Você está na página 1de 16

Journal Reading

Clinical Comparison of 0,6 % besifloxacin opthalmic


solution and 1,5% azithromycin ophthalmic suspension in
acute bacterial conjungtivitis

Ravindra Kumar Meena, MD, Dr. M. L. Gupta

International Journal of Medical Research and Review

2015; Vol.3;1288-1293

Oleh
Tannia Rizkyka Irawan
H1A 012059

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

2016

0
DATA JURNAL

NAMA PENULIS : Ravindra Kumar Meena, MD, dan Dr. M. L. Gupta

JUDUL TULISAN : Clinical Comparison of 0,6 % besifloxacin opthalmic


solution and 1,5% azithromycin ophthalmic suspension in
acute bacterial conjungtivitis

JOURNAL ASAL : International Journal of Medical Research and Review


2015; Vol.3;1288-1293. Available on
http://medresearch.in/index.php/IJMRR/article/view/434/14
84

ISI JURNAL

LATAR BELAKANG :

Konjungtivitis akut adalah penyakit infeksi tersering pada mata, yang


ditunjukkan dengan kemerahan dan munculnya reaksi peradangan pada mata.
Infeksi bakteri terdapat pada hampir 50% penyebab konjungtivitis pada dewasa,
dan 70%-80% penyebab konjuntivitis pada anak-anak. Konjuntivitis bakterial
memiliki karakteristik berupa sekret mukopurulen dan hiperemis konjungtiva.

Di negara berkembang, gejala mata merah terhitung sebagai penyebab


tersering yakni sebanyak 1% - 4% kunjungan pada dokter layanan primer dan
sebagian besar gejala mata merah tersebut di diagnosis dengan konjungtivitis
bakterial. Mikroba tersering sebagai penyebab terjadinya konjungtivitis bakterial
ini adalah bakteri gram positif Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, dan Streptococcus pneumonia dan bakteri gram negatif berupa
Haemophilus influenza yang sering menyerang anak-anak.

Kasus dengan tingkatan manifestasi klinis sedang biasanya dapat sembuh


sendiri, dengan estimasi waktu 5 sampai 10 hari. Bagaimanapun, konsensus
terkini mendukung penggunaan antibiotik topikal dengan pertimbangan bahwa
antibiotik topikal tersebut dapat mengurangi keluhan simtomatik, mengurangi
resiko infeksi ulang, dan menghindari penyebaran infeksi. Meta analisis dan

1
percobaan klinis yang telah dilakukan menunjukkan hasil signifikan dalam
penggunaan antibiotik dalam eradikasi mikrobakteria dibandingkan plasebo.

Sebagai pengobatan konjungtivitis bakterial, sangat penting untuk


menggunakan antibiotik spektrum luas. Dalam hal ini, penggunaan golongan
antibiotik floroquinolon topikal sering digunakan oleh praktisi kesehatan, karena
dapat menginhibisi dua enzim topoisomerasi esensial yang dimiliki oleh bakteri,
yakni DNA girase dan topoisomerase IV. Selain golongan tersebut, terdapat juga
golongan lain antibiotik spektrum luas yakni aminoglikosida, dan polimixyn B.
Golongan aminoglikosia yakni tobramycin dan gentamycin memerlukan
pemakaian dengan frekuensi sering, yakni 1-2 tetes tiap 4-6 jam selama 10 hari,
dimana penggunaan ini dapat menurunkan kepatuhan pasien dalam penggunaan
obat tersebut. Selain frekuensi yang sering, golongan aminoglikosia menunjukkan
kemampuan yang lemah dalam mengeradikasi Streptokokus, yang membatasi
penggunaan nya sebagai antibiotika spektrum luas. Eritromisin juga tidak
direkomendasikan karena kurang nya kemampuan dalam mengeradikasi
Stafilokokus aureus. Golongan floroquinolon masih digunakan sebagai pilihan
antibiotika infeksi okular karena potensi spektrum luas dan toksisitas yang rendah.

Besifloxacin suspensi 0,6% adalah generasi ke empat florokuinolon


topikal yang akhir-akhir ini telah disetujui sebagai tatalaksana konjungtivitis
bakterial pada dewasa dan anak-anak lebih dari 1 tahun. Penggunaan besifloxacin
hanya pada topikal saja, dan tidak untuk penggunaan sistemik. Hal inilah yang
dapat menurunkan resistensi pengobatan. Mekanisme besifloxacin 0,6 % adalah
dengan mengikat DNA girase dan topoisomerase sehingga menghalangi replikasi
DNA bakteri.

TUJUAN :

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan membandingkan resolusi klinis,


komplikasi, dan efek samping penggunaan antibiotik 0,6 % besifloxacin
dibandingkan 1,5% azithromycin terhadap tatalaksana konjuntivitis bakterial

2
METODOLOGI :

Penelitian dilakukan dengan metodologi prospektif, randomized, parallel-


grup clinical trial. Besar sampel dihitung berdasarkan angka kejadian konjuntivitis
bakterial akut periode Juli-September 2015 sebanyak 200 pasien di Departement
of Ophthalmology Fakultas Kedokteran Jhalawar, Jhalawar, Rajasthan.

Seluruh pasien yang terpilih dibagi menjadi 2 kelompok yang masing-masing


kelompok terdisi dari 100 pasien.

1. Grup A: Kelompok perlakuan suspensi besifloxacin 0,6%


2. Grup B: Kelompok perlakuan suspensi azithromycin 1,5%

Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah :

1. Seluruh pasien dengan konjungtivitis akut bakterial yang di definisikan


sebagai kongesti bulbar/forniks derajat ringan-berat, dan adanya sekret
pada paling sedikit 1 mata sejak 1-2 hari terakhir.

Kriteria Eksklusi adalah:

1. Pasinen yang disertai dengan penyakit penyerta lainnya, seperti


dakriosistitis kronik, trikiasis, dan entropion
2. Pasien dengan infeksi sebeumnya, dan dalam masa pengobatan
3. Pasien dengan masalah mata kering, dan memiliki riwayat operasi mata
sebelumnya, pengobatan dengan laser, dan trauma mata
4. Pasien yang menggunakan antibiotik sistemik maupun lokal lainnya, obat
anti-inflamasi atau obat imunosuspresi tidak diperkenankan untuk
digunakan selama penelitian

Penelitian ini menyertakan persetujuan/inform consent kepada seluruh


pasien yang hendak dijadikan subyek penelitian. Follow-up dilakukan secara
berjenjang yakni hari pertama, ketiga, dan ketujuh, kemudian dilakukan
pemerikaan klinis berupa kongesti, sekret, gejala klinis, dan komplikasi.

Subyek Penelitian

3
Subyek penelitian merupakan pasien yang dikumpulkan dari Rumah Sakit
Fakultas Kedokteran Jhalawar, Rajasthan sebanyak 200 orang dengan
konjungtivitis bakterial akut.

Prosedur Penelitian

Pasien secara acak ditugaskan untuk menerima terapi salah satu dari 0,6%
besifloxacin dan 1,5% azithromicyn. Peneliti merupakan dokter spesialis mata,
yang kemudian membagi tugasnya. Satu dokter spesialis mata melakukan
pemeriksaan fisik mata, dan lainnya mengevaluasi penggunaan antibiotik berupa
hasil akhir setelah penggunaan antibiotik, toleransi antibiotik, dan keamanan
antibiotik.

Assesment Klinis: Manifestasi utama dari konjungtivitis bakterial akut yang


meliputi kongesti bulbar/forniks dan sekret diperiksa pada masing-masing mata
dengan menggunakan slit-lamp dan kemudian diklasifikasikan ked dalam skala
ordinal yakni tidak ada gejala, ringan, sedang, dan berat.

Observasi mikrobiologikal: Hapusan konjungtiva dilakukan pada mata yang


terinfeksi. Hapusan ini dilakukan pada hari ke- 1 dan ke-7. Spesimen bakteri
dianalisa dengan pewarnaan giemsa di Departemen Mata, Jhalawar, Rajhastan.

Perlakuan: Setelah dilakukan hapusan konjungtiva, masing-masing pasien


menerima obat tetes mata berupa besifloxacin 0,6% atau azithromycin 1,5% yang
dipakai 3 kali sehari selama 7 hari. Seluruh pasien diminta untuk datang kembali
pada hari ke 3 dan ke 7 untuk dilakukan pemeriksaan kongesti, sekret, perubahan
klinis, dan komplikasi.

Analisa toleransi dan keamanan: Didasari oleh observasi efek samping


penggunaan obat, seperti rasa terbakar, menyengat, gatal, sensasi benda asing, dan
penglihatan kabur yang muncul setelah pengaplikasian obat pada mata pasien. Hal
ini di teliti dengan menanyakan keluhan pasien.

HASIL :

4
Pada penelitian ini, sebanyak 200 pasien dengan konjungtivitis bakterial
akut dikelompokkan menjadi 2 kelompok perlakuan. Yakni dengan menggunakan
suspensi tetes mata besifloxacin 0,6% (Grup A) atau azithromycin 1,5% (Grup B)

Tabel 1. Distribusi berdasarkan jenis kelamin dan umur

Kelompok Besifloxacin Azithromycin


Umur (100) (100)
P value P value
(tahun) L P L P

1-15 5 3 >0,05 8 2 >0,05

16-30 32 11 <0,05 35 4 <0,05

31-50 34 7 <0,05 28 13 <0,05

>51 06 2 >0,05 7 3 >0,05

Total 77 23 <0,05 78 22 <0,05

Umur rata-rata pada kelompok besifloxacin adalah 30,16 12,33 tahun.

Umur rata-rata pada kelompok azithromycin adalah 30,93 13,16 tahun. Tidak

didapatkan perbedaan signifikan pada nilai rata-rata kelompok umur. Pada antar
kelompok umur didapatkan nilai p<0,05 (signifikan) pada kelompok usia 16-30,
31-50, dan >51 tahun.

Tabel 2. Distribusi kasus berdasarkan kongesti forniks/bulbar antar


kelompok

5
Besifloxacin (100) Azithromycin (100)

Absent 5% 5%

Mild 25 % 22 %

Moderate 52 % 58 %

Severe 18 % 15 %

Total 100 100

Pasien dalam kategori Grup B memiliki angka kejadian kongesti forniks lebih
banyak daripada Grup A

Tabel 3. Distribusi kasus berdasarkan sekret purulen antar kelompok

Besifloxacin (100) Azithromycin (100)

Absent 00 00

Mild 15 % 21 %

Moderate 55 % 58 %

Severe 30 % 30 %

Total 100 100

Pasien dalam kategori Grup B memiliki angka kejadian sekret purulen lebih
banyak daripada Grup A.

Tabel 4. Distribusi kasus berdasarkan resolusi klinis antar kelompok

Hari ke - Besifloxacin Azithromycin Nilai P Nilai Z Signifikansi


(100) (100)

3 65 (65%) 48 (48%) 0,022 2,282 Signifikan

7 95 (95%) 84 (84%) 0,021 2,307 Signifikan

6
Pasien pada kelompok A lebih banyak mengalami kesembuhan pada hari ke 3 dan
7 dibandingkan kelompok B.

Tabel 5. Distribusi kasus berdasarkan komplikasi yang timbul dari


pengobatan

Komplikasi Besifloxacin Azithromycin Nilai P Nilai Z Signifikansi


(100) (100)

Keratitis 5 (5%) 10 (10%) 0,283 2,282 Tidak


Signifikan

Kekeruhan 3 (3%) 4 (4%) 0,182 2,307 Tidak


kornea Signifikan

Tidak ditemukan signifikansi antar kelompok.

Tabel 6. Distribusi kasus berdasarkan efek samping yang timbul selama


pengobatan

Besifloxacin Azithromycin Nilai P Nilai Z Signifikansi


(100) (100)

Panas 35 50 0,045 2,003 Signifikan

Gatal 40 45 0,567 0,572 Tidak


Signifikan

Lengket 25 35 0,165 1,389 Tidak


Signifikan

Sensasi 40 55 0,047 1,982 Signifikan


benda asing

Penglihatan 5 10 0,283 1,074 Tidak


kabur Signifikan

Pasien lebih banyak yang memiliki efek samping berupa rasa panas dan rasa
seperti terkena benda asing di kelompok B .

DISKUSI :

7
Pada penelitian ini, ditemukan lebih banyak pasien yang berjenis kelamin
laki-laki dibandingkan perempuan, dengan rentang usia terbanyak adalah usia 16-
50 tahun dikarenakan pada daerah penelitian ini dilakukan (Rajasthan), aktifitas
yang dilakukan di luar ruangan lebih sering dilakukan oleh pasien yang berjenis
kelamin laki-laki, sesuai dengan peneltiian yang dilakukan oleh Eping et al, Buck
et al, Abrahamian et al, Feingold et al. Di Amerika Serikat sendiri, sebesar 23%
kasus konjungtivitis bakterial terjadi pada usia 0-2 tahun, 28 % terjadi pada usia
3-9 tahun, 13% pada 10-19 tahun, dan 36% terjadi pada usia dewasa.

Pada tabel 2, terdapat 73% pasien dengan kongesti bulbi derajat sedang-
berat di kelompok azythromicyn dan 70% pasien dengan kongesti bulbi derajat
sedang-berat di kelompok besifloxacin, dimana nilai ini tidak menunjukan
signifikansi. Pada tabel 3, sebanyak 85% pasien kelompok besifloxacin
mengalami pengeluaran sekret purulen dan pada kelompok azythromycin
sebanyak 88%, dimana nilai ini tidak menunjukan signifikansi.

Pada panel mengenai tingkat kesembuhan secara klinis, kelompok


besifloxacin memiliki nilai presentasi kesembuhan yang lebih tinggi dibandingkan
kelompok azytromycin ini dibuktikan dengan nilai signifikansi antar kelompok
yang <0,05, yakni 0,022 pada hari ke 3 dan 0,021 pada hari ke 7, dimana hasil
penelitian ini di dukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tepedino et
al, Karpecki et al.

Pada penelitian multicentered yang dilakukan tahun 2009, sebanyak 390


pasien menunjukkan adanya resolusi klinis dan eradikasi mikroba dengan
penggunaan antibiotik besiflloxacin dibandingkan pasien yang menerima
pengobatan lain pada hari ke 5 yakni 91,5 % eradikasi dengan menggunakan
besifloxacin pada hari ke 5, dan penggunaan antibiotika golongan lain sebesar
59,7 %.

Komplikasi seperti keratitis dan kekeruhan kornea tidak menunjukkan


signifikansi pada kedua kelompok. Nilai p>0,05.

Tabel 6 menunjukkan efek samping dari penggunaan tetes mata, dan


keluhan yang dialami oleh pasien seperti rasa terbakar dan sensasi benda asing

8
secara signifikan lebih tinggi pada kelompok azytromycin dibandingkan dengan
kelompok besifloxacin, yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Comstock T et al, dimana penggunaan besifloxacin menimbulkan keluhan
tersering yakni penglihatan kabur (2,1%), nyeri pada mata (1,8%), iritasi mata
(1,4%), pruritus mata (1,1%). Penggunaan besifloxacin topikal tidak
mempengaruhi tajam penglihatan.

SIMPULAN :

Pemberian suspensi 0,6 % besifloxacin merupakan pilihan terapi yang


aman dan efektif dalam pengobatan konjungtivitis akut bakterial dibandingkan
dengan pemberian suspensi azithromycin 1,5%. Pemberian suspensi 0,6 %
besifloxacin menyediakan tingkat resolusi klinis yang lebih tinggi pada hari ke-3
jika dibandingkan dengan pemberian 1,5% azytromycin pada seluruh rentang usia
pasien dengan konjungtivitis akut bakterial.

9
RANGKUMAN PEMBACA :

Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh


bakteri, dan memiliki manifestasi klinis berupa mata merah, sekret purulen, dan
iritasi pada mata. Pengobatan konjuntivitis bakteri adalah dengan menggunakan
prinsip eradikasi mikroba dengan antibiotik.

Antibiotika saat ini dikenal memiliki golongan-golongan tertentu yang


sensitif terhadap karakteristik bakteri. Pada konjungtivitis bakterial, disarankan
untuk menggunakan antibiotik spektrum luas. Bagaimanapun, konsensus terkini
mendukung penggunaan antibiotik topikal dengan pertimbangan bahwa antibiotik
topikal tersebut dapat mengurangi keluhan simtomatik, mengurangi resiko infeksi
ulang, dan menghindari penyebaran infeksi.

Mengidentifikasi dan tatalaksana konjungtivitis bakterial akut merupakan


tugas dari dokter layanan primer, penanganan cepat dan baik dibutuhkan untuk
menyelamatkan penglihatan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan resolusi klinis,


komplikasi, dan efek samping penggunaan antibiotik 0,6 % besifloxacin
dibandingkan 1,5% azithromycin terhadap tatalaksana konjuntivitis bakterial

Untuk membandingkan pemberian dua jenis antibiotika spektrum luas dari


dua golongan, pasien secara acak ditugaskan untuk menerima terapi salah satu
dari golongan berbeda yakni golongan florokuinolon dan aminoglikosida.
Digunakan antibiotika besifloxacin 0,6 % dan azithromycin 1,5% yang diteteskan
pada masing masing 100 pasien dengan konjungtivitis bakterial 3 kali sehari
selama 7 hari. Pasien yang memenuhi kriteria konjungtivitis baterial adalah pasien
dengan sekret purulen, dan kongesti pada forniks/bulbar derajat ringan-berat
sedikitnya pada 1 mata pada 1-2 hari terakhir.

Hasil utama adalah resolusi klinis yang lebih cepat sebanyak 65 % sampel
Grup A pada 3 hari pertama setelah diberikan tetes mata besifloxacin 0,6 %
dibandingkan dengan Grup B yang memiliki resolusi klinis hari ke 3 sebesar 48

10
%. Adanya efek samping pada pengobatan Grup B lebih tinggi pada aspek rasa
terbakar dan sensasi benda asing dibandingkan Grup A.

Berdasarkan penelitian, didapatkan adanya pilihan antibiotika yang aman


dan efektif dalam pengobaan konungtivitis bakterial akut, yakni golongan
floroquinolon generasi ke 4 yakni besifloxacin 0,6%. Terdapat 2 keuntungan
dalam penggunaan besifloxacin, yakni resolusi klinis yang lbih cepat, dan efek
samping yang lebih ringan dibandingkan pemberian azytromycin 1,5 % 3 kali
sehari selama 7 hari. Penelitian ini menyarankan terapi antibiotic spektrum luas
besifloxacin 0,6% dalam tatalaksana konjungtivitis bakterial akut.

PELAJARAN YANG DAPAT DIPEROLEH :

Di penelitian ini menunjukkan bahwa konjungtivitis akut bakterial sering kita


temukan di keseharian. Sebagai dokter layanan primer, kompetensi dalam
konjungtivitis adalah sampai tatalaksana, sehingga kita harus mengetahui regimen
antibiotik jenis apa yang dapat digunakan sebagai tatalaksana dalam
konjungtivitis bakterial akut. Penggunaan antibiotik spektrum luas yang tepat
sasaran dalam eradikasi mikroorganisme harus diketahui. Golongan tersering
sebagai antibiotika topikal untuk infeksi mata ialah golongan aminoglikosida dan
floroquinolon. Dalam penelitian ini, pembaca dapat mengetahui perbandingan
pada kedua golongan obat tersebut, perbedaan tersebut mencakup kemampuan
dalam resolusi klinis, pengurangan gejala klinis, efek samping pengobatan, dan
komplikasi dari penyakit itu sendiri. Setelah mereview jurnal ini, dapat diketahui
bahwa pemberian besifloxacin 0,6% memiliki resolusi klinis yang lebih cepat
dibandingkan penggunaan azitromycin 1,5% . Selain resolusi klinis, keuntungan
lain dari penggunaan besifloxacin 0,6% adalah menimbulkan sensasi panas dan
sensasi benda asing yang lebih minimal dibandingkan penggunaan azitromycin
1,5%.

11
LAPORAN ANALISA JURNAL READING

Topik No Keterangan Halaman dan penjelasan


Judul dan abstrak 1 a. Menjelaskan tujuan, Ya , pada abstrak jurnal
metode, hasil menjelaskan tujuan, dan
penelitian hasil penelitian secara
ringkas. Namun tidak
menjelaskan metode
pengolahan data penelitian
secara lengkap.

Dijelaskan dengan cukup


lengkap
b.Memberikan ringkasan serta memberikan
yang informatif dan ringkasan yang sesuai
seimbang atas apa dengan hasil yang
yang dilakukan dan didapatkan di penelitian
apa yang ditemukan
Introduksi
Latar belakang 2 Menjelaskan latar Ya, pada halaman awal di
belakang yang ilmiah jelaskan sedikit
dan rasional mengapa epidemiologi kejadian
penelitian perlu konjungtivitis akut
dilakukan bakterial menurut umur,
namun epidemiologi pada
daerah peneliti tidak
dicantumkan.
Tujuan 3 Menentukan tujuan Ya. pada halaman awal
spesifik , termasuk tujuan spesifik dijelaskan,
hipotesis yang diajukan sesuai dengan latar
belakang yang
disampaikan, namun tidak
ada hipotesis yang

12
diajukan.
Metodelogi penelitian
Populasi 4 Menjelaskan bagaimana Ya, pada halaman kedua
populasi ditentukan disampaikan bahwa
populasi penelitian diambil
secara consecutive meliputi
semua pasisen yang
berobat ke Rumah Sakit
Jhalawar, Rajasthan
Subyek penelitian 5 Kriteria subyek Iya. Pada penelitian telah
penelitian disampaikan secara rinci
mengenai kriteria inklusi
dan eksklusi dari subyek
penelitian.
Besar sampel 6 Menjelaskan kriteria Tidak, tidak dijabarkan
penentuan sampel mengenai kriteria
minimal yang diperlukan penentuan besar sampel,
untuk menghasilkan metode sampling
kekuatan penelitian dijelaskan secara singkat.
Prosedur penelitian 7 Menjelaskan secara rinci Ya. Pada penelitian
dan sistematik prosedur dijabarkan prosedur
penelitian (teknik penelitian yang meliputi
pengambilan data) cara pengguanaan obat,
jangka waktu, waktu
follow-up, kondisi yang
mungkin terjadi. Namun
subjektivitas peneliti
sangat tinggi dalam
menentukan resolusi klinis.
Rancangan 8 Menjelaskan rancangan Iya, ada penjelasan
penelitian penelitian mengenai rancangan
penelitian yang dilakukan.
Pada penelitian dijelaskan
hal-hal yang akan di follow

13
up, namun metode follow
up nya tidak jelas
Teknik analisa data 9 Teknik analisa data yang Tidak diinformasikan
digunakan untuk tehnik dan cara analisis
membandingkan hasil data yang digunakan.
penelitian
Hasil
Alur penelitian 10 Menjelaskan waktu Ya. peneliti menyampaikan
penelitian periode waktu yang
digunakan untuk
mengumpulkan sampel
yang diperoleh
Outcome dan 11 Untuk outcome hasil Hasil penelitian dijabarkan
estimasi penelitian penelitian secara deskriptif dan
analitik dalam bentuk
persentase serta
dilampirkan dalam bentuk
tabel.
Diskusi
Interpretasi 12 Interpretasi hasil Interpretasi hasil hanya
dibandingkan hasil
penelitian dengan
penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya.
Generalizability 13 Apa hasil bisa Hasil penelitian tidak dapat
digeneralisasikan di digeneralisasikan dalam
masyarakat masyarakat. Karena
ketersediaan regimen yang
terbatas (misalnya,
besifloxacin)
Overall evidence 14 Interpretasi umum Penelitian ini
terhadap hasil dalam menggunakan literatur dan
konteks penelitian data penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya
sebagai bukti yang

14
menguatkan serta
menekankan objektivitas
hasil penelitian.

KELEBIHAN PENELITIAN :

1. Judul dan anstrak memberikan ringkasan yang informatif dan seimbang


atas apa yang dilakukan dan apa yang ditemukan di penelitian

2. Latar belakang dan tujuan penelitian dijabarkan secara cukup jelas.

3. Dalam latar belakang dijelaskan literatur yang menjelaskan cara kerja


antibiotik topikal dalam konjuntuvitis bakterial akut.

4. Penelitian ini dilakukan dengan sampel yang diambil secara acak, variasi
sampel lebih luas.

5. Penelitian menyampaikan prosedur penelitian dengan cukup jelas

6. Data dalam penelitian ini merupakan data primer

KEKURANGAN PENELITIAN :

1. Pada journal ini variabel penelitian tidak dirinci dengan jelas.


2. Kriteria sampel minimal tidak dijelaskan
3. Data epidemiologi kejadian konjugtivitis bakterial saat ini masih kurang
4. Data epidemiologi penggunaan antibitoika topika, sebagai terapi dalam
praktek sehari-hari tidak dicantumkan
5. Penelitian tidak menyampaikan prosedur penelitian dengan cukup jelas.
Tidak menjelaskan metode pengolahan data, tidak menjelaskan metode
penilaian resolusi klinis.
6. Kejadian efek samping penggunaan antibiotik topikal besifloxacin yang
diamati dijelaskan tidak mempengaruhi penglihatan namun pada hasil
muncul bahwa penggunaannya dapat menyebabkan mata kabur pada 5
sampel penelitian.

15

Você também pode gostar