Você está na página 1de 3

Apa itu surfaktan?

Surfaktan (surface acting agent) merupakan senyawa organik yang dalam molekulnya memiliki sedikitnya
satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik. Apabila ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi
rendah, maka dapat mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut.
Antarmuka adalah bagian dimana dua fasa saling bertemu/kontak. Permukaan yaitu antarmuka dimana satu
fasa kontak dengan gas, biasanya udara.

Ekor : Hidrofobik (grup nonpolar) Kepala : Hidrofilik (grup polar)

Bersifat hidrofobik dalam media air Bersifat hidrofilik dalam media air

Bersifat hidrofilik dalam media Bersifat hidrofobik dalam media


hidrokarbon hidrokarbon

Menurut Mulyadi (2000), surfaktan adalah molekul kimiawi yang memiliki dua bagian. Bagian kepala bersifat
hidrofilik (larut dalam air), merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik
(larut dalam minyak), merupakan bagian non polar. Bagian kepala dapat berupa anion, kation atau nonion,
sedangkan bagian ekor dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon.
Asam sulfanilat adalah senyawa golongan asam kuat berbentuk bubuk abu-abu terang atau kristal; bersifat
anti busa, larut dalam air, alkohol, dan eter, dan larut dalam air panas. Karakteristik utama surfaktan adalah
memiliki gugus polar dan non-polar pada molekul yang sama.

Surfactant flooding merupakan salah satu metode dalam proses Enhanced Oil Recovery (EOR).

Kohesi air dengan air lebih besar daripada adesi air dengan udara, sehingga permukaan cairan cekung.
Untuk mengimbangi gaya tersebut timbullah tegangan permukaan. Bila ditambahkan surfaktan, maka :
kohesi antara gugus polar / hydrophil surfaktan dengan air (K p s air) > arah ke bawah, dan adesi antara
gugus non polar / lipophyl surfaktan dengan udara (A non p s udara)> arah ke atas. Ternyata A non p s
udara lebih besar daripada K p s air, sehingga surfaktan dikatakan dapat menurunkan tegangan
permukaan dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi.

Salah satu metode EOR yang sedang berkembang adalah injeksi kimia. Bahan kimia yang digunakan adalah
alkali, surfaktan, dan polimer. Debons (1990) menyatakan bahwa salah satu cara EOR dilakukan dengan
cara menginjeksikan surfaktan ke dalam reservoir. Surfaktan yang digunakan adalah surfaktan yang larut
dalam minyak (oil soluble). Menurut Ayirala (2002), ketika surfaktan diinjeksikan maka surfaktan menyebar
ke dalam minyak dan air kemudian menurunkan tegangan antarmuka yang rendah meningkatkan capillary
number. Hasilnya, lebih banyak minyak yang tadinya dalam kondisi immobile berubah menjadi mobile.
Menyebabkan perbaikan rasio mobilitas yang efektif.

Surfaktan dapat menurunkan tegangan antar muka antara fluida dengan fluida, fluida dengan batuan, dan
fluida dengan hidrokarbon. Disamping itu, surfaktan dapat memecah tegangan antar muka dari minyak yang
terikat dengan batuan, mengurangi terjadinya

water blocking dan mengubah sifat kebasahan (wettability) batuan menjadi suka air (water wet). Dalam
kondisi batuan yang bersifat water wet, minyak menjadi fasa yang mudah mengalir dan dengan
demikian water cut dapat diturunkan, memperbaiki permeabilitas, dan diharapkan terjadinya peningkatan
produktifitas sumur. (Allen and Robert, 1993; Mulyadi, 2000).

Subjek penting lainnya pada surfaktan untuk EOR adalah adsorpsi surfaktan dimana surfaktan akan kontak
dengan permukaan batuan padat. Banyak surfaktan teradsorpsi pada sela batuan hingga terjadi interaksi
elektrostatik antara lokasi aplikasi pada permukaan padat dan surfaktan. Faktor yang mempengaruhi
adsorpsi surfaktan dalam sebuah reservoir meliputi temperatur, pH, salinitas, tipe surfaktan, dan tipe
batuan. Satu-satunya faktor yang dapat dimanipulasi untuk tujuan enhanced oil recovery adalah tipe
surfaktan, yang disesuaikan dengan kondisi reservoir (Ayirala 2002).

Dalam pemodelan EOR diperlukan batuan yang disesuaikan dengan batuan reservoir. Batuan reservoir
merupakan batuan berpori dimana dalam pori-pori batuan tersebut terdapat akumulasi fluida reservoir
seperti minyak, air dan gas. Sekitar 60 % dari reservoir terdiri atas batu pasir dan 30 % terdiri atas batu
gamping dan sisanya batuan lain. Secara umum sifat yang dimiliki batuan reservoir berhubungan dengan
sifat statik (porositas dan saturasi) dan dinamik (permeabilitas). Menurut Lake (1989), porositas
didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang yang kosong (pori-pori) terhadap volume total
(bulk volume) dari suatu batuan. Klasifikasi porositas reservoir disajikan pada dibawah ini.

Klasifikasi Porositas Reservoir

Porositas (%) Keterangan

0-5 Porositas jelek sekali

5-10 Porositas jelek

10-15 Porositas sedang

15-20 Porositas baik

20-25 Porositas baik sekali

Sumber : Koesoemadinata (1978)

Sedangkan permeabilitas adalah ukuran kemampuan suatu batuan berpori untuk


mengalirkan fluida. Permeabilitas berpengaruh terhadap besarnya kemampuan
produksi (laju alir) pada sumur-sumur penghasilnya. Besaran permeabilitas sangat
bergantung dari hubungan antara pori dalam batuan dengan satuan Darcy atau
miliDarcy (mD), hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini.

Klasifikasi Permeabilitas Reservoir

Permeabilitas (mD) Keterangan

<5 Ketat (tight)

5-10 Cukup (fair)


10-100 Baik (good)

100-1000 Baik sekali

> 1000 Very good

Você também pode gostar