Você está na página 1de 11

FISIOLOGI HEWAN

Percobaan Darah II
HITUNG JENIS-JENIS LEUKOSIT
(DIFFERENTIAL COUNT)

Nanda Nabilah Ubay


153112620120100

Jurusan Biologi Medik


Universitas Nasional
2016/2017
I. ACARA LATIHAN

Melakukan percobaan hitung jenis leukosit (differential count)

II. TUJUAN

1. Dapat membedakan macam-macam jenis leukosit


2. Menghitung masing-masing jenis leukosit

III. TINJAUAN PUSTAKA

Jenis-Jenis Leukosit
Lekosit memiliki beberapa macam jenis sel yang dapat di identifikasi
secara mikroskopik berdasarkan urutan, bentuk inti (nucleus), dan granula dalam
sitoplasma. Berdasarkan terdapatnya butiran atau granula dalam sitoplasmanya,
lekosit terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Granulosit
Granulosit, yaitu lekosit yang di tandai dengan kehadiran butiran dalam
sitoplasma bila di lihat dengan mikroskop cahaya. Ada tiga jenis granulosit,
yaitu eosinofil, basofil, dan netrofil, yang di namai sesuai dengan sifat
pewarnaan.
a. Eosinofil

Eosinofil adalah sel darah putih dari kategori granulosit yang berperan
dalam sistem kekebalan dengan melawan parasit multiselular dan beberap
infeksi pada makhluk vertebrata. Bersama-sama dengan sel biang, eosinofil
juga ikut mengendalikan mekanisme alergi. Eosinofil terbentuk pada proses
haematopoiesis yang terjadi pada sumsum tulang sebelum bermigrasi ke
dalam sirkulasi darah.
Eosinofil mengandung sejumlah zat kimiawi antara lain histamin,
eosinofil peroksidase, ribonuklease, deoksiribonuklease, lipase,
[[plasminogen] dan beberapa asam amino yang dirilis melalui proses
degranulasi setelah eosinofil teraktivasi. Zat-zat ini bersifat toksin terhadap
parasit dan jaringan tubuh. Eosinofil merupakan sel substrat peradangan dalam
reaksi alergi. Aktivasi dan pelepasan racun oleh eosinofil diatur dengan ketat
untuk mencegah penghancuran jaringan yang tidak diperlukan. Individu
normal mempunyai rasio eosinofil sekitar 1 hingga 6% terhadap sel darah
putih dengan ukuran sekitar 12 17 mikrometer.
Eosinofil dapat ditemukan pada medulla oblongata dan sambungan
antara korteks otak besar dan timus, dan di dalam saluran pencernaan,
ovarium, uterus, limpa dan lymph nodes. Tetapi tidak dijumpai di paru, kulit,
esofagus dan organ dalam lainnya, pada kondisi normal, keberadaan eosinofil
pada area ini sering merupakan pertanda adanya suatu penyakit. Eosinofil
dapat bertahan dalam sirkulasi darah selama 8-12 jam, dan bertahan lebih
lama sekitar 8-12 hari di dalam jaringan apabila tidak terdapat stimulasi.
b. Basofil

Basofil adalah granulosit dengan populasi paling minim, yaitu sekitar


0,01 0,3% dari sirkulasi sel darah putih. Basofil mengandung banyak
granula sitoplasmik dengan dua lobus. Seperti granulosit lain, basofil
dapat tertarik keluar menuju jaringan tubuh dalam kondisi tertentu. Saat
teraktivasi, basofil mengeluarkan antara lain histamin, heparin, kondroitin,
elastase dan lisofosfolipase, leukotriena dan beberapa macam sitokina.
Basofil memainkan peran dalam reaksi alergi (seperti asma).
c. Neutrofil

Neutrofil adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit.


Bersama dengan dua sel granulosit lain: eosinofil dan basofil yang
mempunyai granula pada sitoplasma, disebut juga polymorphonuclear
karena bentuk inti sel mereka yang aneh. Granula neutrofil berwarna
merah kebiruan dengan 3 inti sel.
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi
bakteri dan proses peradangan kecil lainnya, serta menjadi sel yang
pertama hadir ketika terjadi infeksi di suatu tempat. Dengan sifat fagositik
yang mirip dengan makrofaga, neutrofil menyerang patogen dengan
serangan respiratori menggunakan berbagai macam substansi beracun
yang mengandung bahan pengoksidasi kuat, termasuk hidrogen peroksida,
oksigen radikal bebas, dan hipoklorit.
Rasio sel darah putih dari neutrofil umumnya mencapai 50-60%.
Sumsum tulang normal orang dewasa memproduksi setidaknya 100 miliar
neutrofil sehari, dan meningkat menjadi sepuluh kali lipatnya juga terjadi
inflamasi akut.
Setelah lepas dari sumsum tulang, neutrofil akan mengalami 6 tahap
morfologis: mielocit, metamielocit, neutrofil non segmen (band), neutrofil
segmen. Neutrofil segmen merupakan sel aktif dengan kapasitas penuh,
yang mengandung granula sitoplasmik (primer atau azurofil, sekunder,
atau spesifik) dan inti sel berongga yang kaya kromatin. Sel neutrofil yang
rusak terlihat sebagai nanah.
2. Agranulosit

Agranulosit ditandai dengan ketiadaan jelas butiran dalam sitoplasmanya.


Agranulosit terbagi atas dua, yaitu limfosit dan monosit.
a. Limfosit

Limfosit adalah sejenis sel darah putih pada sistem kekebalan makhluk
vertebrata. Ada dua kategori besar limfosit, limfosit berbutiran besar (large
granular lymphocytes) dan limfosit kecil. Limfosit memiliki peranan penting
dan terpadu dalam sistem pertahanan tubuh. Limfosit dibuat di sumsum tulang
hati (pada fetus) dengan bentuk awal yang sama tetapi kemudian
berdiferensiasi. Limfosit dapat menghasilkan antibodi pada anak-anak dan
akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
b. Monosit

Monosit (bahasa Inggris: monocyte, mononuclear) adalah kelompok darah


putih yang menjadi bagian dari sistem kekebalan. Monosit dapat dikenali dari
warna inti selnya.
Pada saat terjadi peradangan, monosit :
1) Bermigrasi menuju lokasi infeksi;
2) Mengganti sel makrofaga dan DC yang rusak atau bermigrasi, dengan
membelah diri atau berubah menjadi salah satu sel tersebut.

Monosit diproduksi di dalam sumsum tulang dari sel punca


haematopoetik yang disebut monoblas. Setengah jumlah produksi tersimpan
di dalam limpa pada bagian pulpa. Monosit tersirkulasi dalam peredaran
darah dengan rasio plasma 3-5% selama satu hingga tiga hari, kemudian
bermigrasi ke seluruh jaringan tubuh. Sesampai di jaringan, monosit akan
menjadi matang dan terdiferensiasi menjadi beberapa jenis makrofaga, sel
dendritik dan osteoklas.
Umumnya terdapat dua pengelompokan makrofaga berdasarkan aktivasi
monosit, yaitu makrofaga hasil aktivasi hormon M-CSF dan hormon GM-
CSF. Makrofaga M-CSF mempunyai sitoplasma yang lebih besar, kapasitas
fagositosis yang lebih tinggi dan lebih tahan terhadap infeksi virus stomatitis
vesikular. Kebalikannya, makrofaga GM-CSF lebih bersifat sitotoksik
terhadap sel yang tahan terhadap sitokina jenis TNF, mempunyai ekspresi
MHC kelas II lebih banyak, dan sekresi PGE yang lebih banyak dan teratur.
Setelah itu, turunan jenis makrofaga akan ditentukan lebih lanjut oleh
stimulan lain seperti jenis hormon dari kelas interferon dan kelas TNF.
Stimulasi hormon sitokina jenis GM-CSF dan IL-4 akan mengaktivasi
monosit dan makrofaga untuk menjadi sel dendritik.

Gambar 1. Jenis Leukosit Granulosit (a) dan Agranulosit (b)

Faktor Lekosit Abnormal


Presentasi dari sel-sel lekosit dapat memberikan informasi mengenai
berbagai keadaan penyakit. Jumlah absolut dari berbagai jenis sel-sel lekosit dapat
memberi petunjuk apakah terdapat penyakit sumsum tulang primer, atau apakah
kelainan merupakan suatu reaksi terhadap proses penyakit sekunder.
Peningkatan jumlah lekosit di atas normal di sebut lekositosis, sedangkan
penurunan jumlah lekosit di bawah normal di sebut leukopenia. Variasi jumlah
lekosit di pengaruhi oleh :
1) Jumlah yang masuk peredaran darah dan yang keluar dari peredaran darah,
di pengaruhi oleh bakteri, endotoksin, besar pori dinding sinusoid, tingkat
maturasi sel
2) Distribusinya
3) Kombinasi antara jumlah dan distribusi.

Indikasi di lakukannya pemeriksaan hitung lekosit adalah tes rutin sebagai


bagian dari tes darah lengkap (full blood count), untuk menentukan lekositosis
atau leukopenia, dan pemantauan penyakit atau pengobatan.
Kadar sel darah putih atau leukosit yang terlalu tinggi atau leukositosis, bisa
mengindikasikan:
1) Naiknya produksi leukosit guna melawan infeksi
2) Reaksi obat-obatan
3) Penyakit pada sumsum tulang, sehingga produksi leukosit menjadi
abnormal
4) Gangguan sistem imun.

Sementara kadar sel darah putih bisa juga turun di bawah normal (kurang
dari 3.500 sel per mikroliter darah) karena:
1) Infeksi virus
2) Kelainan kongenital yang terkait dengan fungsi sumsum tulang
3) Kanker
4) Gangguan autoimun
5) Obat-obatan yang merusak sel darah putih

Kenaikan jumlah lekosit (lekositosis) dapat di jumpai misalnya pada


infeksi, inflamasi, anemia, leukimia, reaksi leukemoid, nekrosis jaringan (infark
miokardial, sirosis hati, luka bakar, kanker organ, emfisema, ulkus peptikum),
penyakit kolagen, penyakit parasitik, stress (pembedahan, demam, kekacauan
emosional yang berlangsung lama), keadaan fisiologik (misalnya latihan jasmani
berat, akhir kehamilan, waktu partus, neonatus), dan lain-lain. Pengaruh obat
misalnya aspirin, heparin, digitalis, epinefrin, litium, histamin, antibiotik
(ampicilin, eritromisin, kanamisin, metisilin, tetrasiklin, vankomisin,
streptomisin), senyawa emas, prokainamid (pronestyl), triamteren (dyrenium),
alopurinol, kalium iodida, derivat hidantoin, sulfonamida (aksi lama).
Penurunan jumlah lekosit (leukopenia) dapat di jumpai misalnya pada
penyakit hematopoietik (anemia aplastik, anemia pernisiosa, hipersplenisme,
penyakit graucher), infeksi virus, malaria, agranulositosis, alkoholisme, systemic
lupus erythematosus (SLE), demam tifoid, iradiasi, malnutrisi. Pengaruh obat:
penisilin, sefalotin, kloranfenikol, asetaminofen (Tylenol), sulfonamida,
propiltiourasil, barbiturat, obat anti kanker, diazepam (valium), diuretik
(furosemid [lasix], asam etakrinat [Edecrin]), klordiazepoksid (librium), agen
hipoglikemik oral, indometasin (indocin), metildopa (Aldomet), rifampin,
fenotiazin.
Pemeriksaan Hitung Lekosit
Hitung lekosit menyatakan jumlah lekosit perliter darah (lesysteme
international dUnites = SI Unit) atau per millimeter kubik atau mikroliter (unit
konvensional). Lekosit atau sel darah putih adalah sel yang bulat berinti dengan
ukuran 9 20 m, jumlahnya sekitar 4.0 11.0 ribu/mm3 darah. Tempat
pembentukannya di sumsum tulang dan jaringan limfatik. Lekosit berasal dari sel
bakal (stem cell) dan kemudian mengalami diferensiasi (mengalami pematangan).
Lekosit di angkut oleh darah ke berbagai jaringan tubuh tempat sel-sel tersebut
melakukan fungsi fisiologiknya.
Spesimen yang digunakan pada pemeriksaan hitung jumlah lekosit, yaitu:
1) Darah kapiler atau darah vena EDTA
2) Tidak ada pembatasan asupan makanan dan minuman pada penderita
3) Darah tidak boleh diambil pada lengan yang terpasang jalur intra-vena

IV. ALAT , BAHAN DAN CARA KERJA

a. Alat dan Bahan

1. Kaca objek 3. Tissue

2. Spuit 4. Kapas alkohol


5. Mikroskop 8. Pewarna Giemsa atau Wright

6. Darah perifer/vena 9. Buffer pH 6,4

7. Methanol 10. Aquadest

b. Cara Kerja.

1) Disediakan 2 kaca objek yang bersih dan bebas dari lemak, diteteskan satu
tetes darah perifer pada salah satu bagian dekat ujung kaca objek.

2) Tempatkan ujung kaca lain pada pinggiran tetesan darah, Tarik sedikit
demi sedikit kebelakang hingga tetesan darah menyebar

3) Kemudian di dorong kedepan tanpa menekan permukaan kaca objek


terlalu keras. Disesuaikan besarnya tetesan darah dengan sudut kaca objek.
Jika terlalu besar tetesannya makan sudut antara dua objek diperkecil dan
sebaliknya

4) Sediaan harus mempunyai bagian yang tebal dan bagian yang tipis

5) Dikeringkan di udara, difiksasi dengan cairan methanol selama 10 menit


lalu diwarnai dengan pewarnaan Giemsa dan Wright

Pewarnaan Giemsa : Sediaan yang telah difiksasi diberi larutan Giemsa


10-15 tetes yang diencerkan dengan 10 ml buffer dengan pH 6,4 atau
diwarnai dengan larutan Giemsa yang sudah tersedia. Biarkan kurang lebih
20 menit, lalu cuci pelan-pelan dengan air mengalir, dikeringkan dan
diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran kuat.

Pewarnaan Wright :Sediaan yang telah difiksasi diberi larutan Wright


dengan cara seperti di atas, biarkan 1-2 menit. Kemudian cuci pelan-pelan
dengan air mengalir, dikeringkan dan diperiksa di bawah mikroskop
dengan pembesaran kuat.

6) Identifikasi macam-macam leukosit terutama dengan memperhatikan ciri-


ciri leukosit, bentuk inti, ada/tidaknya granula, dan sebagainya.
7) Pemeriksaan dilakukan pada daerah yang telah ditentukan, dimulai dari
salah satu sudut bagian bawah keatas kemudian bergeser kekanan lalu
turun kebawah, bergeser kekanan lalu naik keatas dan seterusnya. Dicatat
sel-sel yang ditemukan pada kolom satu sampai mendapatkan 10 sel,
kemudian pindah ke kolom dua, tiga dan seterusnya hingga jumlah sel =
100.

8) Dihitung persentase masing-masing jenis leukosit.

V. HASIL PERCOBAAN

Hasil percobaan terlampir

VI. PEMBAHASAN

Hitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis


leukosit. Terdapat lima jenis leukosit, yang masing-masingnya memiliki fungsi
yang khusus dalam melawan patogen. Sel-sel itu adalah neutrofil (stab/ segmen ),
limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil hitung jenis leukosit memberikan
informasi yang lebih spesifik mengenai infeksi dan proses penyakit. Hitung jenis
leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis sel.
Pada praktikum diperoleh hasil hitung jenis leukosit yaitu sebagai berikut:
Basofil / Eosinofil / Batang / Segmen / Limfosit / Monosit

- /4% / 3% / 46% / 39% / 8%


Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil yang normal,
walaupun ditemukan limfosit di atas nilai normal (20-25%) yaitu 39%, dan
ditemukannya netrofil segmen di bawah nilai normal (55-75%) yaitu 46%, dan
peningkatan eosinofil sebanyak 1% dari nilai seharusnya. Hasil peningkatan dan
penurunan yang terjadi tidak signifikan dan tidak memiliki makna yang berarti
untuk menilai kelainan/penyakit, sehingga masih dianggap sebagai hasil normal.
Pemeriksaan hitung jenis leukosit juga dapat terjadi kesalahan, sumber
kesalahan yang sering terjadi pada saat pemeriksaan hitung lekosit, yaitu:
1. Tahap Pra-analitik
a. Puasa
Dua jam setelah makan 800 kalori volume plasma akan meningkat,
sebaliknya setelah gerak badan volume akan berkurang. Perubahan volume
plasma tersebut akan menyebabkan perubahan jumlah sel/ml darah maupun
susunan plasma.
b. Obat
Penggunaan obat-obatan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
hematologi, misalnya adrenalin secara intravena, akan meningkatkan jumlah
lekosit.
c. Posisi Waktu Pengambilan
Perubahan posisi waktu berbaring menjadi berdiri akan mengurangi
volume darah, sebaliknya perubahan posisi berdiri menjadi berbaring akan
meningkatkan volume darah sebanyak 10-15 %.
d. Alat
Dalam penggunaan alat pembendung harus hati-hati, karena pembendung
yang terlalu lama akan menyebabkan hemokonsentrasi yang mengakibatkan
perubahan susunan darah yang diperoleh. Penampungan sampel yang
terkontaminasi atau tidak tertutup rapat.
2. Tahap Analitik
Pada tahap ini kesalahan dapat berasal dari alat dan kesalahan teknik.
Kesalahan pada alat disebabkan volume tidak tetap karena pipet tidak dikalibrasi,
penggunaan kamar hitung yang dikotor, basah dan tidak menggunakan kaca
penutup khusus. Sedangkan kesalahan pada teknik meliputi volume darah tidak
tepat, tidak terjadi pencampuran yang homogen antara darah dan anti koagulan,
mengisi kamar hitung secara tidak benar.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah :


1) Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil yang normal,
walaupun ditemukan limfosit di atas nilai normal (20-25%) yaitu 39%,
dan ditemukannya netrofil segmen di bawah nilai normal (55-75%)
yaitu 46%, dan peningkatan eosinofil sebanyak 1% dari nilai
seharusnya. Hasil peningkatan dan penurunan yang terjadi tidak
signifikan dan tidak memiliki makna yang berarti untuk menilai
kelainan/penyakit, sehingga masih dianggap sebagai hasil normal.
2) Sumber kesalahan yang dapat terjadi saat pemeriksaan diantaranya pada
tahap praanalitik dan analitik.

b. Saran

Dengan adanya praktikum ini diharapkan mahasiswa lebih memahami


tentang cara menghitung lekosit dan memerhatikan dengan seksama, serta
menghindari penyebab yang dapat menjadikan kesalahan dalam diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Campbell, Neil A. Jane B. Reece, dan Lawrence G. Mitchell. 2012.


Biologi Edisi ke 8 Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
2. Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta:
Alfamedia dan Kanal Media
3. World Health Organization. 2013. Pedoman Teknik Dasar Untuk
Laboratorium Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Você também pode gostar