Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pasien wanita muda datang dengan keluhan bibir mencong ke sebelah kanan sejak 3
minggu SMRS, tanpa penurunan kesadaran dan dengan gejala yang menetap dapat
mengerucutkan ke beberapa sebab yaitu Bells Palsy dan tumor yang menekan ke tulang
temporal (Kolesteatom, dermoid).
Gejala gejala tersebut timbul dikarenakan gangguan pada N.VII yang mempersarafi wajah
untuk fungsi motorik dan sensorik. Gangguannya bersifat unilateral dan ipsilateral dimana
N.VII mempersarafi otot oblikularis okuli, oblikularisorim temporal, servikal, bukal dan
zygomatik yang berfungsi sebagai penggerak wajah. Pada pasien tampak lagophtalmus dan
mulut mencong pada sisi yang terkena. Hipestesia terjadi dikarenakan N.VII dan N.V
mempunyai nucleus somatosensory yang sama namun pada kasus ini rasa baal terjadi karena
gangguna dari motorik sehingga memberikan efek kepada rasa baal. Hiperlakrimasi
dikarenakan N.VII memegang peran otonom pada glandula lakrimalis sehingga apabila
terganggu dapat menyebabkan hal ini terjadi, selain itu pada penderita Bells Palsy terdapat
lagophtamus maka agar tidak terjadi dry eye dikompensasi dengan meningkatnya produksi
air mata.
Dasar diagnosis klinis saya ambil berdasarkan klinis pasien ditemukan kelumpuhan
wajah sebelah kiri yang memberikan kesan paralisis N.VII perifer. Grade untuk BP menurut
House-Brackmann yaitu, Pada pasien ini tidak ditemukan synkinesia, namun mata dapat
tidak dapat ditutup dengan usaha minimal dan sekilas tampak asimetris, bibir mencong dapat
digerakan dengan usaha maksimal sehingga didapatkan pada pasien ini masuk ke grade III
menurut House-Brackmann. Pada grade ini pasien masih mempunyai kemungkinan tidak
sembuh sempurna.
Pada pasien ini kami berkesimpulan penyebab terjadinya Bells Palsy dikarenakan
paparan udara dingin. Paparan udara dingin menyebabkan Bells Palsy dikarenakan dingin
dapat mengiritasi N.VII,dimana secara anatomis N.VII adalah nervus kranialis yang melewati
kanal-kanal dalam tengkorak, sehingga disaat teriritasi oleh dingin, terjadi oedem dan
akhirnya tertekan oleh kanal-kanal sempit pada tulang tengkorak.
Etiologi dari Bells palsy sampai saat ini masuh dalam perdebatan.edema pada N.VII
diyakini mempunyai peran atas terjadinya kelumpuhan pada BellsPalsy. Keterlibatan herpes
zooster atas terjadinya inflamasi sekarang sedang berkembang, keadaan autoimmune juga
dipercaya mempunyai peran dalam beberapa kasus Bells Palsy.
Lesi yang terjadi pada Bells palsy bersifat perifer dikarenakan bentuk anatomi dari
tulang tengkorak yang dilewati N.VII mudah mengganggu terutama apabila terjadi inflamasi
dan menyebabkan edema setempat. 80-90% penderita Bells palsy dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa defisit neurologis (Sembuh sempurna). Pemberian kortikosteroid ditemukan
dapat mempercepat penyembuhan, dan perlu tappering off untuk penggunaan steroid. Obat
antiviral dapat diberikan apabila memang ada arah kecurigaan terjadinya infeksi virus, studi
membuktikan bahwa untuk pasien penderita Bells palsy yang mendapatkan terapi antivirus
disertai dengan steroid pada masa akut (<72 jam onset) memberikan efek yang lebih baik
dibandingkan dengan dengan terapi steroid tunggal, namun pada pasien dengan onset yang
sudah lama pemberian antivirus tidak efektif.
Pada kasus ini terdapat keterlambatan penanganan. Sudah 3 minggu setelah kejadian
namun masih tampak adanya klinis yang belum membaik secara signifikan. Maka dari itu
pemberian kortikosteroid masih dianjurkan dengan asumsi bahwa masih terjadi oedem pada
N.VII.
Diagnosis topis ditegakkan dari gambaran klinis dimana pada pasien ini hanya
didapatkan gangguan pada otot ekspresi wajah, namun tidak didapatkan hiperakusis,
gangguan perasa dan gangguan pendengaran. Namun didapatkan hipestesi sehingga topis
pada kasus ini bisa diperkirakan antara ganglion genikulatum dan foramen stylomastoideus.