Você está na página 1de 10

PRESENTASI JURNAL

PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF


TERHADAP FLEKSIBILITAS SENDI LUTUT PADA LANSIA DI DESA
LEYANGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN
SEMARANG

STASE KEPERAWATAN KELUARGA DAN GERIATRIK

Di susun oleh:

Kelompok Skills Lab 3A

Wahid Afrizal 20130320018

Ilham Ridwan Yassin 20130320019

Tegar Rizky Maulidha 20130320020

Ade Palin Salmah 20130320021

Wiga Eryzha F.P 20130320023

Dina Oktaviana 20130320025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014/2015
RESUME JURNAL 1

A. Judul
Pengaruh Rom Exercise Dini Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah
(Fraktur Femur Dan Fraktur Cruris) Terhadap Lama Hari Rawat Di Ruang Bedah
Rsud Gambiran Kota Kediri.
B. Penulis
Yunanik Esmi Dwi Lestari.
C. Latar Belakang
Fraktur adalah pemotongan kontinuitas tulang. ORIF (open Reduction Internal
Fiksasi) adalah salah satu manajemen terapi dari fraktur. Kurangnya mobilitas pasien
pasca operasi fraktur menyebabkan lamanya pemulihan pasien. Pasien pasca operasi
biasanya enggan untuk bergerak karena adanya trauma yang dialami.
Berdasarkan data medical record dari RSUD Gambiran Kediri menunjukkan
total pasien yang mengalami fraktur ekstremitas bawah tahun 2010 sebanyak 323
pasien, khusus dari Ruang Bedah 267 pasien dan pasien yang menjalani ORIF 209
pasien (78,28%). Sedang dari hasil studi pendahuluan di Ruang Bedah pada bulan Juli
2011 sampai dengan bulan September 2011 ada 36 pasien fraktur ekstrimitas bawah
yang menjalani ORIF, di mana ada sebagian besar dari mereka yang mengalami
komplikasi pasca operasi yaitu bengkak atau edema, kesemutan, nyeri dan pucat pada
anggota gerak yang di operasi.
Dari hasil wawancara dan observasi di dapat kemungkinan komplikasi
tersebut terjadi dikarenakan pasien tidak mau atau kurang melakukan mobilisasi
sehingga peredaran darah tidak lancar dan akhirnya berdampak pada proses
penyembuhan luka (vaskularisasi,inflamasi, proliferasi dan granulasi) tidak dapat
berlangsung maksimal.
D. Design
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini Pra-Eksperimen dengan
Perbandingan Kelompok Statis (Static Group Comparasion) dengan observasi yang
dilakukan Postest Only Control Group Design yaitu peneliti mengukur pengaruh
perlakuan (intervensi) pada kelompok eksperimen dengan cara membandingkan
kelompok tersebut dengan kelompok kontrol.
E. Tempat Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Gambiran Kota Kediri.
F. Sampel
Populasi dalam penelitian Semua pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah
(fraktur femur & fraktur cruris) yang di rawat di Ruang Bedah RSUD Gambiran Kota
Kediri yaitu sebanyak 37 pasien.
G. Analisis Data
Adanya Pengaruh ROM Exercise Dini Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstrimitas
Bawah (Fraktur Femur dan Fraktur Cruris) Terhadap Lama Hari Rawat di Ruang
Bedah RSUD Gambiran Kota Kediri.
H. Hasil
1. Lama Hari Rawat Responden Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah (Fraktur
Femur Dan Fraktur Cruris) Yang Tidak Dilaksanakan ROM Exercise Dini Di
Ruang Bedah RSUD Gambiran Kota Kediri
Diketahui hampir setengah dari responden post operasi fraktur ekstremitas bawah
(fraktur femur dan fraktur cruris) yang tidak dilaksanakan ROM Exercise dini
lama hari rawatnya adalah 6 hari yaitu 6 responden (40%).
2. Lama Hari Rawat Responden Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah (Fraktur
Femur Dan Fraktur Cruris) Yang Dilaksanakan ROM Exercise Dini Di Ruang
Bedah RSUD Gambiran Kota Kediri
Diketahui sebagian besar lama hari rawat dari responden post operasi fraktur
ekstremitas bawah (fraktur femur dan fraktur cruris) yang dilaksanakan ROM
Exercise dini adalah 4 hari yaitu 10 responden (67%).
Jadi dapat disimpulkan adanya Pengaruh ROM Exercise Dini Pada Pasien Post
Operasi Fraktur Ekstrimitas Bawah (Fraktur Femur dan Fraktur Cruris) Terhadap
Lama Hari Rawat di Ruang Bedah RSUD Gambiran Kota Kediri.
I. Pembahasan
Menunjukkan bahwa ROM Exercise dini berpengaruh positif terhadap lama
hari rawat pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah (fraktur femur dan
fraktur cruris). Hal ini sesuai dengan yang dituliskan Brunner & Suddarth (2002)
yaitu gerakan dalam batas imobilisasi terapeutik selalu dianjurkan untuk pasien tentu
saja dalam melakukan gerakan tersebut dengan bantuan perawat. Hal ini di dukung
juga dengan yang dituliskan oleh Syamsuhidayat (2001) yaitu keadaan umum sangat
dipengaruhi secara positif bila penderita telah dapat bergerak. Bahkan ekstremitas
yang di mobilisasi harus digerakkan pada semua sendi yang tidak masuk mobilisasi.
Begitu pula yang dituliskan oleh Ichanners, (2009) yaitu salah satu
keuntungan menjalankan rehabilitasi post ORIF adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang merugikan bagi pasien. Peran perawat sebagai edukator dan
motivator kepada klien diperlukan guna meminimalkan suatu komplikasi yang tidak
diinginkan. Sehingga apabila komplikasi tidak terjadi tentunya kondisi ini akan
mempengaruhi lama keberadaan pasien di rumah sakit atau lama perawatan pasien
(Perry dan Potter, 2005).
J. Kesimpulan
1. Sebagian besar lama hari rawat dari 15 responden post operasi fraktur ekstremitas
bawah (fraktur femur dan fraktur cruris) yang tidak dilaksanakan ROM Exercise
dini adalah 6 hari yaitu 6 responden (40%).
2. Sebagian besar lama hari rawat dari 15 responden post operasi fraktur ekstremitas
bawah (fraktur femur dan fraktur cruris) yang dilaksanakan ROM Exercise dini
adalah 4 hari yaitu 10 responden (67%).
3. Ada pengaruh positif dari ROM Exercise dini pada pasien post operasi fraktur
ekstremitas bawah (fraktur femur dan fraktur cruris) terhadap lama hari rawat,
yaitu lama hari rawat lebih pendek 2 hari dibanding dengan pasien post operasi
fraktur ekstremitas bawah (fraktur femur dan fraktur cruris) yang tidak
dilaksanakan ROM Exercise dini.
K. Saran
Bagi Profesi Keperawatan, disarankan agar semua perawat di rumah sakit
untuk memberikan asuhan perawatan pada pasien post ORIF dalam kaitannya dengan
pelaksanaan ROM Exercise dini tanpa tergantung pada petugas fisioterapi, sehingga
kebutuhan pasien akan mobilisasi dapat segera terpenuhi dan dapat mencegah
terjadinya komplikasi pasca operasi.
RESUME JURNAL 2

A. Judul
Pengaruh Range of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Gout di
Wilayah Puskesmas Batang III Kabupaten Batang Tahun 2013.
B. Penulis
Lukki Apriliana Jaya, Ratih Anjayani, Mokhamad Arifin, Rita Dwi Hartanti
C. Latar Belakang
Salah satu penyakit yang saat ini mengganggu produktivitas masyarakat
adalah asam urat atau gout, yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat penumpukan asam
urat (uric acid) dalam tubuh secara berlebihan. Penyakit ini dapat mengakibatkan
produksi asam urat meningkat yang disebabkan meningkatnya asupan makanan kaya
purin sehingga proses pembuangannya melalui ginjal menurun. Gout sering diartikan
sebagai encok atau rematik yang disebabkan gangguan pada tulang dan sendi, namun
sebenarnya Gout adalah penyakit yang disebabkan peningkatan asam urat darah
(Vitahealth 2005, h.1).
Angka prevalensi gout di dunia secara global belum tercatat, namun di
Amerika Serikat angka prevalensi gout pada tahun 2010 sebanyak 807.552 orang
(0,27%) dari 293.655.405 orang. Indonesia menempati peringkat pertama di Asia
Tenggara dengan angka prevalensi 655.745 orang (0,27%) dari 238.452.952 orang
(Right Diagnosis Statistik, 2010). Penderita asam urat sebagian besar termasuk dalam
golongan usia produktif yaitu usia 30-50 tahun dan 32% terjadi pada pria di bawah
usia 34 tahun (Utami 2003, h. 22). Nyeri yang disebabkan penyakit gout
mengakibatkan gangguan gerak sehingga menganggu aktivitas sehari-hari dan
produktivitas kerja, tak jarang penderita mengalami depresi karena kualitas dan
produktivitasnya menurun drastis (Khomsan dan Harlinawati 2008, h.4)
Penurunan kekuatan otot pada pasien gout menyebabkan gangguan mobilitas
fisik yaitu suatu keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh baik satu ataupun lebih
pada ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nanda, 2012, h.304). Salah satu
intervensi untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik antara lain Range of Motion
(ROM) yaitu suatu gerakan yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi
yang bersangkutan. Tujuan dilakukan ROM yaitu (1) mempertahankan dan
memelihara kekuatan otot; (2) memelihara mobilitas sendi; (3) merangsang sirkulasi
darah; (4) mencegah kelainan bentuk. ROM terdiri dari dua jenis yaitu ROM pasif
yaitu ROM yang dilakukan oleh pasien dengan bantuan perawat setiap gerakan dan
ROM aktif yaitu latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa bantuan
perawat dari setiap gerakan yang dilakukan (Suratun dkk 2008, hh.172-173).
Range of Motion (ROM) atau rentang gerak merupakan jumlah maksimum
gerakan yang dilakukan pada suatu sendi. ROM bisa dilakukan pada tiga potongan
tubuh yaitu sagital, frontal dan transversal. Pasien yang mobilitas sendinya terbatas
karena disabilitas, trauma dan penyakit memerlukan latihan sendi untuk mengurangi
bahaya mobilitas (Hidayat dan Uliyah 2005, 146-147). Latihan gerak sendi tersebut
dapat dilakukan secara adekuat pada sendi yang sakit, sehingga mampu meningkatkan
mobilitas fisik dan mengurangi resiko kelemahan otot pada pasien gout (Suratun dkk,
2008, h.122).
Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Pengaruh Range of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot pada
Pasien Gout di Wilayah Puskesmas Batang III Kabupaten Batang Tahun 2013.
D. Desain
Desain penelitian menggunakan pra-eksperimen (pre-experiment designs) yaitu suatu
kegiatan yang dilakukan sebelum adanya percobaan yang berupa perlakuan terhadap
suatu variabel dan perlakuan tersebut diharapkan terjadi perubahan atau pengaruh
terhadap variabel yang lain. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan teknik one group pretest and postest without control group
yaitu mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok
subjek. Kelompok subjek diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam 2003, h.85).
E. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukann di Puskesmas Batang III Kabupaten Batang Tahun 2013
F. Sampel
Populasi penelitian adalah seluruh pasien gout di wilayah Puskesmas Batang III
Kabupaten Batang sebanyak 47 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling. Polli & Beck (2009, h. 312) didasarkan pada keyakinan bahwa
pengetahuan peneliti tentang populasi dapat digunakan untuk memilih anggota
sampel.
G. Instrument
Penelitian ini menggunakan instrumen prosedur pemeriksaan derajat kekuatan otot
dengan ketentuan sebagai berikut: Derajat 0 yaitu Paralisis total / tidak ditemukan
adanya kontraksi pada otot. Derajat 1 yaitu kontraksi otot yang terjadi hanya berupa
perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat
menggerakan sendi. Derajat 2 yaitu otot hanya mampu menggerakkan persendian
tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi. Derajat 3 yaitu di
samping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi
tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa. Derajat 4 yaitu
kekuatan otot seperti derajat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap terhadap
tahanan ringan. Derajat 5 yaitu kekuatan otot normal.
H. Hasil
Pada pasien gout menunjukkan perubahan kekuatan otot setelah dilakukan
intervensi Range of Motion (ROM). Pada hari kedua terdapat 5 responden (33,3%)
yang telah mengalami perubahan derajat kekuatan otot, sedangkan hari ketiga terdapat
10 responden (66,6%) yang mengalami perubahan derajat kekuatan otot. Pada hari
keempat terdapat 1 orang (6,6%) yang mengalami peningkatan kekuatan otot, hari
kelima terdapat 8 orang (53,3%) yang mengalami peningkatan kekuatan otot,
sedangkan pada hari terakhir intervensi diketahui semua (100%) responden sudah
mengalami perubahan kekuatan otot.
Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa responden mengalami
peningkatan kekuatan otot sesudah dilakukan Range of Motion yaitu dari rata-rata
kekuatan otot responden sebelum dilakukan Range of Motion sebesar 2,07 menjadi
3,13. Hasil ini menunjukkan bahwa ROM dapat meningkatkan kekuatan otot. Hal ini
sesuai dengan Suratun dkk (2008, h.172) yang menyatakan bahwa tujuan Range of
Motion (ROM) adalah mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara
mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk.
Dari hasil penelitian bahwa Range of Motion (ROM) juga dapat menurunkan nyeri
pada pasien gout. Hasil penelitian diperoleh value sebesar 0,001 < 0,05, dapat
disimpulkan ada pengaruh kekuatan otot pada pasien gout sebelum dan sesudah
dilakukan Range of Motion (ROM) di Wilayah Puskesmas Batang III Kabupaten
Batang.

I. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Batang III
Kabupaten Batang didapatkan hasil simpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan diketahui yang tidak bekerja
sebesar 41,7%, pedagang sebesar 41,7% dan pekerja swasta sebesar 16,6%
2. Kekuatan otot sebelum diberikan intervensi Range of Motion (ROM) diketahui
rata-rata: 2,00.
3. Kekuatan otot sesudah diberikan intervensi Range of Motion (ROM) diketahui
rata-rata: 3,00.
4. Ada pengaruh kekuatan otot pada pasien gout sebelum dan sesudah dilakukan
Range of Motion (ROM) di Wilayah Puskesmas Batang III Kabupaten Batang.

J. Saran
1. Bagi profesi keperawatan
Hasil penelitian ini sebaiknya dapat dijadikan sebagai rujukan bagi perawat untuk
memberikan asuhan keperawatan berupa Range of Motion (ROM) pada pasien
gout memulihkan kekuatan otot pada pasien gout dan mengurangi gangguan
mobilisasi pasien gout.
2. Bagi Puskesmas
Puskesmas sebaiknya memberikan pendidikan kesehatan pada pasien gout yang
mengalami gangguan kekuatan otot tentang Range of Motion agar dapat dijadikan
alternatif rehabilitasi untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien gout.
3. Bagi Peneliti Lain Peneliti ini dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti
lain dan dapat dijadikan rujukan untuk melakukan penelitian sejenis dengan
intervensi yang berbeda misalnya ROM untuk mengurangi nyeri pada pasien
RESUME JURNAL 3

A. Judul
Pengaruh latihan range of motion (ROM) aktif terhadap fleksibilitas sendi lutut pada
lansia di desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kebupaten Semarang.
B. Penulis
Indhah Siswoyowati
C. Latar belakang
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara
tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya
menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Di masa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).
Menurut World Health Organization (WHO) bahwa penderita gangguan sendi
di Indonesia yaitu dislokasi, terkilir, ankilosis dan artritis mencapai 81% dari total
populasi, dari jumlah tersebut hanya 29% yang pergi ke dokter, sedangkan 71%
cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang dijual bebas.
Penurunan kemampuan muskuloskeletal dapat menurunkan aktivitas fisik (physical
activity), sehingga akan mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari (Activity Daily Living/ADL).
Latihan ROM merupakan latihan yang menggerakkan persendian seoptimal
dan seluas mungkin sesuai kemampuan seseorang yang tidak menimbulkan rasa nyeri
pada sendi yang digerakkan. Adanya pergerakan pada persendian akan menyebabkan
terjadinya peningkatan aliran darah ke dalam kapsula sendi (Astrand dan Rodahl,
2003). Ketika sendi digerakkan, permukaan kartilago antara kedua tulang akan saling
bergesekan. Kartilago banyak mengandung proteoglikans yang menempel pada asam
hialuronat yang bersifat hidrophilik, sehingga kartilago banyak mengandung air
sebanyak 70-75%. Adanya penekanan pada kartilago akan mendesak air keluar dari
matrik kartilago ke cairan sinovia. Bila tekanan berhenti maka air yang keluar ke
cairan sinovia akan ditarik kembali dengan membawa nutrisi dari cairan sinovia
(Hazzard, et al., 2003; Jenkins, 2005). Sehingga dengan dilakukan latihan ROM pada
klien gangguan sendi dapat menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan lebih
mandiri.
D. Design
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan cara quasi experiment control group design, metode
penelitian yang digunakan eksperimen semu. Jenis desain dalam penelitian ini
berbentuk non equivalent pre test dan post test control group design. penelitian
E. Tempat Penelitian
Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.
F. Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang berusia >65 tahun di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 437 lansia. Sampel
dalam penelitian ini adalah lansia yang mengalami gangguan fleksibilitas sendi lutut
di Desa Leyangan Kabupaten Semarang sebanyak 15 orang untuk masing-masing
kelompok, namun untuk mengantisipasi adanya drop out dari sampel maka sampel
ditambah menjadi 17 responden. Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 34
responden.
G. Instrumen
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuisioner
dan lembar penilaian.
H. Analisa data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis univariat dan
analisis bivariat. Analisis univariat dalam penelitian ini digunakan untuk
menggambarkan masing-masing variabel dan untuk menggambarkan variabel
independen dan dependen. Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi uji normalitas data, uji homogenitas atau kesetaraan data dan
uji hipotesis.
I. Hasil
Analisis Univariat
1. Distribusi frekuensi sendi lutut sebelum diberikan latihan ROM Aktif terhadap
pada lansia pada kelompok intervensi dan kontrol.
Hasil penelitian menunjukan bahwa flessibilitas sendi sebelum penelitan pada
lansia di desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada
kelompok kontrol untuk lutut minimal 80.06%, maksimal 89.06% dan rata-rata
83,51% dengan standar deviasi 2,4768 serta untuk lutut kanan minimal 80,06%,
maksimal 91,01% dan rata-rata 85,69 dengan standar deviasi 2,2367. Hal tersebut
menunjukkan bahwa terjadi penurunan fleksibilitas sendi pada lansia.
Responden pada penelitian ini pada kelompok kontrol berusia paling muda 65
tahun dan paling tua 76 tahun dengan rata-rata 68.64 tahun, sedangkan pada
kelompok intervensi usia paling muda 65 tahun dan paling tua 76 tahun dengan
rata-rata 68.62 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua responden lansia
mulai mengalami perubahan pada fleksibilitas sendi terutama lutut. Pada proses
menua biasanya terjadi penurunan produksi cairan synovial pada persendian, tonus
otot menurun, kartilago menjadi lebih tipis dan ligamentum menjadi lebih kaku
serta penurunan kelenturan (fleksibelitas). Penelitian Ulliya (2007), merupakan
eksperimen dengan pre post test design. Subyek sebanyak 8 yang dilakukan latihan
ROM sebanyak 5 kali dalam seminggu selama 6 minggu. Fleksibilitas sendi diukur
pada sebelum, setelah 3 minggu dan setelah 6 latihan ROM. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan antara pengukuran pertama-
kedua pada fleksi sendi lutut kanan dan kiri dan antara pengukuran pertama-ketiga
pada fleksi sendi lutut kiri. Simpulan pada penelitian ini adalah latihan ROM dapat
meningkatkan fleksibilitas sendi lutut kiri sebesar 35 atau 43,75%.
2. Perbedaan fleksibilitas sendi lutut sebelum dan sesudah diberikan latihan ROM
aktif pada lansia.
Berdasarkan uji t-test dependent menunjukkan pula bahwa nilai t hitung untuk lutut
kiri sebesar -2,913 dan p value sebesar 0,010 dan lutut kanan sebesar -2,889dan p
value sebesar 0,011 (=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedan
yang bermakna antara fleksibilitas sendi lansia sebelum dan sesudah diberikan
latihan Range of Motion (ROM) aktif di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran
Timur Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan fleksibilitas sendi pada lansia setelah diberikan latihan
Range of Motion (ROM) aktif. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan
fleksibilitas sendi adalah pemberian latihan Range of Motion (ROM) aktif.
Penelitian Utami (2009) dengan latihan ROM rutin sedikitnya 2-3 kali setiap
minggunya dalam waktu 20-30 menit memberikan manfaat yang berarti
diantaranya dapat meningkatkan kekuatan otot dan menurunkan keletihan, dalam
hal ini dikhususkan pada lansia yang mengalami penurunan massa otot serta
kekuatannya untuk melakukan mobilisasinya. Hasil dari penelitian ini didapatkan
bahwa kemampuan mobilisasi pada lansia setelah dilakukan latihan Rom aktif
lebih baik dari sebelum dilakukan latihan Rom aktif. Smeltzer & Bare (2008)
menyebutkan bahwa latihan ROM dapat dilakukan 4 sampai 5 kali sehari, dengan
waktu 10 menit untuk setiap latihan.
3. Pengaruh latihan ROM Aktif terhadap fleksibilitas sendi lutut pada lansia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan antara
pengukuran pertama-kedua pada fleksi sendi lutut kanan dan kiri dan antara
pengukuran pertama-ketiga pada fleksi sendi lutut kiri. Simpulan pada penelitian
ini adalah latihan ROM selama dapat meningkatkan fleksibilitas sendi lutut kiri
sebesar 35 atau 43,75%.

J. Saran
1. Bagi institusi kesehatan salah satunya puskemas hendaknya dapat mempromosikan
hasil penelitian ini dalam memberikan pelayanan kesehatan seperti di posyandu
lansia, dengan mengajarkan kepada lansia manfaat latihan Range of Motion (ROM)
aktif sebagai salah satu terapi untuk mengintervensi fleksibilitas sendi lutut pada
lansia.
2. Bagi peneliti, hendaknya peneliti selanjutnya meningkatkan faktor lain yang
mempengaruhi fleksibilitas sendi lutut pada lansia yang berkaitan dengan faktor
fisiologis pada lansia.

Você também pode gostar