Você está na página 1de 10

Analisis Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta terkait

Kawasan Tanpa Rokok :


Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2015

Disusun oleh :
Franciscus Buwana
42150052

DOSEN PEMBIMBING
dr. Yoseph Leonardo Samodra

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2017

A. Latarbelakang Masalah
Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. WHO mendefinisikan sehat

adalah suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu

kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Berdasarkan Undang-

Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang memuat upaya kesehatan adalah setiap

kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan

berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan

pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.

Salah satu cara menjaga kesehatan adalah dengan mengaplikasikan perilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS). PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar

kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat

menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat

kesehatan masyarakat. Salah satu indikator PHBS adalah tidak merokok.

Perilaku merokok merupakan perilaku yang dapat membahayakan kesehatan namun

dapat dicegah. Hal ini disebabkan konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok

berdampak serius terhadap kesehatan. Contohnya saja dampak yang diakibatkan adalah

kanker paru-paru.

Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi

kesehatan individu dan masyarakat. Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus

termasuk cerutu atau bentuk lainnya, yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tobacum,

nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin, tar dan zat

adiktif dengan atau tanpa bahan tambahan. Mengenai hal tersebut, Zat Adiktif diamankan

dan tercantum di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan pada bagian ketujuh belas Pasal 113-116 mengenai Pengamanan Zat

Adiktif.
Bahaya ancaman asap rokok bagi kesehatan, mulai menjadi fokus yang penting bagi

pemerintah di beberapa daerah. Hal ini terlihat dari adanya Peraturan Daerah di beberapa

kota di Indonesia yang menerapkan masalah kawasan tanpa rokok. Peraturan Daerah

tentang merokok ini dilatarbelakangi oleh beberapa masalah yang kerap kali timbul akibat

adanya orang yang merokok secara sembarangan atau bebas. Pemerintah Kota Yogyakarta

melihat bahwa orang-orang yang tidak merokok atau dapat diistilahkan sebagai perokok

pasif sering mendapatkan dampak dari orang yang merokok atau perokok aktif. Tentu saja,

perokok pasif mendapatkan kerugian disini, terutama terkait masalah kesehatan maupun

terganggunya lingkungan publik.

Kebijakan kawasan tanpa rokok merujuk pada Peraturan Bersama Menteri Kesehatan

dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2001 dan Nomor 7 Tahun 2011

tentang pedomen Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area

yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,

mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Pemerintah Kota Yogayakarta

telah merumuskan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa

Rokok. Seperti yang dikutip dalam antaranews peraturan daerah ini akan berlaku efektif

mulai 1 April 2016 di area Kota Yogyakarta.

Meskipun Perda tersebut telah disosialisasikan dan dirumuskan melalui berbagai

konsep namun pada kenyataannya hingga sekarang Perda tersebut diberlakukan, seperti

kurang terlihat efektifitasnya. Indikasi yang dapat mengatakan bahwa kebijakan publik

yang dirumuskan pemerintak melalui Perda Kawasan Merokok tidak terlihat efektifitasnya

dari masih banyaknya orang merokok di kawasan atau area manapun, terutama di area

yang sudah terdapat tanda larangan merokok. Sehingga dengan melihat fakta diatas perlu

dianalisis lebih lanjut mengenai kebijakan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2015

tentang Kawasan Tanpa Rokok.


B. Rumusan Masalah
Jika dilihat dari tanggal diberlakukannya Peraturan Daerah Yogyakarta Nomor 12

Tahun 2015, yaitu 1 April 2016 , hingga saat penulisan makalah ini, 2 Maret 2017, maka

Perda tersebut telah berjalan aktif kurang lebih 11 bulan. Oleh karena itu, permasalahan

yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Peraturan daerah Nomor 12 Tahun

2015 telah berjalan aktif dan efektif di Kota Yogyakarta?


C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan analisi kebijakan ini adalah untuk mengetahui bagaimana Perda ini

berjalan aktif dan efektif di Kota Yogyakarta semenjak diberlakukannya dan menilai

respon masyarakat dalam penerapan kebijakan peraturan ini.


D. Pembahasan
Sebelum menganalisis bagaimana Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 12

Tahun 2015 telah berjalan aktif dan efektif, maka pertama perlu disinggung sedikit

mengenai arti dan makna dari kebijakan publik.


Mengutip beberapa pendapat para ahli, seperti Thomas R. Dye, menyebutkan bahwa

kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak

dilakukan. Sementara itu, Carl Friendrich mendefinisikan kebijakan suatu tindakan yang

mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam

lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya

mencari peluang-peluang untuk mencapai atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.


Dalam Peraturan daerah Kota Yogyakarta No 12 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) telah menimbang hal hal berikut:


o Rokok dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan individu, keluarga,

masyarakat dan lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung.


o Bahwa sesuai ketentuan Pasal 115 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan mewajibkan Pemerintah Daerah untuk mewujudkan kawasan tanpa

rokok sehingga perlu diatur dengan Peraturan Gubernur


o Bahwa kebijakan ini berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2001 dan Nomor 7 Tahun 2011 tentang

pedomen Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)


o Bahwa kebijakan ini berdasarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 42 Tahun 2009

tentang Kawasan Dilarang Merokok

Kebijakan KTR (Kawasan Tanpa Rokok) yang dibuat oleh Pemerintah Kota

Yogyakarta memiliki tujuan yang baik yakni :

o Memberikan perlindungan dari bahaya asap rokok bagi perokok aktif dan/atau

perokok pasif
o Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih, sehat serta bebas dari asap rokok bagi

masyarakat
o Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik

langsung maupun tidak langsung


o Memenuhi rasa aman dan nyaman warga dan meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat.

Didalam peraturan ini sudah dijelaskan dengan detail kawasan mana yang harus bebas

dari asap rokok seperti:

Fasilitas pelayanan kesehatan


Tempat proses belajar-mengajar
Tempat anak bermain
Tempat ibadah
Fasilitas olahraga
Angkutan umum
Tempat kerja
Tempat umum

Penerapan dari kebijakan ini tidak lepas dari pengaruh para stakeholder yang terkait.

Dalam suatu kebijakan selalu ada dua kubu yang berseberangan yaitu kubu yang pro yaitu

kubu yang mendukung kebijakan tersebut dan kubu kontra yang menentang kebijakan

tersebut. Pihak-pihak yang mendukung kebijakan ini adalah Walikota Yogyakarta, Dinas

Kesehatan Kota Yogyakarta, Seluruh jajaran Dinas Lingkungan Pemerintahan Kota

Yogyakarta beserta jajarannya, LSM yang aktif dalam pengendalian rokok dan tembakau, dan

perokok pasif. Sementara itu pihak-pihak yang mentang kebijakan ini/kontra adalah Perokok
aktif, industri rokok. Untuk lebih jelas dalam melihat pihak-pihak yang pro/mendukung dan

pihak-pihak yang kontra/menentang dapat dilihat pada tabel berikut.


Stakeholder Keteranga Kepentingan

n
Wali Kota Pro Masyarakat harus dilindungi dari dampak buruk rokok dan

Yogyakarta asap rokok serta masyarakat harus diberikan lingkungan

yang sehat.
Perokok pasif Pro Terkena dampak buruk dari asap rokok yang dikeluarkan

oleh perokok
Dinas Pro Asap rokok memberikan pengaruh buruk terhadap

kesehatan kesehatan dan menjadi pemicu munculnya penyakit tidak

Kota menular

Yogyakarta
Jajaran Dinas Pro Asap rokok memberikan pengaruh buruk terhadap

di Lingkungan kesehatan dan menjadi pemicu munculnya penyakit tidak

Kota menular sehingga masyarakat harus dilindungi dari bahaya

Yogyakarta asap rokok


LSM yang Pro Rokok dan asap rokok membahayakan kesehatan (Paparan

aktif dalam asap rokok menyebabkan kanker paru-paru, penyakit

pengendalian jantung, kelahiran bayi dengan berat badan rendah dan

rokok dan bronkhitis. Kkawasan bebas rokok meningkatkan

tembakau kesehatan publik dan membantu perokok berhenti)


Perokok aktif Kontra Rokok dibutuhkan untuk tetap produktif, menjaga performa

dalam bekerja, berpikir dan melakukan aktifitas sehari-

hari.Mereka memiliki pendapat bahwa merokok

merupakan hak asasi manusia sehingga mengapa harus

dibatasi. Terkadang mereka menganggap bahwa yang

terkena dampak kesehatan hanya dirinya sendiri tanpa

peduli terhadap kesehatan orang lain.


Industri rokok Kontra Industri rokok membayar pajak yang tinggi untuk

pemasukan daerah dan memberikan sumbangan untuk

anggaran kesehatan daerah.


Jika kita melihat adanya 2 kubu yang pro dan kontra terlihat terdapat 5 stakeholder

yang pro terhadap kebijakan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kawasan

Tanpa Rokok dan terdapat 2 pihak yang kontra terhadap kebijakan ini. Tampak jika dilihat

dari angka perbandingannya pihak yang pro lebih menang tetapi perlu diingat bahwa pihak

kontra seperti perokok pasif memiliki jumlah yang banyak. Jumlah perokok aktif berjumlah

ribuan dan tersebar disemua lingkungan Kota Yogyakarta. Tentu melihat fakta ini pastinya

terdapat hambatan dan kendala dalam penerapan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah lebih memperkuat pihak pro sehinga

dapat mengurangi pengaruh kuat pihak kontra. Terdapat beberapa pihak lain yang dapat

menjadi sasaran advokasi untuk memperkuat kubu pendukung yaitu polisi, orangorang yang

memiliki sakit akibat merokok dan mantan perokok. Penjelasan lebih jelas mengenai pihal-

pihak tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Stakeholder Penekanan Dalam Advokasi

Polisi Polisi dapat menjadi pihak yang akan

menertibkan orang-orang yang melanggar

kebijakan ini. Polisi menegakkan aturan

sesuai dengan sanki yang sudah ditetapkan

dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun

2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Mantan perokok Memiliki pengalaman yang dapat dibagikan

kepada orang-orang yang masih merokok

terkait dengan apa yang dirasakan setelah

berhenti merokok dan kiat-kiat berhenti

merokok

Orangorang yang memiliki sakit akibat Dapat menjadi bukti nyata bahwa rokok

merokok benar-benar membahayakan kesehatan


manusia.

Perda yang dibuat oleh Pemerintah Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok

merupakan sebuah upaya agar tujuan yang tercantum dapat berjalan dengan baik. Agar

implementasi kebijakan dapat berjalan efektif, maka harus memperhatikan 4 hal berikut :

o Komunikasi
Bagaimana cara pembuat atau stakeholder dari kebijakan tentang Kawasan Tanpa

Rokok bisa tersampaikan kepada masyarakat Kota Yogyakarta yang merupakan obyek

dari kebijakan itu sendiri. Sosialisasi merupakan bagian yang paling penting dalam

penyampaian sebuh kebijakan ke masyarakat luas sehingga masyarakat akan

memahami dan merespon baik kebijakan tersebut. Dalam komunikasi hendaknya

harus jelas sehingga tidak terjadi salah tafsir terhadap perda tersebut.
o Sumberdaya
Ketika pemerintah membuat suatu kebijakan publik, pemerintah harus memastikan

ketersediaan dari sumber daya yang dimiliki. Dalam mengimplementasikan kebijakan

Pemerintah Kota Yogyakarta terkait Kawasan Tanpa Rokok harus menyediakan staf-

staf yang bertindak secara operasional sesuai dengan Perda yang dibuat. Kemudian,

pemerintah juga harus menyediakan fasilitas. Masalah pada saat ini adalah sumber

daya yang belum dipetakan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Hal ini terlihat dari

masih kurangnya pihak-pihak yang berwenang atas nama Pemerintah Kota

Yogyakarta untuk menindak orang-orang yang melakukan pelanggaran di tempat yang

dikatakan sebagai Kawasan Tanpa Merokok


o Respon masyarakat
Masyarakat merupakan pihak yang menerima kebijakan tersebut sehingga perlu

penyampaian yang jelas dan baik sehingga masyarakat dapat merespon dan menaati

peraturan tersebut dengan baik. Salah satu cara supaya respon masyarakat baik adalah

melakukan sosialisai yang melibatkan semua pihak yang terkait. Selama ini sosialisai
kawasan tanpa rokok di Kota Yogyakarta disadari masih kurang. Sosialisasi belum

menjangkau semua tempat yang memang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok.
o Struktur birokrasi

Dalam konteks ini adalah birokrasi yang dibuat pemerintah dalam

mengimplementasikan kebijakan tersebut. Karena birokrasi adalah salah satu organ

penting untuk mengakomodasi berbagai sumber daya manusia yang terlibat dalam

kebijakan tersebut. Dibutuhkan komitmen yang kuat tidak hanya pihak yang membuat

kebijakan tetapi komitmen semua SKPD beserta jajarannya sehingga kebijakan ini

benar benar terlaksana dengan efektif dan optimal.

E. Kesimpulan
Pemerintah Kota Yogyakarta adalah aktor utama dalam kebijakan publik

terkait Kawasan Tanpa Rokok. Arti penting dari sebuah kesehatan publik di Kota

Yogyakarta, membawa Pemerintah untuk mengupayakan berbagai kebijakan publik

yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat Kota Yogyakarta, termasuk dari

ancaman bahaya asap rokok. Langkah Pemerintah Kota Yogyakarta untuk

merumuskan Perda ini merupakan sebuah langkah yang penting. Namun yang

terpenting lagi adalah bagiamana Perda ini dapat berjalan efektif. Sehingga

pemerintah kota hendaknya memahami bahwa kebijakan ini akan berjalan efektif jika

4 hal yakni komunikasi, sumberdaya, respon masyarakat, struktur birokrasi dapat

terlaksana dengan baik

Você também pode gostar