Você está na página 1de 24

Artikel Penelitian

Perkembangan Kosa kata Awal di Daerah Pedesaan Dan Perkotaan


Mozambik

1. Pendahuluan
MacArthur-Bates Communicative Development Inventories (CDI) [1] adalah
bentuk standar laporan orang tua untuk menilai perkembangan kosa kata anak-
anak antara usia 8 dan 37 bulan [2-5]. Menurut survei terbaru, CDI telah
diadaptasi menjadi setidaknya 68 bahasa secara luas dan mayoritas berhubungan
dengan bahasa yang digunakan di masyarakat industri [6]. Pada 68 laporan, hanya
15 yang berhubungan dengan bahasa yang digunakan di negara-negara
nonindustrial, 7 bahasa berasal dari bahasa yang digunakan di Negara sub-Sahara
Afrika [7]. Selain itu, sementara CDI dikembangkan untuk masyarakat industri
yang bernorma dan digunakan dalam berbagai proyek penelitian skala besar, CDI
dikembangkan untuk masyarakat nonindustrial sering digunakan dalam studi skala
kecil dan karena itu tidak bernorma [8].
Makalah ini menyajikan adaptasi baru dengan CDI versi pendek [9] ke
dalam tiga bahasa yang digunakan di Mozambik: Changana, Ronga, dan
(Mozambik) Portugis. Adaptasi ini dirancang untuk tujuan penelitian mengenai
aspek budaya dan sosial dari akuisisi bahasa di komunitas pedesaan dan perkotaan
dengan bahasa monolingual Changana, bilingual Ronga dan masyarakat
berbahasa Portugis [10-12]. Changana dan Ronga (bahasa Southern Bantu) dapat
dimengerti dalam kelompok bahasa Tsonga, yang juga digunakan di sebagian
Afrika Selatan [13, 14]. Portugis merupakan bahasa resmi Mozambik, digunakan
secara luas di perkotaan dan lembaga pemerintah, bahasa Portugis juga bahasa
resmi yang digunakan di sekolah-sekolah.
Untuk memungkinkan perbandingan yang dapat dipercaya pada
perkembangan kosa kata antara masyarakat pedesaan dan perkotaan, penelitian
norma dan studi validasi dilakukan di kedua komunitas tersebut. Tujuan utama
makalah ini untuk menyajikan CDI yang disesuaikan sebagai instrumen untuk
mengukur perkembangan kosa kata di tiga bahasa dan sebagai sumber yang
berguna untuk adaptasi berikutnya ke bahasa lain yang digunakan di budaya
Afrika terkait.

(1) Adaptasi CDI.


Versi pendek CDIs terdaftar telah dikembangkan selama kurang lebih 20
bahasa [6]. Adaptasi ini dikembangkan untuk bahasa yang digunakan di
masyarakat industri besar, seperti Kanton dan Mandarin [15], bahasa inggris
Amerika [9], Jerman [16], Meksiko Spanyol [5], dan Swedia [17]. Ada juga
sebuah bentuk singkat bahasa Afrika, seperti Chichewa/Nyanja dan Chiyo dari
Malawi [18] dan Kiswahili dan Kigiriami dari Kenya dan negara-negara lain [19].
Biasanya ketika bentuk singkat CDIs dikembangkan, bentuk singkat CDIs
disuling dari versi lama [5, 9, 19]. Namun, ketika versi lama tidak tersedia dan
biaya untuk mengembangkan versi lama terlalu tinggi (misalnya, karena hanya
sedikit orang berbicara bahasa atau sebagian masyarakat buta huruf), mungkin
lebih baik untuk mengembangkan bentuk singkat dari awal. Hal ini dilakukan
untuk Chichewa dan Chiyao [18], diadaptasi langsung dari versi singkat
yang dikembangkan untuk Kenya [7].
Karena tidak ada versi lain (pendek) CDIs untuk bahasa Mozambik atau
bahasa Afrika lain yang tersedia di awal proyek ini, kami mengadaptasi bahasa
Inggris Amerika CDI versi singkat [9] menjadi bahasa target kami. Ketika
penggunaan instrumen dikembangkan untuk budaya yang berbeda daripada
budaya yang diteliti, seseorang tidak bisa hanya menerjemahkan instrumen tetapi
harus hati-hati mengadaptasi untuk membuatnya sesuai budaya sasaran [20].
Daripada mengadaptasi CDI berdasarkan jumlah daftar berasal dari catatan
kemampuan bicara anak seperti praktek umum dalam mengadaptasi CDI [19, 21],
kami mengandalkan hasil yang diperoleh dari wawancara orangtua, konsultasi
dengan pekerja lapangan, dan beberapa putaran pengarahan dan adaptasi kembali.
Selain itu, daripada mengadaptasi CDI yang berbeda untuk masing-masing
komunitas, kami memutuskan untuk pertama-tama membangun satu budaya yang
mengadaptasi secara luas budaya Mozambik Portugis dapat digunakan di kedua
komunitas dengan menerjemahkan item dari adaptasi ini ke bahasa tertentu yang
digunakan dalam komunitas ini. Merancang satu adaptasi konseptual bagi
masyarakat yang mirip dan menerjemahkan ke dalam bahasa tertentu yang dipakai
merupakan alternatif yang dapat diterima, dapat diingat bahwa instrumen tersebut
mungkin sangat sensitif terhadap perbedaan bahasa atau budaya [7, 22].
Kebanyakan, tetapi tidak semua Negara Afrika, beberapa bahasa biasanya
diucapkan atau dianggap resmi. Contohnya, sekitar 23 bahasa berbeda diucapkan
di Mozambik sendiri, dan sebagian besar adalah bahasa Bantu [14]. Kebanyakan
Negara-negara sub-Sahara Afrika memiliki kemiripan. Perkembangan instrument
bahasa, seperti CDI, untuk mengukur perkembangan kosa kata menggunakan
adaptasi terpisah pada setiap bahasa sangat mahal, terutama ketika norma-norma
harus dikembangkan untuk setiap bahasa. Salah satu tujuan penelitian saat ini
adalah untuk menggali potensi menggunakan pendekatan top-down: menciptakan
suatu adaptasi konseptual untuk dua lingkungan pembelajaran yang berbeda
dengan bahasa yang berbeda.
Salah satu tantangannya adalah mengadaptasi CDI untuk masyarakat
multibahasa, masyarakat perkotaan manapun di Afrika. Khusus untuk komunitas
ini, fokus pada satu adaptasi konseptual sangat penting. Individu yang belajar
bahasa bilingual cenderung berbeda dalam perkembangan kosa kata dibandingkan
dengan individu yang hanya belajar monolingual. Namun, ketika jumlah
konseptual kosa kata diukur dengan menghitung jumlah item yang diucapkan atau
dipahami anak pada salah satu atau kedua bahasa, anak dalam lingkungan
bilingual mengembangkan keterampilan bahasa sama dengan anak monolingual
[23, 24].

(2) Budaya dan SES (Socioeconomic Status/SES)


Dalam penelitian norming kami, kami menguji kemungkinan efek berbagai faktor
demografi pada perkembangan kosa kata ekspresif dan reseptif anak pedesaan dan
perkotaan Mozambik. Kedua budaya masyarakat sesuai baik dalam klasifikasi
pembelajaran lingkungan yang diusulkan oleh Greenfield [25] maupun Keller
[26]. Banyak perbedaan antara kedua komunitas ini, dalam hal faktor
sosiodemografi dan mengadopsi gaya hidup. Gaya hidup masyarakat pedesaan
cenderung fokus pada pertanian untuk mencari nafkah, dan masyarakat pedesaan
biasanya lebih kecil, miskin, kurang berpendidikan, dan lebih terfokus pada
hubungan masyarakat daripada masyarakat perkotaan. Masyarakat yang berfokus
pada pertanian untuk mencari nafkah, orang tua sering berharap anak-anak
membantu dalam kegiatan sehari-hari sejak usia dini, sehingga pengasuhan fokus
terhadap anak-anak memperoleh keterampilan seperti dengan merangsang
perkembangan motorik, tetapi belum tentu keterampilan bahasa mereka dapat
berkembang. Di sisi lain, masyarakat perkotaan mengadopsi gaya hidup berbasis
pasar dan cenderung lebih besar, lebih berpendidikan, lebih individual, dan
mendorong menuju perkembangan kognitif daripada masyarakat pedesaan.
Masyarakat perkotaan, orang tua cenderung mengharapkan anak-anaknya
memperoleh pendidikan formal dan tampil baik di sekolah. Untuk memfasilitasi
hal tersebut, pengasuh di masyarakat perkotaan cenderung mendorong
pembelajaran bahasa dan perkembangan kognitif.
Perbedaan status sosial ekonomi (SES) diketahui menjadi prediktor yang
baik untuk perkembangan kosa kata dan dikaitkan dengan perbedaan gaya
pengasuhan [4, 27, 28]. Secara khusus, anak dengan keluarga SES rendah
cenderung lebih jarang berbicara, mendapatkan relatif sedikit dukungan dalam
perkembangan kognitif, dan lebih cencerung bicara negatif [27]. Temuan serupa
diamati dalam studi membandingkan pedesaan dan perkotaan Mozambik dengan
Belanda; di pedesaan Mozambik, jumlah ucapan anak diarahkan sekitar lima kali
lebih sedikit daripada di perkotaan Mozambik, jumlah ucapan anak diarahkan
sekitar setengah daripada yang diperoleh anak Belanda [12]. Selain itu, sekitar
50% anak diarahkan untuk memberi umpan balik di masyarakat pedesaan
Mozambik, 31% di perkotaan Mozambik dan hanya 5% di Belanda. Tingkat
negative voice tinggi yang serupa diamati antara Gusii dari Kenya [29].
Selain perbedaan lingkungan belajar dan SES, ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi perkembangan kosa kata. Misalnya, jenis kelamin [30] dan
masalah kesehatan anak-anak [31, 32] dapat memberikan dampak besar pada
perkembangan kosa kata mereka. Ditambah lagi, memiliki beberapa pengasuh
dapat memberikan efek perkembangan kosa kata [33]. Dalam penelitian norming
kami, kami telah mengumpulkan informasi tentang faktor-faktor demografis untuk
menilai pengaruhnya terhadap perkembangan kosa kata di pedesaan dan
perkotaan Mozambik.
Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan metode kami untuk
mengadaptasi bentuk singkat CDI, mengumpulkan skor, dan norming data, serta
memvalidasi CDI dengan mengukur berdasarkan rekaman kemampuan bicara
anak-anak. Kami kemudian mempresentasikan hasil validasi dan studi norming,
termasuk analisisfaktor demografi pada ukuran kosa kata juga dilaporkan.
Akhirnya, semua temuan dibahas dalam konteks penggunaan lebih lanjut adaptasi
untuk tujuan penelitian.

2. Bahan dan Metode


Pada bagian ini, pertama kali kami melaporkan bagaimana mengadaptasi CDI
untuk Mozambik dan kemudian menjelaskan prosedur serta analisis untuk studi
norming kami. Terakhir kami menjelaskan bagaimana validasi CDI dengan
beberapa sampel rekaman keterampilan bicara spontan anak-anak yang
berpartisipasi dalam studi longitudinal kami dan tidak mengambil bagian dalam
studi norming.

2.1. Adaptasi CDI untuk Mozambik.


Titik awal kita untuk adaptasi CDI adalah daftar asli 113 kata, yang terdiri dari
seluruh Versi Pendek CDI I (89 kata) dan bagian dari Versi Pendek CDI II (A dan
B) (24 kata) [9]. Kata dari Versi II ditambahkan untuk membentuk satu daftar kata
yang berlaku bagi anak-anak sampai usia 25 bulan, bertepatan dengan rentang
usia dari studi bidang longitudinal kami [11, 12]. Perluasan ini diperlukan, karena
Versi I dirancang untuk anak-anak antara 8 dan 18 bulan, sedangkan Versi II
dirancang untuk anak-anak antara 16 dan 30 bulan. Kami memilih mengkompilasi
sebuah daftar pendek daripada daftar panjang, karena CDI harus diberikan melalui
wawancara tatap muka, karena tingginya tingkat buta huruf dalam
masyarakat. Alih-alih mengadaptasi CDI untuk tiga bahasa yang berbeda secara
terpisah, awalnya kami membangun suatu adaptasi budaya yang luas dari daftar
ke dalam bahasa Portugis. Setelah mengarahkan daftar ini, kemudian
diterjemahkan ke dalam Changana dan Ronga dengan bantuan asisten peneliti
lokal. Terjemahan dikonfirmasi, bila mungkin, dengan kamus Ronga-Portugis
[34].
Untuk adaptasi, kami dengan hati-hati mempertimbangkan apakah 113 item
asli, daftar bahasa Inggris secara kultural sesuai untuk masyarakat Mozambik dan
memiliki terjemahan yang cocok ke bahasa target. Kami mengidentifikasi 38 item
konseptual yang tidak sesuai dan diganti dengan item yang dianggap lebih tepat
untuk budaya, gaya hidup, dan lingkungan kaum Mozambik. Semua kata
pengganti memenuhi sifat sintaksis-semantik dari item asli. Contoh item yang
kami ganti antara lain kambing dengan bebek, sapi dengan singa,
ponsel dengan televisi, dan membawa bantuan. Alasan mengganti item ini
adalah bahwa kambing lebih umum daripada bebek, dan sebagian besar anak-anak
Mozambik pernah menemui singa atau televisi. Selain itu, terjemahan yang
disediakan oleh informan lokal sebagi bantuan tidak menyampaikan maksud yang
sama seperti dalam bahasa Inggris, dan juga tidak ada sebuah kata yang umum
digunakan dalam Changana/Ronga (setidaknya tidak di hadapan atau oleh anak-
anak). Kami merubah kata membawa, menjaganya agar tetap dalam sintaksis
dengan kategori sama, dan membawa juga sebuah kata yang menonjol pada
anak yang diarahkan kemampuan bicara. Selama adaptasi, kami mencoba
mempertimbangkan item yang akan digunakan di masyarakat, dan ketika kata
tertentu lebih sering digunakan di masyarakat perkotaan (misalnya, tikus),
kami menyeimbangkannya dengan memasukkan kata yang lebih mungkin
digunakan dalam masyarakat pedesaan (misalnya, sapi).
Hasil adaptasi diuji dengan informan lokal dari kedua komunitas, dan bila
perlu kami menyesuaikan item atau melakukan perbaikan terjemahan sehingga
sesuai dengan respon. Kami mengulangi proses uji coba ini dua kali dalam setiap
komunitas sebelum daftar itu dianggap lengkap dan berbudaya. Hampir semua
item dilaporkan digunakan dalam kemampuan bicara yang ditujukan kepada anak-
anak. Hanya dua item yang dilaporkan tidak digunakan di masyarakat, yaitu
surga dan berpikir. Kami memutuskan untuk tetap menggunakannya sebagai
item kontrol untuk memastikan bahwa item tersebut tidak memberikan respon,
terutama bukan untuk anak-anak muda. Selama pengumpulan data, kami melihat
bahwa beberapa asisten peneliti tidak meminta item tertentu baik secara konsisten
atau maksud tertentu atau bahwa beberapa responden tidak dapat memisahkan
kata. Oleh karena itu kami menghapus lima item tambahan dari daftar: tiga
vokalisasi (beheh-suara kambing-ouch, dan uh-oh) dan dua kata (patty cake dan
tertawa) yang membingungkan dengan melihat tindakan mereka. Adaptasi akhir
mengandung 108 kata budaya yang tepat (lihat Lampiran).

2.2. Studi Norming.


CDI kami adaptasi berbasis pada sampel besar pengasuh di pedesaan dan
perkotaan Mozambik yang diwawancarai oleh asisten peneliti lokal untuk
mengelola CDI. Tiga desa dekat kota kecil Chokwe di provinsi Gaza dipilih
sebagai tempat studi bidang pedesaan; dan dua daerah tetangga, pinggiran kota
Maputo terdiri dari daerah perkotaan menggunakan bahasa bilingual. Kedua
lokasi tersebut sekitar 225 km (140 mil) terpisah oleh jalan. Prosedur norming ini
dilakukan dengan memasukkan faktor demografi dan melaporkan skor kosa kata
ekspresif serta reseptif dalam analisis regresi hirarkis.

2.2.1. Peserta.
Asisten peneliti lokal diinstruksikan untuk mengelola CDI melalui wawancara
tatap muka dengan pengasuh utama anak-anak antara usia 12 dan 25 bulan pada
dua komunitas. Sebanyak 724 ibu diwawancarai. Pada saat pengumpulan data,
tingkat respon dianggap terlalu sulit untuk dinilai, karena asisten kami mendekati
ibu di jalan-jalan, pasar atau pergi ke rumah mereka secara langsung. Sebanyak 87
respon dihilangkan, total ada 637 responden. Lebih lanjut, 71 bentuk dihilangkan
karena item yang hilang pada daftar kata, informasi demografis lengkap, usia
anak-anak di luar kisaran target, atau bahasa primer yang digunakan berbeda dari
tiga bahasa target. Sebagai tambahan, 16 bentuk dihilangkan karena terkandung
outlier ekstrim (skor sangat tinggi dengan kosa kata ekspresif pada anak-anak
bungsu).
2.2.2. Informasi Demografis.
Tabel 1 menunjukkan informasi demografis 637 peserta yang termasuk dalam
sampel studi norming. Sampel sebanyak 378 anak-anak masyarakat pedesaan
(usia rata-rata = 18,71 bulan, 194 perempuan) dan 259 masyarakat perkotaan (usia
rata-rata = 18,49 bulan, 137 perempuan). Keluarga di daerah pedesaan ( = 8.10,
SD = 3.80) memiliki anggota rumah tangga secara signifikan lebih dari keluarga
di daerah perkotaan ( = 6.88, SD = 2.73), (634) = 4,72, <0,001, dan rumah
tangga di daerah pedesaan secara signifikan memiliki anak-anak lebih banyak (
= 3.47, SD = 1.59) dari rumah tangga di daerah perkotaan ( = 2.29, SD = 1.13),
(634) = 10.87, <0,001. Pendidikan ibu dibagi menjadi 6 kategori berbeda:
none, bagian pertama sekolah dasar (EP1) selama lima tahun, bagian kedua
sekolah dasar (EP2) selama dua tahun, bagian pertama sekolah menengah (ESG1)
selama tiga tahun, bagian kedua sekolah menengah (ESG2) selama dua tahun, dan
pendidikan tinggi. Untuk analisis kami, kami bagi ke dalam tiga kategori: 108 ibu
(17%) tidak menerima pendidikan, 464 ibu (73%) selesai EP1 atau EP1 dan EP2,
dan 65 ibu (10%) mengenyam pendidikan tinggi. Kategori pendidikan yang tidak
lolos dengan cara ini karena dua alasan: pertama, sudah mewakili pencapaian
pendidikan mayor; dan kedua, mengurangi jumlah prediktor analisis regresi kami.
Distribusi antara masyarakat pedesaan dan perkotaan menunjukkan bahwa ibu
daerah pedesaan lebih banyak yang tidak menerima pendidikan daripada ibu
daerah perkotaan. Sebaliknya, ibu dari daerah perkotaan menerima pendidikan
lebih jauh dari ibu daripada daerah pedesaan.
Kami meminta responden apakah mereka pernah mengalami
masalah yang berhubungan dengan kesehatan anak mereka, seperti kesehatan
yang buruk dan berdampak negatif serta mempengaruhi perkembangan bahasa.
Khususnya, kami bertanya apakah ada masalah selama kehamilan, apakah anak
lahir prematur, apakah anak memiliki masalah dengan penglihatan atau
pendengaran, dan apakah anak pernah dirawat atau sakit parah dalam waktu lama.
Masalah pendengaran dilaporkan pada 75 anak-anak; biasanya karena infeksi
telinga. Jumlah skor kosa kata ekspresif dan reseptif anak-anak tidak berbeda
secara signifikan pada sisa sampel, contoh; anak-anak ini dimasukkan dalam
analisis kami. Total, 236 (37%) responden menjawab setidaknya salah satu dari
pertanyaan ini tegas, 200 di antaranya berasal dari masyarakat pedesaan.
Saudara pengasuhan merupakan fitur yang menonjol praktik pengasuhan
Afrika dan berefek negatif terhadap perkembangan bahasa [33], kami meminta ibu
mereka dianggap sebagai pengasuh sekunder anak-anak. Total, 160 (25%)
responden menunjukkan bahwa mereka satu-satunya pengasuh, 174 (27%)
menyebutkan saudara, dan 303 (48%) menyebutkan orang dewasa lain, seperti
nenek, ayah, atau bibi. Perbedaan yang jelas antara pengasuhan pedesaan dan
perkotaan; di mana 40% anak-anak pedesaan dilaporkan memiliki saudara sebagai
pengasuh sekunder, dilaporkan 43% anak-anak perkotaan tidak ada pengasuh
sekunder.
Tabel 1 merangkum kejadian dan frekuensi bahasa yang diucapkan dalam
rumah tangga. Sebagian besar responden perkotaan (70%) melaporkan Portugis
sebagai bahasa pertama, diikuti bahasa Changana (27%) dan kemudian bahasa
Ronga (3%). Dalam masyarakat pedesaan, hampir semua, kecuali satu pengasuh
melaporkan Changana sebagai bahasa pertama. 97% pengasuh rumah tangga
perkotaan dilaporkan berbicara lebih dari satu bahasa. biasanya bahasa kedua
adalah Changana, Portugis, atau Ronga, tapi kadang-kadang bahasa Bantu lain
atau bahasa Inggris. Dalam enam kasus, bahasa ketiga juga dilaporkan. Dalam
16% rumah tangga pedesaan, bahasa kedua (atau ketiga) juga digunakan. Jika
begitu, paling sering digunakan bahasa Portugis, ada juga bahasa Bantu lainnya
dan kadang-kadang bahasa Inggris.

2.2.3. Prosedur Pengumpulan Data


Kami melatih lima asisten peneliti lokal (tiga perkotaan dan dua desa) untuk
mengelola CDI dengan pengasuh utama. Semua asisten peneliti lulusan sekolah
menengah dan bicara bilingual Portugis dan Changana atau Ronga, di mana
mereka terpelajar. Pada awal pelatihan ini, kami menjelaskan tujuan dan prosedur
administrasi CDI, seperti diuraikan di bawah. Setelah beberapa putaran praktek,
asisten penelitian diberikan CDI selama periode pengumpulan data pertama
dari studi longitudinal kami di bawah pengawasan langsung dari dua penulis.
Kadang-kadang, asisten penelitian dikoreksi selama proses atau menerima umpan
balik tentang bagaimana meningkatkan teknik wawancara mereka.
Setelah periode pelatihan ini, asisten penelitian independen dikelola CDI
dengan cara wawancara tatap muka dengan pengasuh utama anak-anak berusia
antara 12 dan 25 bulan. Selama wawancara, asisten pertama meminta tanggal
kelahiran anak untuk mengkonfirmasi bahwa anak tersebut berada dalam rentang
usia yang tepat. Berikutnya, selain pertanyaan demografis ditanyakan, setelah itu
asisten meminta setiap item leksikal pada daftar, apakah anak bisa menghasilkan
kata dan jika tidak, apakah anak bisa memahami kata. Jika anak juga tidak bisa
memahami kata, kotak berlabel ditandai untuk memastikan semua item telah
ditanyakan. Di akhir wawancara, pengasuh diminta untuk menandatangani
formulir tersebut, sehingga kami bisa memverifikasi bahwa asisten memang
mewawancarai responden yang berbeda (peserta buta huruf bisa menandatangani
dengan menempatkan "X").
Dalam komunitas perkotaan, asisten peneliti dilatih untuk terus
mengingatkan responden yang tertarik untuk mengetahui apakah anak mereka
dapat memproduksi atau memahami setiap kata baik dalam bahasa Portugis atau
Ronga, sehingga memungkinkan kita dapat mengukur jumlah kosa kata
konseptual bilingual [23, 24]. Kami awalnya menginstruksikan asisten peneliti
untuk menandai setiap kata dalam item bahasa yang dikenal, tapi ternyata tidak
layak. Jadi, kami tidak memiliki informasi mengenai proporsi kata dalam masing-
masing dua bahasa tetapi hanya apakah anak bisa mengatakan atau memahami
item konseptual dalam setidaknya salah satu bahasa. Dalam masyarakat pedesaan
monolingual, asisten diberikan daftar kata dalam bahasa Changana.
Pengumpulan data berlangsung sekitar empat minggu, dan, pada akhir setiap
minggu, formulir diperiksa oleh dua penulis pertama, yang diverifikasi apakah
anak-anak berada di rentang usia yang tepat, apakah semua item ditandai, dan
apakah formulir ditandatangani oleh pengasuh utama. Asisten dibayar kecil untuk
setiap CDI yang memenuhi persyaratan ini.
2.2.4. Analisis Data.
Variabel dependen kami adalah ukuran kosa kata ekspresif dan kosa kata reseptif.
Data dibuat dalam rentang usia per bulan. Untuk analisis, pertama kami hitung
skor kosa kata ekspresif dan reseptif setiap anak sebagai jumlah item anak yang
dilaporkan berbicara atau memahami, dibagi dengan jumlah item yang berada di
daftar. Menggunakan skor ini, analisis regresi logistik hirarkis dilakukan dengan
berbagai variabel demografis sebagai prediktor. Alasan melakukan analisis regresi
logistik adalah bahwa skor tersebut dari waktu ke waktu menunjukkan
pertumbuhan logistik daripada tren linear seperti yang secara umum dipakai yaitu
skor CDI [1, 15].
Kami mulai setiap regresi hirarkis dengan memasukkan usia sebagai
prediktor utama. Kedua, kami memasukkan gender dan pendidikan ibu, karena ini
merupakan faktor yang diketahui berkontribusi pada perkembangan kosa kata
anak-anak [27]. Ketiga, kami memasukkan lokasi, masalah kesehatan, atau
pengasuh sekunder sebagai prediktor. Kami menerapkan prediktor yang berbeda
pada semua kombinasi kemungkinan dalam regresi hirarkis untuk menyelidiki
apakah faktor-faktor ini dapat menjelaskan bagian varian yang diamati dalam skor
CDI (untuk kosa kata ekspresif serta reseptif). Kami juga memasukkan variabel
lainnya, seperti ukuran rumah tangga atau kelahiran lainnya, tetapi hal ini tidak
menjelaskan setiap varian secara signifikan. Kami hanya melaporkan variabel
yang dapat menjelaskan bagian dari varian yang diamati.

2.3. Studi Validasi


CDI divalidasi berdasarkan sampel kecil anak-anak pedesaan dan perkotaan yang
berpartisipasi di studi longitudinal kami untuk menyelidiki hubungan antara
interaksi multimodal dan perkembangan kosa kata [11, 12]. Validasi dilakukan
dengan menghubungkan jenis frekuensi kemampuan bicara anak-anak dengan
melaporkan skor CDI mereka untuk kosa kata ekspresif.
2.3.1. Peserta.
Dari masing-masing komunitas, 14 anak-anak direkrut, sehingga ada 28 peserta
(12 perempuan). Tidak ada peserta yang mengambil bagian dalam studi norming.
Perbedaan demografi dan bahasa mencerminkan sampel norming (untuk lebih
jelasnya, konsultasikan [11, 12]). Dalam masyarakat perkotaan, semua pengasuh
melaporkan bahasa Changana atau Portugis sebagai bahasa pertama yang
digunakan di rumah, dan semua pengasuh pedesaan melaporkan Changana
sebagai bahasa pertama. Anak-anak direkam menggunakan kamera video dan
mikrofon di usia 13, 18, dan 25 bulan. Sebelum penelitian, asisten penelitian lokal
menjelaskan tujuan umum dan prosedur studi kepada keluarga dalam bahasa asli
mereka. Mereka diberitahu bahwa partisipasi mereka itu sukarela, tidak akan
membahayakan mereka, atau memberikan manfaat langsung dan bahwa mereka
bisa keluar dari penelitian setiap saat dengan alasan apapun. Penelitian ini juga
menggunakan informed consent tertulis.

2.3.2. Prosedur.
Anak-anak direkam dua kali pada setiap usia. Rekaman pertama pada saat anak
anak dan keluarga mereka menerima kehadiran kami dan memahami
prosedurenya. Rekaman kedua digunakan untuk analisis data. Semua rekaman
dilakukan di rumah peserta dan semua orang dewasa yang hadir diminta untuk
melanjutkan kegiatan sehari-hari mereka dan mengabaikan kehadiran kami
sebanyak mungkin. Rekaman analisis data berkisar 45-75 menit untuk
memastikan ada cukup bahan untuk menuliskan sekitar 30 menit perilaku verbal
mereka.
Setelah itu rekaman kedua, ibu diwawancarai untuk mengelola CDI.
Prosedur wawancara sama seperti yang dijelaskan untuk studi norming. Satu-
satunya perbedaan adalah bahwa salah satu dari dua penulis pertama hadir selama
wawancara dan kadang-kadang mengganggu wawancara untuk meminta
klarifikasi atau meminta asisten penelitian menyelidiki sebagai verifikasi jawaban
mereka.
2.3.3. Analisis Data.
Dari setiap video, selama 30 menit dipilih di mana anak itu terlihat jelas di
kamera, tidak berinteraksi secara ekstensif dengan para peneliti, dan tidak sedang
disusui selama lebih dari dua menit. Asisten peneliti lokal mencatat kemampuan
bicara anak selama 30 menit ini di bawah pengawasan langsung terus menerus
dari salah satu dua penulis yang pertama. Semua kemampuan bicara dimengerti
pertama kali ditulis di bahasa lisan, dan bila perlu, diterjemahkan ke dalam bahasa
Portugis. Semua kemampuan bahasa dimengerti dan vokalisasi, seperti uhm, tawa,
dan teriakan, ditandai tetapi tidak termasuk dalam analisis ini. Untuk setiap video,
kami menghitung jumlah jenis kata berbeda yang dibuat oleh anak-anak. Kata-
kata itu dianggap berbeda jika mereka telah benar-benar memiliki arti yang
berbeda. Kata-kata yang mirip (misalnya, "mama" dan "ma" untuk ibu, "avo" dan
"Vovo" untuk nenek, "Keke" dan "makeke" untuk biskuit, atau "nila" dan "nilava"
untuk "Aku ingin") dihitung sebagai satu. Juga kata-kata dengan morfologi relatif
kompleks, seperti "nitakuba" ("ni" -I, "ta" -akan, "Kuba" -hit, -you), dihitung
sebagai salah satu, karena tidak jelas apakah anak-anak belajar morfologi kata
atau apakah itu disimpan sebagai holofrase.
Jumlah jenis kata yang berbeda direkam di daerah pedesaan dan perkotaan
tidak lulus untuk analisis lebih lanjut. Beberapa jenis kata yang berbeda diukur
pada tiga kelompok usia kemudian berkorelasi dengan kosa kata ekspresif, diukur
dengan CDI dalam ketiga kelompok usia tersebut. Kami menghitung korelasi
Spearman, karena data kemampuan bicara dalam sampel kecil menggambarkan
distribusi miring.

3. Hasil
3.1. Temuan Validasi.
Jenis frekuensi mengungkapkan peningkatan signifikan ukuran kosa kata
ekspresif dari usia 13 bulan ( = 2) ke usia 18 bulan ( = 4) untuk usia 25
bulan ( = 24) di kedua komunitas. Hal yang sama berlaku pada laporan skor
CDI pada kosa kata ekspresif: = 5 pada usia 13 bulan, = 19,5 pada usia
18 bulan, dan = 68 pada usia 25 bulan. Korelasi tersebut menghasilkan (28)
= 0,50, (28) = 0,55, dan (27) = 0.50 (semua <0,01) untuk usia 13, 18, dan 25
bulan, masing-masing. Perhatikan bahwa jenis frekuensi untuk satu peserta pada
usia 25 bulan hilang, jadi di sini = 27. Mengingat bahwa ini merupakan korelasi
Spearman, hasil tersebut menunjukkan bahwa laporan orangtua terhadap kosa kata
ekspresif anak-anak menggunakan adaptasi CDI kami sesuai baik dengan pangkat
kemampuan anak mereka dalam hal jumlah kata berbeda yang mereka ucapkan
selama satu setengah jam berbicara spontan pada hari yang sama saat CDI
diberikan.

3.2. Kosa Kata Ekspresif


Sekarang kami berpindah dari studi validasi ke studi norming. Gambar 1
menunjukkan nilai rata-rata kosa kata ekspresif per bulan di dua komunitas secara
terpisah dan dikombinasikan. Untuk data gabungan, rata-rata skor kosa kata
ekspresif adalah 10 kata pada usia 12 bulan dan meningkat terus dari usia 14
bulan selanjutnya ke sekitar 50 kata pada usia 23 bulan. Pada usia 24 bulan, nilai
rata-rata sedikit lebih rendah, tetapi pada usia 25 bulan kembali ke 50 kata, hal
tersebut menunjukkan bahwa daftar CDI membatasi skor untuk anak yang lebih
tua. Skor diperoleh pada kosa kata ekspresif di masyarakat perkotaan jelas lebih
tinggi daripada di masyarakat pedesaan. Di masyarakat pedesaan, skor jatuh
drastis pada usia 25 bulan, tapi hal ini dapat dijelaskan karena sampel sangat kecil
( = 3) pada kelompok usia ini.
Untuk menilai mana faktor demografi yang berkontribusi dalam melaporkan
perkembangan, dilakukan regresi logistik hirarkis (Tabel 2). Langkah 1
menunjukkan bahwa usia anak-anak dalam bulan merupakan prediktor signifikan
ukuran kosa kata ekspresif; = 0,18, (636) = 18,33, <0,001-dan bisa
menjelaskan 41,6% dari varian (Nagelkerke 2). Odds Ratio menunjukkan
peningkatan rata-rata kosa kata ekspresif 19% per bulan.
Langkah 2 menunjukkan bahwa gender diprediksi secara signifikan
terhadap skor kosa kata ekspresif; = 0,13, (636) = 2,50, = 0,013; menjelaskan
3,5% varian, dan odds ratio menunjukkan bahwa anak perempuan menghasilkan
14% lebih banyak kata-kata daripada anak laki-laki. Anak-anak yang ibunya tidak
menerima pendidikan formal memiliki skor sedikit lebih rendah pada kosa kata
ekspresif daripada mereka yang ibunya telah menyelesaikan setidaknya satu
tingkat pendidikan primer, namun hasil ini tidak mencapai signifikansi; = -0,18,
(636) = -1,84, = 0,066. Anak-anak yang ibunya menerima pendidikan primer
dan sekunder, di sisi lain, secara signifikan mengucapkan kata-kata lebih banyak
daripada anak yang ibunya hanya menerima pendidikan-primer = 0.49, (636) =
4,41, <0,001. Odds ratio menunjukkan bahwa anak-anak dari ibu yang
menerima pendidikan primer dan menengah rata-rata menghasilkan kata-kata 62%
lebih banyak daripada anak-anak yang ibunya hanya menerima pendidikan dasar.
Penambahan pendidikan ibu untuk model regresi menjelaskan 2,6% varian.
Gambar 2 menunjukkan bahwa perbedaan kosa kata ekspresif menjadi lebih besar
dengan meningkatnya usia.
Pada Langkah 3, kami memasukan lokasi, melaporkan masalah kesehatan,
atau pengasuh sekunder sebagai prediktor dalam tiga model terpisah. Kami
menemukan bahwa lokasi merupakan prediktor terkuat = 0.53, (636) = 7.32,
<0,001 yang menjelaskan 4,7% varian. Anak-anak dibesarkan di komunitas
perkotaan mengucapakan 69% kata-kata lebih banyak daripada anak yang
dibesarkan dalam masyarakat pedesaan. Masalah kesehatan yang dilaporkan
merupakan prediktor negatif pertumbuhan kosa kata; = -0,18, (636) = -3,41,
<0,001-dan menjelaskan 1,1% varian. Odds ratio menunjukkan bahwa anak-anak
yang mengalami masalah kesehatan sebelum penelitian CDI yang menghasilkan
16% kata kurang daripada anak-anak tanpa masalah kesehatan (Gambar 2). Lokasi
dan masalah kesehatan merupakan prediktor signifikan kosa kata ekspresif dalam
model terpisah, tetapi tidak berlaku ketika dikombinasikan dalam model yang
sama. Alasan untuk ini adalah bahwa kedua variabel yang sangat terkait satu sama
lain: 2 (1) = 98,62, <0,001. Masalah kesehatan yang lebih sering dilaporkan
masyarakat pedesaan daripada masyarakat perkotaan (lihat Tabel 1).
Memiliki saudara sebagai pengasuh sekunder secara negatif mempengaruhi
ukuran kosa kata ekspresif; = -0,20, (636) = -1,98, = 0,048. Odds ratio
mengungkapkan bahwa anak-anak dengan saudara sebagai pengasuh sekunder
menghasilkan 18% lebih sedikit kata dari anak-anak yang dilaporkan memiliki
pengasuh primer saja. Ada orang dewasa sebagai pengasuh sekunder tidak
membawa pengaruh signifikan pada ukuran kosa kata ekspresif. Pengaruh
pengasuh sekunder kecil seperti yang telah dijelaskan hanya 0,4% dari varian
ukuran kosa kata ekspresif. Informasi tentang pengasuh sekunder termasuk dalam
model bersama dengan lokasi, Hal itu tidak secara signifikan memprediksi ukuran
kosa kata ekspresif. Seperti laporan masalah kesehatan, pengasuh sekunder sangat
terkait dengan masyarakat pedesaan dan kurang umum di masyarakat perkotaan:
2 (1) = 74,62, <0,001.
Untuk membandingkan respon masing-masing item pada daftar,
kami melakukan inspeksi visual dari item per item antara kedua komunitas.
Inspeksi tersebut mengungkapkan bahwa sepuluh item menunjukkan flooring
effect atau ceiling effect (yaitu, item yang baik tidak ada atau ada pada semua
responden anak dilaporkan dapat menghasilkan) di kedua komunitas. Karena hal
ini terjadi di kedua lokasi, mereka tidak mempengaruhi perbandingan kami.
Namun, lima belas item lain hanya menunjukkan flooring effect di masyarakat
pedesaan. Lima item ini ternyata terjemahan dari kata-kata yang digunakan dalam
bahasa dewasa, tapi tidak di hadapan anak, atau oleh anak-anak. Kelima item ini
membawa bias kecil, tetapi karena perbedaan antara masyarakat secara substansial
lebih besar dari lima item untuk kelompok usia yang lebih tua (lih Gambar 1),
sehingga pengaruh item ini diabaikan. Perbedaan budaya antara dua komunitas
menyebabkan sebuah flooring effect di masyarakat pedesaan dibandingkan
sepuluh item lainnya. Banyak item ini memiliki fungsi sosial (yaitu, kata-kata
yang diterjemahkan "Selamat tinggal," "memeluk," dan "mereka"), yang muncul
relatif lebih sering dalam rekaman kemampuan bicara anak yang diarahkan dalam
masyarakat perkotaan daripada di masyarakat pedesaan [12].

3.3. Kosa Kata Reseptif.


Gambar 3 menunjukkan perkembangan kosa kata reseptif dari waktu ke waktu.
Pada usia 12 bulan, anak-anak memahami sekitar 45 kata dari daftar kami, dan
adapun kosa kata ekspresif; kosa kata reseptif meningkat terus dari usia 14 bulan
dan seterusnya sampai 80 kata pada usia 25 bulan. Di sini, kita melihat bahwa
kosa kata reseptif dilaporkan cenderung menjadi lebih besar di masyarakat
pedesaan daripada di masyarakat perkotaan.
Hasil regresi logistik hirarkis untuk memprediksi skor kosa kata reseptif
dengan faktor demografi yang ditunjukkan pada Tabel 3. Umur- = 0,10, (636) =
17,53, < 0,001; gender- = 0,07, (636) = 2,06, = 0,040 dan Lokasi- = -0,21,
(636) = -4,24, <0,001-secara signifikan diperkirakan ukuran kosa kata reseptif.
Umur menjelaskan 34,1% varian dalam ukuran kosa kata reseptif, dan odds ratio
menunjukkan per bulan, kosa kata reseptif anak-anak meningkat sebesar 10%.
Jenis kelamin menunjukkan 0,4% varian dalam ukuran kosa kata reseptif, dan
odds ratio menunjukan pemahaman perempuan-perempuan 7% kata-kata lebih
banyak daripada anak laki-laki. Lokasi menunjukankan 1,8% varian dalam ukuran
kosa kata reseptif, dan odds ratio mengungkapkan bahwa anak-anak perkotaan
memahami 19% kata-kata lebih banyak daripada anak-anak pedesaan (Gambar 4).
SES (atau pendidikan ibu) bukan merupakan prediktor signifikan ukuran kosa
kata reseptif.
Langkah keempat analisis regresi hirarkis kami
menunjukkan bahwa respon tentang pengasuh sekunder atau mengenai masalah
kesehatan menjelaskan secara signifikan beberapa varian ukuran kosa kata
reseptif.
Pertama, memiliki pengasuh sekunder berkaitan secara positif terhadap skor
kosa kata reseptif anak-anak. Hubungan positif ini terlepas dari apakah
saudaranya- = 0,23, (636) = 3.28, = 0,001-atau orang dewasa lain (yaitu, bibi
atau nenek)- = 0,22, (636) = 3,79, <0,001; odds-ratio menunjukkan
peningkatan rata-rata 26% dan 25%, masing-masing, ketika anak-anak memiliki
pengasuh sekunder (lihat Gambar 4). Pengasuh sekunder menjelaskan 1,6%
varian.
Kedua, apakah anak mengalami masalah kesehatan menjelaskan 0,6%
varian dalam menerima skor kosa kata- = -0,09, (636) = -2,47, = 0,014. Anak-
anak yang mengalami masalah kesehatan sebelum administrasi CDI dipahami 9%
lebih sedikit dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami masalah kesehatan.
Memiliki pengasuh sekunder dan melaporkan masalah kesehatan merupakan
prediktor signifikan ukuran kosa kata reseptif ketika dimasukkan dalam model
terpisah, tetapi tidak signifikan ketika mereka masuk dalam model yang sama.
Alasan untuk ini adalah bahwa memiliki pengasuh sekunder secara signifikan
berhubungan dengan melaporkan masalah kesehatan-2 (1) = 4.16, = 0,041-yang
paling mungkin dimediasi oleh fakta bahwa mereka berdua sering terjadi di
masyarakat pedesaan, tetapi tidak di masyarakat perkotaan.

4. Diskusi
Makalah ini menjelaskan adaptasi MacArthur-Bates CDI (versi pendek) [9] ke
dalam tiga bahasa yang digunakan di Mozambik selatan. Kami menyajikan hasil
sebuah studi norming dan penelitian validasi di mana adaptasi ini berhasil
digunakan. Seperti banyak CDI pendek versi lainnya (misalnya, [5, 9]), daftar
adaptasi kami berisi 108 item yang dapat dinilai dengan mewawancarai pengasuh
utama anak-anak di usia kisaran 12 sampai 25 bulan. Item yang diadaptasi sesuai
budaya kedua daerah, pedesaan dan perkotaan Mozambik dan diterjemahkan ke
dalam bahasa Changana untuk daerah pedesaan dan bahasa Mozambik Portugis
dan Ronga untuk daerah perkotaan.
Studi validasi CDI kami untuk kedua masyarakat pedesaan dan kota
menunjukkan bahwa laporan produksi kata anak-anak sesuai dengan jumlah kata
berbeda yang anak-anak ini hasilkan selama rekaman kami di usia 13, 18, dan 25
bulan. Mengingat bahwa kami melaporkan skor korelasi Spearman, temuan ini
menunjukkan bahwa laporan ibu setidaknya sesuai dengan tingkat kecakapan
bahasa anak mereka. Jadi, sementara ibu masih dapat meremehkan atau melebih-
lebihkan ukuran kosa kata ekspresif anak mereka, ibu tersebut melakukannya
dengan cara yang sistematis.
Untuk meringkas, studi norming kami mengungkapkan bahwa
kecenderungan umum yang diamati dalam pengembangan kosa kata ekspresif
(lihat Gambar 1) adalah sesuai dengan pengamatan studi CDI yang fokus terhadap
bahasa lain [1, 5, 15], juga seperti dengan tren perkembangan produksi kata
spontan pada anak-anak [27]. Dari variabel-variabel demografis kami
mengumpulkan, menjadi perempuan, memiliki seorang ibu dengan tingkat
pendidikan tinggi, dan hidup di daerah perkotaan-selain usia- secara positif
berkaitan dengan ukuran kosa kata ekspresif anak-anak. Kecenderungan serupa
diamati untuk mengetahui perkembangan kosa kata reseptif (Gambar 3), juga
sejalan dengan penelitian sebelumnya pada perkembangan kosa kata [1, 5, 15].
Namun, tingkat pendidikan ibu tidak memprediksi ukuran kosa kata reseptif
secara signifikan. Memiliki saudara sebagai pengasuh sekunder secara negatif
berkaitan dengan ukuran kosa kata ekspresif, sebaliknya, memiliki saudara
sebagai pengasuh berkaitan positif terhadap ukuran kosa kata resptif. Melaporkan
masalah kesehatan memiliki hubungan positif dengan ukuran kosa kata reseptif.
Melaporkan masalah kesehatan secara negatif mempengaruhi baik ukuran kosa
kata ekspresif dan reseptif. Untuk ukuran kosa kata ekspresif, pendidikan ibu dan
melaporkan masalah kesehatan sebagai prediktor signifikan hanya ketika diganti
lokasi dalam analisis regresi; untuk menerima ukuran kosa kata, memiliki
pengasuh sekunder dan melaporkan masalah kesehatan merupakan prediktor
signifikan, tapi hanya jika dievaluasi dalam model terpisah. Alasan untuk ini
adalah bahwa memiliki pengasuh sekunder dan melaporkan masalah kesehatan
sangat berhubungan dengan masyarakat pedesaan, dan tidak begitu banyak
berhubungan dengan masyarakat perkotaan. Selain itu, tingkat pendidikan ibu
yang umumnya lebih rendah di daerah pedesaan daripada di perkotaan. Meskipun
demikian, lokasi tampaknya menjadi prediktor yang terbaik ukuran kosa kata
ekspresif dan reseptif. Sisanya, kita akan membahas temuan ini secara lebih rinci.
Perempuan memproduksi dan memahami kata-kata lebih banyak daripada
anak laki-laki, tetapi efek ini relatif kecil. Hal ini konsisten dengan temuan
penelitian lain di mana jenis kelamin tidak cenderung memiliki dampak yang
besar pada ukuran kosa kata (misalnya, Jackson-Maldonado et al., 2013 [5]).
SES, yang diukur melalui tingkat pendidikan ibu, berhubungan positif
dengan ukuran kosa kata ekspresif, tetapi tidak untuk ukuran kosa kata reseptif.
Secara khusus, anak dari ibu yang menerima pendidikan menengah atau lebih
tinggi mengembangkan kosa kata ekspresif lebih besar daripada anak-anak dari
ibu yang hanya menerima pendidikan dasar atau tidak menerima pendidikan sama
sekali. Hal ini mempengaruhi tingkat pendidikan ibu pada ukuran kosa kata
ekspresif konsisten dengan penelitian lain yang menyelidiki efek SES pada
perkembangan kosa kata [1, 4, 5, 15, 27]. Ibu berpendidikan tinggi cenderung
berbicara lebih banyak untuk anak-anak mereka, menggunakan lebih banyak
umpan balik positif, dan lebih sering menemani bicara mereka dengan gerakan
yang dapat membantu anak-anak untuk mengidentifikasi kata yang dimaksud [27,
35]. Tidak jelas mengapa pendidikan ibu tidak berpengaruh signifikan terhadap
ukuran kosa kata reseptif, tapi ini dapat dijelaskan oleh perbedaan antara
masyarakat pedesaan dan perkotaan, seperti yang akan kita bahas lebih lanjut di
bawah.
Selain tingkat pendidikan ibu, lokasi menjadi prediktor kuat dari ukuran
kosa kata ekspresif. Anak-anak masyarakat perkotaan berkembang secara
substansial lebih besar mengenai kosa kata ekspresif daripada anak-anak
masyarakat pedesaan. Mengingat tingkat SES umumnya lebih tinggi di
masyarakat perkotaan melalui pendapatan yang lebih tinggi dan pendidikan tinggi
[25], tingkat yang lebih tinggi dari kosa kata ekspresif mungkin dikaitkan dengan
efek tambahan SES. Kita telah melihat dalam sejumlah studi bahwa pengasuh
perkotaan lebih bersosialisasi dengan anak-anak mereka daripada pengasuh
pedesaan. Sebagai contoh, kita memiliki perbedaan substansial yang diamati
antara masyarakat mengenai jumlah dan jenis kemampuan bicara anak diarahkan
dan gerak tubuh [10, 12], serta cara di mana anak-anak terlibat dengan lingkungan
sosial mereka [11]. Secara khusus, kami telah mengamati bahwa masukan
linguistik anak perkotaan menerima lebih kaya dalam pola berbicara dan gerakan,
serta bahwa anak lebih terlibat dalam beberapa episode perhatian daripada anak-
anak pedesaan. Karena setiap aspek ini telah berkaitan dengan pertumbuhan kosa
kata anak-anak [4, 27, 28, 36, 37], jika dibayangkan bahwa perbedaan-perbedaan
budaya dapat menjelaskan perbedaan dalam perkembangan kosa kata yang
diamati dalam penelitian ini. Hal ini juga sejalan dengan pengamatan terkait anak
di berbagai populasi pedesaan non-Barat yang kurang menerima masukan
linguistik, seperti lebih sedikit kalimat pernyataan atau pertanyaan, daripada di
sebagian besar masyarakat Barat [29, 38, 39], serta orang-orang dari berbagai
komunitas perkotaan non-Barat [40].
Bertentangan dengan temuan produksi kata, anak-anak memahami kata
yang secara signifikan kurang dalam masyarakat kota daripada anak-anak di
masyarakat pedesaan, dan mengakibatkan efek yang tampaknya lebih besar untuk
kelompok usia muda (lihat Gambar 4). Perbedaan SES antara dua masyarakat juga
dapat menjelaskan temuan ini. Contohnya, Jackson-Maldonado dan rekan [5]
menyarankan bahwa ibu SES rendah mungkin melebih-lebihkan tingkat kosa kata
reseptif anak mereka, terutama di awal selama perkembangan. Seperti penjelasan
di tempat, karena studi dengan penilaian langsung telah menunjukkan bahwa
anak-anak dengan latar belakang SES rendah cenderung memiliki skor lebih
rendah pada pemahaman tugas daripada anak-anak dengan latar belakang SES
tinggi [4]. Tidak jelas mengapa ibu berpendidikan rendah melebih-lebihkan
pemahaman anak-anak mereka, tetapi dapat dibayangkan bahwa mereka
mengalami beberapa kesulitan dengan pemahaman petunjuk atau bahwa mereka
merasa sulit untuk menilai kata apa yang anak mereka bisa pahami. Penilaian
langsung pemahaman bahasa, seperti tugas pemahaman komputerisasi [41] atau-
untuk anak-anak yang sedikit lebih tua-tes kosa kata gambar Peabody [42] bisa
dikatakan akan menghasilkan perkiraan yang lebih handal daripada pemahaman
kata.
Alasan lain mengapa ibu pedesaan mungkin melebih-lebihkan ukuran kosa
kata reseptif anak mereka adalah bahwa mereka sering meninggalkan anak
mereka dalam perawatan orang lain. Karena banyak masyarakat non Barat, seperti
di Mozambik, cenderung memiliki beberapa sistem pengasuhan, termasuk saudara
pengasuhan [25, 26, 33], kami berharap bahwa ini mempengaruhi perkembangan
bahasa anak-anak. Pada analisis kami, memiliki pengasuh sekunder sebagai
prediktor untuk perkembangan kosa kata menyebabkan hal ini terjadi.
Kami mengamati bahwa anak-anak yang dilaporkan memiliki pengasuh
saudara sendiri, mengembangkan kosa kata ekspresif lebih lambat daripada
mereka yang dilaporkan tidak memiliki pengasuh sekunder atau pengasuh dewasa.
Walaupun efek ini kecil, hal ini sejalan dengan temuan Harkness yang
menunjukkan bahwa anak-anak Kenya pedesaan yang lebih bersosialisasi dengan
saudara kandung memiliki kosa kata ekspresif lebih kecil dibandingkan yang lebih
bersosialisasi dengan ibu mereka [33].
Sebaliknya, kami menemukan bahwa anak-anak dengan saudara atau orang
dewasa sebagai pengasuh sekunder memiliki skor lebih tinggi pada kosa kata
reseptif. Hal ini menunjukkan bahwa memiliki banyak pengasuh memberikan efek
menguntungkan pada pemahaman bahasa anak-anak, terlepas dari apakah
pengasuh saudara atau orang dewasa. Namun, seperti yang disebutkan, mungkin
juga menunjukkan bahwa ibu yang secara teratur meninggalkan anak mereka
dalam perawatan orang lain mungkin melebih-lebihkan pemahaman bahasa anak
mereka daripada ibu yang mengasuh anaknya sendiri.
Faktor penting lain yang mempengaruhi pembangunan bahasa anak adalah
kesehatan anak [32]. Temuan kami mengkonfirmasi bahwa masalah kesehatan
memperlambat pertumbuhan kosa kata ekspresif dan reseptif. Mozambik
menghadapi beberapa masalah kesehatan masyarakat yang utama, termasuk
endemis malaria, prevalensi HIV tinggi, dan banyak penyakit menular lainnya.
Lokasi di mana anak-anak direkrut tampaknya menjadi sangat dipengaruhi oleh
masalah ini [43]. Hal ini juga tercermin dalam informasi demografis yang
diperoleh dari responden kami, di mana lebih dari 50% pengasuh pedesaan
melaporkan satu atau lebih masalah kesehatan selama perkembangan anak-anak
dibandingkan dengan 14% pengasuh perkotaan (lihat Tabel 1). Adaptasi CDI bisa
menjadi alat yang berguna untuk menyelidiki jenis masalah kesehatan yang
mempengaruhi outcome bahasa di negara-negara berkembang seperti Mozambik.
Ada dua keterbatasan dengan pendekatan kami yang akan dibahas di sini.
Pertama, adaptasi CDI disajikan dalam makalah ini dikembangkan menggunakan
versi pendek CDI Inggris AS [9] daripada menggunakan versi panjang dengan
bahasa yang sama seperti pada umumnya [5, 19] atau dengan menggunakan
frekuensi dari daftar kata yang diperoleh dengan mewawancarai ibu [21].
Sementara pendekatan tersebut pasti akan menghasilkan daftar kata yang lebih
mencerminkan kosa kata anak-anak, metode tersebut memakan waktu dan mahal,
terutama ketika CDI versi lebih panjang atau daftar frekuensi tidak tersedia seperti
dalam kasus Mozambik. Mengadaptasi versi bahasa Inggris dengan
menerjemahkan kata dan mengganti kata yang tidak pantas sesuai budaya
kemudian menjadi akternatif yang cocok dan relatif efektif [8]. Namun,
penggunaan adaptasi seperti itu harus ditangani dengan benar.
Perbedaan kedua, seperti yang dibahas di atas, diamati dalam ukuran kosa
kata ekspresif antara masyarakat perkotaan yang bicara bahasa bilingual Portugis
dan Ronga serta masyarakat pedesaan yang bicara bahasa monolingual Changana
berdasarkan perbedaan SES, budaya, dan melaporkan masalah kesehatan. Selain
itu, checklist orangtua digunakan di kedua komunitas memiliki sedikit bias kata-
kata yang diperoleh sebelumnya dalam komunitas perkotaan dibandingkan dengan
masyarakat pedesaan. Kami memikirkan hal ini sebelumnya sambil mengadaptasi
CDI dan kami telah mencoba mengimbangi item yang mungkin memicu respon
dalam suatu komunitas. Perbandingan respon item per item kami terhadap item
kosa kata ekspresif mengungkapkan bahwa ada beberapa item dengan flooring
effect atau ceiling effect. Akibatnya, CDI Mozambik perlu lebih diperbaiki
sebelum dapat digunakan untuk tujuan klinis, misalnya, dengan mengganti
beberapa item yang selalu memiliki flooring effect atau ceiling effect dengan item
yang layak bagi anak-anak akan mampu mengekspresikan serta meningkatkan
terjemahan dari beberapa item lainnya, sehingga mereka lebih baik dan sesuai
dengan cara anak-anak mengekspresikan item ini. Satu lagi yang harus
dipertimbangkan apakah perlu atau tidak mengembangkan CDI terpisah untuk dua
lingkungan belajar.

5. Kesimpulan
Adaptasi CDI versi pendek telah terbukti menjadi alat yang berguna untuk menilai
perkembangan kosa kata anak-anak Mozambik antara usia 12 dan 25 bulan.
Walaupun instrumen tersebut diterjemahkan ke dalam tiga bahasa (Changana,
Ronga, dan Portugis), item konseptual yang sama. Selain itu, upaya untuk
membedakan antara bahasa Changana dan Ronga mungkin belum perlu, orang-
orang perkotaan yang diketahui berbicara bahasa Changana daripada bahasa
Ronga dan kedua bahasa yang saling dimengerti, sehingga daftar CDI dapat
digabungkan. Bahasa dari seluruh keluarga Tsonga (Changana, Ronga, Tonga, dan
Tswa) digunakan di bagian Afrika Selatan, Swaziland, Zimbabwe, dan Provinsi
Inhambane Mozambik [13]. Hal ini akan menarik untuk melihat bagaimana
instrumen kami bekerja di daerah lain dengan bahasa yang digunakan milik
keluarga dengan bahasa yang sama.
Telah dikemukakan bahwa, dalam rangka mengatasi kemiskinan, penting
untuk meningkatkan perawatan anak usia dini, tidak hanya dengan meningkatkan
gizi dan kesehatan, tetapi juga dengan meningkatkan perkembangan kognitif dan
bahasa anak pada tahap awal dengan menyediakan pendidikan budaya ibu
ditargetkan pada perkembangan anak [44]. Dalam rangka mengembangkan
intervensi efektif, program untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak-anak,
penting untuk memahami faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi tingkah
laku orang tua. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa SES yang diukur melalui
pendidikan ibu, melaporkan masalah kesehatan, dan apakah anak-anak memiliki
atau tidak memiliki pengasuh sekunder merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan kosa kata. Selain itu, faktor-faktor ini tampak
meluas di daerah pedesaan daripada di perkotaan. Kegunaan yang lebih luas dari
adaptasi CDI di sub-Sahara Afrika, serta banyak negara lain, bisa membantu
meningkatkan pemahaman kita tentang demografi dan faktor kesehatan yang
dapat mempengaruhi perkembangan kosa kata.
CDI saat ini dapat berfungsi sebagai titik awal untuk adaptasi CDI lainnya
dalam bahasa Bantu terkait komunitas budaya di Afrika Selatan. Adaptasi CDI
untuk bahasa Afrika telah terbukti berhasil di masa lalu [7, 18]. Ada banyak
bahasa Bantu berbeda yang digunakan di sub-Sahara Afrika-di Mozambik sendiri
ada 23 bahasa Bantu yang digunakan [14], paling banyak di daerah pedesaan-dan
relatif sedikit sumber daya yang ada untuk mengembangkan instrumen yang tepat
untuk menilai perkembangan kosa kata anak-anak. Karena banyak masyarakat
dengan tradisi budaya dan lingkungan sama, terjemahan langsung antara
komunitas ini mungkin merupakan cara yang hemat biaya untuk mengembangkan
alat yang dapat digunakan untuk menilai perkembangan kosa kata.

Você também pode gostar