Você está na página 1de 9

BERKOMPETISI DALAM

KEBAIKAN
Berkompetisi Untuk Kebaikan

Sumber : http://blog.re.or.id/berkompetisi.htm

Berkompetisi merupakan naluri tiap manusia yg normal. Bahkan naluri berkompetisi tak saja
terdapat pada manusia tetapi dimiliki juga oleh binatang.
Hakekat kompetisi dalam semua jenis-nya hampir sama baik dalam sarana yakni dgn
menguras segenap kemampuan dan tenaga dan tujuannya yaitu keluar sebagai pemenang.
Tetapi motivasi yg menggerakkan seseorang berkompetisi dalam arti tujuan akhir terkadang
berbeda.
Berkompetisi merupakan hal mulia jika dilakukan dalam hal kebaikan. Dan di dunia ini
teramat banyak bentuk kebaikan yg bisa dijadikan utk medan kompetisi. Kompetisi dalam
kebaikan adl kompetisi yg diniati hanya krn Allah semata. Dan niat itu pulalah yg
membedakan antara kompetisi yg mulia dan yg bukan. Bahkan meski medan kompetisinya
merupakan amal kebaikan.
Kompetisi yg tidak mulia adl kompetisi syaithani. Kompetisi yg berdasarkan nafsu
keserakahan baik dalam motivasi sarana maupun tujuannya. Perbedaan antara dua kompetisi
itu amat jelas. Kompetisi yg pertama motivasinya adl imaniyah sarana dan jalannya semua
merupakan kebaikan sedang tujuan akhirnya adl mendapatkan keridhaan Allah dan surgaNya
Kompetisi semacam inilah yg disebut Allah dalam fimanNya Sesungguhnya orang yg
berbakti itu benar-benar berada dalam kenimatan yg besar . Mereka di atas dipan-dipan
sambil memandang kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yg
penuh kenimatan. Mereka diberi minum dari khamer murni yg dilak laknya adl kesturi dan
utk yg demikian itu hendak nya orang saling berlomba. . Kompetisi yg kedua motivasinya
adl syaithaniyah sehingga melahirkan kecintaan kepada materi yg berlebihan kesenangan
menguasai dan mengalahkan. Sedangkan semua sarananya adl tipu daya konspirasi kelicikan
kemarahan dan kebencian. Tujuan akhirnya menguasai dan mengalahkan bahkan
menghancurkan sehingga dirinya senang dan puas juga utk menyenangkan para
pendukungnya.
Seseorang yg mengikuti sejarah dan perkembangan kehidupan sosial manusia di berbagai
tempat dan pada beberapa kurun yg berbeda akan mendapatkan bahwa dua macam kompetisi
itu telah meninggalkan pengaruh yg realistis baik itu dalam diri manusia maupun dalam
kehidupan sosial pada umumnya.
Kompetisi di jalan kebaikan utk mendapatkan ridha Allah akan menanamkan ketenangan dan
ketetapan dalam hati kecintaan pada kebaikan serta jauh dari rasa iri hati kebencian dan
segala hal yg merupakan aib dalam pandangan manusia.
Kompetisi itu juga akan menebarkan kebaikan menyemai dan menghunjamkan akar kebaikan
tersebut dalam tiap tatanan masyarakat. Ia akan membentuk jiwa tiap individu memperkokoh
rasa kemanusiaannya memperbesar daya juangnya utk memerangi kebatilan dan
menghentikan kerusakan di bumi.
Saksi sejarah tentang kompetisi dalam kebaikan berikut pengaruhnya dapat kita lihat dalam
kurun kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam para sahabat dan kurun tabiin
Radhiallahu Anhum. Perlombaan yg terjadi antar mereka adl perlombaan dalam berbagai
amal kebajikan tidak dalam urusan duniawi yg cepat punah dan fana. Lihatlah bagaiman
kompetisi yg terjadi antara Umar bin Khathab dgn Abu Bakar Radhiallahu Anhuma. Saat itu
Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam menyeru para sahabatnya utk membekali para tentara
kaum muslimin yg tak mampu. Umar lalu berkata saat ini aku bisa mengalahkan Abu Bakar .
Umar kemudian mengeluarkan separuh dari hartanya. Ia tak beranjak dari sisi Rasul
Shallallahu Alaihi Wasallam krn ingin mengetahui apa yg di bawa oleh Abu Bakar. Tak lama
Abu Bakar yg hartawan dan dermawan datang dgn membawa semua hartanya. Keadaan
tersebut menjadikan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menanyakan perihalnya. Apa
yg kamu tinggalkan utk keluargamu wahai Abu Bakar? tanya Rasul. Abu Bakar menjawab
Aku tinggalkan utk mereka Allah dan RasulNya. Demi melihat apa yg terjadi Umar lalu
terus terang mengakui dan berkata Tidaklah aku berkompetisi dalam kebaikan dgn Abu
Bakar kecuali dia keluar sebagai pemenangnya. Mulai hari ini aku tak akan menantang-nya
lagi utk berkompetisi.
Dalam persoalan jihad di jalan Allah sejarah juga mencatat dgn tinta emas kompetisi yg
terjadi di antara mereka Masing-masing ingin mendahului kawannya dalam keluar menuju
medan jihad fi sabilillah dan mendapatkan syahadah .
Banyak sekali teladan mulia dan contoh keagungan jiwa mereka dalam berkompetisi menuju
medan jihad. Bahkan sampai terjadi pada zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
seorang anak dgn ayahnya harus mengundi siapa yg berhak keluar ke medan jihad krn
masing-masing tidak mau mengalah.
Kisah nyata itu terjadi antara Sad bin Khaitsamah dgn ayahnya Radhiallahu Anhuma sesaat
menjelang keberangkatan kaum muslimin menuju lembah Badar.
Undian ternyata jatuh pada Sad sehingga ia bersuka cita krn akan segera berangkat ke medan
jihad. Sang ayah keberatan dgn nasibnya sehingga ia tetap bersikeras tidak mau tinggal di
rumah. Ia lalu meminta anaknya agar mengalah dan mau tinggal dirumah. Tetapi sang putra
menolak seraya berkata Wahai ayah seandainya apa yg engkau inginkan itu
selain surgatentu aku akan mentaatimu. Akhirnya sang putra tetap pergi ke medan jihad
sampai menemui syahidnya dalam peperangan tersebut. Sang ayah tetap mendambakan utk
suatu ketika bisa ikut berjihad di medan perang hingga tibalah saat yg dinanti-natinya yaitu
perang Uhud. Beberapa saat sebelum perang berkecamuk Khaitsamah berkata kepada Rasul
Shallallahu Alaihi Wasallam Ya Rasul tadi malam aku bermimpi melihat putraku dalam
keadaannya yg terbaik ia mendapatkan nimat di surga. Ia berkata kepadaku wahai ayah aku
telah benar-benar mendapatkan apa yg dijanjikan oleh Allah kepadaku. Karena itu
bergegaslah menyusulku utk menemuiku di surga. Ya Rasul sungguh aku sudah amat rindu
utk menemani putraku dan menemui Rabbku krn itu berdoalah untukku agar Allah
memberiku kesyahidan. Maka Rasul Shallallahu Alaihi Wasallampun mendoa-kannya.
Khaitsamah lalu ikut bertempur dalam peperangan Uhud sampai ia menemui syahadah yg
sangat ia dambakan.
Selanjutnya marilah kita lihat bentuk kompetisi lain. Yakni kompetisi yg diselenggarakan utk
memenuhi keinginan syhwt (**) dan hwa nfsu (**) . Kompetisi yg menumbuhkembangkan
perasaan dengki kemarahan dan kebencian. Kompetisi yg menjadikan jiwa senantiasa hidup
dalam perseteruan abadi dan berkutat dari kesengsaraan yg satu kepada kesengsaraan lain.
Kompetisi yg menghantarkan pada kehancuran dan kebinasaan. Kompetisi yg menyebabkan
merebaknya berbagai bentuk kejahatan kezaliman dan bertambahnya pengikut kebatilan.
Komptisi yg tak jarang malah menumpahkan darah orang-orang tak berdosa menteror sana
sini sehingga kehidupan masyarakat selalu dihantui ancaman dan ketakutan kehidupan
menjadi gelap dan kekacauan terjadi di mana-mana.
Bentuk kompetisi seperti inilah yg marak terjadi pada zaman kita sekarang. Ambillah contoh
yg paling mudah dan diketahui semua orang; perlombaan antar negara-negara maju di bidang
persenjataan dan alat-alat perang modern. Negara-negara maju di dunia saat ini utamanya
negara adi daya saling berkompetisi utk mengungguli negara-negara lain dalam perakitan
pesawat tempur peluru bom nuklir bom hidrogen tank dan senjata-senjata berat lainnya.
Untuk itu mereka tak segan-segan mengalokasikan dana berapapun besarnya meski
terkadang harus dibayar dgn kemelaratan penduduknya sehingga bisa menjadi negara terkuat
memimpin dan mengatur serta mendikte negara-negara lain sesuai dgn kepentingannya.
Demikianlah sebagian contoh kompetisi syaithani. Ia adl syaithani dalam kerangka berfikir
dan prinsipnya juga syaithani dalam cara prasarana dan tujuannya.
Saat ini umat Islam boleh dikata telah kehilangan pusakanya. Mereka tidak lagi memiliki ruh
jihad fi sabillillah sebagaimana yg dimiliki oleh para sahabat dan tabiin. Akibat dari
melemahnya ruh jihad tersebut adl seperti yg dapat kita saksikan sekarang. Di mana-mana
umat Islam ditindas dianiaya dan dihinakan. Beberapa wilayah dan tanah umat Islam
dirampas oleh musuh-musuhnya. Bahkan tempat-tempat suci mereka harta benda dan
kehormatan mereka sebagai manusiapun diinjak-injak. Sungguh benar apa yg telah disabda-
kan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad
kecuali mereka menjadi terhina.
Meski demikian bukan berarti tak ada ruh jihad di dada tiap umat Islam. Beberapa peristiwa
penjajahan terdadap umat Islam di berbagai negara di dunia sungguh telah menyulut dan
mengobarkan api jihad pada sebagian kaum muslimin. Hingga sekarang jihad fi sabilillah itu
masih tetap ada dan terus berlangsung. Suatu wilayah selesai dari perjuangan fi sabilillah
maka akan menyusul wilayah lain melakukan hal yg sama.
Masih tetap ada umat Islam terutama para pemudanya yg memburu salah satu dari dua
keberuntungan kemenangan atau kesyahidan. Sungguh benar bahwa sunnatullah yg terjadi
akan berulang kembali. Umat Islam dan para pemudanya berkompetisi di medan jihad utk
menunjukkan kekuatan terselubung yg dimiliki oleh Islam serta kekuatan jiwa para
pemeluknya yg ikhlas. Mereka mengorbankan semua yg mereka miliki . Mereka pantang
mundur betapapun berat perjuangan dan banyaknya pengorbanan.
Dan hal yg sama juga dilakukan oleh umat Islam di belahan bumi yg lain. Dalam hal ini Allah
Taala berfirman Apakah kamu mengira akan masuk surga padahal belum datang
kepadamu sebagaimana telah datang kepada orang-orang sebelum kamu. Mereka ditimpa
kesengasaraan bahaya dan digoncangkan sehingga berkatalah Rasul dan orang-
orangberiman yg bersamanya kapankah datangnya pertolongan Allah? Ketahuilah
sesunggguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.
Zaman sekarang banyak sekali kompetisi diselenggarakan bahkan hingga tingkat dunia. Ada
kompetisi sepak bola balap mobil kuda hingga balap unta. Ada adu jago domba hingga adu
kerbau. Di bidang seni ada lomba lagu drama mode pakaian hingga kontes kecantikan. Dan
masih banyak lagi bentuk lomba-lomba lainnya. Pertanyaannya adalah apakah sama antara
kompetisi utk mencari ridha Allah dgn kompetisi utk mencari selain ridhaNya? Jawabnya
tentu tidak. Allah Taala telah berfirman Dan tidaklah sama orang yg buta dgn orang yg
melihat dan tidaklah orang-orang yg beriman serta mengerjakan amal shaleh dgn orang-
orang yg durhaka.
Oleh Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Ayo Berkompetisi Dalam Kebaikan!

Sumber : //hidayatullah.com/
Read : /17925/11/07/2011/ayo berkompetisi-dlm-kebaikan!.html

Marilah berlomba-lomba dalam kebaikkan


DARI sekian banyak gelar yang Allah janjikan kepada orang-orang mukmin, salah satunya
adalah gelar wali. Namun menjadi wali Allah bukanlah mimpi bagi mereka yang
menghendakinya. Sebab, hal tersebut telah menjadi salah satu janji Allah kepada mereka
yang mampu memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan-Nya. Mafhum
mukhlafah-nya, seseorang tidak akan pernah mampu menduduki derajat kewalian, manakala
dia tidak pernah melakukan apa yang telah menjadi persyaratan-Nya itu.
Lalu pertanyaannya, apa yang dimaksud dengan wali itu? menurut Yusuf bin Ismail al-
Nabhani, dalam bukunya, Mukjizat Para Wali Allah(Terj), menjelaskan bahwa al-Wali itu
berarti yang dekat. Jika artinya adalah kemampuan seseorang agar memiliki kedekatan
kepada Allah karena ketaatannya dan keikhlasannya, maka kita semua berhak menjadi wali
Allah dab akan senantiasa berusaha dekat kepadanya, dengan limpahan rahmat, keutamaan,
dan kebaikkan, hingga mencapai jenjang al-Wilayah (kewaliyan).
Jadi, standart yang menjadi acuan layak atau tidaknya seseorang menjadi wali Allah yaitu
ketaatannya. Sejauh mana dia menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, itu
menjadi ukuran kelayakkannya.
Dalam hal ini, Allah pun telah berfirman di beberapa surat dari Al-Quran, Allah adalah
pelindung (wali) orang-orang yang beriman (al-Baqarah: 257). Di surat lain Dia juga
berfirman, Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung (maula) orang-
orang yang beriman dan sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak mempunyai pelindung
(Muhammad: 11).
Karena itu, besarnya keimanan seseorang lah yang menjadi barometer seseorang bisa menjadi
wali Allah. Ada pun keimanan, itu berkaitan erat dengan ketaatan. Sebab, makna iman sendiri
adalah, al-Tashdiqu bil-qolbi wa taqririru bil-lisaani wal-amalu bil-jawarih (Mempercayai
dengan hati, mengikrarkannya dengan lisan, dan mengerjakannya dengan jelas). Dan
sayaziidu bil-thoaati wa yanqushu bil-masyiati (Bertambah dengan ketaatan dan berkurang
dengan kemaksiatan).
Selain itu, dari sini bisa juga disimpulkan bahwa wali sama sekali bukanlah gelar yang
disematkan oleh manusia sebagai penghormatannya terhadap tokoh tertentu. Bagaimanapun
pakarnya dia dalam suatu bidang keilmuan, serta dinobatkan oleh seribu bahkan sejuta orang
sekalipun sebagai wali, namun gerak-geriknya sama sekali tidak menunjukkan ketundukkan
kepada Allah (yang ada justru penentangan terhadap ketetapan-ketetapan-Nya), maka sedikit
pun hal tersebut tidak mampu mengangkat poinnya ke derajat al-Wilayah (kewaliyan),
maka dia bukanlah termasuk wali Allah.
Seorang wali akan senan terjaga dari keburukkan, karena Allah akan senantiasa
memiliharanya, dan mengarahkannya kepada kebaikkan. Kakinya tidak pernah dilangkahkan
ke tempat-tempat maksiat, karena Allah telah menuntunnya menuju jalan kebaikkan. Begitu
pula dengan pendengarannya, penglihatannya, penciumannya, tangannya, dll.
Seorang wali, akan senantiasa merasa bahagia dalam kondisi apa pun; baik susah maupun
senang. Karena dia memahami betul makna kebahagiaan dan sumbernya. Sama sekali bukan
dari materi. Kondisi apa pun yang dia hadapi, dia akan senantiasa berlapang dada. Tidak ada
konsep sial dan untung baginya mengenai suatu kondisi. Semua baik baginya, karena segala
sesuatu tidak mungkin terjadi kecuali atas takdir Allah, kekasih hatinya. Sebab itu, dia
senantiasa bersyukur dan terus bersabar.
Sebagaiman yang pernah diilustrasikan oleh Rosulullah dalam salah satu sabdanya,bahwa
sungguh menakjubkan seorang mukmin itu, apa bila dia diberi nikmat, dia bersyukur, dan
apabila diberi musibah, dia bersabar, dan kedua-duanya sama-sama baik baginya.
Pribadi macam inilah yang akan memperoleh singgasana kewalian. Jadi, mereka tidak akan
pernah merasa sedih, karena janji Allah bagi mereka adalah kebahagiaan di dunia dan di
akhirat, telah termaktub di dalam Al-Quran. Firman-Nya,




Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami
turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di
antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira
bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu
malam atau siang., Lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang
sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan
tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berfikir.
(Yunus: 24).
Ayo, Berkompetisi !
Hidup adalah pilihan. Begitu pula terhadap janji Allah terhadap orang-orang yang akan
diangkat ke derajat wali-Nya. Itu tergantung pada pilihan mereka. Allah telah menjabarkan
akan perkara-perkara yang harus mereka tempuh agar mampu merengguh posisi tersebut.
Namun, semuanya kembali kepada pribadi-pribadi mukmin itu sendiri. Apakah mereka
mengindahkanya, atau mengabaikannya?
Allah berfirman,
Sesungguhnya kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan
ada pula yang kufur. (al-Insan: 3).
Bagi mereka yang mengharapkan hal tersebut, seyogyanyalah mereka untuk melakukan apa
saja yang telah diperintahkan Allah, dan menjauhi segala larangannya. Tapi yang perlu
diingat bagi mereka yang abai, sesungguhnya Allah lepas diri dari perwalian mereka.
Pertanyaannya, kalau bukan Allah sebagai wali mereka, lalu siapa lagi? Jangan sampai kita
termaktub dalam golongan yang Allah sebut dalam firmannya berikut, Yang demikian itu
karena sesungguhnya Allah adalah pelindung (Maula) orang-orang beriman dan karena
sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak memiliki pelindung (Muhammad: 11).
Sebab itu, mari kita berkompetisi untuk meraihnya, sehingga kebahagiaan senantiasa
menyertai kita. Fastabiquu al-khairaat (Berlomba-lomba lah kalian dalam kebaikkan).
Wallahu alam bis-shawab.*

PETUNJUK AL QURAN TENTANG KOMPETISI DALAM KEBAIKAN

Sumber : //hbis.wordpresss.com/2008/12/16/petunjuk Alqu%E2%80%99an-tentang-


kompetisi-dalam-kebaikan/

Allah SWT tidak pernah memerintahkan manusia untuk saling bermusuhan, saling
membunuh, atau saling merusak, baik terhadap milik sesama muslim maupun milik orang
lain yang bukan muslim. Allah SWT memerintahkan manusia untuk menyembahnya, tidak
menyekutukannya dengan sesuatu dengan berlomba-lomba berbuat baik kepada sesama
makhluk khususnya manusia, tanap membendakan jenis kelamin, agama, suku bangsa, dan
golongan. Menolong atau meringankan penderitaan orang lain adlah salah satu bentuk
perbuatan baik dan termasuk kebajikan.

Surat Al Baqarah Ayat 148 (lihat Al-Quran Onlines di Google)


Artinya: Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya.
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti
Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu. (QS Al Baqarah : 148)

Isi Kandungan
Setiap umat mempunyai kiblat. Umat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap ke
kabah, Bani Israil dan orang-orang Yahudi emnghadap ke Baitul Maqdis, dan Allah telah
memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap kabah dalam shalat. Oleh karena itu,
hendaknya kaum muslimin bersatu, bekerja dengan giat, beramal, bertobat dan berlomba-
lomba dalam berbuat kebajikan dan tidak menjadi fitnah atau cemooh dari orang-orang yang
ingkar sebagai penghambat.. Allah akan menghimpun seluruh manusia untuk dihitung dan
diberi balasan atas segala mala perbuatannya. Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan tidak
ada yang dapat melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari
pembalasan.
Berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan berarti menaati dan patuh untuk
menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya dengan semangat yang tinggi. Allah
akan membalas orang yang beriman, berbuat baik dan suka menolong dengan surga dan
berada didalamnya kekal selama-lamanya.
A. Surat Fatir Ayat 32 (lihat Al-Quran Onlines di Google)
Artinya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di
antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu
berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
(QS Fatir : 32)
Isi Kandungan
Surat ini adalah surat ke 35 dalam Al Quran yang berisikan 45 ayat. Tergolong surat
makiyah maka isi ayat ini lebih kepada menerangkan tentang tingkatan-tingkatan seorang
muslim dalam mengamalkan kitab (Al Quran). Di ayat ini disebutkan tiga golongan yang
menerima kitab.
a. Mereka yang menzalimi diri sendiri, yaitu mereka yang tidak menggunkan Al Quran
sebagai pedoman hidup. Tandanya, mereka selalu berbuat kesalahan dan kejahatan.
Antara kebaikan dan kejahatan lebih banyak kejahatannya.
b. Mereka yang bersifat pertengahan (muqtasid). Orang yang semacam ini kebaikan dan
keburukannya kadang seimbang. Kadang mereka banyak berbuat baik, tetapi banyak
pula berbuat salah.
c. Mereka yang beruntung, yaitu mereka yang dengan izin Allah berbuat kebaikan.
Hidupnya senantiasa dihiasi oleh amal shaleh.
Nilai amal shaeh sangat erat kaitannya dengan iman. Amal yang tidak idasari dengan
iman (bukan karena Allah) tidak dapat memberikan pahala kpada kita walaupun sebesar
langit dan bumi sehingga amalan yang ita lakukan tidak akan mendapat nilai di sisi Allah. Al
Quran dalam hal ini antara lin menyatakan sebagai berikut.
a. orang yang mati dalam kekafiran (tidak bertobat) tidak akan diterima amalannya
b. orang-orang yang musyrik akan dihapus amalannya
c. amal perbuatan orang kafir akan sia-sia
d. orang kafir akan ditimpakan siksa di dunia dan di akhirat
e. orang kafir dan musyrik akan dimasukkan ke dalam neraka
f. orang yang tidak beriman kepada akhirat hanya mendapatkan kehidupan di dunia saja.

Você também pode gostar