Você está na página 1de 14

ANALISIS PELAKSANAAN PENYELIAAN FASILITATIF PROGRAM KESEHATAN IBU e

DAN ANAK OLEH BIDAN KOORDINATOR PUSKESMAS

Bidan sebagai tenaga kesehatan terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan


ibu dan anak mempunyai kemampuan yang bervariasi, sehingga menjadi beban
kerja tersendiri dalam pembinaannya. Bidan koordinator puskesmas mempunyai
peran penting dalam pembinaan bidan di desa, melalui kegiatan peyeliaan fasilitatif
program KIA. Penelitian ini bertujuan mengkaji pelaksanaan penyeliaan fasilitatif
program KIA oleh bidan koordinator puskesmas kepada bidan di desa di wilayah
kerjanya di Kabupaten Lumajang. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Dari 16 Bidan koordinator
Puskesmas yang masuk dalam kriteria penelitian, diperoleh 8 orang yang menjadi
informan utama penelitian, untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik
responden, pelaksanaan penyeliaan, hasil dan hambatan dalam pelaksanaan
penyeliaan fasilitatif program KIA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia
responden antara 36 - 48 tahun, lama bekerja sebagai bidan koordinator puskesmas
antara 2 9 tahun. Pengetahuan responden tentang penyeliaan fasilitataif program
KIA masih rendah. Sebagian besar responden membuat perencanaan kegiatan
penyeliaan yang disusun bersama tim Puskesmas dan berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan khusus. Materi yang disampaikan dalam kegiatan orientasi hanya
seputar daftar tilik dan tidak ada kesepakatan jadual kunjungan penyeliaan dengan
bidan di desa yang akan diselia. Sebagian besar bidan di desa melakukan kajian
mandiri setiap 3 bulan sekali. Sebagian besar responden tidak melakukan
kunjungan penyeliaan secara rutin setiap bulan. Sebagian besar responden
melakukan verifikasi dengan metode yang kurang tepat dan memberikan umpan
balik yang positif kepada bidan yang diselia. Sebagian besar responden melakukan
pertemuan bulanan secara rutin dengan melibatkan lintas program, namun jarang
diisi dengan kegiatan pembelajaran. Upaya peningkatan mutu telah dilakukan oleh
semua responden dan telah dipilah kegiatan mana yang bisa dilakukan oleh bidan
di desa, puskesmas atau yang harus dikonsultasikan pada dinas kesehatan
kabupaten, namun keberhasilannya belum dievaluasi secara berkala. Jumlah bidan
yang dikunjungi untuk mendapatkan penyeliaan masih rendah. Tingkat kepatuhan
bidan di desa terhadap standar kualitas pelayanan KIA masih rendah. Sebagian
besar bidan di desa mengikuti pertemuan bulanan di puskesmas. Hambatan yang
ditemui oleh Bikor puskesmas adalah : terbatasnya dana, kurangnya dukungan dari
pimpinan, rendahnya peran serta lintas sektor, rendahnya kemampuan advokasi
dari puskesmas dan bidan desa, kondisi geografis, minimnya sarana transportasi
dan beban kerja Bikor puskesmas yang tinggi. Dari hasil penelitian ini diharapkan
adanya upaya-upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan bidan koordinator
puskesmas tentang penyeliaan fasilitatif program KIA. Dukungan yang optimal serta
evaluasi secara rutin dari puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang
terhadap pelaksanaan penyeliaan fasilitatif program KIA juga sangat diperlukan
sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana program.

PERTEMUAN TRIWULAN BIDAN KOORDINATOR KIA PUSKESMAS

Oleh : Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu, Anak (PWS


27/06/20 KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan
Admin
11 program KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar
Dinas
13:39:56 dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Kegiatan
Kesehat
WIB PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan
an
interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke
penyelenggara program dan pihak/instansi terkait untuk tindak
lanjut sesuai dengan tingkat pelayanan di kelurahan,
kecamatan dan Kota. Melalui sistem pencatatan dan pelaporan
dimulai dengan mencatat seluruh ibu hamil, bayi baru lahir,
bayi dan Balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan
menggunakan kohort. Secara berjenjang, hasil pencatatan
tersebut dilaporkan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota,
Dinkes Kota melapor ke Dinkes Propinsi, Dinkes Propinsi
melapor ke Kementerian Kesehatan.

Sumber daya manusia (SDM) di Puskesmas terutama bidan koordinator KIA yang
perlu ditingkatkan kemampuannya dalam aspek manajerial dan akuntabilitas. Pada
aspek manajerial, bidan koordinator perlu ditingkatkan wawasannya tentang
perecanaan, pengorganisasian, pencapaian target dan perencanaan tindak lanjut
pemecahan masalah/ kendala yang dihadapi. Sedangkan pada aspek akuntabilitas
bidan koordinator perlu ditingkatkan wawasannya tentang pengelolaan dan
pertanggungjawaban kegiatan dan teknis administrasi lainnya. Peningkatan mutu
program KIA juga dinilai dari besarnya cakupan pelayanan pada tingkat Puskesmas
dan Kota. Analisa Cakupan pelayanan KIA meliputi cakupan kunjungan ibu hamil,
persalinan oleh tenaga kesehatan, kunjungan nifas, penangananan komplikasi
obstetrik & neonatal, pelayanan KB.

Mengingat pentingnya untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman bidan


koordinator KIA Puskesmas dalam pemantauan cakupan dan mutu pelayanan
kesehatan KIA secara terus menerus di setiap wilayah kerja Puskesmas maka Dinas
Kesehatan Kota Palembang Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar melaksanakan
Pertemuan Triwulan Bidan Koordinator KIA Puskesmas (16/06/2011) di ruang
pertemuan Dinkes Kota Palembang.
Kegiatan diikuti oleh 39 orang bidan KIA Puskesmas se-Kota Palembang dengan
narasumberDinkes Kota Palembang. Di dalam pertemuan dibahas antara lain
mengenai Sosialisasi Jampersal, Sosialisasi PWS-Kartini, serta teknik pencatatan dan
pelaporan. Dari pertemuan tersebut diharapkan akan meningkatkan kemampuan
dan pemahaman bidan koordinator KIA tentang cakupan program KIA di Puskesmas.

Meskipun Supervisi Fasilitatif diyakini merupakan refreshing dari metode Kendali


Mutu, namun demikian dalam tahap awal ini tentu saja masih banyak dirasakan
kekurangan. Terbukti pada saat probolinggo presentasi karena diletakkan di awal
menjadi ajang curhat 3 kabupaten IMHI. Beberapa presentasi yang digelar di hari II
juga masih ada perbaikan-perbaikan yang dikumpulkan untuk menjadikan metode
ini makin sempurna.

Hambatan

Sumberdaya Manusia (Man), pelaksanaan supfas ini menuntut struktur organisasi


standar untuk KIA diterapkan dengan baik, terutama ketenagaan. Seharusnya
memang untuk KIA diperlukan sedikitnya seorang bikor, yang merupakan bawahan
langsung dari Koordinator KIA. Bidan Koordinator (bikor) ini bertugas melaksanakan
pemantauan rutin kepada bidan-bidan di desa, bidan praktek swasta, bidan rumah
sakit yang ada di wilayahnya. Ini yang masih sulit untuk Probolinggo. Bidan dua
orang di satu Puskesmas oleh pemda ada diurutan kesekian prioritas, yang penting
adalah bidan desa merata dulu setiap desa.
Demikian pula beban kerja bidan di desa juga dirasakan sebagai hambatan.
Kepadatan kegiatan yang sering dirasakan tumpang tindih dan mengambil data
yang sama, dengan demikian kepentingan integrasi data juga merupakan
kebutuhan.

Pendanaan (Money), klasik. Di Supfas diperlukan adanya intervensi yang


dilaksanakan bertingkat mulai dari tingkat bidan di desa, puskesmas induk sampai
dengan dinas kesehatan kabupaten. Bila terjadi kekurangan alat, tentu saja harus
dilakukan penambahan dan mengikuti mekanisme yang biasa harus menunggu 1
tahun lagi baru usulan tahun ini bisa terlaksana. Untuk keperluan yang bersifat
darurat, harus dipikirkan ada mekanisme cadangan dana yang bisa digerakkan tiap
3 bulan (bila menggunakan periode 3 bulanan).
Selain itu perlu dipikirkan lagi operasional kegiatan seperti uang jalan petugas,
uang pertemuan dan untuk pengadaan materi ceklis supfas itu sendiri.

Metode (methode) saya bahas duluan karena sebagian besar pembahasan justru
nanti ada di materialnya.
Metode yang dirasakan hambatan adalah waktu pelaksanaan yang terlalu dekat,
yaitu tiap 3 bulan.

Materi (material) adalah mengenai ceklis supfas itu sendiri. Karena cukup banyak
akan saya masukkan subjudul tersendiri.
Usulan Perbaikan Ceklis

Pendekatan Manajemen Mutu

Manajemen Mutu pada Ceklis ini tidak semata-mata menggunakan pendekatan


proses, akan tetapi juga input dan proses. Dengan pemikiran saya yang sederhana,
rasanya kok jadi berlebihan ya? Saya hanya mendalami 2 jenis manajemen mutu
sejauh ini :

Pendekatan Output. Ini yang biasanya pake 6 langkah pemecahan masalah


(Problem Solving Cycle).

Pendekatan Proses. Ini dulu jadi dasarnya program Quality Assurance yang tenar
dengan Health Project. Bahkan sampai sekarang BKKBN tiap tahun masih rajin bikin
buku dengan metode ceklis terhadap pelayanan KB.

Input biasanya tidak dimasukkan ceklis. Dan dalam pendekatan output juga
dijadikan penyebab masalah. Kenapa di dalam ceklis ini disebutkan ada pendekatan
output, di bagian belakang ceklis Pelayanan ANC ditanyakan dalam Manajemen
Program (7 pertanyaan). Menurut saya disinilah yang tidak konsisten. Teori gitu ..

Dalam kenyataannya saya akan menggunakan pendekatan output (Problem Solving


Cycle) pada saat berhadapan dengan masalah-masalah kesehatan di Kecamatan
Krejengan. Yang biasanya kami hitung setahun sekali dari standar pelayanan
minimal. Ini adalah output pelayanan. Pendekatan ini dulu terkenal dengan nama
PROSPEK. Menurut beberapa orang di dinkes ini sudah evidence based. Meskipun
memang ngga pake solving cycle standar a la Quality Assurance.

Kami juga menggunakan pendekatan proses dalam beberapa hal seperti Kuesioner
MTBM dan beberapa kuesioner KB dan Imunisasi. Yang paling advance kami
gunakan di Kelompok Budaya Kerja. KBK menggunakan checksheet sebagai alat
dalam mencari kelemahan SOP yang diterapkan. Sayang KBK ini kurang mendapat
dukungan dari Dinas Kesehatan. Padahal dalam pelaksanaannya sangat diperlukan
bimbingan dari Dinas Kesehatan. Misalnya pada langkah pertama dari TULTA,
penyampaian hasilnya diharuskan disupervisi oleh 3 pimpinan keatas, berarti kalo
di puskesmas, tim saya harus disupervisi seksi puskesmas, kabidang yankes dan
kepala dinas. Wheeww .. mimpi kali ..

Melihat cara yang berbeda ini maka tentunya agak aneh kalo satu ceklis
menggunakan 2 pendekatan sekaligus. Usul saya sih lebih baik konsisten saja
menggunakan pendekatan proses. Jadi tidak perlu menanyakan tentang
pencapaian dari program yang dilaksanakan oleh Bidan di Desa.

Beberapa Hal yang berkaitan pertanyaan Ceklis


Ceklis memang sedang dalam tahap perbaikan, bahkan pada waktu kami sedang
melaksanakan pertemuan tersebut, ada kabar bahwa versi 2.0 nya sudah jadi. Tapi
ternyata kami belum seberuntung itu.

Satu, Beberapa hal yang dibahas dengan kaitannya pertanyaan-pertanyaan yang


ada di ceklis adalah :

Pada ceklis ada isian Asuhan Bayi Baru Lahir (TTV, Kejang, ggg napas, hipotermia,
infeksi bakteri, ikterus, ggg sal. cerna, diare, berat badan rendah atau ASI) dan
Pelayanan Kes Bayi dan Anak Balita (TTV, Batuk atau Sukar bernapas, Diare,
Demam, Masalah Telinga, Gizi Buruk) semuanya tentang bagaimana bidan di desa
sudah melaksanakan hal-hal tertentu pada masing-masing poin diatas, misalnya
pada kejang apakah bidan melihat tanda-tanda kejang, apakah bidan melakukan
tindakan mengatasi kejang dll.

Ini agak menyulitkan karena didalam supervisi kita tidak selalu menemui setiap
kasus yang tercantum tersebut. Pada pelatihannya dulu, disebutkan bahwa yang
tidak bisa dipantau dengan menggunakan observasi dilaksanakan dengan melihat
pencatatan (recording). Ini yang sulit.

Karena sistem pencatatan yang ada tidak sama dengan jawaban yang dimaui.

Recording tidak menjamin bidan yang mencatat melakukan tindakan sesuai dengan
standar.

Petugas masih jauh dari definisi rajin untuk Recording Reporting. sebenarnya
bukan alasan dan

Tidak ada standar tertentu seperti pada ISO untuk menuntun recording.

Usulan terhadap keadaan ini adalah :

Pertanyaan sebaiknya dilepaskan menjadi satu-satu sub ceklis dan bisa diambil bila
memang ada kasus pada observasi.

Pertanyaan untuk melihat recording sebaiknya dipikirkan kembali dalam bentuk


standar recording, bukan dalam bentuk kasus-per-kasus seperti diatas.

Atau bila memang yang dimaksud adalah pertanyaan tersebut disesuaikan dengan
MTBM atau MTBS mungkin bisa lebih disederhanakan menjadi apakah standar
MTBM dilaksanakan, dengan melihat status MTBM misalnya.

Puskesmas perlu di-chalange untuk membuat SOP untuk setiap kasus yang pernah
ditanganinya, atau setiap kegiatan yang pernah dilakukan, dan terus melakukan
perbaikan terhadap SOP tersebut (KBK).
Dua, pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam ceklis konon tidak cukup sederhana.
Beberapa poin dalam c
eklis dijabarkan terlalu detil sehingga terasa sangat menyulitkan.

Perubahan yang diharapkan adalah detil dari pekerjaan teknis bidan harusnya bisa
terjabar dalam instruksi kerja dan masing-masing instruksi kerja mempunyai
metode pengawasan tersendiri. Misalnya untuk standar Mencuci tangan, rasanya
sih tidak perlu tertuang sebagai item-per-item, tapi lebih baik hanya poin besarnya
saja bidan sudah mencuci tangan dengan benar misalnya.

Usulan yang diharapkan adalah :

Perbaikan struktur ceklis dengan memberikan sub ceklis yang bisa dilaksanakan
tersendiri. Nilai kemudian bisa diakumulasi untuk menjadi indeks ketaatan terhadap
prosedur

lagi-lagi- mengharapkan puskesmas bisa memberikan prosedur dan instruksi kerja


di tiap bagian sehingga memudahkan pengawasan.

Tiga, pertimbangan kompetensi.

Meskipun pada kenyataan untuk pasien di desa, terutama yang sangat sulit
transportasi masih dilayani oleh bidan di desa dalam hal pelayanan kesehatan
rawat jalan biasa, namun demikian untuk dijadikan standar tampaknya kita harus
berpikir ulang dulu.

Di beberapa pertanyaan yang kaitannya dengan input disertakan beberapa obat


baik oral maupun injeksi yang sifatnya tidak darurat lagi. misalnya gentamicyn
injeksi. Mungkin seharusnya itu ada di Puskesmas termasuk penanganannya. Bila
dalam ceklis standar diadakan tentu akan menjadi pertanyaan akan diapakan, atau
ada kemungkinan ada yang berpikir untuk menggunakan.

Sebaiknya pada perbaikan ceklis hal-hal yang mengundang pertimbangan


kompetensi ditiadakan saja.

Selain 3 hal diatas ada juga beberapa yang selalu terus diusulkan :

Definisi Operasional dari item-item di ceklis

Sasaran adalah polindes, bagaimana yang bukan polindes.

Masalah rantai dingin di polindes

Kelangsungan program secara rutin.

Nah demikianlah beberapa usulan yang juga mungkin sudah dituangkan dalam
berbagai pertemuan serupa dengan kabupaten IMHI lainnya. Semoga hal tersebut
menjadi perbaikan bagi ceklis dimaksud.
Salam.

pos

Pertemuan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Program KIA & KB Tingkat


Puskesmas Angkatan I & II Tahun 2017

Posted by: Admin in Ragam Berita Rabu, 22 Maret 2017


Rengat Dinkes Inhu. Salah satu faktor penentu keberhasilan Program kesehatan
adalah proses penyusunan perencanaan dari kegiatan itu sendiri. Agar perencanaan
program kesehatan yang disusun berdaya guna dan tepat guna, maka perlu
didukung oleh ketersediaan data yang akurat, representatif dan reliable sehingga
dapat menggambarkan secara utuh situasi dan kondisi yang sebenarnya. Untuk itu,
setiap program kesehatan harus memiliki data yang berkualitas agar dapat
menjadi evidence base dalam penyusunan program yang berdayaguna dan
bermanfaat bagi masyarakat.

Salah satu program kesehatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan
berperan besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah Program
Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana (KIA & KB). Untuk menciptakan
program yang berdayaguna, maka harus didukung dengan ketersediaan data KIA
dan KB yang berkualitas.

Menyikapi hal tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hulu melalui Bidang
Kesehatan Masyarakat Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat pada Senin
(20/03/2017) mengadakan Pertemuan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Program
KIA dan KB Tingkat Puskesmas Angkatan I dan II Tahun 2017. Kegiatan ini
dilaksanakan selama 3 (tiga) hari tepatnya pada tanggal 20 23 Maret 2017 yang
bertempat di Aula Wisma Happy Pematang Reba. Sebagai peserta pertemuan ini
adalah seluruh Bidan Koordinator UPT Puskesmas, Penanggung Jawab Program
Kesehatan Ibu UPT Puskesmas, Penanggung Jawab Program Kesehatan Anak UPT
Puskesmas, Penanggung Jawab Program KB Puskesmas, serta penanggung jawab
program KIA dan KB Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hulu.

Kepala Seksi KIA, Kesga dan Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hulu, Veny
Rismayanti, SST, MPH, menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan Bidan Koordinator dan penanggung jawab KIA dan KB
dalam pencatatan dan pelaporan data program KIA dan KB.

Melalui pertemuan ini diharapkan Bidan Koordinator Puskesmas dan penanggung


jawab program KIA dan KB di Puskesmas maupun di Dinas Kesehatan mampu
melaksanakan pencatatan serta pelaporan pelayanan KIA dan KB sesuai dengan
prosedur administrasi yang berlaku serta mendapakan data yang akurat yang
nantinya dapat digunakan sebagai alat pengambil keputusan dalam rangka
pengelolaan rencana dalam bidang kesehatan, jelasnya. ( Dinkes TMC)

URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSIBIDAN KOORDINATOR

PUSKESMAS CILEMBANG

a. Sebagai bidan koordinator kegiatan KIA (Kesehatan Ibu dan nak).

b. Melaksanakan kegiatan pemeriksaan/pembinaan kepada ibu hamil, ibu bersalin,


ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan balita.

c. Melaksanakan kegiatan pelayanan Keluarga Berencana.


d. Membina dan mensupervisi bidan swasta yang ada di wilayah Puskesmas.

e. Melaksanakan kegiatan lapangan dalam kegiatan Posyandu, Pembinaan kader


kesehatan dan dukun bayi.

f. Bertanggung jawab atas kebersihan dan penataan ruang KIA/KB/RB.

g. Bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pengamatan alat medis, non medis
KIA.

h. Membantu Kepala Puskesmas dalam menyusun rencana kegiatan.

i. Membantu Kepala Puskesmas dalam membuat laporan kegiatan.

j. Membina unit KIA.KB dalam pelaksanaan Quality Assurance.

k. Melaksanakan kegiatan Puskesmas.

l. Melaksanakan kegiatan Posyandu Lansia.

m. Bertanggung jawab atas pembuatan laporan KIA bulanan, tahunan beserta


PWSnya.

URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSIBIDAN

PUSKESMAS CILEMBANG

a. Sebagai bidan koordinator penanggung jawab kegiatan Keluarga Berencana.

b. Melaksanakan laporan kegiatan pemeriksaan/pembinaan/pertolongan kepada


Ibu Hamil, Ibu Bersalin, Ibu Nifas, Ibu Menyusui, bayi dan balita.

c. Melakukan kegiatan pelayanan Keluarga Berencana.


d. Bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pengamanan alat medis dan umum
non medis KB.

e. Membina dan mensupervisi bidan swasta yang ada di wilayah Puskesmas.

f. Bertanggung jawab atas kebersihan dan penataan ryang KIA/KB/RB.

g. Melaksanakan kegiatan koordinasi dengan PKK dan Lintas Sektoral terkait


dalam kegiatan GSI (Gerakan Sayang Ibu) dan kegiatan dalam upaya peningkatan
kesehatan perempuan.

h. Membantu Kepala Puskesmas dalam menyusun rencana kegiatan.

i. Membantu Kepala Puskesmas dalam membuat laporan kegiatan.

j. Melaksanakan kegiatan Puskesmas.

k. Melaksanakan kegiatan Posyandu Lansia.

l. Membina anak pra sekolah.Taman Kanak-Kanak.

m. Melakukan pemantauan kelainan tumbuh kembang balita.

n. Membina unit KIA.KB dalam pelaksanaan QA.

o. Membantu kegiatan Lintas Sektoral terutama dalam pemberantasan penyakit


dan dalam kegiatan penyuluhan masyarakat.

p. Koordinator Program Kesehatan Lansia.

q. Membantu kegiatan Posyandu Balita dan Lansia.

r. Membantu pelaksanaan dan pelaporan KIA dan KB.

SUPERVISI FASILITATIF

Supervisi Fasilitatif adalah Manajemen Mutu dengan pendekatan proses. kegiatan ini
juga bertujuan untuk melakukan pembinaan pada jejaring Puskesmas Kamoning
tentang masalah administrasi dan pelaporan. Alat yang digunakan adalah ceklist.
Kegiatan ini rutin dilakukan setiap tahun terhadap pustu dan Polindes di wilayah
Kerja Puskesmas Kamoning, Diharapkan dengan melaksanakan supervisi
pelaksanaan kegiatan-kegiatan polindes, maka akan tercapai suatu pelaksanaan
kegiatan yang standart.

supervisi Fasilitatif dilakukan setiap awal tahun untuk mengetahui kinerja jejaring
pustu dan polindes pada tahun sebelumnya, dan untuk melihat kinerja jejaring
pustu dan polindes maka kegiatan dilakukan pada awal tahun 2012.

Struktur Organisasi Supervisi Fasilitatif tahun 2012


Penasehat : dr. Intan Retnosari

Ketua : Ummu Rosyidah, Amd.Keb

Sekertaris : Yupita Widyaningsih, SKM

Anggota :

Nisfatin Aulia : Pj. KIA dan KB

Qorry Ainani : Administrasi keuangan

Hermin Hadiyati : Pj. Aru, Keswa dan Batra

Eka P : Pj. Promkes

R. Erna : Pj. Gizi

Dwi Astuti : Pj. Surveilens, Diare, DBD

Darwati : Pj. Simpus

Quraisyi Asid : Pj. Obat

drg. Oktafan A : Pj. Gilut

Hastatik : Pj. Kesling

Fausi : Pj. Inventaris

Greta Fitria : Pj. Laborat

Jadwal supervisi Fasilitatif tahun 2012 adalah :

Polindes Banyumas : 24 januari 2012

Pustu Baruh : 25 Januari 2012

Polindes Pangilen : 26 Januari 2012

Polindes T. sareh : 30 Januari 2012

Polindes Paseyan : 31 Januari 2012

Pustu Tanggumong : 1 februari 2012

Polindes G. sekar 1 : 2 februari 2012

Pustu kamoning : 6 Feb 2012

Polindes Pekalongan : 7 Februari 2012


Polindes Panggung : 8 Februati 2012

Polindes G. Sekar 2 : 9 Februari 2012

Supervisi fasilitatif selain bertujuan untuk memberikan bimbingan administrasi serta


kelengkapan arsip laporan di tingkat Pustu dan Polindes, juga bertujuan untuk
menjalin slaturahmi dan kekeluargaan dengan jejaring Puskesmas. pelaksanaan
dilakukan dengan santai sehingga tidak ada kesan menggurui....

mejenk...dulu deh.......

Berdasarkan rangkuman berbacam informasi pelayanan puskesmas, terdapat


standar minimal 9 (sembilan) tugas pokok dan fungsi, seorang bidan, yakni : 1.
Melaksanakan asuhan kebidanan kepada ibu hamil (Ante Natal Care) 2. Melakukan
asuhan persalinan fisiologis kepada ibu bersalin (Post Natal Care) 3.
Menyelenggarakan pelayanan terhadap bayi baru lahir (kunjungan neanatal) 4.
Mengupayakan kerjasama kemitraan dengan dukun bersalin di wilayah kerja
puskesmas. 5. Memberikan edukasi melalui penyuluhan kesehatan reproduksi dan
kebidanan. 6. Melaksanakan pelayanan Keluarga Berencana (KB) kepada wanita
usia subur (WUS). 7. Melakukan pelacakan dan pelayanan rujukan kepada ibu hamil
risiko tinggi (bumil risti) 8. Mengupayakan diskusi audit maternal perinatal (AMP)
bila ada kasus kematian ibu dan bayi. 9. Melaksanakan mekanisme pencatatan dan
pelaporan terpadu pelayanan puskesmas.

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

Supervisi Fasilitatif Penyeliaan fasilitatif program kesehatan ibu dan anak (KIA)
merupakan suatu proses pengarahan, bantuan dan pelatihan yang mendorong
peningkatan kinerja dalam pelayanan bermutu, yang dilakukan dalam sebuah siklus
yang berkesinambungan serta implementasinya menggunakan daftar tilik sebagai
penilaian terhadap ukuran standar pelayanan KIA. Dalam pelaksanaannya,
penyeliaan fasilitatif program KIA bersifat terarah, sistematis, efektif, fasilitatif, dan
berbasis data. Tujuan : 1. Perbaikan kinerja dan mutu pelayanan KIA di fasilitas
pelayanan kesehatan dengan menilai kepatuhan terhadap standar . 2.
Maksimalkan peran dan fungsi bidan koordinator dan meningkatkan kinerja dan
kemandirian bidan baik itu di puskesmas, polindes / poskesdes serta
meningkatkan mutu pelayanan secara keseluruhan. Berkaitan hal tersebut, Kepala
Puskesmas Karangrejo. beserta Dokter, Bidan Koordinator dan Koordinator Rawat
Inap melakukan supervisi fasilitatif dan pembinaan ke Jaringan Puskesmas
Karangrejo (Pustu/Polindes/Poskesdes). Dalam kunjungan tersebut secara umum
Bidan Desa telah melaksanakan tupoksinya masing-masing diwilayah kerjanya,
namun ada beberapa ke administrasian yang perlu untuk segera ditertibkan dan
dibenahi, hal ini sangat penting karena dapat dinilai sejauh mana Kendali Mutu
terhadap pelayanan yang diberikan pada masyarakat. 1. Supervisi ke Poskesdes
Sembon : 2. Supervisi ke BPM Ibunda Sembon : 3. Supervisi ke
Polindes/Poskesdes Sukowiyono : 4. Supervisi ke BPM Srijati Bungur : 5. Supervisi
ke Pustu Jeli : 6. Supervisi ke Polindes/Poskesdes Sukorejo Diposkan oleh
puskesmas karangrejo di Selasa, Oktober 29, 2013 Komentar : Cheap Offers:
http://bit.ly/gadgets_cheap

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

Você também pode gostar