Você está na página 1de 20

A.

LATAR BELAKANG

Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah nasional dan


internasional karena berdampak negatif dan mengancam berbagai aspek
kehidupan masyarakat terutama generasi muda. Masa remaja adalah suatu
tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak menetap sehingga rawan
terhadap pengaruh-pengaruh negatif, seperti narkoba yang dapat
menghancurkan masa depannya. Kurangnya pengetahuan, sikap dan perilaku
mengenai bahaya narkoba menyebabkan remaja rentan terhadap
penyalahgunaan narkoba.

Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC)


pemakaian narkotika di dunia sebanyak 162,4 juta orang pada tahun 2008,
diperkirakan terjadi peningkatan 4 % tiap tahunnya. (Badan Narkotika
Nasional dan Pusat Penelitian Universitas Indonesia, 2008).

Di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional


(BNN) bekerjasama dengan pusat kesehatan Universitas Indonesia, kasus
tindak pidana Napza dan Penyalahgunaan Napza meningkat pada 5 tahun
terakhir yaitu sebanyak 3.617 pada tahun 2001 menjadi 17.355 pada tahun
2006 atau meningkat rata - rata 34,4 % pertahun atau terdapat 20 kasus
perharinya. Jumlah angka kematian pecandu pada kisaran 15 ribu orang
meninggal pertahun atau 41 orang meninggal perhari atau 2 orang meninggal
setiap jamnya. Sebagian besar korban meninggal di luar fasilitas terapi dan
rehabilitasi, mereka meninggal sia- sia di tempat umum, seperti jalanan,
jembatan, rumah kost dan tempat lain yang tidak di ketahui.

Berdasarkan data dari BNN provinsi Jawa Tengah tahun 2006,


JawaTengah merupakan provinsi dengan estimasi pengguna narkoba suntik
tertinggi di Indonesia yaitu sekitar 38 % dari 10 provinsi dengan risiko tinggi.
Korban penyalahgunaan narkoba di Jawa Tengah sebagian besar adalah
remaja. Narkoba, seks bebas dan HIV/AIDS erat kaitannya dengan remaja.

1
Jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia saat ini mencapai 500-600 ribu
orang dimana 40% diantaranya remaja berusia 10-20 tahun.

Di kecamatan Karanggede sendiri, angka penderita IMS dan


HIV/AIDS sangat tinggi yaitu 12 orang penderita IMS dan 15 orang
penderita HIV/AIDS, yang tersebar diberbagai desa di wilayah kecamatan
Karanggede. Narkoba erat kaitannya dengan IMS dan HIV/AIDS. Ada dua
penyebab utama terjadinya percepatan penularan HIV/AIDS yaitu perilaku
seks bebas (30%) dan peredaran narkoba terutama yang menggunakan jarum

suntik (50%).

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. NAPZA

NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan


adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi
menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan
ketergantungan (BNN, 2004).

NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi


beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun
risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa
sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA
lain yang dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010).

2. Jenis - Jenis NAPZA


NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa kelompok.

1. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya

2
rasa. Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan
dapat menimbulkan ketergantungan.

Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat.


Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual
(kebiasaan) yang sangattinggi. Ketiga sifat narkotika inilah yang
menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari
cengkraman-nya.

Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis narkotika


dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II,
dan golongan III.

a. Narkotika golongan I adalah : narkotika yang paling berbahaya.


Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh
digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian
atau ilmu pengetahuan. Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin,
opium, dan lain-lain.

b. Narkotika golongan II adalah : narkotika yang memiliki daya


adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Contohnya adalah petidin dan turunannya, benzetidin,
betametadol, dan lain-lain.

c. Narkotika golongan III adalah : narkotika yang memiliki daya


adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Contohnya adalah kodein dan turunannya.

2. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah


maupun sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang
digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (psyche).

3
Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika dapat
dikelompokkan ke dalam 4 golongan, yaitu :

a. Golongan I adalah : psikotropika dengan daya adiktif yang sangat


kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang
diteliti khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan
STP.

b. Golongan II adalah : psikotropika dengan daya adiktif kuat serta


berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
amfetamin, metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.

c. Golongan III adalah : psikotropika dengan daya adiksi sedang


serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
lumibal, buprenorsina, fleenitrazepam, dan sebagainya.

d. Golongan IV adalah : psikotropika yang memiliki daya adiktif


ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah nitrazepam (BK, mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-
lain.

3. Bahan Adiktif Lainnya

Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan


psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya :

a. Rokok

b. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan


menimbulkan ketagihan.

c. Thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton,
cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan dicium, dapat
memabukkan.

Jadi, alkohol, rokok, serta zat-zat lain yang memabukkan dan


menimbulkan ketagihan juga tergolong NAPZA.

4
3. Penyalahgunaan NAPZA

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat


patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya
NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya
enak bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu
bukan untuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat.
Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa
ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan
fisik.

Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah


kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika
secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan
efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau
dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang
khas. Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau


menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan,
ia akan mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala
putus zat, ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya
toleransi.

b. Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti


menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami
kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakan NAPZA tersebut
walaupun ia tidak mengalami gejala fisik.

4. Tahapan Pemakaian NAPZA

Ada beberapa tahapan pemakaian NAPZA yaitu sebagai berikut :

a. Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental)

5
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu
atau coba-coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau
minum-minuman beralkohol. Jarang yang langsung mencoba
memakai putaw atau minum pil ekstasi.

b. Tahap pemakaian sosial

Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau


pada acara tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula-
mula NAPZA diperoleh secara gratis atau dibeli dengan murah. Ia
belum secara aktif mencari NAPZA.

c. Tahap pemakaian situasional

Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau


stres. Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada
tahap ini pemakai berusaha memperoleh NAPZA secara aktif.

d. Tahap habituasi (kebiasaan)

Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur


(sering), disebut juga penyalahgunaan NAPZA, terjadi perubahan
pada faal tubuh dan gaya hidup. Teman lama berganti dengan
teman pecandu. Ia menjadi sensitif, mudah tersinggung, pemarah,
dan sulit tidur atau berkonsentrasi, sebab narkoba mulai menjadi
bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-citanya semula hilang. Ia
sering membolos dan prestasi sekolahnya merosot. Ia lebih suka
menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.

e. Tahap ketergantungan

Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai cara.


Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia sudah
tidak dapat mengendalikan penggunaannya. NAPZA telah menjadi
pusat kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman
rusak.

6
Pada ketergantungan, tubuh memerlukan sejumlah takaran zat yang
dipakai, agar ia dapat berfungsi normal. Selama pasokan NAPZA
cukup, ia tampak sehat, meskipun sebenarnya sakit. Akan tetapi,
jika pemakaiannya dikurangi ataudihentikan, timbul gejala sakit.
Hal ini disebut gejala putus zat (sakaw). Gejalanya bergantung
pada jenis zat yang digunakan.

Orang pun mencoba mencampur berbagai jenis NAPZA agar dapat


merasakan pengaruh zat yang diinginkan, dengan risiko meningkatnya
kerusakan organ-organ tubuh.

Gejala lain ketergantungan adalah toleransi, suatu keadaan di mana


jumlah NAPZA yang dikonsumsi tidak lagi cukup untuk menghasilkan
pengaruh yang sama seperti yang dialami sebelumnya. Oleh karena itu,
jumlah yang diperlukan meningkat. Jika jumlah NAPZA yang dipakai
berlebihan (overdosis), dapat terjadi kematian (Harlina, 2008).

5. Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA

Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang menyebabkan


penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga,
pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik individu.

1. Faktor Genetik

Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa


remaja dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali
sebagai peminum alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat
alkoholik. Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot
mempunyai risiko alkoholik lebih besar dibandingkan remaja
kembar dizigot.

2. Lingkungan Keluarga

Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap


penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan

7
terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah
dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.

Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu menciptakan


kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak keluarga mengalami
problem-problem tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan
hubungan keluarga. Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh
relasi orangtua yang tidak harmonis dan matinya komunikasi antara
mereka. Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering berakibat
perceraian. Kalau pun keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang
ada sebetulnya adalah sebuah rumah tangga yang tidak akrab dimana
anggota keluarga tidak merasa betah. Orangtua sering minggat dari
rumah atau pergi pagi dan pulang hingga larut malam. Ke mana anak
harus berpaling? Kebanyakan diantara penyalahguna NAPZA
mempunyai hubungan yang biasa-biasa saja dengan orang tuanya.
Mereka jarang menghabiskan waktu luang dan bercanda dengan
orang tuanya.

3. Pergaulan (Teman Sebaya)

Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman


kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat
mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri
seseorang. Menurut Hawari (2006) perkenalanpertama dengan
NAPZA justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman
kelompok ini dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan,
sehingga yang bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman
kelompok ini tidak hanya pada saat perkenalan pertama dengan
NAPZA, melainkan juga menyebabkan seseorang tetap
menyalahgunakan NAPZA, dan yang menyebabkan kekambuhan
(relapse).

Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan
terlepas ikatan psikologisnya dengan orangtua dan anak akan mudah

8
jatuh dalam pengaruh teman kelompok. Berbagai cara teman
kelompok ini memengaruhi si anak, misalnya dengan cara
membujuk, ditawari bahkan sampai dijebak dan seterusnya sehingga
anak turut menyalahgunakan NAPZA dan sukar melepaskan diri dari
teman kelompoknya.

Marlatt dan Gordon (1980) dalam penelitiannya terhadap para


penyalahguna NAPZA yang kambuh, menyatakan bahwa mereka
kembali kambuh karena ditawari oleh teman-temannya yang masih
menggunakan NAPZA (mereka kembali bertemu dan bergaul).
Kondisi pergaulan sosial dalam lingkungan yang seperti ini
merupakan kondisi yang dapat menimbulkan kekambuhan. Proporsi
pengaruh teman kelompok sebagai penyebab kekambuhan dalam
penelitian tersebut mencapai 34%.

4. Karakteristik Individu

a. Umur

Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA


adalah mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini
secara kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh
lingkungan, dan sedang mencari identitas diri serta
senangmemasuki kehidupan kelompok. Hasil temuan Tim
Kelompok Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba
Departemen Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70%
penyalahguna NAPZA di Indonesia adalah anak usia sekolah
(Jehani, dkk, 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2004) proporsi


penyalahguna NAPZA tertinggi pada kelompok umur 17-19 tahun
(54%).

b. Pendidikan

9
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang
menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko
penyalahgunaan NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya
dengan cara berfikir, kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta
pengambilan keputusan dalam keluarga.

Hasil penelitian Prasetyaningsih (2003) menunjukkan


bahwa pendidikan penyalahguna NAPZA sebagian besar
termasuk kategori tingkat pendidikan dasar (50,7%). Asumsi
umum bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin mempunyai
wawasan/pengalaman yang luas dan cara berpikir serta bertindak
yang lebih baik. Pendidikan yang rendah memengaruhi tingkat
pemahaman terhadap informasi yang sangat penting tentang
NAPZA dan segala dampak negatif yang dapat ditimbulkannya,
karena pendidikan rendah berakibat sulit untuk berkembang
menerima informasi baru serta mempunyai pola pikir yang
sempit.

c. Pekerjaan

Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan


Universitas Indonesia tahun 2009 di kalangan pekerja di
Indonesia diperoleh data bahwa penyalahguna NAPZA tertinggi
pada karyawan swasta dengan prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI
dengan prevalensi 13%, dan karyawan BUMN dengan prevalensi
11% (BNN, 2010).

6. Dampak Penyalahgunaan NAPZA

a. Terhadap kondisi fisik

1) Akibat zat itu sendiri

Termasuk disini gangguan mental organik akibat zat,


misalnya intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi
karena dosis berlebih yang memang diharapkan oleh

10
pemakaiannya. Sebaliknya bila pemakaiannya terputus akan
terjadi kondisi putus zat. Contohnya :

o Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga


mudah terserang infeksi. Ganja juga memperburuk aliran
darah koroner.

o Kokain : bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi


sekat hidung, jangka panjang terjadi anemia dan turunnya
berat badan.

o Alkohol : menimbulkan banyak komplikasi, misalnya :


gangguan lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan
pada otot jantung dan saraf, gangguan metabolisme, cacat
janin dan gangguan seksual.

o Akibat bahan campuran/pelarut : bahaya yang mungkin


timbul : infeksi, emboli.

o Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril akan terjadi
infeksi, berjangkitnya AIDS atau hepatitis.a

o Akibat pertolongan yang keliru. Misalnya dalam keadaan


tidak sadar diberi minum.

o Akibat tidak langsung. Misalnya terjadi stroke pada


pemakaian alkohol atau malnutrisi karena gangguan absorbsi
pada pemakaian alkohol.

o Akibat cara hidup pasien. Terjadi kurang gizi, penyakit kulit,


kerusakan gigi dan penyakit kelamin.

2) Terhadap kehidupan mental emosional

Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan


perubahan pada kehidupan mental emosional yang
bermanifestasi pada gangguan perilaku tidak wajar. Pemakaian
ganja yang berat dan lama menimbulkan sindrom amotivasional.

11
Putus obat golongan amfetamin dapat menimbulkan depresi
sampai bunuh diri.

3) Terhadap kehidupan sosial

Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat


akan mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat,
bekerja atau sekolah. Pada umumnya prestasi akan menurun,
lalu dipecat/dikeluarkan yang berakibat makin kuatnya
dorongan untuk menyalahgunakan obat.

Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan


kawan dekat pada umumnya terganggu. Pemakaian yang lama
akan menimbulkan toleransi, kebutuhanakan zat bertambah.
Akibat selanjutnya akan memungkinkan terjadinya tindak
kriminal, keretakan rumah tangga sampai perceraian. Semua
pelanggaran, baik norma sosial maupun hukumnya terjadi
karena kebutuhan akan zat yang mendesak dan pada keadaan
intoksikasi yang bersangkutan bersifat agresif dan impulsif
(Alatas, dkk, 2006).

7. Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA

Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada


mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki
risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan
intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta
memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya
pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang
dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan
baik.

12
b. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas


yang sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar
mereka tidak menggunakan NAPZA lagi.

c. Pencegahan tersier

Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah


menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi
dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan
pencegahan terhadap penyalahgunaNAPZA yang kambuh kembali
adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya
untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun
dengan melakukan rehabilitasi kembali.

C. PERMASALAHAN
1. Individu
a. Masih rendahnya pengetahuan siswa tentang bahaya penyalahgunaan
narkoba.
b. Kurangnya kesadaran siswa mengenai pentingnya pengetahuan
tentang bahaya penyalahgunaan narkoba.
c. Tingkat emosional pada usia remaja cenderung labil sehingga
mudah terpengaruh hal-hal yang negatif.
2. Keluarga
a. Belum adanya koordinasi dari pihak keluarga dengan sekolah terkait
penyalahgunaan narkoba pada siswa.
b. Selebihnya belum dapat dievaluasi, seperti tingkat komunikasi
antara orangtua dengan anak, latarbelakang sosial, ekonomi dan
pendidikan orangtua.
3. Sekolah
a. Masih rendahnya kesadaran pihak sekolah mengenai pentingnya
pengetahuan bahaya penyalahgunaan narkoba, dalam hal ini tidak
ada penyuluhan rutin yang terjadwal disekolah.

13
b. Masih rendahnya tindak lanjut hukuman kepada siswa yang
menggunakan narkoba khususnya rokok.
c. Belom adanya perlakuan khusus untuk siswa-siswi pengguna
narkoba khususnya rokok, seperti bimbingan konseling personal atau
group.
4. Puskesmas
a. Promosi pentingnya pengetahuan mengenai bahaya penyalahgunaan
narkoba bagi remaja berupa sosialisasi melalui penyuluhan yang
masih kurang.
b. Media dan alat peraga, seperti leaflet, poster mengenai bahaya
penyalahgunaan narkoba masih kurang.

D. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN WILAYAH

Prioritas Masalah Rencana Kegiatan Metode dan Pendekatan


Rendahnya pengetahuan Upaya meningkatkan Kegiatan berupa
remaja mengenai bahaya pengetahuan remaja penyuluhan dan diskusi
penyalahgunaan narkoba di kecamatan dengan pelajar SMP dan
di kecamatan Karanggede SMA di kecamatan
Karanggede. mengenai pentingnya Karanggede yang
mengetahui dan dikoordinasikan dengan
memahami tentang koordinator bidang
bahaya dari promkes dan pihak
penyalahgunaan sekolah.
narkoba.

E. PELAKSANAAN KEGIATAN

Jenis Kegiatan Waktu Tempat Pelaksana


Penyuluhan 16 Desember SMA Negeri 1 dr. Eka ambarwati
peningkatan 2014 Karanggede dr. Akbar Ilman S
pengetahuan (dengan peserta
dr. Felicia W
remaja tentang perwakilan dari

14
bahaya tiap SMA dr. Esti Mahanani
penyalahgunaan sekecamatan dr. Etika Andi R
narkoba. Karanggede)
Bpk Jumadi

SMP
Muhammadiyah
13 Januari Karanggede
2015

F. EVALUASI
1 Evaluasi Proses
a. Pelaksanaan penyuluhan di SMA Negeri 1 Karanggede :
Dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2014.
Diikuti oleh 30 siswa, yang merupakan perwakilan dari tiap
SMA sekecamatan Karanggede.
Acara berjalan lancar dan kondusif
Sesi diskusi siswa-siswi berperan aktif dengan mengajukan
beberapa pertanyaan.
b. Pelaksanaan penyuluhan di SMP Muhammadiyah Karanggede :
Dilaksanakan pada tanggal 13 januari 2015.
Diikuti oleh 104 siswa, yang terdiri dari VII A, VIII A, VIII B,
IX A, dan IX B.
Acara berjalan lancar dan kondusif
Sesi diskusi siswa-siswi berperan aktif.
2 Evaluasi Hasil
a. Para siswa mengetahui apa itu narkoba.
b. Para siswa mengetahui jenis-jenis narkoba.
c. Para siswa mengetahui efek narkoba pada organ tubuh manusia.
d. Para siswa mengetahui tanda-tanda orang yang mengkonsumsi
narkoba.
e. Para siswa mengetahui mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba.

G. KESIMPULAN DAN SARAN


Untuk dapat mencegah penyalahgunaan narkoba di kalangan
remaja wilayah kecamatan Karanggede dibutuhkan peran serta dari semua
pihak, baik dari individunya masing-masing, peran keluarga, pihak sekolah
maupun peran tenaga kesehatan puskesmas. Peningkatan pengetahuan remaja

15
tentang bahaya penyalahgunaan narkoba masih sangat diperlukan, oleh
karena itu perlu adanya penyuluhan rutin yang berkesinambungan dan
terprogram. Selain itu, pengadaan media penunjang seperti poster atau leaflet
tentang bahaya penyalahgunaan narkoba juga sangat diperlukan supaya lebih
menarik perhatian.

H. DAFTAR PUSTAKA

Badan Narkotika Nasional. 2005. Situasi Permasalahan PenyalahgunaanDan


Peredaran Gelap Narkoba. Puslitbang: BNN

Dadang Hawari, H. 2003. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA


(Narkotika Alkohol dan Zat Adiktif), FK Universitas Indonesia, Jakarta.

Hawari, D. 2002. Dimensi Religi Dalam Praktek Psikitri Dan Psikologi.


Jakarta : Universitas Indonesia.

Krisworowati. 2005. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap


Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Penyalahguna Minuman Keras Di
Kalangan Remaja Di Kabupaten Grobogan. Skripsi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Notoatmodjo, S. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta

16
I. LAMPIRAN

Dokumentasi Pelaksanaan Penyuluhan di SMA Negeri 1 Karanggede

17
18
Dokumentasi Pelaksanaan Penyuluhan di SMP Muhammadiyah Karanggede

19
20

Você também pode gostar