Você está na página 1de 10

PENDAHULUAN

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang
dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang
terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan
Parasit.

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di
negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam
waktu yang singkat.

Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi


masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah
kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan
1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi.
Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan
waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter
jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan
Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta


penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap
tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3
kali setiap tahun.

Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang
kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,
Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab
terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp,
V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01,
dan Salmonella paratyphi A.

EPIDEMIOLOGI

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika


Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien
pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia
data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke
empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun
sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar
200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap
tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap
tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode
diare pada orang dewasa per tahun.10 Dari laporan surveilan terpadu tahun
1989 jumlah kasus diare e-USU didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit
didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan.
Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,
Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat
umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga
disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare


akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi,
berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk
penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.

PATOFISIOLOGI

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare
non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang
disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti
mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala
dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan
lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang


mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.
Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala
dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat
cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi
kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik
terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam
lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah
malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin
yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu,
asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon
intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat
menyebabkan diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus
halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi
bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory
bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu


tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis,
sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling
tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan
absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan
toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif
mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi


penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi
mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus.

Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di
dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel
sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi
serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator
seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga
memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini
akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan
gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.

DIAGNOSIS

Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri

Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan


yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit,
latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama
antibiotik, riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pendekatan umum Diare akut infeksi bakteri baik diagnosis dan terapeutik

Manifestasi Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau


demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.

Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang


adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa
haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi
menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang


mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul).
Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH
dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak
dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess
sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan


dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai
tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin
dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa
nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi
gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan
terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak
dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan
edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan


feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu
dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi.
Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin.
Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan
Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95%
tergantung dari jenis patogennya.

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin
adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam
feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang
minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji
agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 93 % dan
spesifisitas 61 100 % terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau
Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran.

Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare
inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin
positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus
dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7.
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus
diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas
darah dan pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya


tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri

Infeksi Invasif

Shigella

Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme
Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada
kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri.

Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam,
BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri
abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 5 hari
kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada
kasus yang lebih parah menetap selama 3 4 minggu. Shigellosis kronis dapat
menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.

Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala


pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic
Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak
terjadinya disentri.

Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur
feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.

Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari
keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan
untuk mempersingkat berlangsungnya penyakit dan penyebaran bakteri.
Trimetoprimsulfametoksazole atau fluoroquinolon dua kali sehari selama 3 hari
merupakan antibiotik yang dianjurkan.

PENATALAKSANAAN

A.Penggantian Cairan dan elektrolit

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang
adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan
rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak
dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena
yang membahayakan jiwa.17 Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5
g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g
glukosa per liter air.2,4 Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-
paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan
secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan
menambahkan sendok teh garam, sendok teh baking soda, dan 2 4
sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan
untuk mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak
mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya.3 Jika terapi intra vena
diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer
harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah.
Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda
vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian
harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin. Jumlah cairan yang
hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan.

B. Anti biotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti
biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda
diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi
ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada
diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian
antibiotik secara empiris dapat dilakukan tetapi terapi antibiotik spesifik
diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.

Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri

Organisme Pilihan pertama Pilihan kedua Campylobacter, Ciprofloksasin 500mg


oral Salmonella/Shigella Shigella atau 2x sehari, 3 5 hari Ceftriaxon 1gr IM/IV
sehari Salmonella spp TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari Campilobakter spp
Azithromycin, 500 mg oral 2x sehari Eritromisin 500 mg oral 2x sehari, 5hr

Vibrio Cholera Tetrasiklin 500 mg Resisten Tetrasiklin oral 4x sehari, 3 hari


Ciprofloksacin 1gr oral 1x Doksisiklin 300mg Eritromisin 250 mg oral Oral, dosis
tunggal 4x sehari 3 hari

Traveler diarrhea Ciprofloksacin 500mg TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari

Clostridium difficile Metronidazole 250-500 mg Vancomycin, 125 mg oral 4x


sehari 4x sehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atau IV

C. Obat anti diare

Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas
racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase
sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan
menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat
dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama
hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula
digunakan lebih aman pada anak.

Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x
sehari, loperamid 2 4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi
cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi
diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.

Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius
atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak
langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.

Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya


(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan
cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses
tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya
adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk
kapsul atau tablet.

Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau


Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran
cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan
reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan
mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama


pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan
secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan
elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis
metabolik.

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok


hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul
Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak
adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan


terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan
meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi
penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.

Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan


komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C.
jejuni. Dari pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita infeksi C.
jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan
motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan.
Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap belum
diketahui.

Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

PROGNOSIS

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan


terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat
baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut
usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.

PENCEGAHAN

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat


dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci
tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan.
Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak
harus terjaga dari kotoran manusia.

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan,
atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada
kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil
dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi.
Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan
air.

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih
(air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau
hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-
buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya
produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC
terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang
dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas


dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia
adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak
begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera
terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid
parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping.
Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1
dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah
tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan
memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

KESIMPULAN

Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang
maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu
diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare
akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik,
yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil
kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup aman
bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri baik,
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi
yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.

KEPUSTAKAAN

1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New
York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.

2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the
Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.

3. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,
editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd edition. New
York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.

4. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik


Indonesia. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf

5. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management
of acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17:
S54-S71.

6. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004;


53:296-305.

7. Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial Resistance of Bacterial


Pathogens Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg
2003; 68(6): 666-10.

8. Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM,


Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ketiga.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996.
451-57.

9. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious


Diarrhoea). Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik
Infeksi Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik
Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 40.

10. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa.
Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment
in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit
Dalam FK UI, 2002. 49-56.

11. Tatalaksana Penderita Diare. Available from :


http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf.

12. Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med
2004;350:1: 38-47.

13. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I,
Bawazier LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70.

14. Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam:


Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in
Internal Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit
Dalam FK UI, 2001. 49-56.

15. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL,
Henry NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease,
New York: Lange Medical Books, 2003. 603 - 13.

16. Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella &
Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current
Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books,
2003. 584 - 66.

17. Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW. Pharmacotherapy
Handbook. 5th ed. New York: McGraw-Hill, 2003. 371-79.

18. Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M,


Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap
GastroenterologiHepatologi Update 2003. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 2003. 67-79.

19. Isaulauri E. Probiotics for Infectious Diarrhoea. Gut 2003; 52: 436-7.

Você também pode gostar