Você está na página 1de 16

ANALI

SIS
RUUTE
NTANGAPBN

ME
NUJ
UHOL
DINGBUMNY
ANGI
DEAL

PUSA
TKAJ
IANANGGARAN
BA
DANKE
AHL
IANDE
WANPE
RWA
KIL
ANRA
KYA
TRE
PUBL
IKI
NDONE
SIA
Pembentukan holding BUMN di beberapa sektor (sektor energi, infrastruktur jalan tol,
pertambangan, perumahan, dan jasa keuangan) yang dicanangkan Pemerintah saat
ini, merupakan salah satu bentuk upaya yang dilakukan Pemerintah dalam rangka
meningkatkan daya saing; efisiensi dan efektivitas usaha yang bermuara pada
peningkatan kinerja perusahaan dan kesejahteraan karyawan; serta memperkuat
kemampuan pendanaan (leverage). Sayangnya rencana pembentukan holding
BUMN ini oleh Pemerintah masih belum dibuat rencana jangka panjang atau cetak
biru pembentukan holding yang jelas, terutama dari sisi perundang-undangan. Selain
itu kesiapan oleh manajemen, penentuan metode restrukturisasi yang tepat, strategi
dari pengalaman holding BUMN yang pernah terbentuk, maupun studi komparasi di
negara lain amat dibutuhkan agar perwujudan pembentukan holding BUMN dapat
terbentuk sesuai dengan harapan, yang nantinya dapat mendukung perekonomian
Indonesia dengan tetap menjaga kepentingan rakyat pada umumnya.

1* Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian DPR RI


Faktor perlambatan ekonomi dunia dan rendahnya harga minyak mentah berdampak negatif pada
struktur penerimaan negara di Indonesia. Pajak yang merupakan penopang terbesar penerimaan
negara sejak tahun 2009 tidak pernah mencapai target yang ditetapkan dalam APBN. Padahal
Pemerintah masih membutuhkan dana yang cukup besar untuk menutupi berbagai kebutuhan dalam
mendorong pembangunan.
Gambar 1. Tren Realisasi Penerimaan Perpajakan
Target Realisasi Capaian (%)
1800 105
1600
100
1400
1200 95

Persen (%)
Rp triliun

1000
90
800
600 85
400
80
200
0 75
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Data Pokok APBN, LKPP 2015

Di sisi lain peran BUMN sebagai agen pembangunan (agent of development) maupun sebagai badan
usaha yang bertujuan mencari keuntungan (profit), ternyata masih bergantung pada pendanaan yang
bersumber dari APBN sementara kontribusi yang diberikan oleh BUMN terhadap APBN masih belum
optimal.
Menanggapi hal tersebut, di tahun 2016 Pemerintah melalui Kementerian BUMN berencana
membentuk holding BUMN di beberapa sektor, diantaranya energi, infrastruktur jalan tol,
pertambangan, perumahan, jasa keuangan, dan lain-lain. Seperti yang diketahui, tujuan
pembentukan holding ini bagi BUMN adalah konsolidasi potensi untuk meningkatkan daya saing;
efisiensi dan efektivitas usaha yang bermuara pada peningkatan kinerja perusahaan dan
kesejahteraan karyawan; serta tentunya memperkuat kemampuan pendanaan (leverage). Di tahun
2014, Pemerintah pun telah melaksanakan kebijakan holding BUMN yaitu sebanyak 14 BUMN
perkebunan bergabung menjadi satu holding perkebunan di bawah PT Perkebunan Nusantara III
(Persero), sehingga jumlah BUMN perkebunan berkurang 13 BUMN. Enam BUMN kehutanan juga
bergabung menjadi satu holding BUMN kehutanan, sehingga jumlah BUMN kehutanan berkurang
lima. Kebijakan holding BUMN tahun 2014 dijalankan sesuai dengan arah kebijakan rencana strategis
terhadap pembinaan BUMN tahun 2012-2014. Kebijakan utama terkait pembinaan BUMN adalah
rightsizing BUMN secara bertahap dan berkesinambungan yang salah satunya dilaksanakan melalui
holding.
Diharapkan holding yang akan dibentuk nantinya memiliki struktur yang tepat dan dapat
meningkatkan kinerja BUMN. Selain itu, BUMN yang sudah tergabung dalam holding juga dapat
meningkatkan keuntungannya di masa yang akan datang untuk mendukung perekonomian Indonesia
dengan tetap menjaga mayoritas kepentingan rakyat.
Kondisi BUMN Saat Ini
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan, dengan minimal kepemilikan saham oleh negara paling sedikit 51 persen.
Tujuan pendirian BUMN berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN antara lain mengejar
keuntungan, menyelenggarakan kemanfaatan umum, perintis kegiatan usaha, dan memberi
bimbingan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi serta masyarakat. Berdasarkan
amanah undang-undang tersebut, BUMN memiliki dua fungsi yaitu sebagai agent of profit dan agent
of development. Sebagai agent of profit, BUMN diharapkan mampu memberikan keuntungan kepada
Pemerintah selaku pemegang saham. Peranan ini dapat dilihat dari besaran kontribusi penerimaan
negara dari laba BUMN. Sedangkan sebagai agent of development, BUMN harus memberikan value
yang maksimal bagi seluruh stakeholder-nya.
Hingga tahun 2014, jumlah BUMN Gambar 3.Perkembangan Pendapatan dan Laba (Rugi) Bersih BUMN
tercatat sebanyak 119 BUMN. Jumlah (dalam triliun Rupiah)
ini berkurang dibandingkan tahun
2013 sebanyak 139 BUMN. Hal ini
disebabkan karena 2 BUMN, yaitu PT
Askes dan PT Jamsostek mengalami
perubahan status badan hukum
menjadi BPJS, 14 BUMN perkebunan
menjadi 1 holding BUMN perkebunan
sehingga jumlah BUMN Perkebunan
berkurang sejumlah 13 BUMN dan 6
BUMN Kehutanan menjadi 1 holding
BUMN Kehutanan sehingga jumlah Sumber: Kementerian BUMN, 2016
BUMN Kehutanan berkurang Gambar 2. Perkembangan Deviden BUMN dan Penerimaan Negara
sejumlah 5 BUMN. (dalam triliun Rupiah)

Berdasarkan kinerja selama lima


tahun terakhir, pendapatan dan laba
bersih BUMN menunjukkan
peningkatan. Pada tahun 2010, total
nilai pendapatan seluruh BUMN
sebesar Rp1.131 triliun dan pada
tahun 2014 mengalami peningkatan
hingga mencapai Rp1.997 triliun. Dari
sisi laba bersih, laba bersih seluruh
BUMN tumbuh dari Rp103 triliun pada
tahun 2010 menjadi Rp158 triliun
pada tahun 2014. Meskipun begitu,
pada tahun 2014, dari 121 jumlah
BUMN, tercatat sebanyak 26 BUMN
mengalami kerugian dan di tahun
Sumber: LKPP 2011-2015
2015, dari 116 jumlah BUMN
sebanyak 20 BUMN yang mengalami kerugian2.

2 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2014-2015, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI


Sementara dari kontribusi yang Gambar 5. Sepuluh BUMN Penyumbang Deviden Terbesar Tahun 2015
diberikan BUMN kepada negara yaitu
berupa deviden BUMN selama lima
tahun terakhir, terlihat bahwa deviden
BUMN mengalami fluktuatif. Di tahun
2012, deviden BUMN mengalami
peningkatan hingga tahun 2014,
kemudian di tahun 2015 mengalami
penurunan sebesar 6,6 persen dari
tahun sebelumnya. Tercatat deviden
BUMN tahun 2015 sebesar Rp37,6
triliun. Apabila dilihat dari besarnya
deviden BUMN terhadap total
penerimaan negara, kontribusi deviden Sumber: LKPP 2015
BUMN mengalami penurunan di tahun Gambar 4. Jumlah PMN kepada BUMN (triliun Rupiah)
2015. Dari realisasi deviden BUMN
tersebut, sebesar 82,14 persen berasal
dari 10 BUMN terbesar, tampak di
gambar 3.
Perkembangan BUMN tidak dapat
dilepaskan dari suntikan dana yang
diberikan Pemerintah melalui skema
Penyertaan Modal Negara (PMN) yang
bertujuan untuk memperbaiki struktur
permodalan dan meningkatkan
kapasitas usaha BUMN dan atau PT, Sumber: LKPP 2011-2015
namun pengalokasian PMN juga
dimaksudkan untuk menjalankan program-program tertentu yang dibuat Pemerintah.
Dari gambar 4, terlihat bahwa ketergantungan BUMN terhadap Pemerintah masih cukup besar untuk
memperbaiki permodalan dan kapasitas BUMN. Hal ini mengindikasikan bahwa struktur permodalan
BUMN masih belum memadai, terlebih dalam menghadapi persaingan di pasar regional dalam era
MEA saat ini. Sebagai contoh permodalan yang dihadapi Perbankan BUMN sangat tidak mampu
menghadapi gempuran perbankan ASEAN yang memiliki modal jauh lebih besar dibandingkan Bank
Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, maupun Bank BTN. Terlihat bahwa setelah kedua bank (Mandiri dan
BNI) digabung pun belum mampu menyaingi Bank Malaysia (Maybank) terlebih untuk menjadi Bank
yang terbesar di ASEAN.
Gambar 6. Daftar Bank ASEAN Teratas Berdasarkan Ekuitas Tahun 2015

Sumber: Bloomberg, 2015 dalam pemaparan Diskusi Pusat Kajian Anggaran dengan tema Holding BUMN, 23 Agustus 2016
Gambar 7. Daftar Bank ASEAN Teratas Berdasarkan Aset Tahun 2015

Sumber: Bank Indonesia, 2015 dalam pemaparan Diskusi Pusat Kajian Anggaran dengan tema Holding BUMN, 23 Agustus 2016
Secara umum masalah strategis BUMN terkait dengan struktur keuangan dan modal yang kurang
memadai dapat disebabkan antara lain karena banyaknya BUMN yang tidak bankable, kemampuan
yang terlalu kecil untuk mendapatkan pendanaan untuk keperluan pengembangan, masih rendahnya
tingkat pertumbuhan dan laba sehingga kurang menunjang dalam melakukan pemupukan modal
untuk berkembang, ekuitas perusahaan yang masih rendah, masih banyak BUMN yang memiliki
piutang bermasalah dalam jumlah yang besar sehingga menyulitkan perusahaan untuk meningkatkan
pendapatan, sebagian besar BUMN memiliki hutang RDI yang cukup besar dan banyak diantaranya
yang restrukturisasi keuangannya belum selesai3.
Selain perkuatan modal/ keuangan guna menjadikan BUMN dapat bersaing di pasar regional,
Indonesia melalui BUMN harus mempunyai beberapa industri ataupun komoditas yang kompetitif
dibandingkan negara ASEAN lain dan bukan hanya sebagai produsen negara ASEAN namun juga
berperan sebagai eksportir yang kompetitif bagi beberapa bidang usaha. Seperti yang diketahui

3 Sofyan Djalil, 2016. Strategi Kebijakan Pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Diakses kembali dari
http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=730
berdasarkan data perdagangan Indonesia ke pasar ASEAN tahun 2014 dengan pengklasifikasian
Harmonized System (HS) 4 digit, hanya ada sekitar 24,16 persen atau 296 komoditas Indonesia
memiliki keunggulan di pasar ASEAN4. Untuk itu perlu upaya Pemerintah agar fokus terhadap
komoditas-komoditas ataupun usaha unggulan Indonesia di pasar ASEAN serta memperkuat sinergi
BUMN agar bisa mempertahankan posisi Indonesia di tengah pemberlakuan MEA. Selain itu potensi
untuk meningkatkan daya saing; efisiensi dan efektivitas usaha yang bermuara pada peningkatan
kinerja perusahaan serta tentunya memperkuat kemampuan pendanaan dapat dilakukan dengan
rightsizing BUMN secara bertahap dan berkesinambungan yang salah satunya dapat dilaksanakan
melalui pembentukan perusahaan holding5.
Restrukturisasi BUMN yang Ditawarkan
Langkah Pemerintah mempercepat pembentukan perusahaan induk (holding) BUMN dinilai
merupakan momentum untuk meningkatkan kinerja perusahaan milik negara sekaligus menambah
pendapatan pajak bagi negara. Pembentukan holding BUMN dinilai dapat mengangkat nilai
perusahaan karena BUMN menjadi lebih efisien, mengurangi biaya, serta menciptakan daya saing
yang lebih tinggi menghadapi pasar global. Tujuan pembentukan holding BUMN adalah agar terjadi
sinergi dari sisi kapasitas, tercipta corporate governance, penyatuan bisnis pada sektor sama,
sehingga perusahaan menjadi lebih fokus dan terarah. Biasanya bentuk holding yang umum
dijalankan adalah holding investasi dan holding operasional. Namun holding operasional dinilai lebih
praktis karena masing-masing anak usaha bisa tetap beroperasi sesuai dengan bidang yang digeluti.
Adapun holding investasi lebih fokus pada penggalangan investasi oleh induk usaha. Meskipun
begitu pembentukan holding sebaiknya disertai dengan monitoring BUMN sektor apa saja yang layak
untuk dijadikan holding agar benar-benar tercipta perusahaan yang kuat dan mampu bersaing di
tingkat global.
Pemerintah belum membuat rencana jangka panjang atau cetak biru pembentukan holding yang
jelas, terutama dari sisi perundang-undangan. Arah kebijakan utama terkait dengan pembinaan
BUMN adalah rightsizing, restrukturisasi, revitalisasi dan profitisasi BUMN secara bertahap dan
berkesinambungan. Kebijakan rightsizing dilaksanakan melalui 5 jenis tindakan, yaitu: 1) standalone,
2) merjer/konsolidasi, 3) holding, 4) divestasi, 5) likuidasi. Kebijakan rightsizing secara lengkap dan
menyeluruh dituangkan dalam Master Plan 2010-2014 yang kemudian dilanjutkan di tahun 2015-
2019 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Strategis Kementerian BUMN
2015-2019. Saat ini, Pemerintah tengah menyiapkan pembentukan holding BUMN berikutnya, yaitu
sektor infrastruktur, pertambangan dan mineral, energi, farmasi, perbankan, konstruksi, dan lain-lain.
Persiapan untuk pembentukan holding ini diharapkan dapat selesai segera, namun proses tersebut
masih perlu mempertimbangkan beberapa kepentingan yang terlibat, dalam hal ini pemegang saham,
terutama jika perusahaan yang akan digabung telah dimiliki oleh pihak privat dan Pemerintah
Indonesia bukanlah pemilik mayoritas. Dikhawatirkan hal tersebut akan mengganggu kedaulatan
negara jika perusahaan holding justru kepemilikan mayoritasnya dimiliki oleh pihak privat.

4 Sirait, Robby Alexander. 2016. Hadapi MEA, Pemetaan Komoditas atau Produk Unggulan Sebuah Keharusan. Buletin APBN Edisi 14, Vol. I. Juli
2016. Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI.
5 Perusahaan holding adalah perusahaan yang memiliki semua saham atau unit dari satu atau lebih anak perusahaan. Individu atau partnership/trust

kemudian memiliki saham perusahaan holding tersebut. Secara operasional, anak perusahaan dan perusahaan holding bertindak sebagai
perusahaan yang terpisah. Anak perusahaan yang terpisah mungkin memiliki aset fisik, aset tidak berwujud, atau real estate. Satu atau lebih anak
perusahaan dapat mengelola operasi perusahaan.
Tabel 1. Perkembangan Jumlah BUMN Tahun 2010-2014
Keterangan Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Listed BUMN 17 18 19 20 20
Non Listed BUMN 110 108 107 105 85
Perum 14 14 14 14 14
Total BUMN 141 140 140 139 119
Perusahaan dengan kepemilikan minoritas 18 18 13 12 24
Sumber: Kementerian BUMN

Pada Agustus 2016 lalu, Kementerian BUMN menyampaikan bahwa Pemerintah telah menyetujui
pembentukan 6 induk usaha (holding company) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari berbagai
sektor. Sebanyak 6 BUMN juga ditunjuk sebagai induk dari sektor pertambangan oleh PT Indonesia
Asahan Alumunium (Inalum); minyak dan gas bumi (migas) oleh PT Pertamina; pangan oleh Perum
Bulog; jasa keuangan oleh PT Danareksa; jalan tol oleh Hutama Karya; dan perumahan oleh Perum
Perumnas. Masing-masing perusahaan tersebut dipilih adalah karena kepemilikan negara pada
BUMN tersebut harus mencapai 100 persen. Kepemilikan yang dimaksud di sini adalah ekuitas
BUMN, yang artinya saham yang tercatat pada neraca kekayaan negara. Untuk anak perusahaan,
Pemerintah juga mewajibkan kepemilikan negara harus menjadi mayoritas. Tujuannya agar
Pemerintah masih memiliki kendali penuh terhadap BUMN. Perusahaan yang menjadi anak dari
holding company ini kepemilikannya tidak boleh kurang dari 51 persen sehingga kontrol negara tetap
terjadi.
Sebelumnya, Pemerintah di tahun 2014 pun telah melaksanakan kebijakan holding BUMN yaitu
dengan menggabungkan sebanyak 14 BUMN perkebunan menjadi satu holding perkebunan di
bawah PT Perkebunan Nusantara III (Persero), sehingga jumlah BUMN perkebunan berkurang 13
BUMN. Enam BUMN kehutanan juga bergabung menjadi satu holding BUMN kehutanan, sehingga
jumlah BUMN kehutanan berkurang lima. Kebijakan holding BUMN tahun 2014 dijalankan sesuai
dengan arah kebijakan rencana strategis terhadap pembinaan BUMN tahun 2012-2014. Jika dilihat
dari kondisi keuangan dan kinerja perusahaan tersebut sebelum holding terbentuk, masing-masing
perusahaan tersebut tergolong sehat dan merupakan perusahaan yang profitable6. Pendataan ini
diperlukan agar kebijakan holding yang dilakukan Pemerintah bukan semata-mata dilakukan untuk
menutupi operasional perusahaan yang tidak berkinerja optimal.
Holding BUMN yang Pernah Terbentuk
Sebelumnya, tercatat empat holding, yakni semen, pupuk, perkebunan, dan perhutanan, telah
dijalankan. Holding perkebunan dan kehutanan telah dilakukan sejak Oktober 2014 silam dengan
menunjuk PTPN III menjadi induk holding. Hingga akhirnya pada tahun lalu Pemerintah menyiapkan
beberapa opsi untuk menyempurnakan pembentukan holding BUMN perkebunan ini. Diantaranya
melakukan pemisahan bisnis agar holding dapat bekerja secara maksimal serta anak perusahaan
juga lebih fokus pada bisnis komoditi tertentu.
Adapun holding yang terbilang sukses terjadi pada perusahaan semen yang dikomandoi oleh PT
Semen Indonesia yang kini memelihara 43,7 persen pangsa pasar semen di Indonesia. Perusahaan
semen kini pun terlihat terus menancap gasnya. Mulai dengan melakukan sederet strategi komunikasi
maupun marketing hingga melalui inovasi produk.
Holding BUMN Semen

6 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2013, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI


Pembentukan Semen Indonesia sebagai induk perusahaan dari beberapa BUMN sektor Industri
Semen (Semen Gresik, Semen Padang, dan Semen Tonasa) telah dimulai sejak Dwi Soetjipto
diangkat oleh Menteri BUMN saat itu (Sugiharto), sebagai Direktur Utama Semen Gresik tahun 2005.
Pada waktu itu posisi Semen Gresik adalah sebagai operating holding dari dua BUMN semen lainnya
yang telah diakuisisi sejak tahun 1995. Ide dasar pembentukan holding company adalah guna
menciptakan value added, meningkatkan daya saing perusahaan, serta menyelesaikan konflik yang
terjadi di antara BUMN sektor industri semen. Adapun untuk mencapai suatu sinergi, selain proses,
juga diperlukan kepemimpinan yang mampu membangun kepercayaan, sehingga perubahan ini
dapat diterima dan diimplementasikan dengan baik.
Pada tahun 2009, Semen Gresik mulai menjajaki system approach diantaranya dengan mengkaji
bentuk holding company, sistem operasi, serta strategi yang ideal untuk digunakan. Kajian tersebut
diselesaikan pada tahun 2011, dan mulai tahun 2012, PT. Semen Indonesia, Tbk terbentuk serta
mulai beroperasi sebagai strategic holding. Pembentukan strategic holding ini nyaris terhambat oleh
karena permasalahan pajak yang diperkirakan mencapai Rp4 triliun jika terjadi pengalihan aset akibat
dibentuknya perusahaan baru yang berfungsi sebagai operating company. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, kemudian aset Semen Gresik tetap dimiliki oleh Semen Indonesia,
sementara posisi Semen Gresik yang baru adalah sebagai operator atau pengelola aset yang dimiliki
Semen Indonesia. Dengan opsi tersebut, strategic holding tetap dapat berjalan tanpa dikenakan
beban pajak pengalihan aset.
Beberapa strategi yang digunakan oleh Semen Indonesia guna mencapai sinergi, adalah: 1)
pengaturan sistem pemasaran per area, yakni dengan menentukan ruang lingkup pemasaran produk
untuk setiap operating company; 2) pengaturan sistem pemasaran terintegrasi, sebagai contoh:
memasarkan produk Semen Tonasa dengan brand Semen Gresik di wilayah Kalimantan guna
mencapai efisiensi biaya; 3) penerapan sistem sinergi penjualan sehingga operating company
berlombalomba untuk meningkatkan total sales, bukan meningkatkan penjualan perusahaan secara
individu. Secara umum pasca dibentuknya Semen Indonesia sebagai strategic holding terlihat
dampak positif pada kinerja keuangan serta kapasitas produksi yang meningkat cukup signifikan.
Holding BUMN Pupuk
Pembentukan Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) tidak lepas dari sejarah pendirian Pupuk
Sriwidjaja (Pusri). pada tahun 1997, Pemerintah melihat bahwa terjadi persaingan antarBUMN
Pupuk yang telah dibentuk karena adanya same production, same product, and same customer.
Persaingan ini menyebabkan corporate value menjadi kurang optimal. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, Pemerintah mengambil langkah penting dalam pembentukan holding saat
ini, yakni dengan menunjuk Pusri sebagai distributor tunggal dari seluruh produk pupuk dalam negeri.
Penggabungan BUMN pupuk ini memakan waktu yang cukup lama hingga dapat berjalan optimal.
Hasil kajian dari konsultan independen yang dilakukan sebelumnya, menyatakan bahwa
penggabungan ini menciptakan optimalisasi kinerja perusahaan. Optimalisasi terlihat dari aset yang
meningkat dari Rp2 triliun menjadi Rp5 triliun tanpa ada perubahan produksi, dan hanya dengan
adanya mekanisme pengaturan. Posisi bargaining power pun meningkat karena menjadi price maker.
Berikutnya mulai dilakukan mekanisme efisiensi ke tingkat bawah, diantaranya dengan standardisasi
biaya umum, sehingga biaya produksi menurun.
Holding BUMN Hutan
Setelah secara resmi pembentukan holding BUMN perkebunan dan kehutanan ditandatangani oleh
Presiden Indonesia (saat itu) Susilo Bambang Yudhoyono melalui peraturan Pemerintah RI nomor
73/2014 yang diterbitkan pada 18 September 2014 lalu. PP tersebut lantas ditindaklanjuti dengan
peresmian pembentukan holding BUMN perkebunan dan kehutanan oleh Menteri BUMN (saat itu)
Dahlan Iskan di Surabaya pada 2 Oktober 2014.
Dengan penggabungan itu, aset holding BUMN Kehutanan dengan Perum Perhutani sebagai induk,
kini memilki aset Rp3,6 triliun. Dengan jumlah aset itu, holding BUMN kehutanan Indonesia kini ada
di lima besar perusahaan kehutanan di Asia. Bersama empat perusahaan Inhutani lainnya yakni
Inhutani II, III, IV dan VInhutani I akan bergabung ke Perum Perhutani yang berdasar PP Nomor
73/2014 itu kini menjadi induk holding BUMN kehutanan. Status masing-masing Inhutani itu kini
menjadi anak perusahaan.
Dengan bergabungnya mereka menjadi satu entitas perusahaan holding dengan Perum Perhutani,
lima masalah di masing-masing perusahaan kontan terurai. Kekuatan pendanaan mereka kini jadi
lebih besar, karena gabungan perusahaan itu total kini beromset sekitar Rp3,6 triliun. Daya saing
juga meningkat, karena gabungan produk kehutanan dari lima perusahaan tersebut ditambah hasil
dari Perhutani sendiri kini menjadi sangat kompetitif karena menguasai pasar. Tiga masalah lain pun
yakni akses pemasaran, portofolio bisnis, dan kualitas SDMjuga makin mudah dipecahkan setelah
menjadi satu perusahaan gabungan yang besar.
Holding BUMN Kebun
Holding BUMN di sektor perkebunan telah dibentuk sejak Agustus 2014. Usia holding BUMN kebun
ini telah mencapai 2 tahun, namun mimpi kinerja keuangan dan produktivitas yang baik tampaknya
masih jauh dari harapan. Holding BUMN kebun memiliki utang Rp33,24 triliun pada semester I-2016.
Utang ini merupakan konsolidasi dari 13 PTPN di bawah PTPN III. Bila tak dibereskan, utang ini bisa
mengganggu kinerja kedepannya. Sampai Juni 2016 sebesar Rp33,24 triliun, dari total tersebut
beberapa PTPN akan terus mengalami kerugian dan jika segera dilakukan penanganan maka
berpotensi terjadi default di beberapa PTPN. Selain tingginya utang yang ditanggung oleh sang induk,
PTPN III Holding mencatat rugi Rp823,43 miliar pada semester I-2016. Angka ini melompat dari rugi
tahun 2015 yang mencapai Rp613,27 miliar. Sedangkan pendapatan di semester I-2016, holding
BUMN kebun ini meraup Rp13,36 triliun.
Produk utama dari holding BUMN kebun diantaranya karet, teh, kelapa sawit, dan gula. Kinerja
produksi sawit dan gula mengalami peningkatan sepanjang 2015 bila dibandingkan tahun 2013 dan
2014, sebaliknya kinerja produksi teh dan karet justru turun. Produksi kelapa sawit (minyak sawit dan
inti sawit), karet, gula, dan teh pada tahun 2015 berturut-turut sebesar 3,4 juta ton, 184.380 ton, 1,1
juta ton dan 45.000 ton. Namun kinerja produksi tersebut masih kalah dibandingkan perkebunan
swasta. Produktivitas kelapa sawit PTPN tahun 2015 rata-rata hanya 18,20 ton TBS/ha, sementara
perkebunan swasta 24-25 ton TBS/ha.
Selain masalah produktivitas, ternyata harga jual atau harga pokok penjualan rata-rata PTPN masih
lebih tinggi atau 35 persen lebih tinggi dibandingkan dengan kompetitor. Holding BUMN kebun ini
memiliki lahan 1,18 juta hektar yang tersebar di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Dari
jutaan hektar lahan itu, sebanyak 68 persen berstatus sudah bersertifikat, 20 persen sertifikat
berakhir/dalam proses perpanjangan, dan 12 persen belum bersertifikat. Selain ditanami 4 komoditas
unggulan, PTPN III Holding bersama anak usahanya juga menanam kopi, kakao, kina, tembakau,
hortikultura, kayu, dan tebu. Tak hanya banyaknya lahan yang dikelola, holding BUMN kebun ini
memiliki 139.669 pekerja, yang terdiri dari 132.826 karyawan pelaksana dan 6.843 karyawan
pimpinan. Biaya tenaga kerja menyumbang 60 persen terhadap beban produksi.
Gambar 8. Strategi Manajemen PTPN III Holding Pasca Penggabungan

Bidang Sumber Daya Program


Bidang Keuangan Bidang Operasional
Manusia Pengembangan Usaha

Untuk menghindari default, Pembenahan kultur teknis dalam Merestrukturisasi organisasi di Agar tak terjebak dalam
meningkatkan repayment pengelolaan komoditi sesuai level direksi dan dilanjutkan comodity trap, maka PTPN III
capacity dan going concern Standard Operating Procedure dengan pengelolaan talent pool melakukan pengembangan
perusahaan, PTPN III Holding ini yang telah ditetapkan beserta satu layer di bawah direksi hilirisasi. Misalnya, PTPN III
akan merestrukturisasi mekanisme pengawasan yang sehingga jabatan yang ditempati Holding memiliki Kawasan
kewajiban pembayaran bank efektif untuk mencapai sesuai dengan kompetisinya. Ekonomi Khusus Sei Mangkei
bagi beberapa PTPN yang productivity improvement. Kemudian, PTPN III holding seluas 1.933 hektar. Di kawasan
mengalami kesulitan likuiditas. Kemudian, ada program melakukan re-assesment ini terdapat kegiatan utama
PTPN III Holding memerlukan revitalisasi pabrik guna terhadap jabatan satu layer di industri pengolahan kelapa
fresh money injection dalam meminimalisasi losses dan bawah direksi untuk mengetahui sawit, industri pengolahan karet,
periode 2-6 tahun ke depan meningkatkan utilisasi pabrik. competency gap dan upaya logistik dan pariwisata. Saat ini,
mencapai Rp 9,45 triliun di pengembangannya. Hal ini dibangun pabrik minyak goreng
bidang keuangan. dilakukan dengan job dengan kapasitas 600.000 ton
enlargement dan job enrichment CPO per tahun.
serta menghapus jabatan yang
redundant sehingga diperoleh
proses bisnis yang lebih
sederhana tanpa mengurangi
kontrol dan efektivitas
organisasi.

Sumber: detikfinance. 2016. Nasib Holding BUMN Kebun, dari Rugi Rp 823 M sampai Punya Utang Rp 33 T oleh Feby Dwi Sutianto. Rabu, 24
Agustus 2016

BUMN di Negara Lain


BUMN merupakan badan hukum yang dibuat oleh pemerintah untuk mengambil bagian dalam
kegiatan komersial atas nama pemerintah. BUMN dapat dimiliki oleh pemerintah seluruhnya atau
sebagian dan biasanya diperuntukkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan komersial.
Perusahaan milik negara (BUMN) merupakan fenomena global, dan organisasi seperti itu ada di
Amerika Serikat, Cina, Afrika Selatan dan Selandia Baru. Secara hukum, BUMN memenuhi syarat
sebagai badan usaha, menyediakan semua hak dan tanggung jawab yang terkait dengan BUMN itu
sendiri. Ini berarti bahwa biasanya BUMN mengikuti setiap hukum dan peraturan yang mengatur
operasi dari jenis bisnisnya, dan juga dapat bertanggung jawab atas tindakannya.
Di Amerika Serikat, perusahaan hipotek Freddie Mac dan Fannie Mae adalah beberapa BUMN yang
paling diakui oleh warganya, namun BUMN tersebut tidak terbatas pada pinjaman. Di Cina, Jin Jiang
Hotel dimiliki dan dikendalikan oleh pemerintah Shanghai. Utilitas listrik Eskom merupakan BUMN di
Afrika Selatan yang tergolong sebagai salah satu 11 perusahaan di dunia terbesar dalam hal
kapasitas pembangkit listrik. Banyak sistem transportasi umum yang dikelola oleh BUMN di beberapa
negara, serta layanan pos dan beberapa operasi pertambangan.
BUMN di negara lain diberikan kebebasan untuk beroperasi secara komersial dengan menerapkan
tata kelola perusahaan yang baik. Sementara itu, salah satu kesalahan yang sampai saat ini masih
terjadi di Indonesia adalah tata kelola perusahaan milik negaranya masih dikatakan belum transparan
dan disiplin. Pemerintah Indonesia masih melindungi korporat yang tidak efisien dalam beroperasi
dan memberikan dukungan penuh meskipun korporat tersebut tidak memiliki kinerja yang baik.
Akibatnya perusahaan milik Indonesia tidak berkembang di pasar dan bahkan kalah saing dengan
perusahaan milik negara tetangga.
Kita ambil contoh Singapura, negara kecil ini memiliki Temasek Holdings (Private) Limited yang
didirikan dengan dana kekayaan kedaulatan dari Pemerintah Singapura yang mengkhususkan diri
dalam pertumbuhan modal, restrukturisasi, dan transaksi divestasi. Perusahaan super holding
company ini berusaha untuk berinvestasi dalam bisnis yang berhubungan dengan inovasi dan sektor
agnostik dengan fokus pada perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi dan media,
perbankan, real estate, jasa keuangan, properti, industri, asuransi, ilmu kehidupan, transportasi dan
logistik, konsumen dan gaya hidup, pendidikan, energi dan sumber daya, listrik, infrastruktur,
rekayasa dan teknologi, dan kesehatan, farmasi dan sektor biosains. Perusahaan ini umumnya
berinvestasi di Amerika termasuk Amerika Latin, Asia, Singapura, Afrika, Timur Tengah, dan ekonomi
OECD. Di Asia, Temasek berinvestasi di perusahaan yang berbasis di India, Pakistan, Asia Selatan,
Cina, Asia Utara, Vietnam, dan negara-negara ASEAN. Temasek juga berinvestasi di Eropa.
Temasek Holdings (Private) Limited didirikan pada tahun 1974 dan berbasis di Singapura, Singapura
dengan kantor tambahan di Asia, Eropa, Amerika Selatan, dan Amerika Utara.
Sementara itu Malaysia memiliki super holding company yaitu Khazanah Nasional Berhad yang
beroperasi sebagai lengan investasi Pemerintah Malaysia. Khazanah Nasional Berhad adalah dana
kekayaan kedaulatan dari Pemerintah Malaysia yang mengkhususkan diri dalam investasi di produk
global yang Islamic Finance, penerbangan, jasa keuangan, telekomunikasi, listrik, media dan layanan
komunikasi, utilitas, teknologi informasi, kesehatan, pendidikan, energi terbarukan, ekonomi kreatif,
pengembangan dan transportasi sektor berkelanjutan. Perusahaan lebih memilih untuk berinvestasi
di Malaysia, India, dunia mayoritas Muslim, dan juga mempertimbangkan investasi lintas batas
strategis lainnya. Salah satu kunci keberhasilan tersebut adalah struktur organisasi yang jelas dalam
membagi tugas antara komisaris dan manajemen, dimana komisaris (yang dianggap sebagai
perwakilan pemerintah) hanya mengatur masalah makro dan regulasi, sementara manajemen di
bawah CEO mengatur aspek mikro pengelolaan korporasi. Artinya pihak executing agency dijalankan
pihak manajemen profesional. CEO Khazanah bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri
Malaysia, sehingga intervensi pihak lain dapat dihindari seminimal mungkin. Khazanah Nasional
Berhad didirikan pada tanggal 3 September 1993 dan berbasis di Kuala Lumpur, Malaysia dengan
kantor tambahan di seluruh Asia, Amerika Utara, dan Eropa.
Apa yang berbeda dari BUMN Indonesia dengan BUMN negara tetangga tersebut? Seperti
disampaikan sebelumnya, bahwa tata kelola perusahaan BUMN di Indonesia masih belum optimal.
Tata kelola perusahaan BUMN belum menunjukkan ke arah yang baik seperti penunjukan direksi
maupun komisaris. Kementerian BUMN kurang memperhatikan good corporate governance
meskipun telah menerbitkan Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per 01 /Mbu/2011 tentang
Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha
Milik Negara dan melakukan penilaian terhadap implementasi tata kelola perusahaan yang baik bagi
BUMN dengan BPKP dan menerbitkan Keputusan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik
Negara No. Sk-16/S.Mbu/2012 tentang Indikator/Parameter Penilaian dan Evaluasi Atas Penerapan
Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara.
Tata kelola perusahaan yang baik baru diterapkan oleh Pemerintah Indonesia untuk BUMN-nya di
tahun 2002, saat itu belum berjalan optimal dan ditegakkan lagi di tahun 2011 dengan peraturan
menteri di atas. Berdasarkan hasil kajian dari Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan, Lembaga
Administrasi Negara (LAN) di tahun 2006 lalu diperoleh hasil prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
yang baik ternyata belum tampak pelaksanaannya dalam operasional perusahaan di beberapa
BUMN pada saat itu. Penyebabnya adalah masih adanya beberapa Persero yang belum dikelola
dengan baik berdasarkan pada prinsip-prinsip GCG sebagaimana diatur dalam UU No. 19 Tahun
2003 dan UU No. 40 Tahun 2007. Hal ini disebabkan adanya berbagai hambatan pelaksanaan GCG
pada perusahaan BUMN, yaitu kurangnya pengetahuan SDM tentang GCG; sarana-prasarana yang
kurang memadai; GCG tidak bersifat mandatory melainkan hanya merupakan etika bisnis yang
pelaksanaannya didasarkan pada niat baik (good will) perusahaan; dualisme sikap Pemerintah;
adanya pengaruh atau intervensi politik pada perusahaan; dan adanya campur tangan pihak lain
dalam pengelolaan perusahaan. Tidak dikelolanya perusahaan secara baik dikhawatirkan dapat
mengakibatkan kerugian7.
Rekomendasi
Harus diakui, holding BUMN hanyalah sebuah transisi. Dalam tataran ilmu manajemen holding
tersebut sering dimaknai sebagai quasy merger, alias merger bohong-bohongan. Holding tersebut
hanya memberikan rumah saja. Kalau kualitas leadership dan strategic management perusahaan
yang ditunjuk sebagai holder tidak begitu kuat, maka operasionalisasi masih tergantung pada masing-
masing perusahaan di dalamnya. Jadi sinergi dan competitiveness yang mau dicapai beberapa tahun
kemudian sulit direalisasikan. Di perusahaan swasta, holding yang demikian menjadi mungkin karena
kehadiran pemilik perusahaan yang berkepentingan terhadap return. Mereka bisa memberikan
strategic directions dengan kepentingan yang jelas. Jika holding yang dibentuk tidak disertai dengan
perekatan strategic management dan entrepreneurship, pada akhirnya bisa berakibat kegagalan
dalam menciptakan value, karena ia hanya bertindak sebagai sekretariat bersama.
Pada masa leadership Jokowi-JK yang berlatar belakang pengusaha dan dengan gaya
pemerintahannya yang bergerak cepat (agility), maka tuntutan akan proses dan result sangat
dimungkinkan terjadi. Bahkan BUMN akan menjadi alat pembentuk kesejahteraan sosial yang
penting melalui nations competitiveness. Dari sini, seharusnya holding yang telah terbentuk harus
memiliki progres. Berarti holding bukan sekedar sebuah komisariat atau sekretariat bersama. Ia harus
menjadi rumah of value creation. Rumah yang menyatukan semangat, arah dan menciptakan
sinergi berkelanjutan dengan prinsip-prinsip complementarity. Artinya, ini bukan lagi quasy merger,
melainkan a road to a big merger. Maka arahan dari holder menjadi penting. Dan arahan ini
merupakan cerminan dari kuatnya leadership, credibility and management dari perusahaan yang
dipimpinnya. Kalau perusahaan yang dipimpin pihak yang ditunjuk sebagai induk juga merupakan
bagian dari holding itu sendiri, maka harus ada manajemen baru untuk menyatukan semua pihak
yang ada dalam jajarannya. Idealnya memang tak bisa perusahaan yang sedang berjalan menjadi
holder. Hal tersebut merupakan pekerjaan rumah bagi Pemerintah melalui Kementerian BUMN juga
BUMN.
Koordinasi yang kuat antar semua stakeholders BUMN sangat diperlukan demi terciptanya holding
BUMN yang benar-benar menghasilkan value dan daya saing. Diharapkan koordinasi tersebut dapat
terjalin dengan baik, dengan meminimalisir campur tangan politik dan ego sektoral masing-masing
pihak. Regulasi dalam mengatur tindak-tanduk BUMN juga perlu segera diatur, baik itu regulasi dalam
rangka pembentukan holding maupun regulasi yang mengatur operasional BUMN, baik yang telah
berbentuk holding maupun tidak. Penegakan tata kelola perusahaan yang baik juga diperlukan demi
hadirnya transparansi dan akuntabilitas korporat. Dengan tata kelola perusahaan yang baik
diharapkan semua kepentingan, baik itu pemegang saham minoritas juga terjaga.

7Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan, Evaluasi Penerapan prinsip-Prinsip Good Corporate Governance pada BUMN dan BUMD, Info Kajian Lembaga
Administrasi Negara, Volume 1, No. 1, Juli 2006, Jakarta: Biro POK Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2006, hal. 1-10 dalam
Hambatan Implementasi Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
Berbentuk Persero oleh Dian Cahyaningrum

Você também pode gostar