menilai
masalah dalam hal beratnya dan mendesaknya untuk diatasi melalui
intervensi keperawatan

2). Perumusan diagnosa Keperawatan Keluarga


Diagnosa keperawatan keluarga dibuat berdasarkan masalah
kesehatan yang ditemukan dan kemudian dikaitkan dengan
pelaksanaan 5 ( lima ) tugas keluarga dibidang kesehatan. Untuk satu
masalah kesehatan bisa muncul maksimal 5 ( lima ) diagnosa
keperawatan. Hal ini tergantung pada aspek mana dari 5 ( lima ) tugas
keluarga dibidang kesehatan yang tidak dapat dipenuhi oleh keluarga,
maka aspek itulah yang diangkat menjadi diagnosa keperawatn
keluarga.
Ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan
meliputi :
a) Ketidakmampuan mengenal masalah kesehatan
keluarga
b) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan
dalam melakukan tindakan yang tepat
c) Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang
sakit
d) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan
rumah yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan
pribadi anggota keluarga

e) Ketidakmampuan menggunakan sumber di


masyarakat guna memelihara keehatan

3). Perencanaan
Rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang
ditentukan perawat untuk dilaksanakan dalam memecahkan masalah
kesehatan yang telah diidentifikasi.
Ciri-ciri rencana keperawatan keluarga :
a) Berpusat pada tindakan-tindakan yang dapat memecahkan atau
meringankan masalah yang sedang dihadapi.
b) Merupakan hasil dari suatu proses yang sistematis dan telah
dipelajari dari pihak yang logis.
c) Rencana keperawatan keluarga berhubungan dengan masa yang
akan datang.
d) Berkaitan dengan masalah kesehatan yang diidentifikasi.
e) Rencana keperawatan merupakan cara untuk mencapai tujuan.
f) Merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus-manerus.

4). Perumusan Tujuan


a) Tujuan jangka panjang, ditekankan pada perubahan perilaku,
dari perilaku yang merugikan kesehatan menjadi perilaku yang
menguntungkan kesehatan dan mengarah pada kemampuan
mandiri dalam memelihara kesehatan keluarga dan mengatasi
masalahnya.
b) Tujuan jangka pendek, ditekankan pada keadaan-keadaan yang
dapat dipenuhi oleh keluarga dalam waktu relatif singkat.

5). Rencana Tindakan Keperawatan


Hal-hal yang perlu diperhtikan dalam memilih tindakan keperawatan:
a) Merangsang keluarga mengenal dan menerima
masalah dan kebutuhan kesehatan mereka.
b) Menolong keluarga untuk menentukan tindakan
keperawatan.
c) Menumbuhkan kepercayaan keluarga terhadap
perawat.

6). Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga, didasarkan
pada rencana asuhan keperawatan yang telah disusun. Kegagalan
dalam memecahkan masalah keperawatan disebabkan antara lain :
a) Kurangnya pengetahuan dalam bidang kesehatan
b) Informasi yang diperoleh keluarga tidak menyeluruh
c) Tidak mau menghadapi situasi
d) Mempertahankan suatu pola tingkah laku karena kebiasaan yang
melekat
e) Adat istiadat yang berlaku
f) Kegagalan dalam mengaitkan tindakan dengan sasaran
g) Kurang percaya diri terhadap tindakan yang diusulkan

7). Evaluasi
Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai.
Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan. Apabila dalam penilaian
tujuan tidak tercapai, maka perlu dicari penyebabnya. Hal ini dapat
terjadi karena beberapa faktor :
a) Tujuan tidak realistis
b) Tindakan keperawatan yang tidak tepat
c) Ada factor lingkungan yang tidak dapat diatasi
Metode penilaian :
a) Observasi langsung
b) Wawancara
c) Memeriksa laporan
d) Latihan simulasi

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA Tn. A DENGAN


MASALAH SANITASI LINGKUNGAN DAN GANGGUAN
PROSTAT DI RT.7 DESA DAMSARI KECAMATAN
TAMBAN KABUPATEN BARITO KUALA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Keperawatan Komunitas
Pada Praktek Kesehatan Masyarakat Desa
( PKMD )

Disusun Oleh :
M. Faisal Hafiz
( NPM:09160AS1)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PROGRAM PROFESI NERS BANJARMASIN
TAHUN 2014

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Laporan : Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Tn. A Dengan Masalah


Sanitasi Lingkungan & Gangguan Prostat Di Desa Damsari
Kecamatan Tamban Kabupaten Barito Kuala
Nama Mahasiswa : M. Faisal Hafiz
NPM : 09160 AS1
Institusi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin

Banjarmasin, 2014
Mahasiswa

M. Faisal Hafiz

Menyetujui,
Pembimbing Pembimbing

Muhsinin, M.Kep. Sp.Anak Uni Afriyanti, S.Kep,Ners


KONSEP DASAR SANITASI LINGKUNGAN

Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup


perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya
(Notoadmojo, 2003).

A. Rumah

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau
tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perubahan. Pada zaman
purba manusia bertempat tinggal digua-gua, kemudian berkembang, dengan
mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan dibawah pohon. Sampai pada
abad modern ini manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya) bertingkat
dan diperlengkapi dengan peralatan yang serba modern.sejak zaman dahulu pula
manusia telah mencoba mendesain rumahnya, dengan ide mereka masing-masing
yang dengan sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat dan
membangun rumah mereka dengan bahan yang ada setempat (lokal material) pula.
Setelah manusia memasuki abad modern ini meskipun rumah mereka dibangun
dengan bukan bahan-bahan setempat tetapi kadang-kadang desainya masih
mewarisi kebudayaan generasi sebelumnya (Notoadmojo, 2003).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu rumah :

1. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial.


Maksudnya membangun suatu rumah harus memperhatikan tempat dimana
rumah itu didirikan. Di pegunungan ataukah di tepi pantai, di desa ataukah di
kota, di daerah dingin ataukah di daerah panas, di daerah pegunungan dekat
gunung berapi (daerah gempa) atau di daerah bebas gempa dan sebagainya.
Rumah didaerah pedesaan, sudah barang tentu disesuaikan kondisi sosial budaya
pedesaaan, misalnya bahanya, bentuknya, menghadapnya, danlain sebagainya.
Rumah didaerah gempa harus dibuat dengan bahan-bahan yang ringan namun
harus kokoh, rumah didekat hutan harus dibuat sedemikian rupa sehingga aman
terhadap serangan-serangan binatang buas.

2. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat

Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan


penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat yang murah misal bambu,
kayu atap rumbia dan sebagainya adalah merupakan bahan-bahan pokok
pembuatan rumah. Perlu dicatat bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekadar
berdiripada saat itu saja, namun diperlukan pemeliharaan seterusnya
(Notoadmojo, 2003).

Syarat-syarat rumah yang sehat :

1. Bahan bangunan

a. lantai : Ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi
ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang
yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu, untuk
lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat
yang penting disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak
basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat
(tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian
dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali.
Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit.

b. Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok


sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila
ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di
pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak
cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat
merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.

c. Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah


perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk
daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan
masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak
masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun
rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun
asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga
menimbulkan suhu panas didalam rumah.

d. Lain-lain (tiang, kaso dan reng)

Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan.
Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu
diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang
baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas
bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan
untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

2. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk


menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut
tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 didalam rumah
yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi
meningkat.disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan
kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan
dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik
untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit.)

Funsi kedua daripada ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan-


ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu
terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara
akan selalu mengalir. Fungsi lainya adalah untuk menjaga agar ruangan
selalu tetap didalam kelembaban (humuduty) yang optium.

Ada 2 macam ventilasi, yakni :

a) Fungsi kedua dari pada ventaliasi adalah untuk membebaskan udara


ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu
selalu terjadi aliran udara dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah
ini tidak menguntungkan, karena merupakan jalan masuknya nyamuk
dan serangga lainya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha
lain untuk melindung kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut.

b) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk


mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap
udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di
pedesaan.

Perlu diperhatika disinni bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga


agar udara tidak berhenti atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di
dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.
3. Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah,
terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan
media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit
penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan
menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata. Cahaya dapat
dibedakan menjadi 2, yakni :

a) Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya matahari ini sangat penting,


karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah,
misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk
cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas
lantai yang terdapat didalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam
membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk
ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela
disini, disamping sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.

Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan dusahakan agar


sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka
sebaiknya jendela itu harus di tengah-tenan tinggi dinding (tembok).

Jaln masuknya cahaya ilmiah juga diusahakan dengan geneng kaca.


Genteng kaca pun dapat dibuat secra sederhana, yakni dengan melubangi
genteng biasa waktu pembuatanya kemudian menutupnya dengan
pecahan kaca.

b) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah,


seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.

4. Luas bangunan rumah

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lanai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah
penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak
sehat, sebab di samping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila
salah satu anggota keluarga terkene penyakit infeksi, akan mudah menular
kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah
apabila dapat menyediakan 2,5 3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota
keluarga).

5. Fasilitas-fasilitas didalam rumah sehat

Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut:

a. Penyediaan air bersih yang cukup

b. Pembuangan Tinja

c. Pembuangan air limbah (air bekas)

d. Pembuangan sampah

e. Fasilitas dapur ruang berkumpul keluarga

Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau
belakang).

Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan


tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni:

a) Gudang, tempat menyimpan hasil panen. Gudang ini dapat merupakan


bagian dari rumah tempat tinggal tersebut, atau bangunan tersendiri.

b) Kandang ternak. Oleh karena kandang ternak adalah merupakan bagian


hidup dari petani, maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh di dalam
rumah. Hal ini tidak sehat, karena ternak kadang-kadang merupakan
sumber penyakit pula. Maka sebaiknya demi kesehatan, ternak harus
terpisah dari rumah tinggal, atau dibikinkan kandang sendiri
(Notoadmojo, 2003).

B. Sistem Pembuangan

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah
tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainya, dan pada umumnya
mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan
manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air
limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah
pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air
tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Haryoto Kusnoputranto,
1985).
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang tersisa
dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti
industri, perhotelan, dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun
volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-
kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor
(tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan laut
dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus
dikelola atau diolah secara baik.

Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokan
sebagai berikut :

1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water), yaitu air
limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini
terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi,
dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organic.

2. Air buangan industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai jenis
industri akibat proses produksi. Zat-zat yang tergantung di dalamnya sangat
bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri,
antara lain : nitrogen, logam berat, zat pelarut dan sebagainya. Oleh sebab itu
pengolahan jenis air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi lingkungan
memnjadi rumit.

3. Air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang berasal
dari daerah : perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat ibadah,
dan sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air limbah
ini sama dengan air limbah rumah tangga.

Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan menentukan cara
pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis
besar karakteristik air limbah ini digolongkan menjadi sebagai berikut:

1. Karakteristik fisik

Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat
dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram
seperti larutan sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang mengandung sisa-sisa
kertas, berwarna bekas cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan
sebagainya.
2. Karakter kimiawi

Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang
berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari
penguraian tinja, urine dan sampah-sampah lainya. Oleh sebab itu, pada
umumnya bersifat basah pada waktu masih baru, dan cenderung ke asam apabila
sudah memulai membusuk. Substansi organic dalam air buangan terdiri dari dua
gabungan, yakni :

a. Gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya: urea, protein, amine, dan


asam amino.

b. Gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya: lemak, sabun, dan


karbuhidrat, termasuk selulosa.

3. Karakteristik bakteriologis

Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam
air limbah tergantung darimana sumbernya, namun keduanya tidak berperan
dalam proses pengolahan air buangan.

Sesuai dengan zat-zat yang terkandung di dalam air limbah ini, maka air limbah
yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan
kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain :

a. menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama:


kholera, typhus abdominalis, desentri baciler.

b. Menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme pathogen.

c. Menjadi temoat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat hidup larva


nyamuk.

d. Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap.

e. Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan hidup


lainya.

f. Mengurangi produktivitas manusia, karena orang bekerja dengan tidak


nyaman, dan sebagainya.

Pegolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup


terhadap pencemaran air limbah tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan
mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul
karena pencemaraan air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut
mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air
limbah perlu dibuang.

Beberapa cara sederhana pengolahan air buangan antara lain sebagai berikut :

1. Pengeceran (dilution)

Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah,


kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin
bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan
manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan
diperluka air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat
dipertahankan lagi. Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain,
diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada,
pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-
badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnnya
dapat menimbulkan banjir.

2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)

Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari,


ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah.
Air limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan
kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi
lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan
didaerah yang terbuka, sehingga memungkinkan memungkinkan sirkulasi
angin dengan baik.

3. Irigasi

Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan
merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dindindg parit tersebut.
Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan
ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk
pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah
tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, damn lain-lainya
dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan
oleh tanam-tanaman.
KONSEP DASAR BPH

A. PENGERTIAN

Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa


hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan
adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994)

Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker,


(Corwin, 2000)

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005)

Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara


umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretra dan pembiasan aliran urinarius. (Doenges, 1999)

BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang


keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara
menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002)

Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang


disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
cara menutupi orifisium uretra. Prostatektomy merupakan tindakan pembedahan
bagian prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk
memeperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.

B. ETIOLOGI

Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa


pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari
androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan
bantuan enzim 5- reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan
prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk
dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan
bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor
membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan
mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi
protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan
keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur
diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian
estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam
(bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada hiperestrinism,
bagian inilah yang mengalami hiperplasia

Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti


penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron
(DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasi prostat adalah :

1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen


pada usia lanjut

2. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu


pertumbuhan stroma kelenjar prostat

3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati

4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan.

Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :

Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh karena suatu sebab
seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor pencetus lain.
Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat, sehingga terjadi hiperplasi
kelenjar periuretral.

Teori kedua adalah teori Reawekering (Neal, 1978) menyebutkan bahwa


jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi sehingga
jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.

Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan bahwa


dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya produksi testoteron dan
terjadinya konversi testoteron menjadi setrogen. ( Kahardjo, 1995).

C. PATOFISIOLOGI

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah
kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. Menurut Mc Neal
(1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat
dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional,
zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat
(2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan
keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer.
Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung
pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan
dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa
reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya


perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh
kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan
kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem
parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis.
Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi
yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan
mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor
menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok).
Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang
kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan
detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila
keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan
iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup
lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan
miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum
puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak
sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga
sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).

Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu
lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan
sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.
ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan
traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi
dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
D. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah,
rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama
(hesitancy), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency),
dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan
inkontinen karena overflow.

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran
prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi
walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor
dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk
miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak
(urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)

Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4


stadium :

a) Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.

b) Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK
atau disuria dan menjadi nocturia.

c) Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.


d) Stadium IV

Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes
secara periodik (over flow inkontinen).

Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa :

Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan


ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun
dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus
menerus setelah berkemih), retensi urine akut.

Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :

a. Rectal Gradding

Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :

- Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.

- Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.

- Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.

- Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.

- Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.

b. Clinical Gradding

Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing
dahulu kemudian dipasang kateter.

- Normal : Tidak ada sisa

- Grade I : sisa 0-50 cc

- Grade II : sisa 50-150 cc

- Grade III : sisa > 150 cc

- Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.


E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik


mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang
menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika
urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH


tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis

a. Stadium I

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan


pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti
alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
lama.

b. Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya


dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c. Stadium III

Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan


prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat
dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.

d. Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari


retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian
terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.

Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan


pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan
obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan
memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.

Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH


dapat dilakukan dengan:

a. Observasi

Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi


kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan
colok dubur.

b. Medikamentosa

1. Penghambat alfa (alpha blocker)


Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-1, dan
prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen
yang berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara
primer diperantarai oleh reseptor 1a. Penghambatan terhadap alfa telah
memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap
gejala dan tanda (sing and symptom) BPH pada beberapa pasien.
Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor
dan waktu paruhnya
2. Penghambat 5-Reduktase (5-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5-Reduktase yang menghambat
perubahan testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini
mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan
ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini
selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat
(reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala
3. Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5-Reduktase
memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran
urin hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin.
Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung
4. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-
tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah
popular di Eropa selama beberapa tahun. Mekanisme kerja fitoterapi tidak
diketahui, efektifitas dan keamanan fitoterapi belum banyak diuji

c. Terapi Bedah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan


fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran
kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:

1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat


melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.

2) Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada


kandung kemih.
3) Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen


bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung
kemih.

4) Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi


diantara skrotum dan rektum.

5) Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula


seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada
abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung
kemih pada kanker prostat.

d. Terapi Invasif Minimal

1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan


ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung
kateter.

2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy


(TULIP)

3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada


pasien dengan BPH adalah :
a. Laboratorium

1). Sedimen Urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi


saluran kemih.

2). Kultur Urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan


sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

b. Pencitraan

1). Foto polos abdomen

Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat


dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urin.

2). IVP (Intra Vena Pielografi)

Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter


atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit
pada buli-buli.

3). Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)

Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur


sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.

4). Systocopy

Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra


parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
I. PENGKAJIAN

a. Sirkulasi

Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus
preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang
disebabkan oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan tekanan darah;
peningkatan nadi sering dijumpai pada. kasus postoperasi BPH yang terjadi
karena kekurangan volume cairan.

b. Integritas Ego

Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya


karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat
dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan
perilaku.

c. Eliminasi

Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh


pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran
urin, aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit,
frekuensi berkemih, nokturia, disuria dan hematuria. Sedangkan pada
postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif serta prosedur
pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase kateter untuk
mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi
warna urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan
tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan
bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada kemugkinan
terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal tersebut terjadi karena
protrusi prostat ke dalam rektum, sedangkan pada postoperasi BPH, karena
perubahan pola makan dan makanan.
d. Makanan dan cairan

Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek


penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi
pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah,
penurunan berat badan.

e. Nyeri dan kenyamanan

Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada


pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri suprapubik, pinggul
tajam dan kuat, nyeri punggung bawah.

f. Keselamatan/ keamanan

Tindakan yang perlu dilakukan adalah kaji adanya tanda-tanda infeksi


saluran perkemihan seperti adanya demam (pada preoperasi), sedang pada
postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan juga adanya tanda-tanda
infeksi baik pada luka bedah maupun pada saluran perkemihannya.

g. Seksualitas

Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami


masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut
inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan
kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat.

h. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun


postoperasi BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur
urin, urologi., urin, BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel darah putih.
Sedangkan pada postoperasinya perlu dikaji kadar hemoglobin dan
hematokrit karena imbas dari perdarahan. Dan kadar leukosit untuk
mengetahui ada tidaknya infeksi

II. Intervensi Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi
sekunder pada TUR-P
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
- Ekspresi wajah klien tenang.
- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
- Tanda tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk
mengenal gejala gejala dini dari spasmus kandung kemih.
R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat obatan bisa
diberikan
3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam
24 sampai 48 jam.
R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
R/ Mengurang kemungkinan spasmus.
5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah
tindakan TUR-P.
R / Mengurangi tekanan pada luka insisi
6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam,
visualisasi.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan
dapat meningkatkan kemampuan koping.
7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah
peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat
bekuan pada selang.
R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan
distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
8. Observasi tanda tanda vital
R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat obatan (analgesik atau
anti spasmodik )
R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama


pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.

Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi .


Kriteria hasil:
- Klien tidak mengalami infeksi.
- Dapat mencapai waktu penyembuhan.
- Tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda tanda shock.
Rencana tindakan:
1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
2. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 3000 ) sehingga dapat
menurunkan potensial infeksi.
R/ Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan
mempertahankan fungsi ginjal.
3. Pertahankan posisi urobag dibawah.
R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke
kandung kemih.
4. Observasi tanda tanda vital, laporkan tanda tanda shock dan demam.
R/ Mencegah sebelum terjadi shock.
5. Observasi urine: warna, jumlah, bau.
R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.
3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan
pembedahan .
Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil:
- Klien tidak menunjukkan tanda tanda perdarahan .
- Tanda tanda vital dalam batas normal .
- Urine lancar lewat kateter .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan
dan tanda tanda perdarahan .
R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda tanda
perdarahan
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter
R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan
perdarahan kandung kemih
3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk
memudahkan defekasi .
R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan
mengendapkan perdarahan .
4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau
huknah, untuk sekurang kurangnya satu minggu .

R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat .

5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi
dilepas .
R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa
prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 6 jam
setelah pembedahan .
6. Observasi: Tanda tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan
warna urine
R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat
mencegah kerusakan jaringan yang permanen .
4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan
impoten akibat dari TUR-P.
Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
- Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
- Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
- Klien mengerti tentang pengaruh TUR P pada seksual.
Rencana tindakan :
1. Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh
TUR P terhadap seksual .
R/ Untuk mengetahui masalah klien .
2. Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula
dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak
disfungsi seksual
3. Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .

R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan

4. Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit


dan kunjungan lanjutan .
R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada
penjelasan yang spesifik.

5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang


informasi
Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat
lanjutan .
Kriteria hasil:
- Klien akan melakukan perubahan perilaku.
- Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
- Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan
berobat lanjutan .
Rencana tindakan:
1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan .
2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6
minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa
mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
3. Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari.
R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .
4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .
R/ Untuk membantu proses penyembuhan .

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan


Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan
kemungkinan cara untuk menghindari.
R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam
tindakan perawatan .
2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan
mengurangi kebisingan .
R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat
3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi
nyeri (analgesik).
R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup
PENGKAJIAN KELUARGA

I. Identitas Keluarga.
A. Kepala Keluarga/klien
1. Nama : Tn. A
2. Umur : 70 thn
3. Pendidikan : SD
4. Pekerjaan : Tidak Bekerja
5. Agama : Islam
6. Suku : Banjar
7. Alamat : Desa Damsari Rt.7

B. Daftar Anggota Keluarga.

Hub.
No Nama Umur L/P Agama Pendidikan Pekerjaan
Keluarga
1 Tn. A 35 L Islam SD Petani Anak
2 Ny.N 30 P Islam SMP Buruh Anak

C. Genogram.

Keterangan

: Laki-laki/Suami
: Perempuan/Istri
: Ikatan keluarga
X : Meninggal
: Klien
Tipe Keluarga
Keluarga Tn. A terdiri dari ayah, ibu dan anak yang tinggal 1 rumah yaitu
Nuclear Family.
1. Pengambil keputusan
Pola pengambilan keputusan di dalam keluarga Tn. A biasanya dilakukan
berdasarkan keputusan kepala keluarga, dan untuk masalah tertentu,
pengambilan keputusan dengan musyawarah.
2. Hubungan dalam keluarga
Hubungan dalam keluarga terlihat harmonis, komunikasi berjalan dengan
baik.

D. Data Kesehatan Keluarga


Penyakit Yang
No Nama Kesehatan Sekarang
Pernah Diderita
1 Tn. A Sakit Gg. Prostat
2 Tn. A Sehat Tidak Ada
3 Ny.N Sehat Tidak Ada

E. Sosial Ekonomi Keluarga.


1. Pendapatan.
Pendapatan keluarga dalam satu bulan antara Rp 250.000 500.000,
diperoleh dari hasil panen dan kerja sampingan, penghasilan tersebut
digunakan untuk kebutuhan sehari-hari serta biaya untuk sekolah anak
mereka
2. Sosial.
Keluarga Tn. A aktif dalam mengikuti kegiatan masyarakat seperti gotong
royong dan acara keagamaan, hubungan keluarga dengan masyarakat
sekitar pun berjalan dengan baik.

F. Pola Kebiasaan Keluarga.


1. Nutrisi
Frekuensi makan 3x sehari, dengan makanan pokok nasi, kebiasaan
mengkonsumsi protein dalam makanan sehari-hari tidak menentu, dan
mengkonsumsi sayuran dalam makanan sehari-hari yaitu setiap hari.
2. Personal Hygiene
Keluarga ini mandi 2 x sehari yaitu pagi dan sore hari dengan memakai
sabun dan air sungai, gosok gigi 2 x sehari dengan menggunakan pasta
gigi, kebersihan anggota keluarga cukup.
3. Pola Rekreasi dan Hiburan
Yang dilakukan keluarga dalam waktu senggang adalah berkumpul dan
nonton TV bersama anggota keluarga. Rekreasi bersama dilakukan oleh
keluarga yaitu tidak menentu bahkan tidak pernah.
4. Pola Istirahat Keluarga.
Lamanya tidur malam keluarga dalam sehari yaitu 8 jam mulai dari jam
21.0006.00 WITA, tidur siang kadang-kadang, kamar tidur keluarga
yaitu seluruh keluarga tidur dalam satu kamar
5. Pola Komunikasi Keluarga
Pola komunikasi yang digunakan oleh keluarga ini adalah saling terbuka
dan berinteraksi dengan masyarakat disekitar rumahnya dengan
menggunakan bahasa Banjar.

G. Data Keadaan Lingkungan


1. Karakteristik Rumah
Keterangan :bentuk bangunan
Status dalam kepemilikan rumah adalah menyewa,
1. Teras
rumahnya adalah kayu, dimana komposisi ruangan terdiri dari teras, ruang
2. Ruang Tamu
tamu, 1 buah kamar tidur dan WC terpisah dari rumah, penerangan rumah
3. Kamar Tidur
dari listrik, jendela tidak semuanya dibuka4.pada siang hari, hanya 1
Dapur
jendela yang dibuka yaitu jendela di ruang tamu, sistem ventilasi tidak
ada, lantai terbuat dari papan, kebersihan rumah kurang bersih, keadaan
didalam rumah tampak gelap, jarak rumah dengan tertangga terpisah.

*Denah Rumah Tn. A


3

2. Sarana Sanitasi Lingkungan.


Sumber air minum keluarga biasanya membeli air bersih dari PDAM dan
apabila memasuki musim hujan keluarga hanya mengkonsumsi air minum
dari turunnya air hujan, sumber air untuk mencuci dan mandi berasal dari
sungai yang berada didepan rumah. Pembuangan air limbah rumah tangga
disembarang tempat, kondisi saluran limbah tergenang. kebiasaan
pengelolaan air minum dimasak sampai mendidih. Kondisi tempat
penampungan air tertutup. Pengurasan air dilakukan + 1 minggu sekali.
Jarak pembuangan kotoran dengan sumber air minum < 10 meter, yaitu
jamban cemplung. Kebiasaan keluarga ini membuang sampah dengan
cara dibuang sembarangan di pembuangan air limbah. Keluarga Tn. A
tidak mempunyai kandang ternak dan hewan peliharaan, halaman dan
pekarangan rumah pun tidak dimanfaatkan dan tidak terurus.
3. Sarana Kesehatan.
Keluarga pernah meminta pertolongan kesehatan dengan datang ke
Posyandu, jarak fasilitas kesehatan dengan rumah tempat tinggal keluarga
sekitar + 1 km, dan ke puskesmas + 7 km, dengan alat transportasi
keluarga adalah sepeda motor.
H. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Apektif
Keluarga sangat rukun dalam berumah tangga dan sangat perhatian antar
anggota keluarga.
2. Fungsi Sosialisasi
Keluarga selalu mengajarkan hidup bermasyarakat dengan baik, dengan
tetangga selalu ramah, walaupun keluarga jarang ikut acara yang diadakan
oleh masyarakat disekitar.
3. Fungsi Reproduksi
Keluarga ikut program KB.
4. Fungsi Ekonomi
Pendapatan keluarga hanya untuk makan sehari-hari dan kebutuhan
lainnya
5. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga jarang berobat sekarang, karena jauhnya sarana kesehatan,
apabila ada yang sakit, keluarga sementara membeli obat di warung.

I. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik umum (TTV) Tn. A
Kesadaran CM,
TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 78 x/m
R: 20 x/m, T: 36,4 C
2. Pemeriksaan fisik khusus
a. Kulit.
Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik, tidak ada lesi dan kelainan
pada kulit, kulit teraba hangat dengan T: 36,4 C.
b. Kepala dan Leher.
Bentuk simetris, tidak ada trauma pada kepala dan leher, pergerakan
baik, tidak ada pembesaran kelenjar Tiroid pada leher, kebersihan
cukup, klien dapat menggerakkan kepala ke segala arah.
c. Penglihatan dan Mata.
Struktur mata simetris, tidak terdapat peradangan dan pendarahan,
sklera tidak ikterik, fungsi penglihatan baik, klien tidak menggunakan
alat bantu penglihatan.
d. Penciuman dan Hidung.
Struktur hidung tampak simetris, hidung tampak bersih, tidak ada
peradangan dan pendarahan pada hidung, fungsi penciuman baik.
e. Mulut dan Gigi.
Kebersihan mulut baik, fungsi pengunyahan dan menelan baik.
f. Dada dan Pernafasan.
Bentuk dada simetris, tidak ada nyeri tekan saat di palpasi, frekuensi
nafas 20 x/m.
g. Abdomen.
Bentuk simetris, kx mengeluh nyeri pada bagian abdomen kiri bawah,
dan lebih terasa memberat saat ditekan atau terguncang.
h. Genitalia
Frekuensi BAK tidak menentu, urin kadang keluar bercampur darah
i. Ekstrimitas Atas dan Bawah.
Tidak terdapat keterbatasan gerak pada ekstrimitas atas & bawah.
A. Analisa Data
1. Sanitasi Lingkungan
Masalah Masalah
No Data
Kesehatan Keperawatan
1. Keadaan rumah tampak Sanitasi Ketidak mampuan
kurang bersih lingkungan keluarga
Jendela tidak dibuka pada memelihara
siang hari lingkungan rumah
Pendapatan perbulan dan sekitarnya
Rp.250.000 500.000 yang dapat
Pembuangan air limbah rumah mempengaruhi
tangga dengan resapan kesehatan
Pembuangan sampah organik berhubungan
dan non organik di sembarang dengan
tempat dan dicampur ketidaktahuan
Kondisi saluran limbah pentingnya
tergenang sanitasi
WC keluarga yaitu cemplung lingkungan
terbuka
Halaman dan pekarangan
rumah tampak tidak terurus
Sistem ventilasi tidak ada

2. Gangguan Prostat
Masalah Masalah
Data
Kesehatan Keperawatan
Tn. A mengatakan bahwa Tn. A Ketidakmamp
ia punya penyakit Prostat menderita uan keluarga
Tn. A mengeluh nyeri penyakit mengenal dan
perut bagian kiri bawah Prostat menangani
dan lebih terasa nyeri masalah
apabila ditekan atau Prostat
terguncang berhubungan
Tn. A mengatakan dengan kurang
urinnya sering keluar pengetahuan
bercampur darah tentang tanda
Kebiasaan kurang minum dan gejala
air Prostat
Tn. A kadang beraktifitas
yang berat

Menentukan Prioritas Masalah


Sanitasi lingkungan

No Kriteria Perhitungan Skor Pembenaran

1. Sifat masalah 2/3 x 1 2/3 Merupakan ancaman


terhadap kesehatan

2. Kemungkinan x1 1 Masalah yang dapat


masalah terjadi diubah sebagian
karena keluarga
kurang menyadari
pentingnya sanitasi
lingkungan yang
baik

3. Potensial masalah 2/3 x 1 2/3 Masalah cukup dapat


dapat dicegah dicegah apabila
adanya kesadaran
keluarga untuk
merubah prilaku
kebiasaan yang
kurang sehat

4. Penonjolan masalah 0/2 x 1 0 Keluarga tidak


menyadari bahwa
sanitasi lingkungan
rumah dan sekitarnya
kurang sehat

Total skor 2 1/3

Gangguan Prostat
No Kriteria Perhitungan Skor Pembenaran

1 Sifat masalah 3/3 x 1 1 Masalah sudah ada


selanjutnya intervensi dan
implementasi

2 Kemungkinan 2/2 x 2 2 Masalah mudah untuk


masalah dapat dicegah karena tidak banyak
diubah memerlukan biaya

3 Potensi 3/3 x 1 1 Kepekaan terhadap penyakit


masalah untuk Prostat dapat dikurangi /
dicegah dihilangkan bila mau
memperhatikan pola makan
yang baik dan
memperhatikan makanan
yang dimakan

4 Menonjolnya x2 Adanya masalah tetapi tidak


masalah perlu segera ditangani

Total skor 4
Rencana Intervensi Keperawatan Keluarga
Evaluasi
No Masalah Kesehatan Masalah Keperawatan Sasaran Tu-Pan Sasaran Tu-Pen Intervensi
Kriteria Standar
1. Sanitasi lingkungan Ketidakmampuan Setelah 2x Setelah 2x Respon 1) Keluarga 1) Kaji
yang kurang sehat keluarga mengenal kunjungan intervensi verbal mengerti pengetahuan
masalah-masalah rumah, keluarga keluarga dapat akibat keluarga
kesehatan lingkungan dapat menyebutkan sanitasi yang tentang
b/d kurang informasi memelihara tentang : buruk sanitasi
tentang lingkungan kesehatan Pengertian lingkungan
yang baik atau buruk lingkungan sanitasi 2) Keluarga 2) Berikan
serta akibat yang lingkungan dapat keluarga
ditimbulkannya Akibat menyebutkan pengetahuan

sanitasi akibat dari tentang cara

lingkungan sanitasi yang memelihara

yang jelek buruk lingkungan

Cara yang sehat

pemeliharaa 3) Keluarga 3) Berikan

n lingkungan mengerti cara keluarga


memelihara pengetahuan
kesehatan tentang
lingkungan akibat dari
yang baik sanitasi
lingkungan
yang jelek
2 Tn. A menderita Ketidakmampuan Setelah Setelah Respon 1) Keluarga 1) Kaji
gangguan Prostat keluarga mengenal dilakukan 3 kali dilakukan Verbal dapat pengetahuan
dan menangani kunjungan tindakan mengerti keluarga
masalah Prostat rumah, keluarga keperawatan, tentang tentang
berhubungan dengan dapat mengenal keluarga dapat pengertian penyakit
kurang pengetahuan dan menangani menyebut Gastritis Prostat
tentang tanda dan masalah Prostat tentang : 2) Keluarga 2) Jelaskan
gejala Prostat serta tanda dan Pengertian mampu pengeritan,
gejalanya Penyebab menyebutkan penyebab,
Tanda dan penyebab , tanda dan
gejala tanda dan gejala
Akibat gejala Prostat
Prostat Gastritis
Cara 3) Keluarga 3) Beri
penanganan dapat penjelasan
Prostat mengetahui tentang
tentang akibat dari
akibat Prostat Prostat
4) Keluarga 4) Jelaskan
bagaimana bagaimana
cara cara
penanganan penanganan
Prostat Prostat
Implementasi Dan Evaluasi

Diagnosa
No Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1. 27Agustus Ketidak Mengkaji Tanggal
2014 mampuan pengetahuan 27 Agustus 2014
Jam 16.30 keluarga keluarga tentang Jam 16.30
mengenal sanitasi Tanggal
masalah lingkungan 20 juni 2004
kesehatan Memberikan Jam 17.00
lingkungan b/d keluarga S :
kurang pengetahuan Keluarga Tn. A
informasi tentang cara mengatakan
tentang memelihara bahwa mereka
lingkungan yang lingkungan yang mengerti akibat
baik atau buruk sehat sanitasi yang
serta akibat yang Memberikan buruk
ditimbulkannya keluarga O :
pengetahuan Keluarga tampak
tentang akibat dari mengerti dengan
sanitasi apa yang
lingkungan yang dijelaskan
jelek A :
Masalah teratasi
P :
Intervensi
dihentikan

Você também pode gostar