Você está na página 1de 18

SEORANG WANITA 40 TAHUN DENGAN URTIKARIA

OLEH :

REYNOLD Y. P. BENU

Pembimbing:

dr. Abdul Gayum, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN PENYAKIT KELAMIN


RUMAH SAKIT TNI-AL Dr. MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
27 FEBRUARI 2017 31 MARET 2017
Reynold Y. P. Benu1, Abdul Gayum2

1
Dokter Muda Fakultas Kedokteran Trisakti di

SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Penyakit Kelamin RSAL dr. Mintohardjo

2
SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Penyakit Kelamin RSAL dr. Mintohardjo

ABSTRAK
Pendahuluan : Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi
secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita,maupun dokter.
Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan
yang diberikan kadang-kadang tidak memberi hasil seperti yang diharapkan.

Isi : Pada tulisan ini akan disajikan laporan kasus mengenai urtikaria pada seorang wanita
berusia 40 tahun datang ke Poli Kulit dan Kelamin RS Angkatan Laut Dr. Mintohardjo
dengan keluhan gatal gatal pada dada dan leher sejak 1 bulan yang lalu. Penatalaksanaan
pada pasien berupa obat sistemik oral.

Kesimpulan : Urtikaria merupakan penyakit yang etiologinya belum diketahui dengan jelas,
namun diduga karena pengaruh obat, makanan, gigitan serangga, bahkan bahan
fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi, psikis, genetik dan penyakit sistemik.
Lesi kulit yang timbul berupa urtika. Urtikaria dapat berupa serangan akut maupun kronik
dengan prognosis yang baik jika diketahui faktor penyebabnya.

Keyword : Urtikaria, Urtika, Terapi urtika

2
PENDAHULUAN
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat berbagai macam sebab, dapat ditandai
dengan edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang perlahan-lahan, berwarna
pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. 1
Urtikaria merupakan erupsi kulit yang berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada
bagian tengah disertai rasa gatal.2 Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah kaligata
atau biduran.

Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah
bagi penderita maupun bagi dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah
diketahui, ternyata pengobatan yang diberikan kadang tidak memberi hasil seperti yang
diharapkan. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan dalam menentukan penyebab dari
urtikaria tersebut. Banyak sekali faktor penyebab urtikaria, baik faktor dari dalam tubuh
berupa reaksi imunitas yang berlebihan atau faktor dari luar berupa penggunaan obat-obatan,
makanan, gigitan serangga, bahan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, dan banyak macam lain.1

Mengingat penyakit ini sering dijumpai, penting untuk mengetahui mekanisme


terjadinya urtikaria, sehingga nantinya dapat menuntun pemeriksaan yang rasional. Maka
pada referat ini penulis akan mencoba menguraikan penyebab, patofisologi, klasifikasi hingga
penatalaksanaan yang tepat bagi penderita urtikaria.

LAPORAN KASUS

Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSAL dr.
Mintohardjo dengan keluhan gatal gatal pada dada dan leher sejak 1 bulan yang lalu. pasien
sering menggaruk dan pasien mengaku jika berkeringat akan semakin gatal. Awalnya gatal
muncul pertama kali di sekitar leher lalu meluas sampai ke dada. Pasien mengaku sudah
berobat ke klinik, setelah obatnya habis, pasien tetap merasakan gatal dan pasien tidak ingat
obat apa yang diberikan dari dokter di klinik. Pasien mengaku tidak pernah mengalami hal
seperti ini sebelumnya. Pada keluarga pasien, tidak ada yang mengalami hal serupa. Riwayat
alergi makanan dan obat-obatan serta penyakit seperti asma maupun rhinitis disangkal oleh
pasien. Pasien mengaku mempunyai masalah dalam pekerjaan dalam keluarga 1 bulan
sebelum timbulnya keluhan ini. Riwayat kebiasaan minum alkohol disangkal oleh pasien.
Pasien juga tidak mempunyai riwayat trauma sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran composmentis,
tanda vital didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 20x/menit

3
dan suhu 36,5C. Pada status antropometri didapatkan berat badan 60 kg dan tinggi badan
160 cm dengan BMInya adalah 23,4 kg/m2 dan masuk dalam status gizi yang normal. Pada
pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi kulit berupa urtika pada regio coli dan thorax.
Diagnosis pada pasien ini adalah Urtikaria. Pasien diberikan terapi berupa cetirizine
1x10 mg, methylprednisolone 2 x 8mg, cimetidin 3 x 300mg

TELAAH KEPUSTAKAAN

Definisi

4
Urtikaria adalah reaksi vaskular pada kulit, ditandai dengan edema setempat yang
cepat timbul dan dapat menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi
di permukaan kulit, di sekitarnya terdapat halo. Keluhan berupa gatal, rasa tersengat, atau
tertusuk. Angioedema merupakan urtikaria yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam dari
dermis, yakni submukosa, targetnya bias di saluran pencernaan, pernapasan. Reaksi
anafilaksis dan hipotensi dapat terjadi.1,2

Epidemiologi
Urtikaria dapat dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami
urtikaria dibanding dengan usia muda. Sheldon menyatakan bahwa umur rata-rata penderita
urtikaria adalah 35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 60
tahun.1 Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama angioudema, 11%
angioudema saja.1 frekuensi urtikaria diperkirakan 20% dari populasi, lebih sering pada
wanita dan biasanya pada usia 20-40 tahun.8

Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibanding orang normal,


disebabkan mungkin karena faktor sensitivitas terhadap antigen yang lebih tinggi dari orang
normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Umur,
letak geografis dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitifitas seseorang
terhadap antigen yang dapat menyebabkan urtikaria yang diperantai oleh IgE. Penisilin
tercatat sebagai obat yang paling sering menyebabkan urtikaria.1

Etiologi

Obat
Obat merupakan penyebab tersering dari akut urtikaria. Hampir semua obat sistemik
menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe 1 dan 2. Contoh paling sering adalah golongan
penisilin, sulfonamide, analgesik, pencahar, hormon dan diuretik. Ada pula obat yang secara
nonimunlogik menimbulkan urtikaria, yaitu langsung merangsang sel mast untuk
melepasakan histamine, seperti kodein, opium, dan zat kontras pd pemeriksaan radiologi.
Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam
arakhidonat. 1,3

Makanan

5
Makanan berperan lebih penting pada reaksi urtikaria akut, hal ini dikarenakan reaksi
imunologik. Makanan yang paling bersifat alergenik adalah coklat, udang, kacang, telur,
susu, keju, serta macam-macam bumbu masakan. Jika urtikaria akut dan berulang , alergi
makanan bisa jadi terpicu dari makanan sehari-hari. Serum radioalergosorbant tes bisa
digunakan untuk mendeteksi IgE spesifik. Menghindari makanan yang memicu alergi
merupakan terapi utama pada urtikari karena alergi makanan, hal ini dapat dilakukan selama
kurang lebih 3 minggu, jika urtika tidak terulang maka makanan yang dihindari tersebut betul
sebagai penyebab urtikaria. 1,3
Infeksi
Urtikaria akut bisa jadi berhubungan dengan infeksi saluran napas atas khususnya
infeksi Streptokokus. Lokasi infeksi bisa di tonsil, gigi, sinus, kandung empedu, prostat,
kandung kemih atau ginjal dapat menjadi penyebab kasus akut atau kronik urtikaria. Pada
beberapa pasien terapi antibiotik untuk Helicobacter pylori telah menyebabkan urtikaria.
Infeksi kronik virus hepatitis B dan C bisa menyebabkan urtikaria. Infeksi cacing tambang,
kandida dan dermatofita juga bisa menimbulkan urtikaria.1,3
Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menimbulkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Penelitian menyebutkan bahwa hypnosis dapat
menghambat eritema dan urtikaria. Pada percobaan induksi psikis ternyata suhu kulit
meningkat dan ambang rangsang eritema meningkat.1,3
Bahan fotosensitizer
Contoh bahan ini misalnya griseovulvin, fenotiazin, sulfonamide, bahan kosmetik dan
sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.1
Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria diakibatkan karena
peranan IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi toksin bakteri dapat juga mengaktifkan
komplemen.1
Inhalan
Inhalan yang berupa serbuk sari bunga (pollen), spora jamur, debu, bulu binatang dan
aerosol umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik. Reaksi ini sering dijumpai
pada penderita atopi dan disertai gangguan napas.1,3

Kontaktan

6
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria adalah kutu binatang, serbuk tekstil, air
liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia missal insect repellent
(penangkis serangga) dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus
kulit dan menimbulkan urtikaria. TUFT (1975) melaporkan urtikaria akibat serangan
sefalosporin pada seorang apoteker, hal ini jarang terjadi karena kontak dengan antibiotik
umumnya menimbulkan dermatitis kontak.1
Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda
dingin; faktor panas seperti sinar matahari, sinar UV, radiasi dan panas pembakaran; faktor
tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, vibrasi yang berulang menyebabkan
urtikaria baik secara imunologik maupun non imunologik. Klinis biasanya terjadi di tempat
yang mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria setelah goresan dengan benda tumpul
beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut fenomena
dermografisme atau fenomena Darier.1
Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih
sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit vesiko-bulosa seperti,
pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring, sering menimbulkan urtikaria. Sejumlah 7-
9% penderita lupus eritematosus sistemik dapat menimbulkan urtikaria. Beberapa penyakit
sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria
pigmentosa, arthritis pada demam rematik, arthritis rheumatoid juvenile. 1
Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria walaupun jarang
menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya adalah familial cold urticaria,
familial localized heat urticaria, heredo-familial syndrome of urticaria deafness and
amyloidosis dan erythropoietic protoporphyria.1

Klasifikasi Urtikaria
Terdapat bermacam penggolongan urtikaria, berdasar lamanya serangan berlangsung
dibedakan urtikaria akut dan kronik. Disebut akut apabila serangan berlangsung kurang dari 6
minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tapi setiap hari, bila melebihi waktu tersebut
digolongkan urtikaria kronik. Urtikaria akut sering terjadi pada usia muda, umumnya laki-
laki lebih sering daripada wanita. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan.

7
Penyebab urtikaria akut lebih budah diketahui sedangkan urtikaria kronik lebih sukar, ada
kecenderungan urtikaria lebih sering diderita oleh penderita atopik.1,3

Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan:1

Urtikaria popular

Urtikaria gutata

Urtikaria girata

Urtiakria anular

Urtikaria arsinar

Berdasarkan luas dan dalam jaringan yang terkena yaitu:1

Urtikaria lokal

Urtikaria general

Angioedema
Selain itu terdapat penggolongan berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme
terjadinya urtikaria, maka dikenal urtikaria imunologik,non imunologik dan idiopatik sebagai
berikut:
I. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik
A. Bergantung pada IgE (alergi tipe I)

- Pada atopi

- Antigen spesifik (polen, obat, venom)

B. Ikut serta komplemen

- Pada reaksi sitotoksik (alergi tipe II)

- Reaksi kompleks imun (alergi tipe III)

- Defsiensi C1 esterase inhibitor (genetik)

C. Reaksi alergi tipe IV (urtikaria kontak)

8
II. Urtikaria atas dasar reaksi non imunoogik

A. Langsung memicu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator


(bahan kontras atau obat golongan opiat).

B. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat


(aspirin, obat anti-inflamasi non-steroid, golongan azodyes).

C. Trauma fisik, misal dermografisme, rangsang dingin, panas atau sinar


(urtikaria solar) dan bahan koliergik.

Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanisme digolongkan idiopati.


Patofisiologi

Hal yang mendasari terjadinya urtikaria yaitu eritema akibat dilatasi kapiler,
timbulnya flare akibat dilatasi yang diperantai reflex akson saraf dan timbulnya wheal akibat
ekstravasasi cairan karena meningkatnya permeabilitas vaskuler.2 Vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator kimia misal
histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA) dan
prostaglandin oleh sel mas atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim
proteolitik, misalnya kalikrin, plasmin, tripsin, dan hemotripsin di dalam sel mas.1

Efek dari histamin mengakibatkan cairan dan sel keluar dari pembuluh darah terutama
eosinofil, yang menyebabkan pembengkakan kulit local, cairan serta sel yang keluar akan
merangsang ujung saraf perifer kulit sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol merah yang
gatal.2

Baik faktor imunologik maupun non-imunologik mampu merangsang sel mas atau
basofil untuk melepas mediator-mediator tersebut. Histamine merupakan mediator terpenting
pada alergi fase cepat yang diperantarai IgE pada penyakit atopic. Histamin terikat pada
reseptor histamine yang berbeda-beda. Ada 4 jenis reseptor histamine, reseptor H1, H2, H3,
dan H4 masing-masing memiliki efek fisiologi yang berbeda. 1

Mekanisme Imun
Degranulasi sel mast dikatakan melalui mekanisme imun bila terdapat antigen dengan
pembentukan atau adanya mekanisme sensitisasi. Degranulasi sel mast melalui mekanisme
imun dapat melalui reaksi hipersensitivitas tipe 1 atau melalui aktivasi komplemen jalur
klasik.2,4,5

9
Reaksi hipersensitivitas tipe I
Reaksi ini dinamakan juga reaksi tipe cepat dan terbanyak terlihat pada urtikaria akut.
Bila individu tertentu akan membentuk antibody IgE yang bersifat homositotropik, yaitu
mudah terikat pada sel sejenis (homolog), dalam hal ini adalah sel mast. Bila individu
tersebut kemudian terpajan kembali dengan allergen serupa, maka akan berikatan dengan
molekul IgE yang ada pada permukaan sel mast. Jembatan dari 2 molekul IgE yang ada pada
permukaan sel mast oleh allergen akan mengakibatkan perubahan konfigurasi membrane sel
mast. Perubahan ini akan mengakibatkan aktivasi enzim dalam sel sehingga terjadilah
degranulasi sel mast. Akibatnya isi granula keluar dan menimbulkan efek pada sel target yaitu
2,5
pembuluh darah bawah kulit. Alergen dapat berupa allergen lingkungan seperti debu
rumah, tungau, serbuk sari bunga, bulu binatang, atau alergi makanan, obat-obatan dan bahan
kimia seperti pengawet, penyedap dan zat warna.
Aktivasi komplemen jalur klasik
Adanya kompleks imun dapat mengaktivasi komplemen melalui jalur klasik dan akan
menghasilkan peptide C3a serta C5a yang dinamakan anafilatoksin. Anafilatoksin dapat
langsung menginduksi degranulasi sel mast melalui ikatan langsung dengan reseptor pada
membrane sel mast. Akibat degranulasi terjadilah pelepasan histamine sehingga terbentuklah
urtikaria. Pelepasan histamin melalui aktivasi komplemen ini sering dikaitkan dengan
patofisiologi urtikaria kronik.2,5
Mekanisme non imun
Liberator histamine
Beberapa macam obat, makanan atau zat kimia dapat menginduksi degranulasi sel
mast. Zat ini dinamakan liberator histamine, contohnya kodein, morfin, polimiksin, zat kimia,
tiamin, buah murbei, tomat dan lain-lain. Namun zat-zat ini merangsang degranulasi sel mast
hanya pada sebagian orang saja, alas an mengapa terjadi seperti itu belum jelas.2,4
Faktor fisik
Faktor fisik seperti cahaya, dingin, gesekan, tekanan, panas, dan getaran dapat
langsung menginduksi degranulasi sel mast.2,4
Latihan jasmani
Latihan jasmani pada seseorang dapat menimbulkan urtikaria yang dinamakan juga
urtikaria kolinergik. Bentuknya khas, kecil dengan diameter 1-3 mm dan sekitarnya berwarna
merah terdapat pada tempat yang berkeringat. Diperkirakan yang berperan adalah asetilkolin
yang terbentuk bersifat langsung menginduksi sel mast.2,4
Zat penghambat siklooksigenase

10
Zat penghambat enzim siklooksigenase akan menghambat metabolisme asam
arakhidonat melalui jalur siklooksigenase, sehingga metabolisme hanya melalui jalur
lipooksigenase yang akan menghasilkan leukotrien yang bersifat sama dengan histamine. Zat
tersebut antara lain aspirin, obat anti inflamasi non steroid, zat warna tartazine, dan zat
pengawet sodium benzoate.2,4
Anafilatoksin
Fragmen komplemen anafilatoksin (C3a, C5a) yang terbentuk melalui aktivsi
komplemen jalur alternative misal oleh endotoksin dapat langsung merangsang degranulasi
sel mast.2,4

Gambar 1. Faktor imunologik dan non imunologik yang menimbulkan urtikaria

Gambaran Klinis
Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis tampak eritema
dan edema setempat berbatas tegas, kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Eritema akan
memutih bila ditekan. Bentuknya papular seperti pada urtikaria sengatan serangga, besarnya
dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila mengenai jaringan lebih dalam sampai dermis
dan jaringan submukosa atau subkutan juga pada saluran cerna dan napas disebut

11
angiodema.1,2,6 Urtikaria dan angiodema dapat terjadi di beberapa lokasi secara bersamaan,
atau sendiri-sendiri. Angioedema umumnya terjadi di wajah atau bagian ekstremitas.7
Pada dermografisme lesi sering berbentuk linier di kulit yang terkena goresan benda
tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria dingin dan panas, lesi akan
terlihat pada daerah yang terkena dingin dan panas. Urtikaria akibat penyinaran tampakan
klinis berbentuk urtikaria papular. Lesi urtikaria kolinergik timbul pada peningkatan suhu
tubuh, emosi, pekerjaan berat, sangat gatal, daerah warna merah dapat berkonfluen
membentuk plakat, biasanya pada daerah yang berkeringat. Untuk urtikaria akibat obat atau
makanan umumnya timbul secara akut dan generalisata.1

Gambar 2. Gambar 3.

Urtikaria akut tersebar di badan dan Urtikaria dan angiodema di wajah


kedua lengan

DIAGNOSIS
Anamnesis
Informasi awal mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi ruam dan gatal
bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik. Beberapa
pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi.8

12
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan kulit pada urtikaria meliputi: 1
Lokalisasi (badan, ekstremitas, kepala dan leher), efloresensi (eritema, edema,
berbatas tegas dengan elevasi kulit kadang bagian tengah tampak pucat, ukuran (milier
hingga sentimeter), bentuk (lentikular hingga plakat), dermografisme.
Pemeriksaan penunjang
Walaupun melalui anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis mudah ditegakkan
diagnosis urtikaria, beberapa pemeriksaan diperlukan untuk membuktikan penyebabnya
yaitu:1
- Pemeriksaan darah, urin, feses untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi
pada organ dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksan pada dugaan
urtikaria dingin.
- Pemeriksaan gigi, telinga hidung tenggorok, serta usapan vagina untuk
menyingkirkan dugaan infeksi fokal.
- Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil dan komplemen.
- Tes kulit, uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test) serta tes intradermal dapat
digunakan untuk mencari alergi inhalan, makanan, dermatofit dan kandida.
- Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai,
kemudian mencoba kembali sedikit demi sedikit.
- Tes foto temple, pada urtikaria fisik akibat sinar.
- Tes dengan air hangat
- Tes dengan es
Pemeriksaan Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan gambaran oedem pada dermis atas dan
tengah diserta venula postkapiler dan pembuluh limfatik dermis atas.

Diagnosis Banding
Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat dapat ditegakkan
diagnosis urtikaria serta penyebabnya. Namun hendaknya dipikirkan pula beberapa penyakit
sistemik yang sering disertai urtikaria. Urtikaria kronik harus dibedakan dengan purpura
anafilaktoid, dan ptiriasis rosea bentuk popular dan urtikaria pigmentosa.

Terapi

13
Penatalaksanaan yang paling ideal untuk pengobatan urtikaria tentu saja mengobati
faktor penyebabnya atau bila mungkin menghindari penyebab yang dicurigai. Urtikaria akut
lebih mudah diatasi daripada urtikaria kronik, namun prinsipnya ialah:

A. Penanganan Umum

- Menghindari faktor penyebab

- Antihistamin

- Golongan adrenergik

- Kortiosteroid

B. Pengobatan penyebab

C. Pengobatan topical

Pengobatan lokal di kulit dapat diberikan secara simtomatik misalnya antipruritus di


dalam bedak kocok atau bedak. 1

Antihistamin

Antihistamin bekerja menghambat histamine pada reseptor-reseptor histamine.


Berdasarkan reseptor yang dihambat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Antihistamin 1 (AH1)

b. Antihistamin 2 (AH2)

Secara klinis pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek
antagonis histamine pada reseptor H1, namun sering menimbulkan efek sedas. Golongan ini
disebut antihistamin klasik. Sedangkan yang tidak menimbulkan efek sedasi disebut dengan
antihistamin non klasik.

14
Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan pada pasien urtikaria akut tapi tidak ada
manfaatnya pada manfaatnya pada urtikaria kronik, dapat pula dberikan pada pasien yang
tidak berespon dengan pemberian antihistamin klasik. Kortikosteroid akan lebih bermanfaat
bila dikombinasikan dengan AH1. Preparat yang biasa digunakan adalah prednisone, dengan
dosis 40mg/hari. 4

Prognosis

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya lebih cepat diatasi,
urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit diidentifikasi. Namun secara
garis besar urtikaria mempunya prognosis yang baik karena gejala yang timbul dapat diatasi
dengan pemberian pengobatan yang tepat.

15
PEMBAHASAN

Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSAL dr.
Mintohardjo dengan keluhan gatal gatal pada dada dan leher sejak 1 bulan yang lalu. pasien
sering menggaruk dan pasien mengaku jika berkeringat akan semakin gatal. Awalnya gatal
muncul pertama kali di sekitar leher lalu meluas sampai ke dada. Dari keluhan ini
menunjukkan bahwa kelainan pada kulit yang terjadi dalam fase akut karena kurang dari 6
minggu, serta keluhan ini juga mendukung diagnosa yaitu sesuai dengan epidemiologi
frekuensi urtikaria diperkirakan 20% dari populasi, lebih sering pada wanita usia 20-40 tahun.
Pasien mengaku sudah berobat ke klinik, setelah obatnya habis, pasien tetap merasakan gatal
dan pasien tidak ingat obat apa yang diberikan dari dokter di klinik. Pasien mengaku tidak
pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pada keluarga pasien, tidak ada yang
mengalami hal serupa. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan serta penyakit seperti asma
maupun rhinitis disangkal oleh pasien. Pasien mengaku mempunyai masalah dalam pekerjaan
dalam keluarga 1 bulan sebelum timbulnya keluhan ini. Psikis merupakan salah satu risiko
timbulnya urtikaria. Riwayat kebiasaan minum alkohol disangkal oleh pasien. Pasien juga
tidak mempunyai riwayat trauma sebelumnya.
Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi kulit berupa urtika pada regio coli
lateral dan thorax. Hasil pemeriksaan sesuai dengan teori bahwa pada urtikaria terjadinya
pelepasan mediator inflamasi yang diakibatkan baik faktor imunologik maupun non
imunologik menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga memberikan gambaran
edema berbatas tegas dan eritema.
Terapi yang diberikan cetirizine 1 x 10mg, methylprednisolone 2 x 8mg, cimetidin 2 x
200mg. Cetirizine diberikan sebagai antihistamin untuk mengurangi gejala gatal pada pasien,
methylprednisolon diberikan untuk mengatasi efek dari mediator inflamasi dan cimetidine
diberikaan selain sebagai antihistamin juga berguna untuk mengurangi efek samping dari
pemberian kortikosteroid oral yang dapat menyebabkan peningkatan HCl lambung. Selain itu
cimetidin juga sebagai imunomodulator.

16
KESIMPULAN

Urtikaria adalah reaksi vaskular pada kulit, ditandai dengan edema setempat yang
cepat timbul dan dapat menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi
di permukaan kulit, di sekitarnya terdapat halo. Keluhan berupa gatal, rasa tersengat, atau
tertusuk. Lesi kulit yang timbul berupa edema dapat disertai atau tanpa eritema yang biasa
disebut urtika. Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya lebih cepat diatasi,
urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit diidentifikasi

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A, Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2010: 169-175

2. Akib A AP, Munasir Z, Kurniati N, Buku Ajar Alergi Imunologi Anak, Jakarta :
Balai Penerbit IDAI, 2007.

3. James, William, Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology. Ed. 10 th.
Sauders Elsevier. Canada, 2006.

4. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K;
Fitzpatricks Dermatology In General Medicine; 8 ed; McGraw Hill: United
States; p: 414-31

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006

6. Siregar, Saripati Penyakit Kulit, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003.

7. Sheikh, J. Urticaria Emedicine, Artikel, diakses 4 Maret 2017, dari


http://emedicine.medscape.com/article/137362

8. Fitria; Aspek etiologi dan klinis pada urtikaria dan angioedema; JKS, 2013. P 96

18

Você também pode gostar