Você está na página 1de 17

ASKEP ANAFILAKSIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anafilaksis berasal dari bahasa Yunani, dari 2 kata, ana artinya jauh
dan phylaxis artinya perlindungan. Secara bahasa artinya adalah
menghilangkan perlindungan. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh
Portier dan Richet pada tahun 1902 ketika memberikan dosis vaksinasi dari
anemon laut untuk keduakalinya pada seekor anjing. Hasilnya, anjing
tersebut mati mendadak.
Reaksi ini harus dibedakan dengan reaksi anafilaktoid. Gejala, terapi,
dan risiko kematiannya sama tetapi degranulasi sel mast atau basofil terjadi
tanpa keterlibatan atau mediasi dari IgE. Data yang menjelaskan jumlah
insidensi dan prevalensi dari syok dan reaksi anapilaksis saat ini sangat
terbatas. Dari beberapa data yang diperoleh di Indonesia menunjukkan
sepuluh dari 1000 orang mengalami reaksi anapilaksis tiap tahunnya. Saat ini
diperkirakan setiap 1 dari 3000 pasien rumah sakit di Indonesia mengalami
reaksi anafilaksis. Sehingga, resiko mengalami kematian sebesar 1% dari yang
mengalami reaksi anapilaksis, yaitu sebesar 500-1000 kematian yang terjadi.
Pada kematian akibat reaksi anafilaksis, onset gejala biasanya muncul
pada 15 hingga 20 menit pertama, dan menyebabkan kematian dalam 1-2
jam. Reaksi anafilaktik yang fatal terjadi akibat adanya distress pernafasan
akut dan kolaps sirkulasi. Oleh karena itu penting sekali memahami dan
mengetahui tentang syok anafilaksis. Dalam referat ini, selain akan
dipaparkan aspek dari penyakit anafilaksis, dan penatalaksanaan terkini serta
sedikit pembahasan tentang sudut medikolegalnya akan turut pula
disertakan.
Angka kejadian alergi di berbagai dunia dilaporkan meningkat drastis
dalam beberapa tahun terakhir. World Health Organization (WHO)
memperkirakan di dunia diperkirakan terdapat 50 juta manusia menderita
asma. Tragisnya lebih dari 180.000 orang meninggal setiap tahunnya karena
asma.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Menjelaskan defenisi penyakit anafilaksis?
2. Menjelaskan etiologi penyakit anafilaksis?
3. Menjelaskan manifestasi klinis penyakit anafilaksis?
4. Menjelaskan patofisiologi penyakit anafilaksis?
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang tentang penyakit anafilaksis?
6. Menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan penyakit anafilaksis?
7. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit anafilaksis?
8. Menjelaskan intervensi keperawatan pada penyakit anafilaksis.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan pemahaman tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit anafilaksis
2. Mendeskripsikan tentang konsep medis mengenai penyakit anafilaksis, mulai
dari defenisi penyakit, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan
penunjang, dan penatalaksanaan.
3. Mengetahui konsep keperawatan pada pasien dengan penyakit anafilaksis,
mulai dari pengkajian, diagnose, dan intervensinya.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Menambah wawasan dan pengetahuan khususnya bagi mahasiswa mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit anafilaksis.

BAB II
BAGAN, KONSEP
A. Konsep Medis
Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi yang bersifat akut, menyeluruh
dan bisa menjadi berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya
telah mengalami sensitisasi akibat pemaparan terhadap suatu alergen.
Anafilaksis merupakan respons klinis terhadap reaksi imunologi cepat
(hipersensivitas tipe I, antara antigen yang spesifik dan antibodi ( Brunner
dan Suddarth, 2001).
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang mengancam jiwa dan
mendadak terjadi pada pemajanan substansi tertentu. Anafilaksis diakibatkan
oleh reaksi hipersensitivitas tipe I , dimana terjadi pelepasan mediator kimia
dari sel mast yang mengakibatkan vasodilatasi massif, peningkatan
permeabilitas kapiler, dan penurunan peristaltic. Anafilaksis adalah suatu
respons klinis hipersensitivitas yang akut, berat dan menyerang berbagai
macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara
antigen spesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel
mast dan basofil akan mengeluarkan mediator yang mempunyai efek
farmakologik terhadap berbagai macam organ tersebut (Suzanne C. Smeltze,
2001).
Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan alergen. Pada pemaparan
kedua atau pada pemaparan berikutnya, terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi ini
terjadi secara tiba-tiba, berat dan melibatkan seluruh tubuh. (Pearce C,
Evelyn.2009).
Anafilaksis adalah suatu reaksi yang bersifat akut, menyeluruh dan
bisa menjadi berat. Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan
alergen. Pada pemaparan kedua atau pada pemaparan kedua atau pada
pemaparan berikutnya, terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi ini terjadi secara
tiba-tiba, berat dan melibatkan seluruh tubuh.
2. Etiologi
Anafilaksis bisa tejadi sebagai respon terhadap berbagai alergen.
Reaksi tersebut terjadi akibat antibody IgE dengan cara:
- Antigen melekat pada antibody IgE yang terikat dengan membrane
permukaan sel mast serta basofil dan menyebabkan sel-sel target ini
diaktifkan
- Sel mast dan basofil kemudian melepas mediator yang menyebabkan
perubahan vaskuler, pengaktifan trombosit, eosinofil serta neutrofil dan
pengaktifan rangkaian rangkaian peristiwa koagulasi. Penyebab yang sering
ditemukan adalah:
a) Gigitan/sengatan serangga.
b) Serum kuda (digunakan pada beberapa jenis vaksin).
c) Alergi makanan
d) Alergi obat Serbuk sari dan alergen lainnya jarang menyebabkan anafilaksis.
Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke dalam aliran darah
dan bereaksi dengan antibodi IgE. Reaksi ini merangsang sel-sel untuk
melepaskan histamin dan zat lainnya yang terlibat dalam reaksi peradangan
kekebalan. Beberapa jenis obat-obatan (misalnya polymyxin, morfin, zat
warna untuk rontgen), pada pemaparan pertama bisa menyebabkan reaksi
anafilaktoid (reaksiyang menyerupai anafilaksis). Hal ini biasanya merupakan
reaksi idiosinkratik atau reaksi racun dan bukan merupakan mekanisme
sistem kekebalan seperti yang terjadi pada anafilaksis sesungguhnya.

3. Manifestasi Klinis
Gambaran kilinis anafilaksis sangat bervariasi, baik cepat dan lamanya
reaksi maupun luas dan beratnya reaksi. Gejala dapat dimulai dengan gejala
prodromal baru menjadi berat. Keluhanyang sering dijumpai pada fase
permulaan adalah rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit,
panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, mual, pusing, lemas dan sakit
perut.
Secara klinis gejala anafilaksis dapat berupa reaksi lokal dan reaksi
sistemik. Reaksi lokal terdiri dari urtikaria dan angioedema pada daerah yang
kontak dengan antigen. Reaksi lokal dapat berat tetapi jarang sekali fatal.
Reaksi sistemik terjadi pada oragan target seperti traktus respiratorius,
sistem kardiovaskular, traktus gastrointestinalis, dan kulit. Reaksi ini
biasanya terjadi dalam waktu 30 menit sesudah kontak dengan penyebab.
a. Reaksi sistemik
Reaksi sistemik ringan
Gejala awal reaksi sistemik ringan adalah rasa gatal dan panas di bagian
perifer tubuh, biasanya disertai perasaan penuh dalam mulut dan
tenggorokan. Gejala permulaan ini dapat disertai dengan hidung tersumbat
dan pembengkakan peri orbita. Dapat juga disertai rasa gatal pada membran
mukosa, keluarnya air mata, dan bersin. Gejala ini biasanya timbul dalam 2
jam sesudah kontak dengan antigen. Lamanya gejala bergantung pada
pengobatan, umumnya berjalan 1-2 hari atau lebih pada kasus kronik.
Reaksi sistemik sedang
Reaksi sistemik sedang mencakup semua gejala dan tanda yang ditemukan
pada reaksi sistemik ringan ditambah dengan bronkospasme dan atau edema
jalan napas, dispnea, batuk dan mengi. Dapat juga terjadi angioedema,
urtikaria umum, mual dan muntah. Biasanya penderita mengeluh gatal
menyeluruh, merasa panas, dan gelisah. Masa awitan dan lamanya reaksi
sistemik sedang hampir sama dengan reaksi sistemik ringan.
Reaksi sistemik berat
Masa awitan biasanya pendek, timbul mendadak dengan tanda dan gejala
seperti reaksi sistemik ringan dan reaksi sistemik sedang, kemudian dengan
cepat dalam beberapa menit (terkadang tanpa gejala permulaan) timbul
bronkospasme hebat dan edema laring disertai serak, stridor, dispnea berat,
sianosis, dan kadangkala terjadi henti napas. Edema faring, gastrointestinal
dan hipermotilitas menyebabkan disfagia, kejang perut hebat, diare dan
muntah. Kejang umum dapat terjadi, dapat disebabkan oleh rangsangan
sistem saraf pusat atau karena hipoksia. Kolaps kardiovaskular menyebabkan
hipotensi, aritmia jantung, syok dan koma.
Rangkaian peristiwa yang menyebabkan gagal napas dan kolaps
kardiovaskular sering sangat cepat dan mungkin merupakan gejala objektif
pertama pada anafilaksis. Beratnya reaksi berhubungan langsung dengan
cepatnya masa awitan. Reaksi fatal umumnya terjadi pada orang dewasa.
Pada anak penyebab kematian paling sering adalah edema laring.

4. Patofisiologi
Sistem kekebalan melepaskan antibodi. Jaringan melepaskan histamin
dan zat lainnya. Hal ini menyebabkan penyempitan saluran udara, sehingga
terdengar bunyi mengi (bengek), gangguan pernafasan, dan timbul gejala-
gejala saluran pencernaan berupa nyeri perut, kram, muntah dan diare.
Histamin menyebabkan pelebaran pembuluh darah (yang akan menyebabkan
penurunan tekanan darah) dan perembesan cairan dari pembuluh darah ke
dalam jaringan (yang akan menyebabkan penurunan volume darah), sehingga
terjadi syok. Cairan bisa merembes ke dalam kantung udara di paru-paru dan
menyebabkan edema pulmoner.
Seringkali terjadi kaligata (urtikaria) dan angioedema. Angioedema
bisa cukup berat sehingga menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan.
Anafilaksis yang berlangsung lama bisa menyebabkan aritimia jantung. Pada
kepekaan yang ekstrim, penyuntikan allergen dapat mengakibatkan kematian
atau reaksi subletal.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu
menentukan diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan
digunakan untuk memonitor hasil pengbatan serta mendeteksi komplikasi
lanjut. Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian
halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan
ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari
suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Pemeriksaan lain yang lebih
bermakna yaitu IgE spesifik dengan RAST (radio-immunosorbent test) atau
ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay test), namun memerlukan biaya
yang mahal.
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen
penyebab yaitu dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point
titration/SET). Uji cukit paling sesuai karena mudah dilakukan dan dapat
ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak, meskipun uji intradermal
(SET) akan lebih ideal. Pemeriksaan lain sperti analisa gas darah, elektrolit,
dan gula darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, feses lengkap,
elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-lain

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab
penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok
anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu
resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan
karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian
atau cacat organ tubuh menetap.
Jika terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau
zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu
dilakukan, adalah:
a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
- Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak
ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala
dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas,
yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka
mulut.
- Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada
tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan
terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami
sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus
diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan
napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi
endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
- Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis,
atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan


bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol
resusitasi jantung paru.

1. Segera berikan adrenalin 0.3-0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita


dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular.
Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin
24 ug/menit.

2. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin


kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 56 mg/kgBB
intravena dosis awal yang diteruskan 0.40.9 mg/kgBB/menit dalam
cairan infus.
3. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 510 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk
mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.

4. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur


intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang
ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik.
Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah
jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara
larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan
atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan
permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan
larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 34 kali dari perkiraan
kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 2040% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan
jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.
Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau
dextran juga bisa melepaskan histamin.

5. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok


anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam
perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di
tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan
fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh
dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan
kaki lebih tinggi dari jantung.

6. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan,


tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam.
Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari
23 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk
observasi.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Nama Perawat :
Tanggal Pengkajian :
Ruang Perawatan :
Jam Pengkajian ` :
Tanggal Masuk :
a) Biodata
1) Klien
Nama :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status Pernikahan :
Alamat :
Diagnosa Medis :
2) Penanggung Jawab
Nama :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status Pernikahan :
Alamat :
Hubungan dengan klien :
b) Anamnesa
Anamnesis mengenai kemungkinan terdapatnya reaksi terhadap antigen yang
dicurigai, yang mungkin terjadi diwaktu yang lalu, harus dikerjakan sebelum
kita memberikan setiap obat, terutama obat suntikan.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pada klien dengan reaksi anafilaksis ditemukan gejala awal dengan rasa gatal
dan panas. Biasanya selalu disertai dengan gejala sistemik misal dispnea,
mual, kulit sianosis, kejang. Anamnesa yang tepat dapat memperkecil gejala
sistemik sebelum berlanjut pada fase yang lebih parah/gejala sistemik berat.
d) Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien mempunyai riwayat alergi terhadap sesuatu. Pernahkah klien
mengalami hal yang sama saat setelah kontak dengan alergen misalnya, debu,
obat-abatan, makanan, atau kontak dengan hewan tertentu.
e) Riwayat penyakit keluarga
Apakah salah satu dari anggota keluarga pernah mengalami alergi. Punyakah
keluarga riwayat penyakit alergi lain misalnya, asma.
f) Pemeriksaan fisik
- Jalan napas atas
Inspeksi : Bersin, pilek, dispneu.
Palpasi : edema laring,edema lidah dan faring
Auskultasi : ronchi
- Jalan napas bawah
Inspeksi : Dispnea, emfisema akut, asma, bronkospasme.
- Gastro Intestinal
Peningkatan peristaltik, muntah, disfagia, mual, kejang perut, diare.
- Susunan saraf pusat
Gelisah, kejang

2. Diagnosa
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme otot bronkiolus .
b. Gangguan perfusi jaringan, berhubungan dengan penurunan curah jantung
dan vasodilatasi arteri.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan produksi
histamine dan bradikinin oleh sel mast.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
e. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kapasitas vaskuler.
f. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

3. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme otot
bronkiolus .
Batasan Karakteristik
- Perubahan kedalaman pernapasan
- Penurunan tekanan ekspirasi
- Penurunan venntilasi semenit
- Penuurunan kapasitas vital
- Dipneu
Kriteria Hasil (NOC)
- Mendemonstrasikan batuk efektif, dan suara napas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dispneu (mampu bernapas dengan efektif).
- Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
napas, frekuensi pernapasan dalam, rentang normal,tidak ada suara
abnormal).
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernapasan).
NIC
- Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan pentilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Monitor respirasi dan status O2
- Pertahankan jalan napas yang paten
- Monitor aliran oksigen
- Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tekanan darah,suhu dan respirasi
- Monitor suhu,warna,dan kelembaban kulit
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan
b. Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan penurunan curah
jantung dan vasodilatasi arteri.
Batasan Karakteristik
- Ph darah arteri abnormal
- Pernapasan abnormal (mis. Kecepatan,irama dan kedalaman)
- Warna kulit abnormal (mis. Pucat,kemerahan)
- Sakit kepala saat bangun
- Iritabilitas
NOC (Kriteria hasil)
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang kuat
- Memelihra kebersihan paru-paru dan bebas dari distress pernapasan
- Tanda-tanda vital dalam rentan normal.
NIC
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifiksi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
- Monitor respirasi dan o2
- Monitor rata-rata,kedalaman,irama,dan usaha respirasi
- Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,penggunaan otot
tambahan,retraksi otot supraclavicular dan intracosta
- Monitor kelelahan otot diagfragnma
- Auskultasi suara napas, catat area penurunan atau tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
produksi histamine dan bradikinin oleh sel mast.
Batasan Karakteristik
- Kerusakan lapisan kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit (epidermis)
- Invasi struktur tubuh
NOC (kriteria hasil)
- Integritas kulit yang baik bisa di pertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi).
- Tidak ada luka atau lesi pada kulit
- Perfusi jaringan baik menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan
kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan keembapan kulit dan
perawatan alami.
NIC
Pressure manajement
- Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
- Hindari kerutan pada tempat tidur
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Oleskan lotion atau minyak pada daerah yang tertekan
- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.


Batasan karakteristik
- Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
- Ketidaknyamanan setelah aktivitas
- Mnyatkan merasa letih
- Menyatakan merasa lemah
NOC (Kriteria hasil)
- Berpartisispasi dalam aktivitas kulit tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan respirasi
- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
- Tanda-tanda vital normal
- Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat
NIC
- Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medic dalam merencanakan
program terapi yang tepat
- Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukan
- Bantu untuk memilih aktifitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan social
- Bantu untuk mengidentifikasi aktifitas yang disukai
- Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
- Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktifitas
- Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas
- Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
e. Resiko ketidakseimbangan volume cairan elektrolit berhubungan
dengan peningkatan kapasitas vaskuler.
Factor resiko
- Defisiensi volume cairan
- Diare
- Muntah
- Efek samping obat
NOC (Kriteria Hasil)
- Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Monitor status hidrasi, (kelembapan membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik) jika diperlukan
- Monitor vital sign
- Dorong masukan oral
- Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

f. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan


kognitif
Batasan Karakteristik
- Perilaku hiperbola
- Ketidakakuratan melakukan tes
- Perilaku tidak tetap (misalnya hysteria, bermusuhan, agitasi, dan apatis)
NOC (Kriteria Hasil)
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat atau tim kesehatan lainnya

NIC
- Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
- Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
- Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
- Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
- Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat
- Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
- Hindari jaminan yang kosong
- Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
- Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi yang bersifat akut, menyeluruh dan bisa
menjadi berat.
2. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami
sensitisasi akibat pemaparan terhadap suatu alergen.
3. Anafilaksis bisa tejadi sebagai respon terhadap berbagai alergen. Reaksi
tersebut terjadi akibat antibody IgE, penyebab yang sering ditemukan adalah
gigitan/sengatan serangga, serum kuda (digunakan pada beberapa jenis
vaksin), alergi makanan, alergi obat
4. Gambaran kilinis anafilaksis sangat bervariasi, baik cepat dan lamanya reaksi
maupun luas dan beratnya reaksi, dimana gejala dapat dimulai dengan gejala
prodromal baru menjadi berat
5. Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam penatalaksanaan syok
anafilaktik terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Apabila ditangani
secara cepat dan tepat sesuai dengan kaidah kegawat daruratan, reaksi
anafilaksis jarang menyebabkan kematian.
B. Saran
Diharapkan dengan pembuatan askep ini dapat dijadikan pedoman dan
pembelajaran bagi mahasiswa untuk memanjemen pelayanan di Rumah Sakit
dalam upaya peningkatan kesehatan secara menyeluruh, terhadap pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Barbara C, Long. 1996. Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC :
Jakarta
Gleadle, Jonathan. 2005. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Erlangga.
http://debyrahmad.blogspot.com/diakses pada tanggal 4 Juni, 2015.
Nurarif Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdaarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC NOC Jilid 1. Yogyakarta: Medi Action.
Pearce C, Evelyn. 2009. Anatomi dan fisiologi. Gramedia : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC :
Jakart

Você também pode gostar