Você está na página 1de 30

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Istilah Hukum Acara Pidana


Hukum acara pidana yang terdapat di Indonesia sudah tepat dibanding dengan
istilah hukum proses pidana atau hukum tuntutan pidana. Sedangkan istilah dari
setiap negara juga berbeda-beda, di Belanda dikenal istilah stafprocesrecht, di inggris
dikenal criminal procedure law, perancis menggunakan istilah code dinstruction
criminelle dan istilah yang sering dipakai di amerika serikat adalah criminal
procedure rules. Sedangkan pada saat ini di Indonesia mulai berkembang istilah
criminal justice sistem atau sistem peradilan pidana terpadu.
Hukum acara pidana mempunyai ruang lingkup yang sempit yaitu hanya
membahas pada mencari kebenaran, penyelidikan, penyidikan dan berkahir pada
pelaksanaan pidana atau eksekusi oleh jaksa. Pembinaan narapidana tidak termasuk
kedalam hukum acara pidana juga termasuk mengenai perencanaan undang - undang
pidana.
Yang perlu diperbaiki dalam KUHAP ialah hal - hal yang bersifat universal dan
yang baru sesuai dengan perkembangan teknologi canggih. Misalnya tentang masalah
pembuktian, apakah data atau program komputer dapat dipandang sama dengan alat
bukti surat atau dokumen dan yang sejenisnya.
Pompe merumuskan hukum pidana materil sebagai keseluruhan peraturan
hukum yang menunjukkan perbuatan mana yang seharusnya dikenakan pidana dan
dimana pidana itu seharusnya menjelma. Sedangkan simon merumuskan sebagai
berisi petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang syarat - syarat dapatnya
dipidana suatu perbuatan, petunjuk tentang orang-orang yang dapat dipidana serta
aturan pemidanaan, mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana tersebut
dijatuhkan. Sedangkan hukum pidana formil mengatur tentang bagaimana negara
melalui alat - alat kelengkapan negara melaksanakan haknya untuk memidana dan
mejatuhkan pidana.
Pengertian penyidikan dalam KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang - undang ini untuk mencari
dan mengumpulkan bukti - bukti yang dengan bukti ini membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Hukum acara pidana berkaitan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu
merupakan suatu rangkaian aturan - peraturan yang memuat cara bagaimana badan
pemerintah yang berkuasa yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak
guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana

B. Tujuan Hukum Acara Pidana


Tujuan dari hukum acara pidana itu sendiri adalah untuk mencari dan
mendapatkan atau setidak - tidaknya mendekati kebenaran materil, ialah kebenaran
yang selengkap - lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan
hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah
pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya
meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orangyang didakwa tersebut
dapat dipersalahkan.
Van Bemmelen mengemukakan tiga fungsi hukum acara pidana yaitu :
1. Mencari dan menemukan kebenaran
2. Pemberian keputusan oleh hakim
3. Pelaksanaan keputusan.
C. Tempat Hukum Acara Pidana Dalam Hukum
Hukum pidana dalam arti yang luas terdiri dari hukum pidana dan hukum acara
pidana. Kalau hukum dibagi atas hukum publik dan hukum privat, maka hukum acara
pidana termasuk kedalam hukum publik. Sifat publik hukum acara pidana karena
yang bertindak jika terjadi pelanggaran pidana adalah negara.

D. Asas - Asas Penting Yang Terdapat Dalam Hukum Acara Pidana


1) Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
2) Praduga tak bersalah.
3) Asas oportunitas.
4) Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum.
5) Semua orang diperlakukan sama di depan hakim.
6) Peradilan dilakukanoleh hakim karena jabatannya dan tetap.
7) Tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum.
8) Asas akusator dan inkisator.
9) Pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan.

E. Ilmu - Ilmu Pembantu Hukum Acara Pidana.


Seperti telah dikemukakan bahwa tujuan hukum acara pidana ialah menemukan
kebenaran materil. Untuk mencapai tujuan ini, selain pengetahuan tentang hukum
acara pidana dan hukum pidana, perlu pula para penegak hukum seperti polisi, jaksa,
hakim dan penasihat hukum mempunyai bekal pengetahuan lain yang dapat
membantu menemukan kebenaran materil.
Beberapa ilmu pengatahuan yang sangat membantu menemukan kebenaran di
dalam hukum acara pidana adalah :
1) Logika.
2) Psikologi.
3) Kriminalistik.
4) Psikiatri.
5) Kriminologi.
Sedangkan sumber formil hukum acara pidana di Indonesia yang penting terdapat
pada UUD 1945 serta Undang - Undang.
BAB 2
SISTEM PENUNTUTAN DAN PROSES
PEMERIKSAAN PIDANA

A. Sistem Orportunitas Dan Legalitas


Pada umumnya negara-negara moderen dapat dikelompokkan ke dalam yang
menganut sistem Anglo Saxson dan Eropa Kontinental. Mungkin negara-negara
sosialis atau esk sosialis ke dalam kelompok tersendiri. Kedua kelompok negara
tersebut pernah menjajah sebagian besar negara Asia dan Afrika, dan dengan
sendirinya sistem itu di perkenalkan pada wilayah jajahannya itu, misalnya Indonesia
dan Malaysia dua negara serumpun tetapi dipisahkan dalm sistem hukum negara
penjajahnya sendiri.
Adapun Negara yang menganut sistem Opurtunitas diantaranya: Yang pertama-
tama yang disebut adalah Belanda yang membawa asas itu dapat dilihat dari
sejarahnya bahwa Belanda yang membawanya ke Indonesia dan praktek penerapan
asas orportunitas semakin luas. Mereka mengartikan bahwa asas orportunitas
merupakan penuntut umum boleh memutuskan untuk menuntut atau tidak menuntut
dengan syarat atau tampa syarat
Secara garis besar ada tiga kategori penyimpangan perkara di Belanda yaitu :
1.) Perkara dikesampinkan karena alasan kebijaksanaan (poltci), yang meliputi
perkara ringan, umur terdakwa sudah tua dan kerusakan yang telah di
perbaiki.
2.) Karena alasan teknis (tidak cukup bukti, lewat waktu dan lain-lain).
3.) Karena perkara di gabung dengan perkara lain.

Negara yang menganut asas legalitas, Jerman yang pertama kita sebut. Jaksa
jerman pada prinsipnya tidak boleh menyampaikan perkara tetapi harus diteruskan
kepengadilan. Sitem penuntutan Jerman diatur didalam strafprozessordnung
(Undang-undang Hukum Acara Pidana), Terutama pasal 152, 153-153e, 154-154e.
Asas legalitas titegaskan dalam Pasal 152 ayar (2). Setelah strafprozessordnung
diubah dan diperbaharui pada tahun 1975 ketentuan di dalam pasal ini tidak berubah.

B. Sistem Penuntutan Di Amerika Serikat


Amerika Serikat dibicatakan sendiri karma meskipun ia menganut common law
yang mengikuti Inggris, namun system penuntutannya menyimpang dari sumbernya
itu.
Sistem penuntutan di Amerika Serikat sangat berbeda dengan Inggris atau
Prancis atau Eropa yang lainnya. Dalam privilege Penuntut Umun Amerika Serikat
dapat di sejajarkan dengan rekannya di Inggris atau Prancis, tetapi pekerjaannya
sehari-hari sangat berbeda.
Supaya dereksi penuntut umum tidak disalah gunakan, maka American Bar
Association (Persatuan Sarjana/Propesi Hukum Amerika) Mmbuat standar untuk
menerapka penuntutan sebagai brikut :
1.) Untuk Menuntut, maka Penuntut Umum harus menentukan apakah terdakwa
cukup bukti-bukti untuk memidanakan terdakwa. Adalah tidak professional
jika penuntut umum tidak cukup bukti.
2.) Penuntut umum tidak berwajib menuntut semua dakwaan yang terdia bukti-
bukti. Penuntut Umum harus dalam keadaan tertentu dan alasan yang baik
konsisten pada kepentingan umum walaupun cukup bukti untuk memidana.
Faktor-faktor ilustratif yang sebaiknya dipertimbangkan oleh Penuntut Umum
untuk melestarikan hukum :
a. Penuntut umum ragu-ragu apakah terdakwa sungguh-sunggunh
bersalah;
b. Keadaan kerugian yang disebapkan oleh delik;
c. Tidak proposional untuk memidana berkaitan dengan delik secara
khusus terdakwa;
d. Kemungkinan tidak benarnya motif pengaduan;
e. Korban enggan menjadi saksi;
f. Kerjasama terdakwa dalam menangkap atau memidana terdakwa yang
lain;
g. Adanya penuntutan yang sama oleh yurisdikasi.
3.) Dalam mengambil keputusan untuk tidak boleh dikaitkan dengan kepentingan
pribadi atau kepentinagan politis Penuntut umum, tidak boleh mencari
popularitas tentang keberhasilannya dalam menuntut.
4.) Dalam hal menyangkut ancaman serius terhadap kepentingaan masyarakat.
5.) Dalam hal menyangkut perkara serius terhadap masyarakat Penuntut Umum
tidak boleh menuntut dengan alasan jury (Hakim) di dalam yuriskiksinya
selalu membenarkan perkara demikian.
6.) Penuntut Umum tidak boleh mencari dakwaan lebih banyak selain
berdasarkan bukti-bukti dipersidangan.
BAB 3
Selayang Pandang Sejarah Hukum Acara Pidana

I. Acara Pidana Sebelum Zaman Kolonial


Pada waktu jaman penjajahan Belanda, Indonesia tidaklah gersang dari
lembaga tata negara dan lembaga tata hukum. Hukum tersebut lahir dari
masyarakat tradisional sendiri yang disebut hukum adat.
Supomo menunjukkan bahwa pandangan rakyat Indonesia terhadap alam
semesta merupakan suatu totalitas. Manusia beserta mahluk hidup yang lain
dengan lingkungannya merupakan kesatuan, alam gaib dan alam nyata tidak
dipisahkan. Pada tiap pelanggar hukum dan penegak Hukum mencari
bagaimana mengembalikan keseimbangan yang terganggu.
Bentuk-bentuk sanksi Hukum ada dihimpun dalam Pandecten van het
adatrecht bagian X yang disebut juga dalam buku Supomo tersebut:
1. Pengganti kerugian immaterieel dalam pembagian seperti berupa paksaan
pernikahan gadis yang telah dicemarkan.
2. Bayaran uang adat kepada orang yang terkena, yang berupa benda sakti
sebagai pengganti kerugian rohani.
3. Selamatan untuk kebersihan masyarakat dari segala kotoran gaib.
4. Penutup malu, permintaan maaf.
5. Hukuman badan, hukuman mati.
6. Pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang diluar tata hukum.

Hazairin menuliskan bahwa masyarakat tradisional Indonesia tidak ada pidana


penjara. Hukum pembuktian pada masyarakat tradisional sering digantungkan
pada kekuasaan Tuhan.
II. Perubahan Perundang-undangan Di Negeri Belanda Dengan Asas
Konkordasi Yang Berlaku Juga Di Indonesia
Tiga pekerjaan utama yang diselesaikan selama satu setengah tahun, yaitu
pertama peraturan mengenai peradilan, kedua tentang perbaikan kitab undang-
undang yang telah ditetapkan itu, dan yang ketiga tentang pemberlakuan hukum
Eropa untuk orang timur.
Isi final dari Raja tanggal 16 Mei 1846 Nomor 1 yang di umumkan di
Indonesia dengan Sbld 1847 Nomor 23 yang terpenting ialah yang tersebut
Pasal 1 dan Pasal 4. Peraturan-peraturan Hukum yang dibuat untuk Hindia
Belanda yaitu :
Ketentuan umum tentang perundang-undangan ; (AB)
Peraturan tentang susuna Peradilan dan Kebijaksanaan Peradilan (RO) ;
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) ;
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (WvK) ;
Ketentuan tentang kejahatan yang dilakukan pada kesempatan jatuh pailit dan
terbukti tidak mampu, begitu pula di kala diadakan penangguhan pembayaran
utang (pasal 1)
Peraturan acara pardata untuk (HooGGerechtshof dan Raad van justitie)
Perturan tata usaha kepolisian, berserta pengadilan sipil dan penunutnan tata
usaha kepolisian, berserta pengadilan sipil dan penuntutan perkara criminal
mengenai golongan Bumi Putra dan orang-orang yang dipersamakan (Pasal 4).

III. Acara Pidana Pada Zaman Penduduk Jepang Dan Sesudah Proklamasi
Kemerdekaan
Pada zaman penduduk Jepang tidak terjadi perubahan asasi kecuali
hapusnya Raad van Justitie Untuk golongan eropa. Dan berlaku undang-undang
no.1 tahun 1942 yang berlaku pada tanggal 7 Maret 1942, dikeluarkan peralihan
di Jawa dan Madura.
Pada saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, keadaan tersebut
dipertahankan dengan dengan pasal II aturan peralihan UUD 45 berlaku pada
tanggal 18 Agustus 1945 yang berbunyi Segala badan Negara dan peraturan
yang masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-undang Dasar ini.
Untuk memperkuat aturan peralihan ini, maka Presiden mengeluarkan suatu
peraturan pada tanggal 10 Oktober 1945 yang disebut peraturan No 2.
Setelah dibentuk RIS, maka segera dengan undang-undang No1 tahun 1951
LN 1950 Nomor 30 dibentuk Makamah Agung di Jakarta dan Makamah Agung
di Yogyakarta. dengan undang-undang No18 Tahun 1950 LN 1950 Nomor 27.,
Landrecht (gaya baru) di Jakarta diganti menjadi Pengadilan Negeri, dan
Appelraad di Jakrta diubah menjadi Pengadilan Tinggi.

IV. Hukum Acara Pidana Menurut Undang-undang No 1 (DRT) Tahun 1951


Dengan undang-undang ini dapat dikatakan telah diadakan unifikasi Hukum
acara pidana dan susunan pengadilan yang beraneka ragam sebelumnya,
menurut Pasal 1 UU tersebut, dihapus ;
1. Makamah justisi di Makasar dan alat Penuntut Umum padanya;
2. Appelraad di Makasar;
3. Appelraad di Medan;
4. Segala pengadilan Negara dan segala Landgerecht (cara baru) dan alat
Penuntut Umum;
5. Segala pengadila Kepolosian dan alat penuntut Umum padanya;
6. Segala Pengadilan Negara Magistrad (Pengadilan Rendah);
7. Segala pengadilan Kabupaten;
8. Segala Raad Distrik;
9. Segala Pengadialn Negorij;
10. Pengadilan Swapraja;
11. Pengadilan adapt.
V. Lahirnya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana disahkan oleh sidang
paripurna DPR pada tanggal 23 September 1981, Kemudian Presiden
mengesahkan menjadi undang-undang. Pada tanggal 31 Desember 1981 dengan
nama Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (undang-undang Nomor 8
Tahuun 1981, LN 1981 Nomor 76 , TLN Nomor 3209).
BAB 4
Pihak Yang Terlibat Dalam Hukum Acara Pidana

Dalam perkara pidana sebetulnya terlibat beberapa pihak. Dintara pihak-pihak yang
saling berhadapan itu terdapat hakim yang tidak memihak kedua pihak. Adapun
pihak-pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana yaitu :

A. Tersangka atau terdakwa dan hak-haknya


Ada usaha KUHAP untuk memberikan defenisi tersangka dan terdakwa,
ssebagai berikut :
Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaan,
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Butir
14).
Terdakwa adalah seseorang yang tersangka yang dituntut, diperiksa dan di adili
di muka sidang pengadilan (Butir 15).

B. Penuntut Umum
Penuntut umum dengan kekuasaan dan organisasinya seperti dikenal sekarang
ini berasal dari Perancis.belandalah yang bercermin kepada sistem
Perancis dan melalui asas konkordansi membawanya pula keIndonesia,terutama
dengan paket perundangan-perundangan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei
1848.

C. Penyidik dan Penyelidik


Menurut pasal 1 butir 1,penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Inonesia
atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyelidikan.
D. Penasehat Hukum dan Bantuan Hukum
Istilah penasihat hukum dan bantuan hukum adalah istilah baru.Sebelum
dikenal istilah pembela,advokat,procureur(pokrol).dan pengacara.istilah penasihat
hukum dan bantuan hukum memang lebih tepat sesuai dengan fungsinya sebagai
pendamping tersangka dalam pemeriksaan daripada istilah pembela.

BAB 5
Hakim Dan Kekuasaan Kehakiman

I. Kekuasan kehakiman yang merdeka


Hakim yang bebas dan tidak memihak telah menjadi ketentuan Universal. Ia
menjadi ciri pula suatu Negara hukum. UUD 1945 menjamin adanya suatu
kekuasaan kehakiman yang bebas. Hal itu tegas dicantumkan pada pasal 24,
terutama penjelasan Pasal 24, dan 25.
Hakim yang tidak memilih merupakan fundamen dari suatu Negara Hukum .
Untuk menjamin agar hakim itu tidak memihak maka dalm undang-undang tentang
makamah agung(UU No.14 tahun 1985) pasal 10 dikatakan bahwa Hakim Agung
tidak boleh merangkap menjadi :
a. Pelaksana putusan Makamah Agung;
b. Wali pengampu dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang akan
atau sedang diperiksa olehnya;
c. Penasehat Hukum

II. Kekuasaan Mengadili


Yang akan diuraikan disini adah kekuasaan mengadili pada peradilan umum.
Disamping peradilan umum, dikenal juga peradilan lain seperti peradilan tentara,
peradilan agama dan peradilan tata usaha negara.
Dalam hal kekuasaan mengadili, ada dua macam, yang biasa disebut juga
kompetensi, yaitu :
1. Kekuasan berdasarkan peraturan hukum mengenai pembagian kekuasaan
mengadili (attributie van rechtsmacht) kepada suatu macam pengadilan
(pengadilan negeri), bukan pada pengadilan yang lain.
2. kekuasaan berdasarkan peraturan hukum mengenai pembagian kekuasaan
mengadili (distributie van rechtsmacht) di antara satu macam (pengadilan
negeri).
Yang pertama disebut kompetisi mutlak (absolute kompetenti) dan yang kedua
disebut kompetisi relatif (relatif kompetenti).
Ketentuan yang lain tentang kopetensi mengadili adalah tentang pengadilan
negeri yang berwenang mengadili seseorang yang melakukan delik di luar negeri
yang tercantum dalam pasal 86. Disitu ditentukan bahwa Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat yang berwenang mengadili.

III. Kekuasaan Kehakiman setelah OrdeBaru


Menurut KUHAP, wewenang preperadialan ini ada dua :
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan ;
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Mulai abad ke-20 di Eropa mulai orang berpendirian lain. Mulai dipikirkan
kebebasan hakim dalam menerapkan undang-undang. Ajaran yang menghendaki
penemuan hukum secara bebas disebut Die freirechtslehre. Alasan yang
dikemukakan mereka ialah bahwa undang-undang itu selalu tidak lengkap, selalu
terdapat kesenjangan didalamnya, dan untuk mengisi kekosongan kesenjangan itu
hakim berkewajiban menemukan hukum. Tidak ada undang-undang yang dibuat
manusia berhdapan tepat sesuai dengan keadaan masyarakat yang terus
berkembang menjadi hukum dalam masyarakat. Tidak kurang pentingnya dalam
hal ini hakim mendekatklan diri dapat masyarakat dan membuat keputusan yang
dapat diterima masyarakat umum yang disebut yurisprudensi disamping
penemuan-penemuan baru oleh para sarjana hukum yang berupa dokrin.

IV. Departemn Kehakiman membawa Badan-badan Peradilan secara


Administratif
Kabinet yang pertama Republik Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan,
telah ada Menteri Kehakiman, sejak saat itu Departemen Kehakiman
menbawahi badan persadilan secara administratif. Hal itu terus berlanjut sampai
terbentuk RIS, zaman UUDS 1950 sampai kini.
Pernah ada gagasan yang menghendaki agar badan peradilan mengurus sendiri
organisasi administratif dan finansial sendiri, alasan jika badan peradilan itu
sendiri di bawahi oleh oleh departeman kehakiman secara organisatoris maka
kekuasaan kehakiman tidak bebas, dari pengaruh pemerintah jadi bertentangan
dengan UUD 1945.
BAB 6
Penyelidik Dan Penyidik

Istilah penyelidikan dan penyidik dipisahkan oleh KUHP, walaupun menurut


bahasa Indonesia kedua kata tersebut dasarnya adalah sidik, yang artinya
memeriksa, meneliti.
I. Penyelidikan
KUHAP memberikan defenisi penyelidikan adalah serangkaian tindakan
menyelidikan untuk mencari suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan suatu penyelidikan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
II. Penyidikan
KUHAP menderiakan defenisi penyidik adalah serangkaian tindakan
penyidikan dalam hal mencari cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang berkaitan dengan bukti itu membuat
terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna untuk menemukan
tersangka.
Bagian-bagian Hukum Scara Pidana yang menyangkut penyidikan adalah :
1. Ketentuan tentang alat-alat pentidik.
2. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik.
3. Pemeriksaan di tempat kejadian.
4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa.
5. Penahanan sementara.
6. Penggeledahan.
7. Pemeriksaan atau interogasi.
8. Berita cara (penggeledahan, interogasi dan pemeriksaan di tempat).
9. Penyitaan.
10. Penyampingan perkara
11. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada
penyidik untuk dipergunakan.

Diketahui terjadinya delik dari empat kemungkinan :


1. Kedapatan tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19 KUHAP)
2. Karena laporan (Pasal 1 butir 24 KUHAP)
3. Karena pengaduan (Pasal 1 butir 25 KUHAP)
4. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik
ketahui terjadinya delik seperti baca surat kabar, dengar radio, dengar orang
bercerita dan selanjutnya.
BAB 7
Penangkapan Dan Penahanan

I. Penangkapan
Pasal 1 butir 20 KUHAP memberikan defenisi, penangkapan adalah suatu
tindakan penyidik berupa pengekangan kebebasan sementara waktu tersangka
atau terdakwa apabila cukup terbukti guna kepentingan penyidikan atau
penuntutan dan atau pengadilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.

II. Penahanan
Penahanan merupakan suatu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak
seseorang. Jadi terdapat di sini pertentangan dua asas yaitu hak bergerak
seseorang yang merupakan hak asasi seseorang yang harus dihormati disatu
pihak dan kepentingan keterlibatan umum di lain pihak harus dipertahankan
untuk orang banyak atau masyarakat dari pembuat jahat tersangka.

III. Pejabat yang berwenang menahan dan lamanya penahanan


Kalau HIR menentukan bahwa ada dua macam pejabat atau instansi yang
melakukan penahanan yaitu jaksa (magistraat) dan pembantu jaksa
(hulpmagistraat), sedangkan hakim hanya memperpanjang penahanan yang
dilakukan oleh jaksa. Maka hanya tiga pejabat atau instansi yang berhak
melakukan penahanan yaitu penyidik atau penyidik pembantu, penuntut umum
dan hakim yang menurut tingkatan pemeriksaan sendiri atas hakim Pengadilan
Negeri, Pengadilan Tinggi atau Makamah Agung (pasal 20-30 KUHAP).
Setiap penahanan tersebut dapat di perpanjang pula, rincian penahanan dalam
hukum acara pidana indonesia sebagai berikut :
1. Penahanan oleh penyidik atau pembantu penyidik : 20 hari
2. Perpanjangan oleh penuntut umum : 40 hari
3. Penahanan oleh penuntut umum : 20 hari
4. Perpanjangan oleh ketua pengadilan negeri : 30 hari
5. Penahanan oleh ketua pengadilan negeri : 30 hari
6. Perpanjangan oleh hakim pengadilan negeri : 60 hari
7. Penahanan oleh hakim pengadilan negari : 30 hari
8. Perpanjangan oleh ketua pengadilan : 60 hari
9. Penahanan oleh Makamah Agung : 50 hari
10.Perpanjangan oleh Ketua Makamah Agung : 60 hari
Jadi seseorang tersangka atau terdakwa pertama kali ditahan dal rangka
penyidikan sampai tingakat kasasi dapat ditahan paling lama : 400 hari. Namun
ada pengecualian tentang penahanan yang diatur dalam pasal 29.

IV. Macam-macam bentuk penahanan


Didalam HIR hanya mengenal satu macam bentuk penahananyaitu penahanan
di rumah tahanan atau penjara, sedangkan dalam KUHAP menurut pasal 22
dikenal selain mengenai penahanan rumah tahanan atau penjara, yang dikenal
sebagai tahanan rumah, tahanan kota dan tahanan negara. Bahkan dalam ayat
(4) pasal tersebut dikatakan bahwa penahanan tersebut dikurangkan seluruhnya
dari pidana yang dijatuhkan.
Akan tetapi menjadi masalah dalam praktek nanti ialah kalau seorang tahanan
rumah masuk ke rumah sakit. Apakah selama di rumah sakit itu tahanannya itu
di perhitungkan sepertiganya dalam penjatuhan pidana karena ia berstatus
tahanan rumah sebelum masuk ke rumah sakit, atau diperhitungkan penuh,
karena menurut pasal tersebut sama dengan tahanan negara. Menurut pendapat
penulis, jika orang yang ditahan itu pindah kerumah sakit ats permintaannya
karena sakit, maka ia dipandang sebagai tahanan rumah.

BAB 11
Pra-Peradilan

I. Istilah dan arti praperadilan


Apabila kita teliti istilah yang dipergunakan oleh KUHP pra-peradilan maka
maksud dan artinya yang harfiah berbeda. Pra artinya adalah sebelum atau
mendahului, berarti pra-peradilan sama dengan sebelum pemeriksaan di sidang
pengadilan.
Acara pra-peradilan untuk ketiga hal yaitu pemeriksaan sah tidak sahnya suatu
penangkapan atau penahanan, atau penghentian penyelidikan atau penuntutan,
permintan tentang ganti rugi atau rehabilitsi akibat tidak sahnya penangkapan
atau penahanan atau akibat sahnya penghetian penyidikan.

II. Acara Praperadilan


Acara praperadilan untuj ketiga hal yaitu pemeriksaan sah tidaknya suatu
penangkapan atau penahanan (pasal 79 KUHAP)pemeriksaan sah atau tidaknya
suatu penghentian penyidikan atau penuntutan (pasal 80 KUHAP),pemeriksaan
tentang permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya
penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan (pasal
81KUHAP).

III. Kasus-kasus Praperadilan Dalam Peraktek


Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tanggal 24 Desember 1982 Nomor
07/1982/Pra.Per.
Kasus : Pemohon Ny.R.R.Pandelaki dan Ny.J.A.Pandelaki memohon
Praperadilan bahwa penahanan atas suami-suami mereka yang dilakukan oleh
KOSEK METRO 702-01 Koja tidak sah.Alasan yang dikemukakan oleh
pemohon yang terpenting ialah sebagai berikut.
a).Pemanggilan tidak sah
b).Tidak benar alasan termohon,bahwa R.R Pandelaki dan J.A Pandelaki ditahan
karena dikhawatirkan akan melarikan diri atau setidak-tidaknya akan
mempersulit pemeriksaan,karena:
1).Tempat tinggal tetap dan diketahui oleh termohon;
2).Pekerjaan tetap;
3).Keluarga (anak-anak dan istri dan sebagai kepala rumah tangga);
4).Rasa patuh dan taat untuk selalu memenuhi panggilan termohon
c).Tidak benar tembusan surat perintah penahanan telah diterimakan kepada
keluarganya.
Putusan Pengadilan
Hakim menyatakan bahwa surat perintah penahanan tidak sah karena telah
mangabaikan dan melanggar Pasal 21 ayat (1),ayat (2),dan Pasal 112 ayat (2)
KUHAP.Jadi, mengabulkan permohonan pemohon.
Tentang sah tidaknya pemanggilan tidak termasuk wewenang prapradilan dan tidak
berkaitan langsung dengan sahnya penahanan.Penahanan dapat dilakukan melalui:
a.tertangkap tangan
b.tersangka ditangkap terlebih dahulu
c.sesudah dipanggil dan menghadap
d.tersangka menyerahkan diri
Jadi,penahanan tidak selalu melalui pemanggilan.dengan demikian putusan
Praperadilan ini keliru karena telah mencampuradukan sahnya penahanan dan perlu
dan perlunya penahanan (rechtvaardigheid dan noodzakelijkheid).
BAB 14
Pemeriksan Di Sidang Pengandilan

I. Penentuan hari sidang dan pemanggilan


Peraturan hari persidangan dilakukan oleh hakim yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan untuk meyediakan perkara (pasal 152 ayat (1) KUHAP). Dalam hal
ini hakim tersebut memerintahkan kepada penuntut umum upaya memanggil
terdakwa dan saksi untuk datang kepersidangan (pasal 152 ayat (2) KUHAP).
KUHAP mengatur dalam pasal 145 syarat-syarat tentang sahnya suatu
pemaggulan kepada terdakwa sebagai tersebut :
1. Surat panggilan kepada terdakwa disampaikan di alamat tempat tinggal atau
apabila tempat tinggal tidak diketahui, disampaikan ditempat kediaman
terakhir. (ayat (1))
2. Apaila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau dikediaman terakhir,
surat panggilan diberikan kepada melalui kepala desa didaerah tempat
tinggal terdakwa, disampaikan di kediaman terakhir. (ayat (2))
3. Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat pengadilan disampaikan
kepadanya melalui pejabat rumah tahanan negara. (ayat (3))
4. Penerimaan surat panggilan terdakwa sendiri ataupun melalui orang lain
dilakukan dengan tanda terima. (ayat (4))
5. Apabila tempat tinggal maupun kediaman terdakwa terakhir tidak diketahui,
surat penggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung
pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya. (ayat (5))
Dalam pemerikksan persidangan dibedakan menjadi tiga macam pemeriksaan
persidangan yaitu :
1. Pemerksaan perkara biasa
2. Pemeriksaan perkara cepat
3. Pemeriksaan perkara singakat

BAB 15
Sistem Teori Pembuktian
Tentang pembuktain benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang
didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana. Dalam hal ini pun hak
asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana seseorang terdakwa yang malakukan
perbuatan yang didakwakan dinyatakan terbukti berdasarkan alat bukti yang disetai
dengan keyakinan hakim, padahal itu tidak benar. Untuk itulah hukum acara pidana
bertujuan mencari kebenaran materiel berbeda dengan hukum acara perdata yang
cukup puas dengan kebenaran formil.
-
A. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif
(positief wettelijke bewijs theorie)
Dalam nilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada dikenal beberapa
sistem atau teori pembuktian. Teori pembuktian yang berdasarkan undang-undang
adalah teori atau sistem pembuktian berdasarkan undang-undang positif.

B. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim melulu


Teori berdasarkan kepada keyakinan hakim melulu yang didasarkan kepada
keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan
perbuatan yang didakwakan.Dengan sistem ini,pemidanaan dimungkinkan tanpa
disarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-undang.
Sistem ini memberi kebebasan kepada hakim terlalu besar,sehingga sulit
diawasi.disamping iytu,terdakwa atau penasehat hukumnya sulit untuk melakukan
pembelaan.Dalam hal ini hakim dapat memidana terdakwa berdasarkan keyakinannya
bahwa ia telah melakukan apa yang didakwakan.Praktek peradilan juri di Perancis
membuat pertimbangan berdasarkan metode ini dan mengakibatkan banyaknya
putusan-putusan-putusan bebas yang sangat aneh.

C. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan


yang logis (LACONVICTION RAISONNEE).
Bahwa hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinannya,yang
didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan
(conclusie) yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian
tertentu.jadi,putusan hakim di jatuhkan dengan suatu motivasi.Sistem atau teori
pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut
alasan-alasan keyakinannya (vrijebewijstheorie).

D.Teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (Negatief


Wettelijk)
Simons mengatakan sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang
positif ini berusaha menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim dan
mengikat hakim secara ketat dengan peraturan-peraturan pembuktian yang keras.
Teori pembuktian ini tidak mendapat penganut lagi. Teori ini banyak mengandalkan
kekuatan pembuktian yang disebut undang-undang.
Dan teori ini juga ditolak oleh Wirjono Projodikoro untuk dianut di Indonesia, karena
katanya bagaimana hakim menetapkan kebenaran selain dengan cara menyatakan
kenyakinannya tentang hal kebenaran itu, lagi pula keyakinan seorang hakim yang
jujur dan berpengalaman mungkin sekali adalah sesuai dengan keyakinan
masyarakat..

BAB 16
Alat-Alat Pembuktian Dan kekuatan Pembuktian
Didalam hukum acara pidana kita tidak mengenal adanya alat bukti sungguhan
(Real evicdence), yang bisa disebut barang bukti. Didalam KUHAP menurut pasal
184 KUHAP alat bukti ialah :
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk keterangan terdakwa
Kini ternyata bahwa kekuatan pembuktian dari alatalat bukti terserah kepada
kebijaksanaan hakim, kecuali dua hal, yaitu tentang keterangan terdakwa dan
keterangan seorang saksi, yang keduaduanya harus dikuatkan oleh alat bukti lain,
agar dapat mebuktikan seluruh tuduhan.

A. Keterangan Saksi
Syarat-syarat seorang saksi:
Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi.Kecuali menjadi saksi tercantum
dalam pasal 186 KUHAP berikut:
a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau lebawah sampai
derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama sama sebagai terdakwa.
b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa saudara ibu atau
saudara bapak ,juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan
anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa.

B. Keterangan ahli (Verklaringen Van Een Deskundige ;Expert Testimony)


Keterangan seorang ahli disebut sebagai alat bukti pada urutan kedua oleh pasal
183 KUHAP.ini berbeda dengan HIR dahulu yang tidak mencantumkan keterangan
ahli sebagai alat bukti.Keterangan ahli sebagai alat bukti tersebut sama dengan
Ned.Sv. dan hukum acara pidana modern dibanyak negeri.
Isi keterangan seseorang saksi dan ahli berbeda.keterangan seorang saksi mengenai
apa yang dialami saksi itu sendiri sedangkan keterangan seorang ahli adalah
mengenai suatu penilaian mengenai hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan
kesimpulan mengenai hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilean kesimpulan
mengenai hal-hal itu.

C. Alat Bukti Surat


Selain pasal 184 yang menyebhurt alat-alat bukti maka hanya ada satu psal saja
dlam KUHAP yang mengatur tentang alat bukti surat yaitu ,Pasal 187.Pasal itu terdiri
atas 4 ayat:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuatdihadapanya , yang memuat keterangan tentang
kejadian keadaan yang didengar ,dilihat atau yang dialaminya sendiri disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang

BAB 17
Putusan Pengadilan
Yang menajdi dasar bagi seorang hakim dalam memutuskan suatu perkara
pidana adalah surat tuduhan menurut bunyi yang terakhir, yaitu setelah melalui proses
perkara dalam sidang. Keputusan hakim tersebut dapat berupa :
1. Pembebasan terdakwa.
2. Pelepasan terdakwa dari segala tuntutan
3. Penghukuman terdakwa
Mengenai barangbarang bukti yang digunakan selama proses pengadilan maka dapat
dikembalikan kepada yang berhak atau dapat disita untuk dimiliki atau dimusnahkan
oleh negara.

Penyusunan Surat Putusan Hakim

Surat keputusan hakim pidana harus memuat :


1. Nama, umur, tempat lahir, tempat diam dan pekerjaan terdakwa
2. Keputusan tentang kesalahan terdakwa dengan menyebutkan alasan alasan
keputusan tersebut secara ringkas, dalam hal mana tidak perlu disebutkan isi
dari alat alat bukti.
3. Penuntutan terkhir dari jaksa
4. Hukuman pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa yang diputuskan
berkesalahan dengan menyebutkan pasal pasal undang undang hukum
pidana yang menjadi dasar dari hukuman.
5. Keputusan tentang biaya perkara dan keputusan tentang pengembalian barang
barang bukti dan jika didapat kepalsuan dalam surat resmi, suatu keterangan,
bahwa surat tersebut palsu seluruhnya atau bagian mana yang dipalsukan.
6. Hari tanggal menjatuhkan putusan, dan nama hakim yang memutuskan dan jika
hakim berhalangan untuk hadir pada waktu putusan diucapkan atau untuk
menandatangani putusan dengan menyebutkan alasan sebab berhalangan
tersebut.
7. Perintah akan menahan terdakwa sementara atau akan melepaskan dari tahanan
dalam hal lain daripada dalam hal pembebasan terdakwa dari tuduhan, dengan
menerangkan alasan perintah tersebut.
Dalam surat catatan sidang termuat segala tindakan yang menurut hukum acara
pidana harus dilakukan selama pemeriksaan perkara dalam sidang, dan juga harus
termuat keterangan yang dalam sidang diajukan oleh terdakwa, saksi saksi, ahli
ahli dan berjalannya tanya jawab yang penting anara hakim dan terdakwa atau saksi
dan orang ahli.
Mengenai hal pencatatan sidang ini belum tentu dapat sempurna sahingga
mengakibatkan kesalahan bagi hakim atau panitera maka hakim sebaiknya hati hati
dalam membaca serta menelaah surat catatan sidang ini. Jika terdapat kesalahan maka
hakim sebaiknya tidak merujuk kepada catatan sidang tersebut.

Hal Menjalankan Putusan Hakim

Putusan pengadilan negri baru dapat dijalankan apabila sudah mendapat


kekuatan pasti yaitu apabila tidak mungkin atau tidak diadakan perbandingan seketika
diucapkan di muka umum, kecuali apabila terdakwa memohon pertangguhan
menjalankan putusan selama 14 hari dalam tempo mana terhukum berniat akan
memajukan pernohonan grasi kepada presiden. Kalau betul permohonan grasi masuk
dalam tenggang tersebut, maka hal menjalankan putusan hakim dipertangguhkan
sehingga mendapat keputusan dari presiden tentang permohonan grasi.
Tugas menjalankan putusan hakim berada di tangan jaksa namun dalam
pelaksanaannya jaksa harus memperhatikan berbagai hal tentang keadaan terdakwa
seperti misalnya apabila terdakwa mendapatkan hukuman mati sedang dalam keadaan
gila atau sedang hamil maka hukuman dapat dilaksanakan setelah terdakwa sembuh
dari penyakitnya atau terdakwa telah melahirkan.

Hal Kasasi
Kasasi yang berarti pembatalan adalah suatu tindakan mahkamah agung sebagai
pengawas tertinggi atas putusan putusan pengadilan pengadilan lain. Berdasarkan
lembaran negara tahun 1950 nomor 30, Mahkamah agung dapat melakukan kasasi
yaitu pembatalan atas putusan pengadilan pengadilan lain dalam peradilan yang
terakhir dan penetapan serta perbuatan pengadilan pengadilan lain dan para hakim,
yang bertentangan dengan hukum, kecuali putusan pengadilan dalam perkara pidana
yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuntutan.
Kasasi juga dapat dijatuhkan apabila ada kekeliruan dalam menyusun surat
tuduhan, yang tidak diperbaiki selama pemeriksaan perkara dalam sidang. Kasasi
dapat dilakukan atas permohonan pihak berkepentigan atau atas permohonan jaksa
agung karena jabatannya, dengan pengertian bahwa kasasi atas permohonan
kejaksaan agung hanya semata mata hanya untuk kepentingan hukum dengan tidak
merugikan pihak pihak yang berkepentingan lainnya.

Você também pode gostar