Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
2014
1
3.5.4. Pembelajaran yang diperoleh......................................................................39
4. EPIDEMIOLOGICAL SITUATION............................................................................40
4.1. Overview last ten years......................................................................................40
4.2. Grafik..................................................................................................................40
4.2.1. CDR / 100.000 dalam 10 tahun terakhir, grafik garis..................................40
4.2.2. Cacat tk 2 dan proporsi anak dalam 10 tahun terakhir, grafik garis............40
4.3. Tinjauan perkabupaten 2014..............................................................................42
4.4. Pemetaan...........................................................................................................47
5. Lampiran...................................................................................................................48
5.1. Lampiran 1; Dana Pendamping.........................................................................48
5.1.1 Dana Pendaping Provinsi............................................................................48
5.1.2. Dana Pendamping Kabupaten/Kota............................................................50
5.1.3. Dana Pendamping BOK (Biaya Operasional Puskesmas).........................53
5.2. Lampiran 2; Stok dan permintaan clofazime......................................................57
5.3. Annex 3; Stok dan permintaan MDT..................................................................57
2
Daftar Singkatan
APBD : Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah /Local Funding
BKD : Badan Kepegawaian Daerah
BOK : Bantuan Operasional Kesehatan
CDR : Case Detection Rate
HC : Health Centre
IEC : Information Education and Communication
KPD : Kelompok Perawatan Diri
MDT : Multi Drug Therapy
MB : Multi Basiler
Monev : Monitoring and Evaluation
NCLY : National Consultant for Leprosy and Yaws
NLA : National Leprosy Adviser
NLR : Netherlands Leprosy Relief
OJT : On the Job Training
PB : Pauci Basiler
PFS : Pemeriksaan Fungsi Saraf
PHO : Provincial Health Office
PNS : Pegawai Negeri Sipil
POA : Plan of Action
POD : Prevention of Disability
PTT : Pegawai Tidak Tetap
RFT : Released from treatment
RRI : Radio Republik Indonesia
RVS : Rapid village survey
SCG : Self Care Group
VMT : Voluntary Muscle Test
ST : Sensory Test
3
RINGKASAN
Tim Kusta provinsi terdiri dari kepala dinas, kepala subdin/ kepala bidang Bina
Pengendalian penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dan kepala seksi pengendalian
penyakit menular (P2M). Khusus yang terkait langsung dengan NLR di koordinir oleh
Project Leader (PL) yang dibantu dan wasor dan bendahara. Komposisi tim kabupaten /
kota sama dengan tim provinsi, namun tanpa bendahara dan ditambah dengan tim
puskesmas yang terdiri dari kepala puskesmas, dokter puskesmas dan petugas kusta
puskesmas (Juru).
Selama tahun 2014 pergantian wasor terjadi di lima kabupaten/ kota, yaitu
kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe
utara, dan Kabupaten Konawe Selatan. Pergantian ini terjadi karena promosi pegawai
(wasor Kolaka, Kolaka Timur, dan Konawe Utara) dan mutasi (wasor Konawe Selatan
dan Konawe). Semua wasor yang mengalami mutasi karena permintaan sendiri dan
disetujui oleh pejabat berwenang. Penambahan wasor baru 4 orang untuk kabupaten
pemekaran baru (Konawe Kepulauan, Buton Tengah, Buton selatan, dan Muna Barat).
Saat ini ada 9 dari 17 wasor kabupaten / kota yang belum dilatih sebagai wasor.
Petugas kusta puskesmas yang telah mengikuti pelatihan kusta sebanyak 340
orang, namun saat ini hanya 197 yang masih ada di puskesmas, itupun hanya 155 yang
masih aktif di program kusta. Dokter yang telah dilatih sebanyak 101 orang, namun
yang masih aktif di program hanya 24 orang. Dari 269 puskesmas yang ada , hanya
155 (57,6%) puskesmas yang memiliki petugas terlatih aktif dan 29 (10,8 %)
puskesmas memiliki dokter terlatih.
4
pemeriksaan kontak (tahun 2013 : Rp. 15.200.000 (16% dari total BOK). tahun
2014 : Rp. 20,862,000 (24,5 % dari total BOK)
Meningkatnya proporsi dana dari daerah dan menurunnya proporsi dana
bantuan donor untuk kegiatan P2 kusta dibanding tahun sebelumnya
Meningkatnya jumlah dan persentase puskesmas yang mengalokasikan dana
BOK untuk program P2 Kusta (tahun 2013 : 103 puskesmas (39,1 %), tahun
2014 : 118 puskesmas (43,9 %))
Peningkatan jumlah puskesmas dan kabupaten/ kota serta jumlah dan proporsi
dana untuk kegiatan prioritas (pemeriksaan kontak dan RVS) melalui dana
BOK. (tahun 2013 : 19.500.000 (21.1%), tahun 2014: 27.138.000 (32 %)
5
puskesmas. Supervisi yang berkualitas hanya akan ada bila dilakukan oleh
orang yang tepat dan cara yang tepat pula. Karena supervisi bisa
mengandung unsur pembinaan teknis, on the job training, dan advocasy, maka
sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai kemampuan supervisi dan
kualifikasi khusus serta dilakukan dengan mengacu pada kaidah / protap
supervisi yang baku.
Tingkat ketergantungan petugas kusta puskesmas pada wasor sangat tinggi di
sejumlah daerah, sehingga saat terjadi pergantian wasor program tidak berjalan
optimal. Beberapa Wasor belum berhasil melakukan penguatan pada level
puskesmas (petugas kusta puskesmas). Kinerja wasor dinilai dari
kemampuannya membangun teamwork dan jejaring, serta kemampuan fasilitasi
dan penguatan tim puskesmas.
Hubungan tim provinsi dengan kabupaten cukup intens, namun itu bukan pada
level penentu kebijakan (kepala dinas), melainkan hanya pada level Wasor
kabupaten yang umumnya kurang mampu melakukan self advocacy ataupun
mengawal mulai dari proses perencanaan/ penganggaran, pelaksanaan kegiatan
dan evaluasi kegiatan baik pada level dinas kesehatan maupun pada level
puskesmas. Hal ini menyebabkan keberhasilan memperoleh dukungan dana dari
APBD 2 dan BOK belum sepenuhnya diikuti dengan keberhasilan memanfaatkan
dana secara efektif dan efisien. Untuk itu masih diperlukan advocacy yang lebih
intens dan lebih terarah oleh tim kusta provinsi kepada penentu dan pengambil
kebijakan di dinas kesehatan (kepala dinas) untuk lebih memperhatikan program
kusta. Selain itu Upaya peningkatan kapasitas wasor kabupaten/ kota oleh tim
provinsi perlu lebih ditingkatkan agar mereka mampu melakukan self-advocacy
ke kepala dinas
Tugas rangkap sulit dihindari untuk wasor kabupaten/ kota karena ini
menyangkut kebijakan daerah masing-masing. Hal ini sering menjadi alasan
tidak maksimalnya kinerja para wasor di daerah. Karena keadaan ini sering sulit
untuk dihindari maka tim provinsi sebaiknya bekerja pada penguatan wasor
dalam hal managemen waktu sehingga semua beban tugas dapat terlaksana
dengan baik.
6
Adanya fasilitator pelatihan (5 Belum semua puskesmas mempunyai
orang) petugas kusta dan dokter terlatih (dokter
Adanya obat MDT dan prednisone terlatih : 10.4 % dan petugas terlatih :
di tiap Puskesmas 57.6%).
Adanya system pencatatan dan Belum semua Wasor kabupaten mengikuti
pelaporan yang baik sesuai pelatihan Wasor (7 dari 14 wasor atau
petunjuk nasional. 50%)
Adanya petugas Kusta puskesmas Belum semua wasor kabupaten kota
dan dokter puskesmas telah dapat mengisi RR Elektronik dengan
terlatih benar.
Adanya kerja sama dengan rumah Belum semua puskesmas dan
sakit (RS. Provinsi) dan dokter kabupaten/kota menerapkan systen
spesialis kulit. pencatatan dan pelaporan yang baik.
Adanya RR elektronik. Pelaporan puskesmas ke kabupaten dan
Adanya sistem konsultasi antar dari kabupaten ke provinsi sering
wasor kabupaten/ kota dengan terlambat dan data tidak konsisten
wasor propinsi dan dokter kusta Lampren untuk ENL kronis tidak tersedia
propinsi untuk kasus-kasus yang selama tahun 2014.
bermasalah atau kesulitan untuk Belum tersedianya poster-poster P2 Kusta
penegakan diagnosa telah berjalan disetiap kabupaten dan puskesmas.
Adanya kendaraan operasional Belum terbentuknya SCG pada semua
untuk program Kusta kabupaten / kota
Masih adanya kelemahan dalam
pelaksanaan supervisi baik dari segi
subtansi maupun teknis pelaksanaannya.
Belum berjalannya aktifitas rehabilitasi
medik dan non medis.
Survailans pasca RFT tidak berjalan
optimal sehingga masalah-masalah yang
terjadi pada OYPMK sering tidak
tertangani dengan baik.
Integrasi lintas program dan lintas sektor
belum berjalan optimal
Tantangan Rekomendasi
7
1. Peranan dan komitmen masing-masing
Otonomi daerah memberi kewenangan lintas sektor dan lintas program (lingkup
penuh pada masing-masing daerah dinas kesehatan) dalam upaya
dalam hal kebijakan penganggaran pengendalian penyakit Kusta.
dan SDM. Sehubungan dengan hal 2. Komitmen untuk menambah atau minimal
tersebut, sering terdapat kebijakan mempertahankan dana sharing APBD 2
daerah yang tidak berpihak pada dan BOK untuk program P2 Kusta.
program, misalnya dalam hal 3. Komitmen untuk menekan turn over
penganggaran dimana sering program terutama petugas yang telah dilatih yang
p2 kusta tidak menjadi prioritas karena merupakan aset program.
dianggap tidak terkait langsung 4. Komitmen untuk rehabilitasi sosial dan
dengan SPM utama dan goal utama penanganan dampak sosial yang timbul
MDGS (KIA dan Gizi). akibat penyakit kusta.
Angka turn over tim kabupaten (wasor Perlu adanya pertemuan MONEV yang
dan petugas puskesmas) masih tinggi, melibatkan kepala dinas dan semua kepala
sementara kegiatan pelatihan dokter bidang serta sejumlah seksi terkait dalam
dan petugas kusta puskesmas tidak lingkup dinas kesehatan kabupaten/ kota
ada. serta peserta puskesmas yang terdiri dari
Tugas rangkap sulit dihindari untuk kepala puskesmas dan petugas kusta
puskesmas. Pertemuan ini diharapkan
wasor kabupaten/ kota karena ini mengagendakan dan menyepakati beberapa
menyangkut kebijakan daerah hal :
masing-masing. Hal ini sering 1. Komitmen untuk menjadikan masalah
menjadi alasan tidak maksimalnya kusta sebagai masalah bersama semua
kinerja para wasor di daerah. program dan diimplementasikan sampai
ke tingkat puskesmas.
Belum semua lintas sektoral dan
program terkait pada semua level 2. Komitmen untuk menjaga efektifitas dan
(provinsi, kabupaten, dan kecamatan) efisiensi dana sharing (APBD 2 dan BOK)
melibatkan diri dalam upaya dengan tetap mengacu pada skala
penanganan masalah kusta. prioritas kegiatan yang dianggap
Kondisi geografis di sejumlah wilayah mempunyai daya ungkit yang tinggi
di provinsi Sulawesi Tenggara cukup terhadap indikator program.
sulit terutama didaerah yang sulit 3. Kegiatan-kegiatan yang harus menjadi
untuk akses transportasi baik darat prioritas dalam kesepakatan :
maupun laut. Hal ini mempengaruhi Pemeriksaan kontak dan RVS untuk
pencapaian sejumlah indikator penting penemuan kasus secara dini, konseling
dalam progran (cakupan pemeriksaan yang baik pada penderita untuk
kontak, pemeriksaan fungsi saraf, meningkatkan kepatuhan berobat, dan
kesembuhan, dll) kunjungan ke rumah penderita yang tidak
datang mengambil obat (mangkir) untuk
Belum semua puskesmas mencegah kasus default, pemeriksaan
mengalokasikan dana BOK untuk fungsi saraf secara rutin untuk mencegah
program pengendalian kusta dan kecacatan.
belum semua daerah kabupaten/ kota 4. Komitmen untuk menjadikan format
menyiapkan dana pendamping APBD2 laporan P2 Kusta sebagai salah satu
untuk program p2 kusta. laporan bulanan wajib tiap puskesmas
dan bila laporan terlambat atau dianggap
Belum semua kabupaten/ kota dan masih perlu perbaikan maka harus
segera diberi feed back.
8
Puskesmas mengacu pada skala 5. Pada awal tahun Kabupaten / kota
prioritas dalam hal penganggaran melaporkan semua rencana kegiatan P2
APBD 2 , dan BOK untuk program P2 Kusta baik di puskesmas maupun dinas
Kusta. kesehatan yang bersumber dari
pembiayaan BOK dan APBD 2, dan
secara rutin melaporkan semua hasil
Upaya untuk menilai efektifitas dana kegiatan program P2 Kusta ke provinsi.
pendamping daerah (BOK dan Komitmen kedua pertemuan diatas
APBD2) masih terkendala belum (Pertemuan Advocasy dan MONEV) perlu
adanya regulasi yang mengatur ditindak lanjuti oleh masing-masing pihak
keharusan untuk melaporkan dalam bentuk kegiatan ataupun regulasi.
pembiayaan, pelaksanaan kegiatan Selanjutnya perlu dikawal, dipantau dan
dan output kegiatan yang dibiayai oleh dievaluasi secara rutin.
daerah ke tingkat provinsi.
9
Terjadinya reaksi kusta atau reaksi ke puskesmas segera setelah kembali
obat . untuk tetap dilakukan pemeriksaan
fungsi saraf.
Stigma tentang penyakit kusta masih Perlu Konseling yang baik terutama saat
tinggi termasuk self stigma yang masih mulai pengobatan sehingga penderita
dialami sejumlah penderita. yang mengalami reaksi kusta ataupun
reaksi obat tidak menghentikan
pengobatan. Selain itu konseling tentang
Gejolak politik sering mempengaruhi PFS bisa membuat pasien merasa
kinerja tim baik secara langsung bahwa PFS adalah kebutuhan mereka.
maupun tidak langsung.
Tim provinsi diharapkan mampu
melakukan penguatan kepada wasor
kabupaten/ kota dalam hal managemen
waktu, rencana kerja, dan kemungkinan
untuk combine kegiatan sehingga semua
rencana kegiatan dapat terlaksana
dengan baik walaupun memegang tugas
rangkap.
10
1. PENDAHULUAN
Jumlah kabupaten 12
Jumlah Kota 2
% daerah urban 16,3 % yang terdiri atas 2 Kota dengan
populasi 381.965
% daerah terpencil (sulit dijangkau) 32,8 % kepulauan , terdiri atas 4 kabupaten
dengan populasi 295.546
Karakteristis khusus lainnya 5 kabupaten kepulauan yang hanya bisa
dijangkau dengan kapal laut bila cuaca baik.
11
% Puskesmas dengan petugas 76, 69, 72, 73, 69, 57,6
terlatih(Aktif) 4 2 6 6 6
Dati tabel diatas terlihat bahwa akibat turn over yang cukup tinggi dan setelah
6 tahun tidak diadakan pelatihan dokter puskesmas, jumlah dokter terlatih yang terlibat
di program kusta menurun drastis. Puskesmas dengan dokter terlatih saat ini hanya 24
puskesmas (10,4%), pada hal dalam case management harus ada kerjasama antara
dokter dan petugas kusta. Untuk itu perlu pelatihan bagi dokter puskesmas dengan
prioritas pada puskesmas yang ada kasus kusta.Demikian juga dengan tidak adanya
pelatihan petugas puskesmas sejak tahun 2013, terjadi penurunan persentase
puskesmas dengan petugas terlatih menjadi 57,6%.
Untuk mengantisipasi hal tersebut telah diadakan upaya peningkatan kapasitas
petugas di 2 kabupaten (Buton dan Bombana) yang diikuti oleh dokter dan petugas
kusta puskesmas. Kegiatan ini diikuti oleh 33 orang petugas kusta dan 22 orang dokter
di kabupaten Buton, sementara di kabupaten Bombana diikuti 20 orang petugas kusta
dan 15 orang dokter.
Dari tabel terlihat terjadi penurunan yang cepat persentase petugas terlatih sejak tahun
2013. Hal ini terjadi karena sejak tahun 2013 tidak ada lagi pelatihan petugas,
sementara turn over berjalan terus.
2. MANAGEMENT RESULT
12
digunakan untuk human resources (Rp. (Rp.
53,950,000) 46,750,000)
703 % dana bantuan NLR yang
digunakan untuk infrastruktur dan 32,8 % 32,2 %
B
transport (Rp.94,535,000 (Rp.
) 92,835,000)
704 Didisi oleh
Penilaian audit internal B kantor NLR
rep
Dana office cost (project office) dengan peruntukan ATK dan menjamu tamu
masih tersisa Rp. 2,035,300 (29,1%). Sisa ini berasal dari item menjamu tamu, dan
belanja ATK . Dana untuk menjamu tamu hanya digunakan sesuai kebutuhan, dan
untuk ATK masih tersisa karena adanya dana belanja ATK dari APBD yang cukup tinggi.
Untuk Dana Human Resounces masih tersisa 8,000,000 rupiah yang berasal
dari sisa honor Project Coordinator ( 8 bulan) yang tidak terpakai karena ditunjuk
menjadi project coordinator. Dana ini kemudian rencana akan dialihkan menjadi dana
untuk RVS di 10 titik, namun hanya sempat terealisasi 1 titik keterlambatan pengajuan
dan persetujuan serta keterlambatan turunnya dana.
Untuk dana transport (provinsi dan kabupaten) tersisa 800,000 rupiah
(kabupaten Konawe Utara dan Kota Bau-bau)
.
13
802 % posisi petugas kusta di Propinsi
dan Kabupaten yang terisi ( sesuai 100% 100%
O
kebutuhan masing-masing Propinsi
dan Kabupaten)
803 Jumlah dari stake holder (lintas
sektor, program) yang terlibat dalam 10 7
O
program kusta di level kabupaten
dan propinsi
804 Jumlah Unit Pelayanan Kusta yang
O 269 269
juga melayani klien bukan Kusta
805 % rencana supervise yang
B 100% 93 %
dilaksanakan (bersumber NLR)
806 % dari supervise yang menggunakan
B 100% 80%
checklist (bersumber NLR)
807 % Kegiatan yang terlaksana B 100% 94%
808 % penyerapan dana B 100% 94,6%
14
Keterangan :
Kegiatan Monev dilaksanakan selama dua hari di Hotel Kartika.
Pertemuan ini juga melahirkan sejumlah kesepakan yang diantaranya :
1. Upaya penemuan secara dini melalui pemeriksaan kontak dan survay daerah
endemis,
2. Pemeriksaan kontak 100 persen.
3. Pemeriksaan fungsi saraf 100 persen.
4. Pemanfaatan dana BOK mengacu skala prioritas.
5. Upaya perbaikan pencatatan dan pelaporan (Ketepatan dan kecepatan)
6. Upaya peningkatan kerjasama lintas program.
.
Kegiatan Yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Pertemuan Empat kabupaten/ kota melaksanakan NLR (Buton,
monitoring dan Monev yang dihadiri oleh Kepala Dinas, Konawe
evaluasi di 4 kabu- Kepala Bidang P2PL, Kepala Seksi P2M, Utara, dan
paten /kota (Kolaka, Programer Kusta dari semua puskesmas, Kolaka).
Buton, Konawe Utara
dan beberapa dokter dari puskesmas APBD2 (Bau-
dan Bau-Bau)
daerah endermis. Bau)
Penjelasan :
Mengingat pentingnya pertemuan Monev ini, seharusnya dilaksanakan oleh semua
kabupaten / kota. Daerah yang tidak mendapatkan dana NLR untuk kegiatan ini
seharusnya mengupayakan melalui dana APBD2. Selain itu kabupaten/ kota yang
memperoleh dana NLR untuk kegiatan ini tetap harus menyiapkan dana sharing dari
APBD karena NLR hanya membiayai sebagian dari total yang dibutuhkan untuk
kegiatan tersebut.
Pelaksanaan Monev sebaiknya diikuti peserta dari semua puskesmas yang terdiri dari
Petugas kusta dan Kepala Puskesmas, bahkan akan lebih baik lagi bila diikuti oleh
dokter puskesmas. Kolaborasi ke tiga unsur dari puskesmas tersebut sangat
dibutuhkan dalam program P2 Kusta dengan perannya masing-masing.
Secara umum ketiga Monev menyepakati beberapa hal diantaranya : Meningkatkan
upaya penemuan kasus melalui pemeriksaan kontak dan RVS, meningkatkan upaya
pembiayaan melalui dana BOK, melakukan pemeriksaan kontak untuk semua
penderita baru, memaksimalkan upaya pencegahan cacat melalui pemeriksaan fungsi
saraf secara rutin, serta memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan.
Kegiatan Yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Pertemuan Lintas Pertemuan telah dilaksanakan dan diikuti APBD 2
Sektor dan Lintas semua kepala puskesmas, kepala
Program di kabupaten bidang, kepala seksi, dan sejumlah
Konawe peserta lintas sektor
Keterangan :
Dengan jumlah dana yang besar (Rp. 25.000.000) dan merupakan satu-satunya
kegiatan yang dibiayai oleh APBD, maka dana untuk kegiatan ini lebih efektif bila di
15
jadikan kegiatan Monev yang coastnya lebih murah (sekitar Rp. 10,000,000). Sisa
dana yang ada bisa dijadikan dana pendamping supervisi dari NLR atau kegiatan
lainnya yang lebih prioritas.
.
Kegiatan Yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Supervisi oleh Tim Supervisi dilakukan ke 14 kabupaten/ NLR
Provinsi ke 14 kota. Supervsi dilakukan oleh Kepala APBN
kabupaten/ kota Bidang, kepala Seksi, dan Wasor
provinsi.
Penjelasan:
Supervisi menggunakan metode Supervisi Suportif melalui tahapan pengamatan
(observasi), diskusi, dan bimbingan teknis(OJT). Pelaksanaan supervisi hendaknya
lebih mengacu pada protap yang baku dan dimulai dengan persiapan yang baik
sehingga semua pihak (superviser dan yang disupervisi) lebih siap untuk mensupervisi
dan disupervisi. Supervisi yang sifatnya mendadak sebaiknya dihindari. Supervisi harus
berorientasi pada penguatan wasor kabupaten/ kota untuk managament program dan
management case, sehingga selain kegiatan dalam gedung, seharusnya langsung
turun ke lapangan untuk melihat dan bertemu dengan pasien. Penguatan advocasy
khususnya self advocacy juga perlu dilakukan untuk memperoleh dukungan dari
penentu kebijakan di level kabupaten/ kota.
Kegiatan Yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Peningkatan Telah dilaksanakan dan diikuti oleh 55 NLR
Kapasitas Petugas orang di Buton (33 petugas Kusta dan 22
(dokter dan Petugas dokter puskesmas) dan 40 orang (20
Kusta) di 2 petugas Kusta dan 15 dokter
kabupaten (Buton puskesmas,, 1 orang kepala puskesmas,
dan Bombana) 4 dari dinas kesehatan ) di kabupaten
Bombana
Keterangan :
Kegiatan ini menggunakan dana supervisi provinsi dan honor Project Coordinator yang
dialihkan adanya dana supervisi yang cukup besar dari APBN dan projrct coordinator
yang berubah status menjadi Project Leader.
Kegiatan dilaksanakan sehari penuh diikuti dokter dan petugas puskesmas. Metode
berupa pemaparan materi yang diikuti dengan praktek. Materi berupa Diagnosis,
Klasifikasi, Pengobatan, Penanganan Reaksi dan Pencegahan Cacat. Materi praktek
berupa pemeriksaan Cardinal Sign dan Pemeriksaan Fungsi saraf.
Kegiatan Yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
16
Ekstra Transport Terealisasi 3 kabupaten (Bombana dan NLR
untuk 5 kabupaten Buton)
atau puskesmas pada
remote area
Penjelasan :
Beberapa Kabupaten mempunyai daerah sulit untuk dijangkau sehingga membutuhkan
biaya transportasi yang cukup besar, diantaranya adalah: Kolaka Utara, Wakatobi,
Buton Utara, Buton dan Bombana. Di sejumlah daerah kadang harus menunggu
musim tertentu untuk melakukan supervise.
Kegiatan yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Supervisi tim Semua Kabupaten telah melaksanakan NLR
kabupaten ke puskes supervisi yang dilaksanakan oleh Wasor, APBD2:
-mas Kepala Bidang, dan Kepala Seksi). (Kabupaten Muna
dan Kolaka Utara)
Penjelasan :
Kabupaten Buton dan Konawe Utara tidak menggunakan semua dana NLR untuk
kegiatan supervise sehinga tersisa Rp. 1.500.000.-.
Kabupaten/ kota yang mengalokasikan dana sharing APBD2 untuk kegiatan supervisi
hanya 2 kabupaten/kota (kabupaten Muna dan kabupaten Kolaka Utara). Terjadi
penurunan dibanding tahun sebelumnya yaitu 8 kabupaten/ kota. Jumlah dana APBD2
untuk kegiatan supervisi juga mengalami penurunan (tahun 2013 : Rp. 25.700.000.
tahun 2014 : Rp. 19.725.000).
Supervisi diharapkan menggunakan metode Supervisi Suportif dan teknis melalui
tahapan Pengamatan (Observasi), Diskusi, dan Bimbingan (OJT). Namun dalam
pelaksanaannya kaidah baku dalam supervisi banyak yang tidak dilakukan. Hal ini
mengingat banyak pelaksana supervisi belum memahami esensi dari supervisi tersebut.
Pelaksanaan supervisi khususnya yang dibiayai oleh APBD 2 tidak bisa dipantau atau
didampingi oleh tim provinsi karena tidak dikoordinasikan dengan provinsi. Metode yang
digunakan juga tidak jelas sehingga efektifitas pelaksanaan supervisi tersebut tidak bisa
dinilai. Selain itu dana supervisi bersumber APBD 2 umumnya digunakan untuk
supervisi yang bersifat manajerial dan bukan bersifat teknis sesuai yang diharapkan
untuk penguatan manajemen kasus dan managemen program.
Kegiatan Yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Supervisi Dokter Kusta Empat kabupaten yang disupervisi NLR
Provinsi di 4 kabupaten/ adalah Konawe, Kolaka, Bau-Bau, dan
kota Buton
Keterangan :
17
Daerah yang disupervisi dokter kusta provinsi adalah daerah dengan sejumlah
penderita yang bermasalah dalam hal penegakan diagnose dan penangan reaksi atau
pasien dengan komplikasi.
Keterangan :
.
Kegiatan Yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Pengadaan Kartu Telah dilaksanakan sesuai rencana APBD 2
Penderita dan
Format pencatatan di
kabupaten Kolaka
Utara dan Bombana
Penjelasan:
Untuk menjaga keseragaman Kartu Penderita dan Format pencatatan, sebaiknya
pengadaan ini dilakukan pada level provinsi. Kalaupun provinsi tidak menganggarkan
untuk pengadaan maka kabupaten/ kota bisa melakukannya dengan syarat harus
berkoordinasi dengan pihak provinsi.
Kegiatan Yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Pengambilan Logistik di Terlaksana sesuai yang APBD 2
provinsi (Kendari, dan direncanakan
Buton Utara)
Penjelasan :
Sebaiknya kegiatan ini dirubah menjadi biaya pengiriman logisik saja supaya bisa lebih
menghemat anggaran, karena 12 kabupaten lain juga memperoleh logistik (obat MDT)
dalam jumlah yang cukup tanpa harus mengaggarkannya. Dana kegiatan ini bisa
dipergunakan untuk kegiatan lain yang lebih prioritas.
Kegiatan Yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Pengambilan Logistik di Terlaksana sesuai yang BOK
Kabupaten (Bau-Bau) direncanakan
18
Keterangan :
Pengambilan logistik di kabupaten oleh puskesmas bisanya dilakukan saat ada
penemuan kasus baru.
Kegiatan Yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Konsultasi dan Advocasi Terlaksana sesuai yang APBD 2
Program P2 Kusta di direncanakan
Provinsi (kabupaten Kolaka
Utara)
Keterangan :
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Kepala Bidang, Kepala Seksi dan Wasor Kabupaten
untuk berkonsultasi ke dinas kesehatan provinsi. Kegiatan ini merupakan salah satu
item pembiayaan yang kurang efektifitas dan kurang bermanfaat dalam hal daya ungkit
terhadap kinerja program. Dengan teknologi komunikasi yang semakin baik seperti saat
ini kegiatan tersebut sebenarnya bisa dilakukan tanpa membuang-buang biaya dan
waktu. Dengan jumlah dana yang cukup besar untuk ukuran kabupaten (Rp.
12,000,000), akan jauh lebih bermanfaat bila dana ini dimanfaatkan untuk kegiatan
prioritas, misalnya Monev, RVS, atau Supervisi kabupaten.
Kegiatan Yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Konfirmasi Diagnosis dan 20 kasus di konfirmasi dan APBD 2
On The Job Training semuanya adalah penderita
kusta
Keterangan :
Konfirmasi diagnosis dan on the job training sebaiknya dilakukan pada saat wasor
melakukan supervisi ke puskesmas karena kedua hal tersebut merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan kegiatan supervisi. Dengan demikian tidak perlu ada mata
anggaran khusus untuk kedua kegiatan tersebut. Kalaupun daerah ingin melaksanakan
kegiatan tersebut sebaiknya penganggarannya dalam bentuk kegiatan supervisi wasor
ke puskesmas dimana kedua kegiatan tadi sudah termasuk didalamnya.
19
Pelaporan yang tidak konsisten dan sering terlambat dari puskesmas,
kabupaten/ kota menyulitkan tim provinsi dalam merekap, menganalisa, dan
mengevaluasi kinerja program secara menyeluruh.
Keterlibatan lintas sektor dan lintas program belum optimal dan tidak merata
disetiap kabupaten kota.. .
3. PROGRAM RESULT
20
Basic/ Target (bila Hasil
Indicators Optional ada)
101 Angka penemuan kasus baru B 11,13
102 Jumlah kasus baru yang ditemukan B 268
103 Jumlah kasus baru dengan cacat tk 2 B 3
104 Jumlah kasus baru dengan cacat tk 0 O (B: Cacat tk 0 =259
dan 1 (terpisah) 2014) Cacat tk 1= 6
105 Proporsi kasus baru dengan cacat tk 2 B 1.1
106 Angka cacat tk 2 dari kasus baru per B 0.1
100.000 penduduk
107 Jumlah kasus baru anak B 34
108 Proporsi anak diantara kasus baru B 12.7
109 Jumlah kasus baru perempuan B 110
110 Proposi perempuan diantara kasus B 41
baru
111 Jumlah kasus baru MB B 233
112 Proporsi MB diantara kasus baru B 87
113 % kasus baru yang ditemukan melalui B 7.4 %
penemuan aktif, selain pemeriksaan
kontak
114 % kasus baru yang ditemukan secara B 82.5 %
pasif (sukarela)
115 % kasus baru yang di temukan melalui B 10.1 %
pemeriksaan kontak
116 % dari suspek yang dirujuk ke O 87 %
puskesmas rujukan ternyata positif (B2012)
kusta
117 % kasus baru yang dikonfirmasi oleh O(B: 61,7%
wasor kabupaten 2014)
118 % kasus baru yang benar setelah O (B 96,5 %
dikonfirmasi oleh wasor kabupaten 2014)
119 Waktu rata-rata antara gejala yang O 1.5 TAHUN
dilihat oleh pasien sampai melapor ke
sarana kesehatan
21
20 orang kontak per dengan jumlah kontak 1.554 dan BOK (Buton,Kolaka,
pasien baru ditemukan 27 kasus baru . Kendari, Bau-Bau,
diperiksa, dengan Cakupan Pemeriksaan Kontak Bombana, Kolaka Utara,
target Index case Serumah- tetangga : 32,2 % Wakatobi, dan Buton
100 %. Cakupan Pemeriksaan Kontak Utara)
Indeks Case :68.9 %
Penjelasan :
Terjadi penurunan persen Index Case pemeriksaan kontak dibandingkan dengan tahun
sebelumnya (tahun 2013 : 71,7% dan tahun 2014 : 68.9%). Cakupan pemeriksaan
kontak serumah-tetangga juga mengalami penurunan (tahun 2013: 34.1% dan tahun
2014: 32,2%). Jumlah kasus yang ditemukan melalui pemeriksaan kontak mengingkat
80 % (dari 15 kasus (2913) menjadi 27 kasus (2014).
Tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah dana untuk pemeriksaan kontak sebesar 45 %,
sehingga diharapkan cakupan pemeriksaan kontak dan Index Case juga meningkat.
Target Index case pemeriksaan kontak 100 % belum tercapai diantaranya bisa
disebabkan oleh beberapa hal :
Kualitas pemeriksaan kontak yang belum optimal
Di sejumlah kabupaten dengan kondisi geografis yang berat petugas sulit untuk
menjangkau daerah tempat penderita untuk pemeriksaan kontak, atau butuh biaya
yang cukup mahal untuk melakukan pemeriksaan tersebut.
Sejumlah penderita baru menolak untuk diperiksa kontaknya dengan alasan takut
penyakitnya diketahui keluarga dan tetangga.
Sejumlah penderita yang hidupnya berpindah-pindah daerah tidak mempunyai kontak
yang jelas atau kontaknya di luar daerah.
22
3 MUNA 16 0 16 5 31.3 45 14.1 - -
4 KOLAKA 27 0 27 12 44.4 114 21.1 -
1.250.000
5 BAU- 3,700,00
29 2 27 27 100 241 44.6 -
BAU 0
6 KENDA
30 2 28 25 89.3 188 33.6 3.450.000 3.000.000
RI
7 BOMBA
43 7 36 31 86.1 281 39 1,525,000 -
NA
8 KONAW
E
8 0 8 1 12.5 7 4.4 - -
SELATA
N
9 KOLAKA
19 2 17 15 88.2 152 44.7 1.650.000 -
UTARA
10 WAKAT 1.000.00
23 4 19 10 52.6 78 20.5 -
OBI 0
11 BUTON 4,050,00
4 1 3 3 100 28 46.7 -
UTARA 0
12 KONAW
E 7 0 7 1 14.3 6 4.3 - -
UTARA
13 Kolaka
5 0 5 - 0 0 - -
Timur
14 Konawe
Kepulau 2 0 3 - 0 0 - -
an
20,862,00 3,000,00
JUMLAH 268 27 241 166 68.9 1.554 32.2 0 0
Penjelasan :
Dengan dana Rp. 23.862.000.- ditemukan 27 kasus baru dari pemeriksaan
kontak. Terjadi penurunan jumlah Kabupaten yang mengalokasikan dana BOK untuk
pemeriksaan kontak dibanding tahun sebelumnya (tahun 2014: 8 puskesmas, tahun
2013: 9 puskesmas), namun terjadi peningkatan jumlah dana dibanding tahun
sebelumnya (2014 : 23,862,000, 2013 : 16,440,000). Jumlah kasus yang ditemukan
juga meningkat dibanding tahun sebelumnya (tahun 2014 : 21 kasus, tahun 2013 : 15
kasus).
Semua kasus baru yang ditemukan melalui pemeriksaan kontak berasal dari
kabupaten/ kota yang menganggarkan dana P2 Kusta melalui dana BOK. Semua
kabupaten/ kota yang mengalokasikan dana pemeriksaan kontak (kecuali kabupaten
kolaka), berhasil menemukan kasus baru melalui pemeriksaan kontak, dan hal
sebaliknya semua kabupaten yang tidak mengalokasikan dana pemeriksaan kotal tidak
menemukan kasus baru dari kontak penderita. Hal ini memperlihatkan hubungan yang
cukup kuat antara penganggaran dan pemeriksaan kontak dengan penemuan kasus
baru melalui pemeriksaan kontak.
Kota Kendari dengan total dana Rp. 6.450.000 untuk pemeriksaan kontak
sementara yang diperiksa kontak hanya 25 orang. Transport lokal kota kendari sebesar
Rp. 50.000 untuk semua wilayah puskesmas, sehingga rerata per pasien dikunjungi
oleh 5 orang petugas pemeriksa kontak. Kabupaten Buton Utara melakukan
pemeriksaan kontak terhadap 3 penderita dengan total dana yang digunakan sebesar
Rp. 4.050.000.
23
Kegiatan yang Hasil Sumber dana
direncanakan
Pemeriksaan 20 orang penderita diperiksa APBD 2 (Buton dan
kontak pasca RFT kontaknya pasca RFT dan Bau-Bau)
di 2 kabupaten/ ditemukan 2 kasus di kabupaten
kota ( Buton dan Buton
Bau-Bau)
Kegiatan yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Survay Desa Endemis Telah dilaksanakan 11 titik/ lokasi NLR
(RVS) yang dilaksanakan di di Kolaka Utara yang diikuti oleh (Bombana)
10 titik /desa (BOK) di 215 orang dan ditemukan 1 orang BOK (Kolaka
Kolaka Utara, 1 titik penderita MB dan 8 orang suspek, Utara)
(APBD2) di kabupaten 1 titik di Bombana yang diikuti APBD 2
Kolaka Utara, 10 titik dana oleh 32 orang dan ditemukan 3 (Kolaka Utara)
NLR. penderita MB dan 3 suspek.
Keterangan :
Walaupun bukan temuan kasus yan menjadi ukuran keberhasilan RVS namun dengan
hanya ditemukan 1 kasus di kabupaten Kolaka Utara, kelihatannya pelaksanaan RVS
ini perlu lebih ditingkatkan kualitasnya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
pemilihan peserta, dan tindak lanjut pasca RVS. Ini berbeda dengan RVS yang
dilaksanakan di kabupaten Bombana yang berhasil menemukan 3 kasus baru dari 1 titik
pelaksanaan RVS.
Kegiatan RVS di kabupaten Kolaka Utara tidak didampingi tim provinsi, sementara
kegiatan RVS di kabupaten Bombana dihadiri tim provinsi.
24
Bau-Bau, Konawe Selatan, (20.751.000)
Bombana dan Kolaka Utara
Keterangan :
Salah satu bentuk kegiatan berupa tindak lanjut pemberitahuan atau laporan, baik dari
masyarakat maupun petugas lain tentang adanya suspek yang ditemukan dan tidak
mau ke puskesmas memeriksakan diri. Penderita yang telah diperiksa dan didiagnosa
akan di obati dan diberi konseling. Untuk pengobatan selanjutnya pasien disarankan
untuk datang ke puskesmas setiap bulannya.
Bentuk kegiatan lainnya berupa kunjungan petugas puskesmas ke desa-desa untuk
melacak atau mencari penderita kusta.
Bentuk kegiatan pertama lebih dianjurkan dan lebih berpeluang untuk menemukan
kasus baru. Dari kegiatan ini ditemukan 9 kasus (Kolaka Utara 1 kasus, Bombana 3
kasus, dan Buton 5 kasus).
Kegiatan kedua sebenarnya tidak dianjurkan karena konsep, tujuan dan teknis
pelaksanaan kegiatan ini tidak jelas serta tidak fokus , sehingga kemungkinan untuk
menemukan kasus baru sangat kecil. Kegiatan ini sebaiknya dijadikan kegiatan RVS
yang lebih melibatkan partisipasi masyarakat.
Walaupun proporsi dana jauh lebih besar ke kegiatan kedua, tapi tidak ada satupun
kasus yang ditemukan.
Kegiatan yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Survay Sekolah di 4 Kegiatan telah dilaksanakan di 50 BOK (Kolaka, Bau-
kabupaten/ kota kabupaten/ sekolah (Kendari 6 sekolah, Kolaka Bau, dan Kolaka
kota (Kendari, Kolaka, Bau- 18 Sekolah, Bau-Bau 20 Sekolah, Utara)
Bau, dan , dan Kolaka Utara) dan Kolaka Utara 6 Sekolah) dan APBD 2 ( Kendari)
ditemukan 3 kasus MB
Keterangan :
Total dana yang digunakan untuk kegiatan ini; Rp. 17.060.000 dengan rincian; (Kolaka :
Rp.3.250.000 , Bau-Bau : Rp. 5.850.000 , Kolaka Utara : Rp.4.960.000 dan kota
Kendari : Rp. 3.000.000). Dari 4 kabupaten/ kota diatas hanya ditemukan 1 kasus,
sementara 2 kasus di kabupaten Wakatobi yang tidak menganggarkan khusus untuk
Survay Sekolah.
Dengan jumlah dana yang sedemikian besar tapi hasil yang minimal, kegiatan ini
kelihatannya tidak efektif dan tidak efisien untuk penemuan kasus baru. Kegiatan ini
sebaiknya diintegrasikan ke kegiatan UKS.
Selain pemeriksaan kontak maka penemuan aktif yang sangat di anjurkan dan sudah
menjadi kesepakatan adalah RVS.
Kegiatan yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Pelacakan suspek di Kolaka Dilakukan pelacakan dan BOK
Utara pemeriksaan terhadap 5 suspek
dan ditemukan 1 kasus MB
Kegiatan :
25
Kegiatan ini berupa pelacakan orang yang beberapa bulan sebelumnya pernah
dinyatakan sebagai suspek akibat tidak adanya cardinal sign yang jelas.
Kegiatan yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Jasa Penemuan Ditemukan 40 kasus baru yang APBD 2
Penderita Baru di terdiri dari 3 PB dan 37 MB.
Kabupaten Bombana
dan Konawe Selatan
Kolaka
Keterangan :
Jasa penemuan diberikan kepada petugas ataupun masyarakat yang menemukan
kasus baru. Untuk di kabupaten Konawe selatan, jasa diberikan setelah pasien RFT.
Sebaiknya dana ini digunakan untuk kegiatan penemuan secara aktif dibanding
pemberian insentif yang bisa merubah orientasi petugas puskesmas menjadi money
oriented. Ini akan menjadi masalah apabila dana untuk kegiatan ini tidak dianggarkan
pada tahun tahun berikut.
Penjelasan:
Pembuatan skin smear umumnya dilakukan di laboratorium kesehatan atau
laboratorium rumah sakit yang dikirim oleh dokter praktek atau dokter puskesmas. Skin
Smear dibuat untuk penegakan diagnosa dan salah satunya dikirin ke Makassar untuk
penentuan relaps
26
khusus, tapi bisa terintegrasi ke kegiatan rutin puskesmas yaitu Posyandu atau
Puskesmas Keliling.
Kasus baru yang ditemukan secara aktif sebanyak 47 penderita atau 17,5 %,
27 diantaranya (10,1 %) ditemukan melalui pmeriksaan kontak. Persentase penemuan
secara aktif meningkat dibanding tahun sebelumnya (7,6%). Penemuan kasus melalui
pemeriksaan kontak juga meningkat dibanding tahun sebelunya yaitu 15 kasus baru.
Semua kasus yang ditemukan melalui pemeriksaan kontak berasal dari
kabupaten/ kota yang mengalokasikan dana pemeriksaan kontak melalui dana BOK.
Hal ini menggambarkan pentingnya semua puskesmas mengalokasikan dana
pemeriksaan kontak dan kegiatan penemuan aktif lainnya.
27
baru merupakan tujuan antara dan tujuan akhir adalah kemandirin termasuk dalam hal
pembiayaan
Tim provinsi dan tim kabupaten perlu membahas secara komprehensif pada
pertemuan Monev kabupaten/ kota, supaya semangat untuk mengalokasikan dana
pendamping daerah yang dengan susah payah diperoleh jangan sampai sia-sia. Kepala
Puskesmas yang menyusun menu kegiatan BOK perlu mendapat pemahaman yang
mendalam tentang arah kebijakan program P2 Kusta dan upaya-upaya yang coast
effective, untuk penemuan kasus baru. Wasor kabupaten/ kota umumnya masih lemah
dalam hal advocacy baik keatas (Kepala dinas, Kepala bidang, kepala seksi), maupun
ke bawah (kepala puskesmas).
Angka cacat yang masih tinggi dan rata-rata waktu antara timbulnya gejala
dengan penegakan diagnose yang masih lama member pelajaran bermakna bahwa
perlu upaya penemuan yang lebih aktif dan lebih agresif dengan memanfaatkan dana
sharing yang telah berhasil diperoleh selama beberpa tahun terakhir ini.
28
Optional ada)
201 % pasien yang bertambah cacat
B (2013) 0
selama MDT
202 RFT rate PB dan MB (dipisahkan) >90 / RFT PB = 94,5
B
RFT MB = 95
203 Jumlah pasien yang RFT dalam
B 273
tahun 2014
204 % kasus dari kelompok (yang di
By special data
periksa) yang bertambah O
collecting
kecacatannya setelah RFT
205 % of pengelola program kusta
puskesmas yang melakukan
O 53 %
pemeriksaan VMT-ST (POD)
secara teratur
206 % default B 3.1
207 % pasien kusta yang puas dengan
pengobatan atau prosedur O Tidak diperoleh data
pelayanan
208 Jumlah sarana kesehatan yang
tidak tersedia MDT saat dibutuhkan O 0
(dalam tahun laporan)
209 Jumlah sarana kesehatan yang
tidak tersedia lampren (untuk O 9
pengobatan ENL) saat dibutuhkan
210 Jumlah pasien yang di rujuk ke
O 3
pelayanan spesialis
211 Jumlah kasus reaksi berat yang
B 20
ditangani (termasuk ENL kronis)
212 Jumlah kasus ENL kronis yang di
B 9
tanggani
213 % kasus dengan luka yang
O Tdk ada
recurrent (kembali)
214 Jumlah orang yang pengalami
O (B
kusta yang di ajarkan untuk 2014)
29
perawatan diri
215 Jumlah KPD yang berfungsi (yang
di bantu NLR dan yang dibantu dari B 1 (kota Bau-Bau)
sumber lain)
216 Jumlah KPD yang dibentuk (yang di
support NLR dan yang di support B 0
sumber lain
29
Pengobatan 19 kasus PB (cohort 2013) telah NLR
terhadap 272 kasus RFT(RFT Rate PB 95 %).
MB (kohort 2012) 257 kasus MB (cohort 2012) telah RFT
dan 20 kasus PB (RFT rate 94,5%)
(Kohort 2013)
Keterangan :
Ada 16 penderita (1 PB dan 16 MB) yang tidak RFT yang terdiri dari; 6 penderita
pindah, 9 default, dan 1 meninggal. Kasus default terbanyak dari kabupaten Buton (4
orang) dan kabupaten Kolaka Utara (3 orang).
Hal ini disebabkan kota Bau-Bau dan Buton merupakan daerah transit dengan mobilitas
penduduk yang tinggi dan banyak penduduk dengan mata pencaharian sebagai pelaut
atau nelayan yang sering melaut dalam waktu berbulan-bulan. Kabupaten Kolaka Utara
memiliki kedekatan geografis dan kedekatan kultural dengan wilayah provinsi Sulawesi
Selatan, dimana banyak penduduk termasuk didalamnya penderita kusta merupakan
penduduk dengan mobilitas tinggi dan kadang tergantung musim panen hasil bumi.
Kasus kematian tidak secara langsung akibat penyakit kusta , melainkan karena
penyakit lain.
Mobilitas yang tinggi dikalangan penduduk membuat banyak penderita yang pindah
daerah, atau sebagian penderita adalah pemukim sementara yang setiap saat dapat
berpindah tanpa pemberitahuan.
Konseling yang belum maksimal terhadap penderita baru dan keluarganya saat mulai
pengobatan juga berkontribusi terhadap tingginya kasus default dimana penderita yang
mengalami reaksi obat atau reaksi kusta selama pengobatan sering menghentikan
pengobatan, atau penderita merasa bahwa pengobatan tidak memberi perubahan
seperti yang diharapkan misalnya perbaikan pada lesi atau cacat yang sudah terjadi.
Dibeberapa daerah dengan kondisi geografis yang berat sangat menyulitkan penderita
untuk secara rutin mengambil obat ke puskesmas. Untuk itu diperlukan kreativitas dari
masing-masing daerah dan puskesmas untuk mengantisipasi penyebab kasus default.
30
Penderita
DEFAU
/Kota dalam periode PINDAH MATI RFT % RFT
LT
Kohort
1 Konawe 14 0 0 0 14 100
2 Buton 62 0 0 4 58 93,55
3 Muna 18 0 0 0 18 100
4 Kolaka 42 0 0 0 42 100
5 Bau-Bau 39 0 0 0 39 100
6 Kota Kendari 21 1 0 0 20 95,2
7 Bombana 30 1 1 1 27 90
8 Konawe Selatan 10 0 0 0 10 100
9 Kolaka Utara 17 2 0 3 12 70,59
10 Wakatobi 10 1 0 1 8 80
11 Buton Utara 5 0 0 0 5 100
12 Konawe Utara 4 0 0 0 4 100
25
Jumlah 272 5 1 9 7 94,5
Sumber
KEGIATAN Hasil
dana
Pengobatan penderita 20 penderita reaksi berat dan 9 diantaranya ENL NLR
dengan Reaksi berat tipe kronis berulang ditangani. 9 penderita ENL
1 dan tipe 2 yang kronis tidak memperoleh lampren karena
31
membutuhkan prednisone selama tahun 2014 stocknya habis dan tidak
dan ada kiriman dari subdit.. Tidak ada laporan
penderita yang pertambahan cacat dari semua penderita reaksi
mengalami Reaksi ENL berat dan ENL kronis pada akhir masa
berulang yang pengobatan.
membutuhkan clofazimin
dan prednison.
Keterangan:
Prednison yang digunakan sudah tersedia di puskesmas, sedangkan lampren/
clofazimin diminta dari provinsi. Selama tahun 2014 lampren tidak tersedia sehingga
permintaan lampren dari kabupaten tidak bisa terpenuhi. Sistem konsultasi diharapkan
lebih ditingkatkan untuk penangan ENL kronis dan Reaksi berat.
Keterangan :
Persentase Pemeriksaan Fungsi Syaraf menurun dibanding tahun sebelumnya. Untuk
kegiatan ini kabupaten Buton mengalokasi dana BOK sebesar Rp 5.058.000.
Penggunaannya dalam bentuk transport petugas puskesmas untuk melakukan
pemeriksaan fungsi saraf di rumah penderita. Kegiatan ini tidak perlu dilakukan jika
penderita menyadari pentingnya pengobatan dan pemeriksaan syaraf secara rutin
sehingga menganggapnya sebagai suatu kebutuhan. Hal ini akan mendorong
penderita untuk secara rutin mengambil obat dan dan dilakukan pemeriksaan fungsi
saraf di puskesmas. Untuk itu perlu edukasi dan konseling yang baik mulai saat kontak
pertama pengobatan dan pada setiap kontak selanjutnya dengan penderita.
Masih adanya penderita yang tidak dilakukan PFS disebabkan oleh 3 alasan klasik ;
Sejumlah pasien tidak secara rutin datang mengambil obat karena berbagai alasan
(jarak yang jauh dan sulit menjangkau puskesmas, motivasi berobat yang rendah,
terjadi masalah dalam pengobatan misalnya reaksi obat dan reaksi kusta),
Penderita belum sepenuhnya memahami manfaat PFS sehingga tidak berupaya
untuk mendapatkannya.
Petugas belum menyadari pentingnya kegiatan tersebut sehingga tidak
melakukannya secara rutin.
Kegiatan Hasil Sumber dana
32
Pelacakan Penderita Telah dilakukan pelacakan BOK
Yang Mangkir terhadap 26 penderita mangkir
/bermasalah di (Konawe 5 orang, Muna 7 orang,
kabupaten Konawe, Bau-Bau 8 orang, Wakatobi 4
kabupaten Muna, kota orang, dan Kolaka Timur 2 orang)
Bau-Bau, kabupaten
Wakatobi, dan Kolaka
Timur.
Keterangan :
Pelacakan dilakukan oleh Petugas kusta puskesmas terhadap penderita yang tidak
datang mengambil obat pada jadwal yang sudah ditentukan. Saat pelacakan mereka
diberi penyuluhan / konseling supaya bisa secara rutin mengambil obat dipuskesmas
dan menyelesaikan pengobatan. Pada setiap pertemuan monev baik tingkat provinsi
maupun tingkat kabupaten/ kota diharapkan tiap daerah bisa melaksanakan kegiatan ini
untuk meminimalkan kasus default dan meningkatkan RFT rate.
Kegiatan ini sebaiknya diiringi dengan pembinaan pada pasien dan keluarganya
tentang pentingnya minum obat secara teratur dan rutin, sehingga tidak menimbulkan
ketergantungan pada pasien untuk setiap saat diantarkan obatnya.
Keterangan :
Petugas Kesehatan atau keluarga penderita di desa diberikan transport untuk
mengawasi penderita makan obat sampai RFT sehingga tidak terjadi defaulter.
Kegiatan ini sangat bagus bila yang menjadi PMO adalah orang yang tepat . Bila
keluarga dekat yang menjadi PMO seharusnya tidak perlu adanya pembiayaan
transport.
Sumber
Kegiatan yang direncanakan Hasil
dana
Pemantauan Reaksi penderita Pemantauan dilakukan terhadap 11 BOK
kusta di kota Bau-Bau, kota penderita (Buton 7 penderita, Kendari
Kendari, kabupaten Buton, dan 2 penderita, Bau-Bau 1 penderita,
kabupaten Kolaka Utara. Kolaka Utara 1 penderita). Tidak ada
pertambahan cacat diantara penderita
yang dipantau.
Keterangan :
33
Kegiatan ini dilakukan berupa kunjungan rumah ke penderita yang mengalami reaksi
berat untuk dilakukan PFS dan Konseling. Penderita harus diedukasi untuk merasa
membutuhkan penanganan petugas sehingga bisa lebih proaktif berkunjung ke pusat
pelayanan.
.
Kegiatan yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Pemantauan Pasca RFT 4 Penderita pasca RFT di kunjungi BOK
di Bau-Bau untuk kepentingan survailans
pasca RFT
Keterangan :
Kegiatan ini dilakukan oleh 4 puskesmas berupa kunjungan rumah untuk memantau
keadaan kesehatan terkini penderita yang telah RFT. Pada kunjungan ini sekaligus juga
dilakukan pemeriksaan kontak.
34
3.3. Rehabilitasi Medis
3.3.1. Tinjauan Indikator untuk Rehabilitasi Medis (30)
Indicators Basic/Optional Target (bila Hasil
ada)
Keterangan :
Pasien dirujuk untuk mendapatkan rehabilitasi medis
Kegiatan yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Pengadaan Paket Kaki Tidak terlaksana NLR
dan Tangan Palsu
Keterangan :
Tidak ada kabupaten atau kota yang melaporkan penderita yang membutuhkan tangan
atau kaki palsu. Pada hampir semua kabupaten/ kota petugas puskesmas hanya
terfokus pada upaya penemuan penderita, pengobatan dan penanganan reaksi. Upaya
rehabilitasi baik rehabilitasi medis maupun sosial tidak berjalan.
Survailans penderita pasca RFT belum berjalan ditingkat puskesmas sehingga
penderita yang telah RFT sudah tidak terpantau oleh petugas puskesmas.
35
Pengadaan alat pelindung Tidak terlaksana NLR
berupa kacamata dan alas kaki,
dan perawatan luka untuk
penderita
Keterangan :
Tidak ada kabupaten atau kota yang melaporkan penderita yang membutuhkan alat
pelindung (kaca mata dan alas kaki). Hal ini sangat bertentangan dengan keadaan di lapangan
dimana penderita ataupun yang pasca RFT banyak mengalami cacat yang membutuhkan alas
kaki.
Beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab diantaranya;
1. Penderita yang mengalami cacat semua sudah menggunakan sandal/ sepatu dengan
membeli sendiri.
2. Pengelola program beranggapan untuk pengadaan alat pelindung tersebut prosedurnya rumit
sementara harganya tidak terlalu mahal, dan penderita sudah menggunakan alat pelindung
tersebut (walau kualifikasinya tidak seperti yang diharapkan).
3. Pemahaman tentang ruang lingkup Program Pengendalian Kusta masih sempit yaitu
sebatas menemukan dan mengobati penderita, sehingga penderita yang sudah RFT sudah
tidak terpantau.
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka semua unsur yang terlibat dapam program, mulai dari
level provinsi sampai puskesmas harus menyamakan persepsi tentang ruang lingkup program
pengendalian Kusta selanjutnya menyusun rencana kerja dengan sasaran penderita pasca
RFT. Untuk tingkat puskesmas penderita pasca RFT bisa dimasukkan dalam kelompok Rawan
yang harus mendapat perhatian khusus melalui kegiatan PERKESMAS dengan pembiayaan
bersumber dari BOK. Untuk daerah dengan jumlah penderita cacat yang cukup banyak, cara
terbaik adalah dengan membentuk Self Care Group (SCG).
Sesuatu yang sifatnya rutin perlu daya tarik untuk mencegah kebosanan
dan kejenuhan, sehingga pengelola perlu lebih kreatif untuk membuat suasana
menjadi menari. Pemilihan waktu pelaksanaan harus dipertimbangkan terutama
untuk anggota group yang bekerja.
36
3.4. Stigma
3.4.1. Overview of Indicators for Stigma (40)
Kegiatan yang
Hasil Sumber dana
direncanakan
Penyuluhan Kusta di Telah dilaksanakan oleh 30 puskesmas BOK
kota Bau-Bau dan (17 puskesmas di kota Bau-Bau, 13
kabupaten Kolaka Utara puskesmas di kabupaten Kolaka Utara)
Penjelasan :
Penyuluhan kesehatan dilakukan oleh Petugas Kusta Puskesmas di desa-desa atau
pada kegiatan Posyandu. Materi yang disuluhkan diupayakan sederhana dan mudah
dipahami, diantaranya tanda-tanda penyakit kusta, kusta bisa disembuhkan dengan
berobat teratur, obatnya gratis di puskesmas.
37
3.4.4. Pembelajaran yang di peroleh
Upaya untuk memutus mata rantai penularan dalam satu keluarga selama ini
belum sepenuhnya berhasil karena masih ditemukan kasus dalam satu garis keturunan
(dari orang tua ke anaknya). Bahkan ada yang menderita kusta 3 generasi (nenek,
ibu/bapak, dan anak). Bila hal ini terjadi pada banyak kasus maka upaya untuk
menghilangkan stigma penyakit kusta adalah penyakit keturunan akan menjadi
semakin sulit. Masyarakan umumnya memahami bahwa yang dimaksud penyakit
keturunan adalah penyakit yang menyerang dalam satu garis keturunan, misalnya
anak, orang tua dan nenek tanpa melihat penyebabnya.
38
3.5. Rehabilitasi Non Medis
39
4. EPIDEMIOLOGICAL SITUATION
4.1. Overview last ten years
Tabel Selayang Pandang Penyakit Kusta di Sulawesi Tenggara tahun 2005 2014.
Indikator 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
2,273
Jumlah penduduk x 2,182 2.336. 2.407.
1,915 1,965 2,093 2.143 2.236 ,
1000 , 2.218
Kasus terdaftar PB 11 31 30 21 12 18 31 17 9 33
Kasus terdaftar MB 265 233 277 273 257 269 298 337 294 273
Total 276 264 307 294 269 287 329 354 303 306
Prevalence rate
1.44 1,3 1,5 1.4 1.2 1.3 1.5 1.5 1,3 1,3
terdaftar per 10.000
40
4.2.Grafik
4.2.1. CDR / 100.000 dan PR dalam 10 tahun terakhir, grafik garis
Grafik CDR dan PR privinsi Sultra tahun 2004 2013
4.2.2. Cacat tk 2 dan proporsi anak dalam 10 tahun terakhir, grafik garis
Grafik Proporsi Cacat tingkat 2 dan Proporsi Anak
provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2005 2014
41
4.3. Tinjauan perkabupaten 2014
Tabel CDR, Kasus Baru, Proporsi MB, Proporsi Cacat Tingkat 2, dan Proporsi Anak
per Kabupaten / Kota Tahun 2014
Tot. Total
N CDR / New
Kabupaten/K Pendud PR/10.0 MB Cacat caca Anak kasu
R 100.00 case
ota uk 00 % tk 2 % t tk % s
. 0 s
2 child
1 KONAWE 227.787 0,53 4,39 10 10 0 0 20 2
0
2 BUTON 274.81 2,80 16,37 45 87 0 0 13 6
3
3 MUNA 278.440 0,68 5,75 16 10 0 0 0 0
0
4 KOLAKA 244.154 1,19 11,06 27 85 0 0 0 0
5 KENDARI 304.862 0,89 9.84 30 97 3 1 3 1
6 BAU BAU 148.436 2,29 19,54 29 86 0 0 17 5
7 KONSEL 285.085 0,42 2,81 8 88 0 0 25 2
8 BOMBANA 146.072 2,94 29,44 43 74 7 1 19 9
9 WAKATOBI 95.157 1.68 24,17 23 87 0 0 13 3
1 KOLAKA 132.442 1,36 14,35 19 84 0 0 32 6
0 UTARA
1 KONAWE 66.743 1,05 10,49 7 10 14 1 0 0
1 UTARA 0
1 BUTON 58.486 0,68 6,84 4 75 0 0 0 0
2 UTARA
1 KOLAKA 111.789 0,54 4,47 5 80 0 0 0 0
3 TIMUR
1 KONAWE 33.178 0,60 6,03 2 10 0 0 0 0
4 KEPULAUAN 0
TOTAL 2.407.424 1,27 11,13 268 87 1 3 13 34
42
provinsi Sulawesi Selatan yang juga memiliki CDR dan prevalensi tinggi. Beberapa
kasus yang ditemukan sering ,merupakan penduduk urban dari provinsi tetangga.
Masih ada 11 dari 14 kabupaten/ kota (78,6 %) dengan CDR diatas 5 / 100.000
penduduk. Sepuluh Kabupaten/ kota (71.4 %) dalam 10 tahun terakhir CDR selalu
diatas 5/100.000 penduduk.
Tabel Kabupaten/ Kota dengan CDR Tinggi dalam 10 Tahun terakhir (tahun 2005-2014)
KABUPATEN 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
BAU BAU 33 43 33 32 23,6 19,6 30,1 35,3 35,3 19,5
BUTON 16 17 15 18 17,5 16 28,5 25,1 26,2 16,4
BOMBANA 24 19 21 23 23,6 26,4 24,4 21,8 20,4 29,4
BUTON UTARA - - - 15 7,6 10,9 10,7 17,9 24,5 6,8
KOLUT 20 13 10 27 16,7 6,6 7,3 14,5 7,9 14,4
KOLAKA 17 13 12 13 12,8 14,1 13,5 13,7 3,6 9,8
WAKATOBI 16 10 4 7 15,8 25,1 23,7 12,9 14 24,2
43
Dari table diatas terlihat bahwa 3 kabupaten/kota (Bau-Bau, Buton, dan
Bombana) sejak tahun 2005 mempunyai CDR tertinggi . Kabupaten Wakatobi dalam 6
tahun terakhir ini mempunyai CDR yang tinggi dan bahkan tahun ini menempati urutan
ke dua setelah kabupaten Bombana.
Masih ada 7 kabupaten/ kota dengan prevalensi diatas 1/10.000 yaitu ; kabupaten
Bombana, Kabupaten buton, Kota Bau-Bau, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten kolaka
Utara, Kabupaten kolaka, dn Kabupaten Konawe Utara.
Tabel Prevalensi Rate (PR) beberapa kabupaten/ Kota dalam 5 tahun terakhir.
44
KOLAKA 1,3 1,3 1,4 0,7 1,2
WAKATOBI 2,7 2,6 1,1 1,8 1,7
Dalam 3 tahun terakhir kota Bau-Bau selalu menempati posisi pertama untuk PR,
disusul kabupaten Bombana dan Kabupaten Buton. Tahun 2014 ketiga daerah tersebut
tetap menempati urutan teraatas dalam hal PR.
Masih ada 7 dari 14 (50 %) kabupaten/ kota dengan proporsi anak diatas 5.
Secara epidemiologis ini berarti tingkat penularan di masyarakat masih cukup tinggi.
Upaya yang lebih agresif dan intensif perlu dilakukan untuk memutus mata rantai
penularan, sehingga keinginan provinsi Sulawesi tenggara untuk eleminasi kusta tahun
2017 bisa tercapai.
45
Terdapat 3 kabupaten (Konawe, Buton, Wakatobi) yang dalam 3 tahun terakhir
mempunyai proporsi anak diatas 10.
Tabel Persen Perempuan, Reaksi Berat, ENL, Kambuh, Allergi DDS, dan
Kematian akiabat Alergi DDS per kabupaten tahun 2013
Jumlah
Jumlah
kasus Jumlah Jumlah Jumlah
Kabupaten/ % kematian
Nr berat ENL kasus kasus
Kota perempuan akibat
(termasuk berulang kambuh alergi DDS
alergi DDS
ENL)
1 Konawe 30 0 0 0 0 0
2 Buton 38 12 3 0 0 0
3 Muna 44 2 2 0 0 0
4 Kolaka 59 0 0 0 0 0
5 Kota Kendari 23 4 2 0 0 0
6 Kota Bau - Bau 31 2 0 1 0 0
7 Konawe Selatan 0 0 0 0 0 0
8 Bombana 44 2 0 0 1 0
9 Kolaka Utara 47 1 0 1 0 0
10 Wakatobi 61 1 1 0 0 0
11 Buton Utara 25 0 0 0 0 0
12 Konawe Utara 14 0 0 0 0 0
13 Kolaka Timur 100 0 0 0 0 0
14 Konawe Kep. 50 0 0 0 0 0
TOTAL 41 17 7 2 1 0
Enam kabupaten/ kota yang melaporkan adanya reaksi berat dengan jumlah
kasus 17 orang, sedangkan ENL ada pada 4 kabupaten/ kota dengan jumlah kasus 7
orang. Ini lebih rendah dibanding keadaan riil di lapangan. Sejumlah petugas kusta
puskesmas sering melakukan konsultasi langsung ke tim provinsi tentang kasus reaksi
berat dan ENL namun tidak dimasukkan dalam pencatatan dan pelaporan terutama bila
terjadi pasca RFT. Untuk itu perlu system pencatatan dan pelaporan yang baik mulai
dari puskesmas ke kabupaten dan dari kabupaten ke provinsi.
Penanganan ENL selama tahun 2014 terkendala tidak adanya stok dan droping
Lampren dari Subdit.
46
4.4. Pemetaan
Kab.Konut
Kab. Kolut
Kab. Konawe
Kab. Koltim
Kab. Kolaka KoltimKolakaK
KolakaKolaka Kab. Konkep
Kota Kendari
Kab. Konsel
Kab.Muna
Kota Bau-Bau
Kab. Wakatobi
Kab. Buton
47
5. Lampiran
5.1. Lampiran 1; Dana Pendamping
48
Persentase dana NLR terhadap total dana P2 Kusta menurun dari tahun ke
tahun, tapi tetap merupakan dana utama (54,1%). Dana pendamping daerah (APBD 2
dan BOK) secara umum mengalami peningkatan dari tahun ke tahun baik dalam jumlah
maupun persentase terhadap total anggaran P2 Kusta.. Upaya advokasi oleh tim
provinsi dan self advocasy yang dilakukan oleh wasor kabupaten/ kota terus harus
dilakukan untuk mempertahankan capaian dana pendamping daerah bahkan bila perlu
ditingkatkan. Keberhasilan mendapatkan dana pendamping daerah harus disertai
dengan pengawasan dalam peruntukan dan pelaksanaan keiatannya.
Keinginan untuk eleminasi kusta tahun 2017 harus didukung oleh kebijakan yang
berpihak pada program p2 kusta dan diantaranya adalah kebijakan dalam
penganggaran.
Total budget
%
APBN APBD 1 APBD2 HC (BOK) NLR TOTAL
NLR
200
3
200 500,000 240.000.0 240.500.0 99.
- -
4 00 00 8
200 1.765.000 279.269,1 281.034.1 99.
- -
5 36 36 4
200 40.530.50 287.200,2 327,730,7 87.
- - 0
6 92 92 6
200 74.980.00 45.000.0 52.059.00 436.155.1 631,844,1 78,
0 23.650.000
7 0 00 00 00 4
200 57.990.00 446.099.6 535,589,6 83.
- - 0 31.500.000
8 25 25 3
200 127.596.0 490.704.7 660,800,7 73.
- - 00 42.500.000
9 50 50 8
201 95.540.00 442.241.8 600.011.8 73.
- - 0 52.630.000
0 38 38 3
201 53,547,00 126,735,00 396.867.9 577.149.9 68,
- -
1 0 0 62 62 8
201 84,591,65 168,753,25 375,145,0 628.489.0 59.
2 0 0 00 00 2
201 47,520,00 65.653.00 297,240.0 502.298.0 59,
- 92.285.000
3 0 0 00 00 1
201 287.900.0
63,620,00 96,200,00 532,598,0 54,
4 84,878,000 00
0 0 00 1
Keterangan :
49
Terjadi penurunan persentase dana NLR setiap tahun terhadap total dana P2 kusta. Hal
ini sangat baik terutama dalam upaya menuju kemandirian dalam program
pemberantasan penyakit kusta, khususnya di provinsi Sulawesi Tenggara.
Kab./Kota 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Wakatobi 0 18,000,0 0 17,130,00 49,050,000 29,950,0 15,875,0 5,100,00 0
00 0 00 00 0
Buton 2,880,00 2,200,00 2,000,00 5,000,000 23.000.000 0 5,750,00 2.500.00 2,500.000
0 0 0 0 0
Bau-Bau 5,215,00 0 0 5,211,000 1,740,000 600,000 12,000.0 480,000 8,770,000
0 00
3,270,00 8,180,00 3.995.00 12,000,00
Muna 0 0 0 2.770.000 5.245.000 0 0 0 0
1,200,00 26.900.0 27.000.00 5.765.00 10,000,00
0
Bombana 0 9.825.000 0
0 00 0 0 0
8.820.00
Konsel 0 0 0 0 0 0 0 1,050,000
0
0 1.500.00 25,000,00
Konawe 0 0 0 0 0 0
0 0
Kendari 1.500.00 2.500.00 2.500.00 5.000.000 9.600.000 6,000,00 0 7.300.00 7,100,000
50
0 0 0 0 0
12,000,0 17,241,0 22.200.0 41.250.00
1,680,00 6,825,00 6.625.00
Kolaka 16.800.00
0 0 0
4.675,000
00 00 00 0
23,267,5 30,777,0 35.890.0 25.000.00 5,797,00
8,455,00 9.244.00 22,305,00
Kolaka U tara 17.210.000 0
0 0 0
00 00 00 0
17.735.00
6,250,00 5,000,00 6.220.00
Buton Utara 0 0 0 25.300.000
0 0 0
2,800,000
0
28.000.00
21,900,0
Konawe Utara 0 0 0 0 0
00
0 0
0
Kolaka Timur - - - - - - - - 0
Konkep - - - - - - - - 0
40.530. 75.709. 89.490. 174.096. 148.520.0
96,200,0
TOTAL 53,547, 84,591, 65.653.
00
500 000 000 000 00 000 650 000
KEGIATAN
Konawe Buton Muna Kolaka Kendari Bau-Bau Konsel Bombana Kolut Butur
Pelacakan &
pengobatan - 2.500.000 - - - - - - - -
penderita kusta
Petemuan - - - - - 8,770,000 - - - -
MONEV
Honor
Penemuan dan - - - - - - 1,050,000 2,340,000 - -
Pengobatan
Pertemuan
Lintas Sektor
25,000,000 - - - - - - - - -
dan Lintas
Program
Pemeriksaan - - - - 3,000,000 - - - - -
Kontak
51
penderita baru
Pengambilan - - - - 800,000 - - - - 2,600,000
Logistik
Supervisi
/Bimbingan - - 12,000,000 - - - - - 7,725,000 -
Teknis
Pegandaan
Format - - - - - - - 7,660,000 1,355,000 -
Pencatatan
Pemeriksaan - - - - - - - - 1,125,000 -
Skin Smear
Konsultasi dan
Advocasi ke - - - - - - - - 12,000,000 -
Provinsi
Follow Up
pengobatan - - - - 300,000 - - - -
reaksi
Konfirmasi
Diagnosa dan - - - 4,675,000 - - - - - -
OJT 12 Pusk.
JUMLAH 25,000,000 2.500.000 12,000,000 4,675,000 7,100,000 8,770,000 1,050,000 10,000,000 22,305,000 2,800.000
TOTAL 96,200,000
Kegiatan yang di biayai oleh APBD 2 cukup variatif, namun hanya ada beberapa
yang dianggap tepat dan direkomendasikan terutama kegiatan-kegiatan yang sifatnya
sharing budget dengan bantuan NLR misalnya; Supervisi dan Monev. Sejumlah
kegiatan seharusnya lebih tepat berada di level puskesmas namun dianggarkan dan
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Kegiatan tersebut diantaranya :
Pelacakan kasus Kusta, Pemeriksaan Kontak, School Survay, dan follow up penderita
kusta
APBD2 di
KABUPATEN/ APBD2 di
NO KEGIATAN Dinas
KOTA Puskesmas
Kesehatan
1 KONAWE Pertemuan Lintas Sektor dan 25,000,000 0
Lintas Program
52
the Job Training
53
- 320,000 210,000 390.000 750,000
7 Konawe
-
2.500.000 1,600,000 3,950,000 1.400.000 5,300,000
8 Kendari
- 16,730,000 51,160,000 21.400.000 6.550.000
9 Kolaka
6.750.000 24,020,000 18,740,000 11.280.000 21,845,000
10 Kolaka Utara
- 1,300,000 2,610,000 4.845.000 4,050,000
11 Buton Utara
- 3,610,000 3,610,000 1.000.000 0
12 Konawe Utara
13 Kolaka Timur - - - - 500,000
14 Konawe kepulauan - - - - 0
9.250.000 126,735,000 168,753,250 92.285.000 84,878,000
TOTAL
Terjadi penurunan jumlah dana BOK dan jumlah kabupaten/ kota yang
mengalokasikan dana BOK untuk program P2 Kusta.
upaya advokasi untuk memperoleh dukungan pembiayaan melalui BOK, baik melalui
pertemuan resmi (Pertemuan advokasi) maupun melalui kegiatan sepervisi oleh tim
provinsi telah direspon oleh sebagian besar kabupaten/ kota. Upaya ini perlu tetap
dipertahankan dan dikawal pelaksanaannya baik oleh tim provinsi maupun tim
kabupaten sehingga kontinuitas pembiayaan yang tentu secara langsung akan
berpengaruh pada kontinuitas pelaksanaan program bisa tetap terjaga. Hal yang perlu
dibuktikan oleh pihak puskesmas dalam audit kinerja adalah adanya hubungan
pembiayaan BOK dengan output
Tabel jumlah dana BOK, jumlah dan persentase puskesmas yang mengalokasikan dana BOK
untuk program P2 Kusta per kabupaten / kota se Sulawesi tenggara
tahun 2014
PUSKESMAS %
JUMLAH
KABUPATEN/ JUMLAH DENGAN PUSKESMAS
NO DANA BOK
KOTA PUSKESMAS BOK P2 DGN BOK P2
P2 KUSTA KUSTA
KUSTA
1 Konawe 750,000 25 4 16,0
2 Buton 15,147,000 33 22 66,7
3 Muna 1,250,000 42 5 11,0
4 Kolaka 6.550.000 12 11 91,7
5 Kendari 5,300.000 15 9 60,0
6 Bau-Bau 22,400,000 17 17 100
7 Konawe Selatan 1,000.000 22 5 22,2
8 Bombana 8,836,000 22 15 68,2
9 Kolaka Utara 21,845,000 16 16 100
10 Wakatobi 1,500,000 19 5 26,3
54
11 Buton Utara 4.050.000 10 5 50,0
12 Konawe Utara 0 15 0 0
13 Kolaka Timur 500,000 13 4 30,8
14 Konawe Kepulauan 0 7 0 0
SULTRA 269 118 43,9
Survey
Desa
Endemis - - - - - - - - 4,200,000 - - -
Kusta
(RVS)
Pemeriksa
- 4,237,000 - 1.250.000 3,450,000 3.700.000 1,525,000 1.650.000 1,000,000 4,050,000 -
an Kontak
Pemeriksa
an Kontak 1,075,000 1,000,000
Pasca RFT
Pelacakan
1,000,000
Suspek
Survay
Desa Sulit
Penemuan
- - - - - - - - - -
kasus baru
55
School
- - - 3.250.000 - 5,850,000 - - 4,960.000 - -
survay
Pelacakan
Kasus - 1,080,000 - 2.050.000 - 5,050,000 1,000,000 7,311,000 4,260,000 -
Kusta
Pemantau
an - - - - - - - - - - -
kecacatan
Pemeriksa
an POD/ - 5,058,000 - - - - - - 300.000 - -
PFS
Pemantau
an reaksi
- 3,372,000 - - 950,000 600,000 - - 300,000 - - -
penderita
kusta
UPAYA PENGOBATAN -
Pelacakan
Penderita 750,000 - 1,250,000 - 350,000 - - 500,000 - 500,000
Mangkir
Pemantau
an
keteratura -- 325,000 - - 700,000 - 300,000 - -
n berobat
(PMO)
Pembinaan
Pengobata -
n
LAIN-LAIN -
Pemantau
an
- - - - - 200,000 - - - - -
penderita
RFT
Penyuluha
- 4,250,000 2,050,000
n Kusta
Pengambil
1,400,000
an Logistik
Jumlah 750,000 15,147,000 1,250,000 6,550,000 5,300,000 22,400,000 1,000,000 8,836,000 21,845,000 1,500,000 4,050,000 500,000
TOTAL 84,878,000
56
Satu hal yang setiap tahun menjadi permasalahan dalam pebiayaan dengan
dana BOK yaitu kurang kuatnya korelasi yang antara pembiayaan (dalam hal jumlah
dan jenis kegiatan) dengan out put atau hasil yang dicapai. Sebagai contoh adalah
peningkatan yang signifikan untuk pembiayaan pemeriksaan kontak sering tidak diikuti
dengan kenaikan Index Case pemeriksaan kontak yang bermakna, cakupan
pemeriksaan kontak malah mengalami penurunan. Hal ini memberi gambaran semakin
perlunya tim kabupaten (wasor, kepala bidang, dan kepala seksi) untuk lebih
memaksimalkan peran dan fungsinya dalam melaksanakan pengawasan, kontrol dan
evaluasi terhadap kinerja puskesmas.
Mencermati jenis kegiatan yang di anggarkan, terlihat bahwa hampir semua
daerah
Tabel Rangkuman Kegiatan yang menggunakan Dana BOK per Kabupaten/ Kota se Sulawesi
Tenggara Tahun 2014
Keterangan :
Kebutuhan Clofazimine tahun 2014 untuk penanganan 9 penderita ENL kronis sebesar
3.240 kapsul. Namun tidak tersedia lampren selama tahun 2014, sehingga perkiraan
kebutuhan lampren selama tahun 2015 sekitar 6.480 kapsul
57
5.3. Annex 3; Stok dan permintaan MDT
MB Dewasa MB Anak PB Dewasa PB Anak
Jumlah stok MDT awal tahun
2.539 120 463 22
laporan
Jumlah permintaan MDT selama 70
2.458 246 -
tahun laporan
Jumlah MDT yang diterima 3.456 384 192 24
Jumlah stok akhir tahun 3.319 170 395 0
Keterangan :
MDT MB dewasa, MB anak, dan PB dewasa masih tersedia dalam jumlah yang cukup,
hanya PB anak yang mengalami kekosongan karena dari 70 blister yang diminta
selama tahun 2014 hanya terealisasi 24 blister.
58