Você está na página 1de 12

1

PERAN SITOKIN DALAM


RINOSINUSITIS KRONIK DENGAN POLIP NASAL

Oleh : Aditya Wira Buana


Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala dan Leher
FK. UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya

PENDAHULUAN
Rinosinusitis kronik (RSK) adalah suatu inflamasi pada mukosa hidung
dan sinus paranasal, berlangsung selama dua belas minggu atau lebih disertai dua
atau lebih gejala dimana salah satunya adalah buntu hidung (nasal blockage /
obstruction / congestion) atau nasal discharge (anterior / posterior nasal drip).
Keluhan ini dapat disertai salah satu dari gejala berupa nyeri atau rasa tertekan
area fasial dan penurunan daya penciuman (anosmia). 1 Rinosinusitis Kronis
dengan polip merupakan kelainan inflamasi kronis dengan ciri jaringan eosinofil
yang mengalami remodeling dan terdiri dari proliferasi epitel, hiperplasia sel
goblet, pembentukan pseudokista, penebalan membran basal, fibrosis fokal, dan
udim mukosa.1,2
Perkembangan polip dapat merupakan hasil akhir dari inflamasi RSK.
Peran sitokin pada polip nasal tidak tergantung pada status alergi. Beberapa
penelitian melaporkan berbagai macam sitokin yang berhubungan dengan RSK
dengan polip, tetapi hanya beberapa yang dapat menjelaskan mekanisme
perubahan profil sitokin pada polip nasal. 3 Sitokin adalah polipeptida yang larut
serta diproduksi oleh sel limfosit, makrofag, sel mast, eosinofil dan sel endotel.
Sitokin berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur hampir semua proses
biologis penting seperti: aktivasi, pertumbuhan, proliferasi, diferensiasi, proses
inflamasi sel, imunitas serta pertahanan jaringan ataupun morfogenesis yang
terjadi akibat rangsangan dari luar. Sitokin memiliki berat molekul rendah, sekitas
8 40 kilo dalton (KD) dengan kadar yang rendah.4
Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik, yang
kemudian membawa sinyal ke sel melalui second messenger (tirosin kinase),
untuk mengubah aktivitasnya (ekspresi gen). Respon-respon terhadap sitokin
diantaranya meningkatkan atau menurunkan ekspresi protein-protein membran
(termasuk reseptor-reseptor sitokin), proliferasi, dan sekresi molekul-molekul
efektor.1 Sitokin dapat beraksi pada sel yang mensekresinya (aksi autokrin), pada
sel-sel terdekat dari sitokin disekresi (aksi parakrin). Sitokin dapat juga beraksi
secara sinergis (dua atau lebih sitokin beraksi secara bersama-sama) atau secara
antagonis (sitokin menyebabkan aktivitas yang berlawanan).4
Berbagai macam sitokin diproduksi secara berbeda oleh sel Th 1 dan sel
Th 2. sel Th 1 menghasilkan IL-2, IFN -y, TNF- , GM-CSF, IL-3 yang
meningkat pada respons intraseluler seperti pada RSK disertai infeksi bakterial.
Sel Th 2 berfungsi mengaktivasi sel B dan menghasilkan sitokin : IL-4, IL-5, IL-
10, IL-13, IL-3 dan GM-CSF yang meningkat pada penyakit alergi, infeksi parasit
cacing dan infeksi jamur pada RSK.5 Pada RSK dengan polip nasal menunjukkan
peningkatan aktifitas Th 2 dengan kadar IL-5 dan Ig E yang meningkat.3
Tujuan dari referat ini adalah untuk mempelajari tentang peran sitokin
dalam terbentuknya rinosinusitis kronik dengan polip nasal.

1. SITOKIN Th1

2
Peran sitokin Th1 hingga kini belum dapat dijelaskan dalam proses
terjadinya RSK dengan Polip nasal. Beberapa referensi mengkaitkan Interferon-y
dan interleukin-8 dalam proses terjadinya RSK dengan Polip nasal

1.1 Interferon-y
Interferon-y (INF-y) adalah sitokin mayor dari Th-1, terlibat dalam jalur
proses inflamasi dan memiliki fungsi yang berbeda-beda, yaitu menarik leukosit,
mengaktivasi sel NK, dan mengatur fungsi sel B dalam hal produksi imunoglobin,
dan class switching.3 INF-y disekresi oleh limfosit Th-1, limfosit sitotoksik CD8+,
sel NK, dan sel B. INF-y berperan sebagai antigen presenting cells yang
meningkatkan lingkup Th-1 bias melalui aktivasi imunitas alami yang dimediasi
sel imunitas sitotoksik serta aktivasi makrofag. Beberapa penilitian menunjukan
terdapat kadar INF-y yang rendah pada nasal polip, tetapi patogenesis penurunan
kadar INF-y masih belum jelas.3 Penelitian di Korea selatan menyatakan bahwa
pada pasien dengan RSK disertai polip terdapat peningkatan INF-y dibandingkan
interleukin (IL) -10 dan IL-4. Hasil penelitian ini didapatkan dengan merangsang
sel T yang terisolasi pada jaringan polip dengan spesifik superantigen secara in
vitro.6

1.2 Interleukin-8
Interleukin-8 (IL-8) adalah sebuah kemokin CXC, yang merupakan
kemoatraktan untuk netrofil, IL-8 dilepaskan oleh makrofag dan sel epitel.
Peningkatan kadar IL-8 dapat terlihat pada mukosa dengan nasal polip
diibandingkan mukosa normal. Peningkatan kadar IL-8 tidak spesifik untuk RSK
dengan polip dibandingkan dengan RSK tanpa polip.3
Ekspresi IL-8 pada sel epitel hidung bergantung dari aktifitas serine
protease dari protease activated receptor (PAR)-2 dan nuclear transcription
factor (NF)-B. Sebuah penelitian dengan membandingkan sel epitel hidung
manusia dari konka inferior yang normal dan dari polip nasal. IL-8 yang
meningkat diukur ketika sel polip dirangsang oleh supernatan Staphylococcus
epidermidis. Ekspresi IL-8 dipicu oleh penambahan serine protease inhibitor 4-
(2-aminoethyl)-benzesenesulfonylfluoride dan NF-B inhibitor (2E)-3-((4-(1,1-
dimethylethyl)phenyl)sulfonyl)-2-propenenitrile.3 Dalam sebuah penelitian lain

3
ekspresi PAR-2 secara signifikan meningkat pada epitel jaringan hidung polip
dibanding kontrol. Aktivasi PAR-2 spesifik meningkatkan ekspresi CXC kemokin
IL-8 dan onkogen terkait pertumbuhan (GRO)a. Penelitian ini menunjukkan
adanya potensi mekanisme PAR-2 melalui kolonisasi S. epidermidis sehingga
menyebabkan peningkatan regulasi IL-8. Hal ini akan berlanjut dengan reaksi
peradangan kronis dan pembentukan polip nasal.7
Interleukin-8 dikenal sebagai aktivator dari matrix metalloproteinase
(MMP)-8. MMP-8 merupakan sebuah inisiator penting dalam pemecahan kolagen
saat inflamasi terjadi. MMP-8 berfungsi sebagai mediator potensial untuk
meremodeling jaringan pada RSK dengan polip nasal. MMP-8 dan IL-8 bersama
mengalami peningkatan pada cairan sinus pasien dengan RSK dengan polip.
Dalam sebuah penelitian terdapat korelasi signifikan antara kadar IL-8 dan jumlah
MMP-8 mesenkimal aktif pada RSK dengan polip. MMP-8 berkontribusi pada
remodeling jaringan, meskipun tidak berhubungan dengan inflamasi eosinofil dari
polip nasal. Hal ini menunjukkan bahwa IL-8 memainkan peranan penting pada
remodeling jaringan melalui aktivasi kolagenase.3

2. SITOKIN Th2
Terdapat berbagai macam sitokin Th2 yang berhubungan dengan RSK
dengan polip nasal. IL-4 dan IL-5 merupakan sitokin mayor dari Th-2 yang telah
banyak diteliti. Selain penelitian terkini menunjukan peran IL-6 dan IL-13 yang
dalam RSK dengan nasal polip.

2.1 Interleukin-4
Interleukin-4 (IL-4) disekresi oleh sel Th2, eosinofil, basofil, sel NK, dan
sel mast. IL- 4 dirangsang oleh perkembangan dari limfosit T0 naive dan
berdiferensiasi menjadi sel Th2 dan merupakan sebuah kofaktor yang penting
untuk mencegah apoptosis dari aktivasi sel T.2 IL-4 merupakan sitokin utama yang
bertanggung jawab pada perubahan kelas imunoglobulin sel B ke fenotip IgE. IL-
4 juga mempengaruhi migrasi eosinofil melalu peningkatan ekspresi dari vascular
cell adhesion molecule -1 (VCAM-1) pada sel endotel manusia. Transkripsi m-
RNA dari IL-4 dan reseptornya (IL-4R) dapat di temui pada jaringan polip nasal
yang berasal dari spesimen pasien RSK dengan polip.3
Interleukin-4 dapat melepaskan Monocyte Chemotactic Protein (MCP)-4.
MCP-4 merupakan sebuah kemoatraktan yang berasal dari eosinofil, monosit, dan

4
limfosit pada jaringan polip nasal yang dibiakkan dan distimulasi oleh ligan TLR
2,3,4, dan 5. Hasil ini memperlihatkan mekanisme dimana ligan TLR dan IL-4
berkontribusi terhadap karakter infiltrasi eosinofil dari polip nasal. 8 Pada sebuah
penelitian oleh Petecchia et al mendemonstrasikan peningkatan VCAM-1
fibroblas dari polip nasal secara signifikan ketika dirangsang dengan histamin atau
IL-4 plus TNF-.9 Pada penelitian yang lain, IL-4 dan lipopolisakarida terlihat
sinergi dalam menginduksi pengeluaran fibroblas oleh TARC. TARC adalah
kemoatraktan poten bagi sel Th2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
fibroblas terlibat bukan hanya pada remodeling jaringan, tetapi juga dalam
mempertahankan reaksi inflamasi oleh Th2-bias kronik pada polip nasal yang
dipengaruhi oleh IL-4.10 Deposit fibrin akibat peran IL-4 dapat ditunjukan pada
gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme deposit jaringan fibrin dipengaruhi oleh aktifitas IL-4 yang
meningkat sejalan dengan terjadinya proses inflamasi pada epitel nasal.8
2.2 Interleukin-5
IL-5 diproduksi sel Th2, sel mast, dan eosinofil. Hal ini dikenal sebagai
faktor pematangan dan diferensiasi mayor dari eosinofil serta memainkan peran
penting dalam mencegah apoptosis eosinofil.2 Pengeluaran IL-5 oleh sel mast
berhubungan dengan tingginya jumlah eosinofil pada jaringan dan hal ini terlihat

5
di banyak reaksi alergi fase lambat. 5 Beberapa penelitian terdahulu
mengidentifikasi peningkatan IL-5 mRNA dan protein pada jaringan polip nasal.
Pemeriksaan imunohistokimia memperlihatkan bahwa IL-5 didominasi oleh sel
eosinofil, hal ini menujukkan pola sekresi autokrin dimana sel eosinofil
dipertahankan. 3
Infiltrasi eosinofil pada area subepitel merupakan mekanisme pada awal
pembentukan polip.3 Remodeling jaringan dan infiltrasi sel inflamasi dapat
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sitokin yang terbentuk sebagai akibat
dari hasil kolonisasi mikroorganisme patogen (gambar 2). Pada jaringan polip
nasal akan memperlihatkan peningkatan kadar IL-5 dan penurunan kadar mRNA
TGF- bila dibandingkan dengan inflamasi mukosa nasal di sekitarnya.5,10

Gambar 2. Infiltrasi eosinofil oleh IL-5 pada area subepitel dipengaruhi oleh
kolonisasi mikroorganisme yang bersifat patogen.10

Pada penelitian dengan melakukan biopsi mukosa diambil dari anterior


etmoid, konka media bagian lateral dan bagian media pada pasien dengan polip
nasal dan dibandingkan biopsi konka infeior dari pasien kontrol. Kadar IL-5 yang
tinggi ditemukan di anterior etmoid dibanding konka media dan merupakan lokasi
pasien dengan RSK dengan polip yang memiliki peningkatan kadar IL-5
signifikan dibanding dengan jaringan kontrol.5 Di lain pihak IL-5 memiliki kadar
yang sama pada seluruh lokasi biopsi pada pasien dengan RSK dengan polip.

6
Kadar IL-5 akan meningkat pada lokasi biopsi bila dibandingkan dengan jaringan
kontrol. Data ini menunjukkan adanya upperegulation pada mRNA IL-5 yang
mengarah kepada pembentukan polip nasal pada beberapa tempat spesifik dimana
inflamasi mukosa terjadi.3 Akan tetapi, penelitian lain menunjukkan tidak ada
perbedaan yang berarti pada ekspresi IL-5 di konka inferior dibandingkan polip
yang diambil pada pasien yang sama.5
Mekanisme keterlibatan IL-5 secara langsung maupun tidak langsung
pada remodeling jaringan di polip nasal belum secara jelas diketahui. Penelitian
terkini yang melibatkan Staphylococcus. aureus pada pembentukan inflamasi pada
polip nasal banyak dilakukan. Staphylococcus enterotoxin B (SEB) menginduksi
pengeluaran sitokin Th1 dan Th2 pada kultur jaringan sinonasal.8 Pada jaringan
polip nasal memperlihatkan pelepasan sitokin meningkat secara signifikan
daripada jaringan kontrol, dengan sitokin Th2 yang mendominasi. IL-5 meningkat
secara signifikan, diikuti IL-4 dan IL-2. Data ini didukung oleh hipotesis bahwa S.
aureus apat terlibat pada inflamasi polip nasal, tetapi hal ini membutuhkan
pembuktian lebih lanjut akan efek dari sekresi sitokin yang diinduksi oleh S
aureus.8,10

2.3 Interleukin-6
Interleukin-6 (IL-6) merupakan salah satu situokin yang berperan penting
dalam respon alergi fase akut, dan terlibat dalam produksi imunoglobulin. Sitokin
ini memiliki berbagaimacam target sel termasuk sel B, plasma sel dan stem sel.
Mekanisme ini akan akan secara berkesinambungan menghasilkan antibodi. 5
Sebuah penelitian oleh Damn di tahun 2006 menyatakan bahwa terdapat
peningkatan IL-6 pada sel epitel nasal pasien RSK yang terpapar oleh eksotosin B
Staphylococcus aureus. Peningkatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan
jaringan kontrol.11

2.4 Interleukin-135
Interleuki-13 (IL-13) memiliki peran yang sama dengan IL-4. Sitokin ini
dapat ditemukan pada selepitel, otot polos dan sel fibroblas yang muncul pada
kerusakan epitel, perubahan struktur jaringan jalan nafas serta peningkatan sekret
mukosa pada kasus asma. Penelitian terbaru menunjukkan adanya polimorfisme
gen IL-13 yang berhubungan dengan peningkatan IGE, atopi, dan asma serta

7
RSK. Il-13 disekresi oleh limfosit TH2 dan bertugas memperpanjang aktifitas
eosinofil dengan menghambat terjadinya apoptosis sel. IL-13 juga menstimulasi
epitel jalan nafas untuk memproduksi eotaxin, yang berfungsi sebagai kemotaktan
eosinofil. IL-13 meningkat secara signifikan pada pasien dengan RSK disertai
polip nasal dibandingkan dengan kontrol. IL-13 juga mempengaruhi fungsi
matriks metaloprotease yang akan meningkatkan remodeling matriks
ekstraseluler.

3. TRANSFORMING GROWTH FACTOR -


Terdapat 3 isoform dari Transforming growth factor- (TGF-), yaitu
TGF-1, 2, dan 3. TGF-1 diyakini sebagai isoform utama pada polip nasal dan
dihasilkan oleh berbagai macam sel, termasuk limfosit, makrofag, eosinofil, dan
fibroblas. TGF- memainkan peranan penting dalam beberapa proses termasuk
regenerasi sel epitel, inflamasi, dan perbaikan jaringan. TGF- dapat bertindak
sebagai kemoatraktan dan aktivator dari sel inflamasi pada awal respon imun,
tetapi juga dikenal meningkatkan downregulation inflamasi. Proses ini melalui
inhibisi sel yang teraktivasi dan meningkatkan apoptosis sel.2
Rangsangan TGF-1 pada jaringan fibroblas polip hidung secara in vitro
berperan melalui mekanisme profibrosis dan proses antiinflamasi. Proliferasi
jaringan fibroblas diperkuat dengan pengeluaran faktor profibrosis. Proses ini
terjadi setelah stimulasi dengan kadar TGF-1 yang rendah dan diikuti
peningkatan miofibroblas. TGF- (khususnya TGF-2) berkontribusi untuk
remodeling jaringan dengan meningkatkan akumulasi matriks ekstraselular,
hiperplasia sel sekretori dan proliferasi sel epitel.3
TGF- dapat menimbulkan efek anti inflamasi melalui mekanisme
antagonis IL-5. Pengeluaran TGF- dari eosinofil dan sel lain dapat merupakan
suatu mekanisme dalam mengatur tingkat inflamasi. IL-4 dapat meningkatkan
kadar mRNA TGF- pada fibroblas dari polip nasal yang distimulasi secara in
vitro. Efek profibrosis dari TGF- akan nampak dalam pembentukan polip nasal.
Pengeluaran TGF- dapat mempengaruhi poses inflamasi akut dan kronis menuju
remodeling jaringan dan pembentukan jaringan fibrosis.5 Pada inflamasi akibat
enterotoksin oleh Staphylococcus aures didapatkan terjadi penurunan kadar TGF-
sehingga menyebabkan peningkatan tingkat keparahan nasal polip yang dapat
ditunjukan pada gambar 3.

8
Gambar 3. Inflamasi akibat enterotoksin oleh Staphylococcus aures menurunkan
kadar TGF- sehingga meningkatkan interleukin pro inflamasi dan meningkatkan
degranulasi sel mast, yang akan mmperberat timbulnya jaringan polip.10

Stimulasi fibroblas secara in vitro pada polip nasal dengan TGF-1


menghasilkan proliferasi lebih besar dibandingkan proliferasi yang didapatkan
dari pasien kontrol. Fibroblas polip nasal juga meningkatkan ekspresi dari faktor
probiotik dan menurunkan ekspresi dari kemokin sitokin ketika dirangsang TGF-
1. Penelitian lain memperlihatkan rangsangan TGF-1 dari sel epitel hidung
manusia secara in vitro meningkatkan ekspresi dari tenascin C, sebuah
glikoprotein matriks ekstraseluler yang diekspresikan pada polip nasal.3
Peranan TGF- pada patogenesis polip nasal dihubungkan dengan
downregulation sitokin. Penelitian terkini memperlihatkan penurunan kadar TGF-
pada jaringan polip nasal dibandingkan kontrol atau jaringan pada pasien denga
RSK. Penelitian dari Figueiredo et al mendemonstrasikan penurunan kadar TGF-
1 pada jaringan polip dibandingkan mukosa yang meradang di sekitarnya pada
pasien yang sama. Penelitian ini menunjukkan adanya downregulation TGF-
yang dapat berhubungan dengan upregulation relatif sitokin Th2 dan eosinofilia
persisten pada jaringan dengan polip nasal.12

9
4. TUMOR NECROSIS FACTOR- dan INTERLEUKIN-1
Tumor Necrosis Factor - (TNF-) dan IL-1 merupakan sitokin
proinflamasi yang diproduksi beberapa tipe sel, termasuk sel epitel dan makrofag.
Sitokin ini bekerja secara sinergi di dalam menginduksi reaksi inflamasi kronik
pada saat sitokin Th1 dan Th2 ada. Kedua sitokin ini terlibat dalam penarikan
eosinofil melalui upregulation adesi molekul pada jaringan polip nasal. Terdapat
studi yang menunjukan adanya Single nucleotide polymorphismes (SNPs) pada
kedua sitokin berhubungan dengan pembentukan polip nasal.3
Peningkatan TNF- dapat terlihat pada jaringan polip nasal dibandingkan
jaringan lain pada konka inferior. TNF- dapat meningkatkan aktifitas CC
Chemokine ligand 2 (CCL2) pada sel fibroblas yang ditemukan di polip nasal.3
Chemokine ligand 2 (CCL2) atau Monocyte Chemoattractant Protein-1 (MCP-1)
merupakan kemoatraktan monosit yang dilepaskan oleh sel fibroblas polip nasal.
Perbedaan upperregulation CCL2 antara jaringan polip nasal dan konka inferior
dapat mewakili jalur yang mengarah pada patogenesis dari polip nasal.3,8

RINGKASAN
Rinosinusitis Kronis dengan polip merupakan kelainan inflamasi kronis
pada mukosa hidung dan sinus paranasal, dengan ciri terdapat jaringan eosinofil
yang mengalami remodeling. Jaringan eosinofil terdiri dari proliferasi epitel,
hiperplasia sel goblet, pembentukan pseudokista, penebalan membran basal,
fibrosis fokal, dan udim mukosa. Pada RSK dengan polip nasal menunjukkan
peningkatan aktifitas Th1 yang ditunjukan dengan tingginy INF-y dan IL-8.
Banyak studi menunjukan peningkatan aktifitas Th 2 dengan kadar IL-4, IL-5, IL-
6, IL-13 yang meningkat. Peningkatan ini diikuti oleh tingginya downregulation
TGF-, TNF-, dan IL-1.
Peningkatan sitokin pada RSK dengan polip nasal dipengaruhi oleh
mikroorganisme patogen seperti staphylococcus aureus. Mekanisme ini akan
meningkatkan IL-4, IL-6 serta IL-13 yang berpengaruh pada deposit jaringan
fibrin. Interleukin-4 dapat melepaskan Monocyte Chemotactic Protein (MCP)-4.

10
MCP-4 merupakan sebuah kemoatraktan yang berasal dari eosinofil, monosit, dan
limfosit pada jaringan polip nasal. IL-13 menstimulasi epitel untuk memproduksi
eotaxin dan mempengaruhi fungsi matriks metaloprotease yang akan
meningkatkan remodeling matriks ekstraseluler.
Peningkatan IL-5 akan meningkatkan jumlah eosinofil pada jaringan polip
nasal. Penurunan jumlah TGF- akan memicu peningkatan IL-4, IL-5, IL 13,
sehingga memperparah timbulnya polip nasal. Tumor Necrosis Factor - (TNF-)
dan IL-1 terlibat dalam penarikan eosinofil melalui upregulation adesi molekul
pada jaringan polip nasal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al.


European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinol
Suppl. 2012 Mar(23): 1-298.; avvailable at : www.rhinologyjournal.com;
www.ep3os.org
2. Matthew W. Ryan. Chronic rhinosinusitis with nasal polyposis. In : Johnson
JT, Rosen CA, eds. Baileys Head and Neck Surgery Otolaryngology 5th
edition Volume Two. Philadelphia: Lippincott Williams&. WJ.lkins, a Wolters
Kluwer business; 2014.p.525-34.
3. Bradley AO, Sally EW. The role of cytokines in chronic rhinosinusitis with
nasal polyps. Department of Otolaryngology Head and Neck Surgery,
University of Pittsburgh Medical Center, Curr Opin Otolaryngol Head Neck
Surg; 2008.16:270274.
4. Khan, Manzoor M. Role of Cytokines. Immunopharmacology. New
York:Springer Science & Business Media; 2008.p.33-54.

11
5. Steven MD, Richard RO. Inflammatory cytokines in allergy and
rhinosinusitis. Division of Otolaryngology, Head and Neck Surgery,
University of Utah School of Medicine, Salt Lake City, Utah, USA, Curr
Opin Otolaryngol Head Neck Surg 2012.18:187190.
6. Cho KS, Kim C, Lee HS, Seo SK, Park HY, Roh HJ. Role of Interferon-c-
Producing T Cells in the Pathogenesisof Chronic Rhinosinusitis with Nasal
Polyps Associated with Staphylococcal Superantigen, Busan South Korea;
Journal of Otolaryngology-Head & Neck Surgery 2010; 39:600605.
7. Sachse F, von Eiff C, Becker K, et al. Proinflammatory impact of
Staphylococcus epidermidis on the nasal epithelium quantified by IL-8 and
GRO-alpharesponses in primary human nasal epithelial cells. Int Arch
Allergy Immunol 2008; 145:2432.
8. A Kato. Immunopathology of chronic rhinosinusitis. Allergology
International XXX. 2015; 1-10. avvailable on
http://dx.doi.org/10.1016/j.alit.2014.12.006 , Accessed on February 23, 2017.
9. Petecchia L, Serpero L, Silvestri M, et al. The histamine-induced enhanced
expression of vascular cell adhesion molecule-1 by nasal polyp-derived
fibroblasts is inhibited by levocetirizine. Am J Rhinol 2006; 20:445449.
10. Omer EB, Rashid AA, Yasser K, Ibrahim AS, Fawzy F. Update of
pathogenesis and management of nasal polyposis. Menoufia Medical Journal
2016, 29:469477; avvailable on http://www.mmj.eg.net , Accessed on March
22, 2017.
11. Damm M, Quante G, Rosenbohm J, et al. Proinflammatory effects of
Staphylococcus aureus exotoxin B on nasal epithelial cells. Otolaryngol Head
Neck Surg 2006; 134:245249.
12. Figueiredo CR, Santos RP, Silva ID, et al. Microarray cDNA to identify
inflammatory genes in nasal polyposis. Am J Rhinol 2007; 21:231235.

12

Você também pode gostar