Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun oleh :
Franciscus Buwana
42150052
DOSEN PEMBIMBING
dr. Yoseph Leonardo Samodra
A. Latarbelakang Masalah
Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. WHO mendefinisikan sehat
adalah suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu
kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Berdasarkan Undang-
Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang memuat upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan
Salah satu cara menjaga kesehatan adalah dengan mengaplikasikan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS). PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat
menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat
dapat dicegah. Hal ini disebabkan konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok
berdampak serius terhadap kesehatan. Contohnya saja dampak yang diakibatkan adalah
kanker paru-paru.
Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi
kesehatan individu dan masyarakat. Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus
termasuk cerutu atau bentuk lainnya, yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tobacum,
nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin, tar dan zat
adiktif dengan atau tanpa bahan tambahan. Mengenai hal tersebut, Zat Adiktif diamankan
Tentang Kesehatan pada bagian ketujuh belas Pasal 113-116 mengenai Pengamanan Zat
Adiktif.
Bahaya ancaman asap rokok bagi kesehatan, mulai menjadi fokus yang penting bagi
pemerintah di beberapa daerah. Hal ini terlihat dari adanya Peraturan Daerah di beberapa
kota di Indonesia yang menerapkan masalah kawasan tanpa rokok. Peraturan Daerah
tentang merokok ini dilatarbelakangi oleh beberapa masalah yang kerap kali timbul akibat
adanya orang yang merokok secara sembarangan atau bebas. Pemerintah Kota Yogyakarta
melihat bahwa orang-orang yang tidak merokok atau dapat diistilahkan sebagai perokok
pasif sering mendapatkan dampak dari orang yang merokok atau perokok aktif. Tentu saja,
perokok pasif mendapatkan kerugian disini, terutama terkait masalah kesehatan maupun
Kebijakan kawasan tanpa rokok merujuk pada Peraturan Bersama Menteri Kesehatan
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2001 dan Nomor 7 Tahun 2011
tentang pedomen Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area
yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,
telah merumuskan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa
Rokok. Seperti yang dikutip dalam antaranews peraturan daerah ini akan berlaku efektif
konsep namun pada kenyataannya hingga sekarang Perda tersebut diberlakukan, seperti
kurang terlihat efektifitasnya. Indikasi yang dapat mengatakan bahwa kebijakan publik
yang dirumuskan pemerintak melalui Perda Kawasan Merokok tidak terlihat efektifitasnya
dari masih banyaknya orang merokok di kawasan atau area manapun, terutama di area
yang sudah terdapat tanda larangan merokok. Sehingga dengan melihat fakta diatas perlu
dianalisis lebih lanjut mengenai kebijakan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2015
Tahun 2015, yaitu 1 April 2016 , hingga saat penulisan makalah ini, 2 Maret 2017, maka
Perda tersebut telah berjalan aktif kurang lebih 11 bulan. Oleh karena itu, permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Peraturan daerah Nomor 12 Tahun
berjalan aktif dan efektif di Kota Yogyakarta semenjak diberlakukannya dan menilai
Tahun 2015 telah berjalan aktif dan efektif, maka pertama perlu disinggung sedikit
kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak
dilakukan. Sementara itu, Carl Friendrich mendefinisikan kebijakan suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
Kebijakan KTR (Kawasan Tanpa Rokok) yang dibuat oleh Pemerintah Kota
o Memberikan perlindungan dari bahaya asap rokok bagi perokok aktif dan/atau
perokok pasif
o Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih, sehat serta bebas dari asap rokok bagi
masyarakat
o Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik
Didalam peraturan ini sudah dijelaskan dengan detail kawasan mana yang harus bebas
Penerapan dari kebijakan ini tidak lepas dari pengaruh para stakeholder yang terkait.
Dalam suatu kebijakan selalu ada dua kubu yang berseberangan yaitu kubu yang pro yaitu
kubu yang mendukung kebijakan tersebut dan kubu kontra yang menentang kebijakan
tersebut. Pihak-pihak yang mendukung kebijakan ini adalah Walikota Yogyakarta, Dinas
Yogyakarta beserta jajarannya, LSM yang aktif dalam pengendalian rokok dan tembakau, dan
perokok pasif. Sementara itu pihak-pihak yang mentang kebijakan ini/kontra adalah Perokok
aktif, industri rokok. Untuk lebih jelas dalam melihat pihak-pihak yang pro/mendukung dan
n
Wali Kota Pro Masyarakat harus dilindungi dari dampak buruk rokok dan
yang sehat.
Perokok pasif Pro Terkena dampak buruk dari asap rokok yang dikeluarkan
oleh perokok
Dinas Pro Asap rokok memberikan pengaruh buruk terhadap
Kota menular
Yogyakarta
Jajaran Dinas Pro Asap rokok memberikan pengaruh buruk terhadap
yang pro terhadap kebijakan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kawasan
Tanpa Rokok dan terdapat 2 pihak yang kontra terhadap kebijakan ini. Tampak jika dilihat
dari angka perbandingannya pihak yang pro lebih menang tetapi perlu diingat bahwa pihak
kontra seperti perokok pasif memiliki jumlah yang banyak. Jumlah perokok aktif berjumlah
ribuan dan tersebar disemua lingkungan Kota Yogyakarta. Tentu melihat fakta ini pastinya
terdapat hambatan dan kendala dalam penerapan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah lebih memperkuat pihak pro sehinga
dapat mengurangi pengaruh kuat pihak kontra. Terdapat beberapa pihak lain yang dapat
menjadi sasaran advokasi untuk memperkuat kubu pendukung yaitu polisi, orangorang yang
memiliki sakit akibat merokok dan mantan perokok. Penjelasan lebih jelas mengenai pihal-
merokok
Orangorang yang memiliki sakit akibat Dapat menjadi bukti nyata bahwa rokok
Perda yang dibuat oleh Pemerintah Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok
merupakan sebuah upaya agar tujuan yang tercantum dapat berjalan dengan baik. Agar
implementasi kebijakan dapat berjalan efektif, maka harus memperhatikan 4 hal berikut :
o Komunikasi
Bagaimana cara pembuat atau stakeholder dari kebijakan tentang Kawasan Tanpa
Rokok bisa tersampaikan kepada masyarakat Kota Yogyakarta yang merupakan obyek
dari kebijakan itu sendiri. Sosialisasi merupakan bagian yang paling penting dalam
harus jelas sehingga tidak terjadi salah tafsir terhadap perda tersebut.
o Sumberdaya
Ketika pemerintah membuat suatu kebijakan publik, pemerintah harus memastikan
Pemerintah Kota Yogyakarta terkait Kawasan Tanpa Rokok harus menyediakan staf-
staf yang bertindak secara operasional sesuai dengan Perda yang dibuat. Kemudian,
pemerintah juga harus menyediakan fasilitas. Masalah pada saat ini adalah sumber
daya yang belum dipetakan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Hal ini terlihat dari
penyampaian yang jelas dan baik sehingga masyarakat dapat merespon dan menaati
peraturan tersebut dengan baik. Salah satu cara supaya respon masyarakat baik adalah
melakukan sosialisai yang melibatkan semua pihak yang terkait. Selama ini sosialisai
kawasan tanpa rokok di Kota Yogyakarta disadari masih kurang. Sosialisasi belum
menjangkau semua tempat yang memang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok.
o Struktur birokrasi
penting untuk mengakomodasi berbagai sumber daya manusia yang terlibat dalam
kebijakan tersebut. Dibutuhkan komitmen yang kuat tidak hanya pihak yang membuat
kebijakan tetapi komitmen semua SKPD beserta jajarannya sehingga kebijakan ini
E. Kesimpulan
Pemerintah Kota Yogyakarta adalah aktor utama dalam kebijakan publik
terkait Kawasan Tanpa Rokok. Arti penting dari sebuah kesehatan publik di Kota
merumuskan Perda ini merupakan sebuah langkah yang penting. Namun yang
terpenting lagi adalah bagiamana Perda ini dapat berjalan efektif. Sehingga
pemerintah kota hendaknya memahami bahwa kebijakan ini akan berjalan efektif jika