Você está na página 1de 3

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari percobaan yang berjudul Rekristalisai dan Pembuatan


Aspirin yaitu. Pada percobaan ini terdapat dua percobaan. Percobaan yang
dilakukan pertama yaitu rekristalisasi. Rekristalisasi merupakan salah satu
cara pemurnian zat padat, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat
tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali.
Langkah pertama yang harus dilakukan yaitu menimbang asam
salisilat yang berupa serbuk putih sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 5 mL air ke dalam Erlenmeyer
dan dipanaskan menggunakan penangas sambil diaduk. Asam salisilat
ketika ditambahkan air menjadi larutan yang berwarna putih keruh dan
ketika dipanaskan tidak mengalami perubahan. Setelah itu, ditambahkan
air pada saat proses pemanasan hingga kristal tepat larut. Volume air
yang dibutuhkan kelompok kami hingga kkristal tepat larut yaitu
sebanyak 65 mL. Ketika asam salisilat larut, larutan menjadi tidak
berwarna. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.

Air digunakan sebagai pelarut asam salisilat karena titik didih air lebih rendah dari
pada titik leleh asam salisilat. Sesuai dengan persyaratan sebagai pelarut yang sesuai yaitu
titik didih pelarut harus rendah untuk mempermudah proses pengeringan kristal yang
terbentuk. Berdasarkan syarat ini, titik didih air sebagai pelarut lebih rendah dari pada titik
didih asam salisilat sehingga kristal yang diinginkan pada saat pengeringan dapat terbentuk,
penggunaan air sebagai pelarut asam salisilat juga berhubungan dengan kelarutan. Sesuai
dengan syarat pelarut yang kedua yaitu pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan
dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Reaksi antara air dan asam salisilat
menyebabkan terbentuknya ikatan hidrogen, inilah yang menyebabkan air dapat melarutkan
asam salisilat.
Kemudian, ketika asam salisilat telah larut, larutan tersebut
disaring menggunakan corong Buchner dan dilapisi dengan kertas saring.
Setelah disaring didapatkan filtrate yang tidak berwarna dan residu
berupa kristal-kristal putih. Kemudian filtrate yang didapatkan didinginkan
hingga terbentuk kristal. Pendinginan dapat dilakukan pada suhu kamar
ataupun menggunakan air es. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama
berlangsungnya pengendapan, semakin mudah proses penyaringannya dan mungkin sekali
(meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang akan
membantu penyaringan.
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor
penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju
pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan
tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil.
Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat
lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah
laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi
ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-
kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh.
Ketika telah terbentuk kristal-kristal putih, kemudian larutan
tersebut disaring lagi menggunakan corong Buchner dan juga dilapisi
dengan kertas saring. Filtrate yang terbentuk setelah penyaringan masih
sama yaitu tidak berwarna dan residuunya yang berupa Kristal putih
dikeringkan di dalam desikator yang nanti akan diuji titik lelehnya.
Setelah residu mengering, residu ditimbang menggunakan neraca.
Berat kertas saring dan residu yaitu sebesar 2 gram. Sebelumnya kertas
saring telah ditimbang, beratnya yaitu sebesar 0,6213 gram. Berdasarkan
berat kertas saring tersebut dapat diketahui bahwa berat residu kering
yaitu sebesar 1,3787 gram.
Kemudian residu yang sudah kering tersebut diuji titik lelehnya
menggunakan melting point tester dengan bantuan pipa kapiler. Ujung
pipa kapiler dipanaskan dengan api dari pembakar Bunsen untuk menutup
ujung pada pipa kapiler. Hal ini bertujuan agar pada saat residu meleleh
dapat tertampung di dalam pipa kapiler dan dapat diketahui suhu pada
saat residu meleleh. Kemudian pipa kapiler yang telah diisi dengan residu
kering di letakkan pada melting point terter dan diukur suhunya
menggunakan termometer. Residu kering meleleh tepat pada suhu 158 0C.
Titik leleh ini sesuai dengan titik leleh kristal asam salisilat yaitu sebesar 158-1590C.
Kemurnian kristal hasil rekristalisasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus
rendemen sebagai berikut.

gram percobaan
100
Rendemen rekristalisasi : gram mulamula

sehingga pada percobaan ini diperoleh rendemen hasil rekristalisasi yaitu sebesar 137,87%.
Hal ini dikarenakan kemungkinan ada zat lain yang ikut terlarut ketika proses pembentukan
kristalisasi sehingga rendemen hasil melibihi 100%.
Langkah percobaan selanjutnya yaitu uji FeCl3 pada kristal hasil rekristalisasi asam
salisilat, yaitu dengan menambahkan 5 tetes larutan FeCl3 pada hasil rekristalisasi. Kristal
asam salisilat jika direaksikan dengan larutan FeCl3 akan menghasilkan kompleks berwarna
ungu. Fungsi uji FeCl3 ini sebagai perbandingan antara rekristalisasi asam salisilat dan
pembuatan aspirin yang dihasilkan dari percobaan yang kedua. Uji pada asam salisilat akan
menghasilkan kompleks berwarna ungu, sedangkan uji FeCl3 pada aspirin akan menghasilkan
pengujian negatif (tidak terbentuk kompleks ungu). Hal ini dikarenakan aspirin tidak lagi
memiliki gugus -OH. Pada uji kristal asam salisilat dengan larutan FeCl 3 dihasilkan larutan
berwarna ungu. Reaksi antara asam salisilat dengan FeCl3 pada percobaan ini yaitu :

Você também pode gostar