Você está na página 1de 52

LAPORAN MINI PROJECT

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN


DEMAM BERDARAH, ISPA, DIARE SERTA KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
PADA WARGA DUSUN JAGALAN RT 03 RW 05 CEBONGAN ARGOMULYO
SALATIGA

Disusun oleh :
dr. Devina Indah Permatasari
dr. Willy Agung Rustiawan
dr. Deby Aprilia Haryani
dr. Hanifah Astrid Ernawati
dr. Elsa Adhila Ramadhian
dr. Fika Khulma Sofia

Pendamping :
dr. Galuh Ajeng Hendrasti
NIP. 19821014 201001 2 017

PUSKESMAS SALATIGA
KOTA SALATIGA, JAWA TENGAH

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP PERIODE 2015-2016

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)


Laporan F.7 Mini Project

Topik:
HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN
DEMAM BERDARAH, ISPA, DIARE SERTA KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
PADA WARGA DUSUN JAGALAN RT 03 RW 05 CEBONGAN ARGOMULYO
SALATIGA

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip sekaligus sebagai
bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Kota
Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal

Mengetahui,
Dokter Pendamping

dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di Rumah Tangga adalah upaya untuk

memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku
hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS

(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah

Tangga berperilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat seseorang

berhubungan dengan peningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan

lingkungannya.
Program pembinaan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang dicanangkan

pemerintah sudah berjalan sekitar 15 tahun, tetapi keberhasilannya masih jauh dari harapan.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007 menunjukkan bahwa rumah tangga di

Indonesia yang mempraktekkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) baru mencapai

38,7%. Padahal Rencana Strategis (Restra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014

mencantumkan target 70% rumah tangga sudah mempraktekkan PHBS (Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat) pada tahun 2014.


Di Jawa Tengah pada tahun 2006, cakupan rumah tangga sehat yang dalam hal ini

diwakili oleh rumah tangga strata utama dan paripurna mengalami penurunan yaitu 48,62%

(2006), 53,67% (2005), 68,76% (2004). Dibandingkan target tahun 2010, cakupan rumah

tangga ber-PHBS masih di bawah target 70 %.


Perilaku hidup bersih dan sehat seseorang sangat berhubungan dengan peningkatkan

derajat kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungannya. Sehingga dengan

berperilaku sehat dalam kehidupan sehari-hari akan menghindarkan kita dari berbagai

penyakit terutama penyakit infeksi seperti diare dan ISPA. Selain itu, dari pola hidup yang

sehat juga akan menghindarkan kita dari DBD dimana penyebab munculnya adalah virus

yang di perantai oleh nyamuk.


Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Hal

ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan yang menimbulkan banyak kematian

terutama pada bayi dan balita serta sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa). Angka
kesakitan diare di Indonesia tahun 2010 mencapai 411/1000 penduduk. KLB (Kejadian Luar

Biasa) diare tahun 2010 terjadi di 26 lokasi yang tersebar di 33 kabupaten/kota di 11

propinsi di indonesia. Dari 4.204 penderita yang dilaporkansaat terjadi KLB diare, 73

diantaranya menyebabkan kematian dengan CFR (Case Fatality Rate) mencapai 1,74 %.

Menurut data SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) tahun 2010, diare menempati urutan

pertama penyakit terbanyak di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah penderita mencapai

71.889 penderita, dan 1.289 diantaranya menyebabkan meninggal sehingga CFR (Case

Fatality Rate) diperkirakan sebesar 1,79 %.


Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan jumlah kasus

DBD hingga tahun 2011 mencapai 3.671 kasus. Sementara tahun 2010 jumlah kasus DBD

mencapai 19.362 (IR 5,89 per 10.000 orang) dengan CFR 1,29 Kasus DBD tertinggi di Jawa

Tengah tahun 2011 Kota Semarang 1.186 kasus (IR 76,22).


Dari uraian serta data PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) wilayah kerja

Puskesmas Cebongan di atas, maka peneliti merasa perlu untuk mengetahui bagaimanakah

hubungan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) terhadap kejadian diare, ISPA dan DBD

di wilayah kerja Puskesmas Cebongan.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat masalah atau pertanyaanya itu adakah

hubungan antara PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dengan kejadian diare, ISPA, dan

DBD serta gambaran reproduksi remaja.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui Pengaruh Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di dusun Jagalan

RT.03 RW. 05 Kelurahan Cebongan terhadap kejadian ISPA, Diare, dan DBD
2. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan perilaku terhadap kesehatan reproduksi di

kalangan remaja dusun Jagalan RT.03 Rw.05 Kelurahan Cebongan


.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk menurunkan resiko terjadinya ISPA, Diare dan DBD akibat PHBS di RT. 03 Rw.05

Cebongan
2. Untuk menerapakan PHBS agar terhindar dari penyakit yang berhubungan dengan

rendahnya PHBS

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)


1. Pengertian
PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar/ menciptakan suatu
kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalan
komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana
(social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat
menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan
kesehatan masyarakat (Dinkes, 2006). Sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat
mengenai dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat
menerapkan caracara hidup sehat dalam rangka menjaga memelihara dan meningkatkan
kesehatannya (Dinkes Lampung, 2003).
PHBS yang baik dapat memberikan dampak yang bermakna terhadap kesehatan
dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam peningkatan derajat kesehatan,
status pola gizi dan pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan agar tercapai derajat
kesehatan yang optimal. Masalah kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari akibat
masih rendahnya tingkat pendidikan penduduk, masih terikat eratnya masyarakat
Indonesia dengan adat istiadat kebiasaan, kepercayaan dan lain sebagainya yang tidak
sejalan dengan konsep kesehatan (Azwar, 2005). Menurut pusat promosi kesehatan,
PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit.
Dampak PHBS yang tidak baik dapat menimbulkan suatu penyakit diantaranya adalah
mencret, muntaber, desentri, typus, dan DBD. Penyebab yang mempengaruhi PHBS
adalah faktor perilaku dan non perilku fisik, sosial ekonomi dan sebagainya, oleh sebab
itu penanggulangan masalah kesehatan masyarakat juga dapat ditunjukkan pada kedua
faktor utama tersebut (Notoadmojo, 2005). Banyak hal yang menjadi penyebab PHBS
menurun yaitu selain faktor teknis juga faktor-faktor geografi, ekonomi dan sosial
(Depkes RI, 2003)

2. Tujuan PHBS
Tujuan PHBS adalah: meningkatkan rumah tangga sehat diseluruh masyarakat
Indonesia, meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemauan masyarakat agar hidup
sehat, meningkatkan peran aktif masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha, dalam
upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal (Dinkes, 2006).
3. Manfaat PHBS
a. Bagi rumah tangga: semua anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit,
anak tumbuh sehat dan cerdas dan pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan
untuk memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah
pendapatan keluarga.
b. Bagi masyarakat: masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang sehat,
masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan dan
masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Universitas
Sumatera Utara Masyarakat (UBKM) seperti Posyandu, tabungan ibu bersalin, arisan
jamban, ambulan desa dan lain-lain (Depkes RI, 2008).
4. Sasaran PHBS
Tatanan Rumah Tangga, sasaran PHBS di rumah tangga adalah seluruh anggota
keluarga secara keseluruhan dan terbagi dalam:
a. Sasaran primer adalah sasaran utama dalam rumah tangga yang akan dirubah
perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah (individu dalam keluarga yang
bermasalah).
b. Sasaran sekunder adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam keluarga
yang bermasalah misalnya, kepala keluarga, ibu, orang tua, tokoh keluarga, kader
tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, dan lintas sektor terkait, PKK3.
c. Sasaran tersier adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam
menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya
pelaksanaan PHBS misalnya, kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, guru,
tokoh masyarakat dan lain-lain
5. Indikator PHBS di Rumah Tangga
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya memberdayakan anggota rumah tangga
agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta
berperan aktif dalam gerakan kesehatan dimasyarakat. Indikator PHBS di Rumah Tangga
(Dinkes, 2006):
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Adalah persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (bidan,
dokter, dan tenaga para medis lainnya). Meningkatnya proporsi ibu bersalin dengan
bantuan tenaga kesehatan yang terlatih, adalah langkah awal terpenting untuk
mengurangi kematian ibu dan kematian neonatal dini. Persalinan yang ditolong oleh
tenaga kesehatan menggunakan peralatan yang aman, bersih dan steril sehingga
mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya.
b. Memberi ASI Eksklusif
Adalah bayi pada usia 0 6 bulan hanya diberi ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan,
tidak diberi makanan tambahan dan minuman lain kecuali pemberian air putih untuk
minum obat saat bayi sakit. Asi banyak mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh
tubuh. Zat gizi dalam ASI sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan
perkembangan fisik serta kecerdasan. ASI mengandung zat kekebalan sehingga
mampu melindungi bayi dari alergi.
c. Menimbang bayi dan balita setiap bulan
Adalah menimbang bayi dan balita mulai dari umur 0 sampai 59 bulan setiap bulan
dan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) berturut-turut dalam 3 bulan terakhir.
Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan balita setiap bulan
dan mengetahui apakah balita berada pada kondisi gizi kurang atau gizi buruk. Setelah
balita ditimbang di buku KIA atau KMS maka akan terlihat berat badannya naik atau
tidak turun. Naik apabila garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna
di atasnya. Tidak naik bila garis pertumbuhannya mendatar dan garis pertumbuhannya
naik tetapi warna yang lebih muda
d. Mencuci tangan dengan air dan sabun
Adalah tindakan membersihkan tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai
sabun untuk membersihkan kotoran/ membunuh kuman serta mencegah penularan
penyakit. Misalnya: mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan minuman,
mencuci tangan sesudah buang air besar dengan sabun, karena sabun dapat
membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa sabun kotoran dan kuman
akan masih tertinggal. Waktu yang tepat untuk mencuci tangan :
Setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang uang , binatang dan berkebun)
Setelah buang air besar
Setelah membersihkan kotoran bayi
Sebelum memegang makanan
Sebelum makan dan menyuapi makanan
Sebelum menyusui bayi
Sebelum menyuapi anak
Setelah bersin, batuk dan membuang ingus
Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut:
Cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun khusus anti bakteri
Gosok tangan setidaknya selama 15 20 detik (telapak tangan punggung tangan
sela-sela jari kunci jempol kuku pergelangan tangan)
Basuh tangan sampai bersih dengan air mengalir
Keringkan dengan handuk bersih dan alat pengering
Gunakan tisu atau handuk sebagai penghalang ketika mematikan kran air
e. Meng
guna
kan
air

bersih
Air adalah sangat peting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat
meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Di dalam tubuh
manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air, untuk anank anak sekitar 65%, dan
untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain
untuk minum, masak, mandi, mencuci ( bermacam macam cucian ). Air yang kita
pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi, berkumur, membersihkan
lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian, membersihkan bahan makanan
haruslah bersih agar tidak terkena penyakit atau terhindar dari penyakit. Air bersih
secara fisik dapat dibedakan melalui indra kita, antara lain (dapat dilihat, dirasa,
dicium dan diraba). Meski terlihat bersih, air belum tentu bebas kuman penyakit.
Kuman penyakit dalam air mati pada suhu 100 derajat C (saat mendidih). Syarat
syarat air minum yang sehat agar air inum itu tidak menyebabkan penyakit, maka air
itu hendaknya memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut:
Syarat fisik Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening ( tidak
berwarna ), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara di luarnya, cara mengenal air
yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.
Syarat bakteriologis Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala
bakteri. Terutama bakteri pathogen. Cara ini untuk mengetahui apakah air minum
terkontaminasi oleh bakteri pathogen, adalah dengan memeriksa sampel air
tersebut. Dan bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E. Coli
maka air tersebut sudahmemenuhi kesehatan
Syarat kimia Air minum yang sehat harus mengandung zat zat tertentu dalam
jumlah yang tertentu pula.
f. Menggunakan jamban sehat
Adalah rumah tangga atau keluarga yang menggunakan jamban/ WC dengan tangki
septic atau lubang penampung kotoran sebagai pembuangan akhir. Misalnya buang air
besar di jamban dan membuang tinja bayi secara benar. Penggunaan jamban akan
bermanfaat untuk menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau. Jamban
mencegah pecemaran sumber air yang ada disekitarnya. Jamban yang sehat juga
memiliki syarat seperti tidak mencemari sumber air, tidak berbau, mudah dibersihkan
dan penerangan dan ventilasi yang cukup.
g. Rumah bebas jentik
Adalah melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk dirumah satu kali seminggu agar
tidak terdapat jentik nyamuk pada tempat-tempat penampungan air, vas bunga, pot
bunga/ alas pot bunga, wadah penampungan air dispenser, wadah pembuangan air
kulkas dan barang-barang bekas/ tempat-tempat yang bisa menampung air.
Pemberantasan sarang nyamuk dengan cara 3M (menguras. Menutup dan mengubur
plus menghindari gigitan nyamuk)
h. Makan buah dan sayur setiap hari
Pilihan buah dan sayur yang bebas peptisida dan zat berbahaya lainnya. Biasanya ciri-
ciri sayur dan buah yang baik ada sedikit lubang bekas dimakan ulat dan tetap segar.
Adalah anggota keluarga umur 10 tahun keatas yang mengkonsumsi minimal 3 porsi
buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari.
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun keatas melakukan aktivitas fisik 30
menit setiap hari misalnya jalan, lari, senam dan sebagainya. Aktifitas fisik dilakukan
secara teratur paling sedikit 30 menit dalam sehari ,sehingga dapat menyehatkan
jantung, paru-paru alat tubuh lainnya. Lakukan aktifitas fisik sebelum makan atau 2
jam sesudah makan.
j. Tidak merokok di dalam rumah
Adalah anggota rumah tangga tidak merokok di dalam rumah. Tidak boleh merokok di
dalam rumah dimaksudkan agar tidak menjadikan anggota keluarga lainnya sebagai
perokok pasif yang berbahaya bagi kesehatan. Karena dalam satu batang rokok yang
dihisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya seperti nikotin, tar dan
carbonmonoksida (CO)

B. ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT)


1. Pengertian
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan
mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya nasional ISPA
di Cipanas. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan,
infeksi akut dengan pengertian sebagai berikut: (Dirjen PPM & PLP, Depkes, 2005).
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembangbiak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan yaitu organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus - sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian
bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksanya saluran pernafasan
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang
dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (salura bawah)
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga, dan pleura (Depkes RI, 2006).
2. Klasifikasi ISPA
Program pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasikan ISPA sebagaiberikut
(Widoyono, 2005):
a. Bukan pneumonia:
Mencakup pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukan gejala peningkatan
frekuensi napas dan tidak menunjukan adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kearah dalam. Contohnya :common cold, faringitis, tonsillitis, dan otitis.
b. Pneumonia
Didasarkan adanya batuk dan atau kesukaran bernafas, diagnose ini berdasarkan
umur. Batas frekuensi nafas cepat pada anak berusia 2 bulan sampai<1 tahun
adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1 tahun sampai< 5 tahun adalah 40 kali
per menit.
c. Pneumonia berat
Didasarkan pada adanya batuk dan atau kerusakan bernapas di sertai sesak napas atau
tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam (chest indrawing), pada anak
berusia dua bulan sampai < 5 tahun. Untuk anak berusia < 2 bulan, diagnosa pneumonia
berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi pernapasan yaitu 60 kali per
menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah
kearah dalam (severe chest indrawing).
3. Penyebab ISPA
ISPA merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang secara anatomi
dibedakan atas saluran nafas atas mulai dari hidung sampai dengan taring dan
saluran nafas bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli beserta adnexanya,
akibat invasi infecting agents yang mengakibatkan reaksi inflamasi saluran nafas
yangterlibat. Hingga saat ini telah dikenal lebih dari 300 jenis bakteri
dan virus merupakan penyebab tersering infeksi saluran nafas.
Bakteri penyebab ISPA berasal dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Hemovilus, Bordetella, dan Corynebacterium. Virus penyebab ISPA
adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikomavirus, Mikooplasma,
herpesvirus, dan lain-lain. Penentuan klasifikasi penyakit ISPA dibedakan atas dua
kelompok, yaitu kelompok umur 2 bulan - 5 tahun dan kelompok umur kurang dari 2
bulan. Untuk kelompok umur 2 bulan - 5 tahun klasifikasi dibagi atas pneumonia
berat, pneumonia, dan bukan pneumonia. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan
klasifikasi dibagi atas pneumonia berat, dan bukan pneumonia. Dalam
pendekatan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) klasifikasi pada kelompok umur
kurang dari 2 bulan adalah infeksi bakteri yang serius dan infeksi bakteri lokal (Widoyono,
2005).
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor yang menyebabkan terjadinya ISPA
(Depkes RI,2007) yaitu:
a. Faktor individu
Status Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-
organ serta menghasilkan energi.
Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan
berbagai faktor antara lain umur,jenis kelamin dan macam pekerjaan. Masukan zat
gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari harus dapat memenuhi
kebutuhan tubuh karena konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap
status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh
asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk
pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, produktivitas kerja serta
daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal. Status gizi merupakan ekspresi
dari keadaan keseimbangan dalam tubuh, kecenderungan kenaikan prevalensi
dan insidensi pada anak dengan status gizi kurang (Dinkes, 2007).
Umur
ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada semua tingkat
usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan tubuh balita lebih
rentan dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA. Umur diduga terkait
dengan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan
terhadap berbagai penyakit infeksi (Dinkes, 2009).
Jenis Kelamin
Selama masa anak-anak, laki-laki dan perempuan mempunyai kebutuhan energi
dan gizi yang hampir sama. Kebutuhan gizi untuk usia 10 tahun pertama adalah
sama, sehingga diasumsikan kerentanan terhadap masalah gizi dan konsekuensi
kesehatannya akan sama pula. Sesungguhnya, anak perempuan mempunyai
keuntungan biologis dan pada lingkungan yang optimal mempunyai
keuntungan yang diperkirakan sebesar 0,15-1 kali lebih di atas anak laki-laki
dalam hal tingkat kematian. Survei kesehatan rumah tangga tahun 2003-2004
mencatat bahwa anak balita yang mempunyai gejala-gejala pneumonia dalam dua
bulan survei pendahuluan sebesar 7,7% dari jumlah balita yang ada (14.510) adalah
anak balita laki-laki. Sedangkan jumlah balita perempuan yang mempunyai gejala-
gejala pneuminia sebesar 7,4% (SDKI, 2003).
b. Faktor perilaku
Kelengkapan Imunisasi
Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang Program
Pengembangan Imunisasi (FPI), maka anak diharuskan mendapat perlindungan
terhadap 7 jenis penyakit utama, yaitu penyakit TBC (BCG), difteria, tetanus,
batuk rejan, polimielitis, campak dan hepatitis (Dinkes, 2009).
Pemberian ASI Esklusif
ASI adalah komponen yang paling utama bagi ibu dalam memberikan
pemeliharaan yang baik terhadap bayinya, untuk memenuhi pertumbuhan dan
perkembangan psikososialnya. Zat yang terkandung dalam ASI sangat baik untuk
pembentukan anti body menurunkan kemungkinan bayi dan balita terkena penyakit
infeksi, batuk, pilek dan penyakit alergi. (Kartasasmita,2003)
Pemberian Vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya,
daya tahan tubuh dan kelangsungan kesehatannya. (Kartasasmita,2003)
c. Faktor lingkungan tempat tinggal
Lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan di sekitar yang sangat
berpengaruh terhadap terwujudnya status kesehatan meliputi bersih, tersedianya
ventilasi yang baik dalam rumah (Noor,2008)
4. Cara Penularan (patofisiologi) ISPA
Bakteri penyebab ISPA dapat ditularkan dari ludah penderita ISPA yang
mengering. Debu yang mengandung bakteri penyebab ISPA dapat dibawa oleh udara
sebagai distribusi untuk masuk ke dalam tubuh manusia. Setelah masuk ke dalam tubuh
manusia bakteri ISPA akan mudah berkembang dalam tubuh yang daya tahannya
lemah. Dalam hal inibalita dengan status gizi yang kurang akan lebih mudah terserang
ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang
menyebabkan penyakit infeksi lebih mudah masuk dan berkembang. Pada keadaan gizi
kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama.
(Erlien,2008)

C. DIARE
1. Pengertian
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk
bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,
sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie,
2010).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit
yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3
tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam
disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
2. Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi atas empat penyebab:
a. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
b. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
c. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis
d. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll. (Simadibrata, 2006).
3. Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).
Faktor risiko terjadinya diare adalah:
a. Faktor perilaku
Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan
Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman
Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare
karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu
Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi
ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak
Penyimpanan makanan yang tidak higienis
b. Faktor lingkungan
Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi Cuci
Kakus (MCK)
Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk Disamping faktor risiko tersebut
diatas ada beberapa faktor dari penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan
untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit
imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Kemenkes RI, 2011)
4. Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian diare:
a. Berdasarkan lamanya diare:
Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan
berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare
tersebut. (Suraatmaja, 2007).
b. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
Diare sekresi (secretory diarrhea)
Diare osmotic (osmotic diarrhea) (Suraatmaja, 2007)
5. Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme dibawah ini:
a. Diare sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,
menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare
dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung
walaupun dilakukan puasa makan/minum (Simadibrata, 2006).
b. Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (antara lain
MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal
pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006).

c. Malabsorpsi asam empedu dan lemak


Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu
dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006).
d. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+ K+
ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal (Simadibrata, 2006).
e. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal
Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga
menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya antara lain: diabetes
mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (Simadibrata, 2006). 6. Gangguan permeabilitas
usus
Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya
kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (Simadibrata, 2006).
f. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik
dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan
seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya
diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan
diare sekretorik (Juffrie, 2010).
g. Diare infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan
usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak mukosa). Bakteri
non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut
(Simadibrata, 2006).
6. Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi
komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa
berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi
tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang
paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan
kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma
dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi
hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi
sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
7. Pencegahan
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006) adalah
sebagai berikut:
a. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi
dan zatzat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare pada bayi yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4
kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri
penyebab diare (Depkes RI, 2006).
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula
merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya
menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi
buruk (Depkes RI, 2006).
b. Pemberian Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa
yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat
menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang
menyebabkan kematian (Depkes RI, 2006).
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan
pendamping ASI yang lebih baik yaitu :
Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi masih
meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan sewaktu anak
berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari)
setelah anak berumur 1 tahun, memberikan semua makanan yang dimasak dengan
baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI bila mungkin.
Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacangkacangan,
buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya. Mencuci tangan
sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan
sendok yang bersih.
Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan pada
tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak
(Depkes RI, 2006)
c. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau
benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan
yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2006).
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih (Depkes RI, 2006).
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah (Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:
Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.
Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan, membuat lokasi
kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber yang digunakan serta lebih
rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari
sumber.
Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan gunakan gayung
bersih bergagang panjang untuk mengambil air.
Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan. (Depkes RI, 2006)
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes RI, 2006).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban, dan keluarga
harus buang air besar di jamban (Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh
anggota keluarga.
Bersihkan jamban secara teratur.
Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar sendiri,
buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak bermain
serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.
(Depkes RI, 2006)
f. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan
orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal yang
harus diperhatikan:
Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun atau kertas koran
dan kuburkan atau buang di kakus.
Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan mudah
dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas wadahnya atau anak dapat buang
air besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau daun besar dan buang ke
dalam kakus.
Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya (Depkes RI,
2006)
g. Pemberian Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak
juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah
berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9
bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus
mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit
TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta
imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).
Pencegahan terhadap diare atau pencarian terhadap pengobatan diare pada
balita termasuk dalam perilaku kesehatan. Adapun perilaku kesehatan menurut
Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, dan minuman, serta lingkungan.

D. DEMAM BERDARAH DENGUE

1. Pengertian

Demam dengue adalah demam virus akut yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes Albopictus, disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang,
penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam berdarah dengue/dengue
hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan
manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah
dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini
disebut dengue shock syndrome (DSS) (Depkes RI Ditjen P3M, 1981).

2. Penyebab

Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang
berbeda antigen. Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan
kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang
lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi
sebanyak 4 kali seumur hidupnya. Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada
siang hari. Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita
seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. Masa inkubasi nyamuk ini terjadi
selama 4-6 hari (Depkes 1, 2004).

3. Gejala
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus
nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur
penderita. Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai ruam-ruam
makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan
demam ringan atau demam tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung selama
2 - 7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-
muntah dan ruam-ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang
disertai bintik-bintik perdarahan di farings dan konjungtiva.
Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di
tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41
derajat C dan terjadi kejang demam pada bayi.
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa
penderitanya, ditandai oleh :
a. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
b. Manifestasi perdarahan
c. Hepatomegali/pembesaran hati
d. Kadang-kadang terjadi syok
Manifestasi perdarahan pada DHF dimulai dari tes torniquet positif dan bintik-
bintik perdarahan di kulit (petekie). Petekie ini bisa terlihat di seluruh anggota gerak,
ketiak, wajah dan gusi. Juga bisa terjadi perdarahan hidung, perdarahan gusi,
perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan dalam urin.

4. Kriteria Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria WHO 1997 yang memenuhi:


a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini:
Uji tourniquet positif ( > 20 petekie dalam 2,54 cm2).
Petekie, ekimosis, atau purpura.
Perdarahan mukosa, saluran cerna, atau tempat lain.
Hemetemesis atau melena.
c. Trombositopenia ( 100.000/mm3).
d. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda plasma leakage:
Hematokrit meningkat 20 % dibanding
hematokrit rata-rata pada usia, jenis kelamin, dan populasi yang sama.
Hematokrit turun hingga 20 % dari hematokrit
awal, setelah pemberian cairan.
Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan
hipoproteinemia.

5. Tingkat Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokkan menjadi 4 tingkatan:


a. Derajat I :
Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
b. Derajat II :
Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan.
Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
c. Derajat III :
Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.

d. Derajat IV :
Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa. Fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. Setelah
demam selama 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda
gangguan sirkulasi darah. Penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin,
dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi.

6. Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes
albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari
penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan
Ethiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang. Orang yang
beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun,
dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh.
Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan.
Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta perilaku manusia.
Vektor penular penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus, namun Aedes aegypti lebih berperan. Hal ini karena nyamuk Aedes
albopictus hidup dan berkembang biak di kebun atau semak-semak, sehingga jarang
kontak dengan manusia dibandingkan dengan nyamuk Aedes aegypti (Hadinegoro et
al., 2002).
Nyamuk dewasa secara umum ditandai dengan garis-garis putih keperakan
dan hitam berselang-seling. Arahnya longitudinal di daerah cutum (pertemuan kedua
sayap) dan transversal pada daerah abdomen. Sayapnya juga berbintik-bintik
bewarna gelap dan terang. Tempat perkembang-biakan nyamuk (breeding place)
berupa genangan air yang tidak berhubungan dengan tanah, misalnya :
a. Tempat Penampungan Air (TPA) yang digunakan oleh penduduk sehari-
hari, seperti bak mandi, wc, tempayan, drum,
b. Tempat Penampungan Air yang bukan dipakai untuk keperluan penduduk
sehari-hari. (non TPA), misalnya genangan air pada kaleng bekas, botol, ban, vas
bunga, dan tempat minum burung,
c. Tempat Penampungan Air Alamiah, misalnya lubang pohon, lubang batu,
pangkal pelepah pohon pisang, potongan bambu (Hadinegoro et al., 2002)
Kebiasaan menggigit (feeding habit) adalah pada siang hari antara jam 09.00 -
10.00 dan jam 16.00-17.00. Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak menggigit di dalam
rumah. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah manusia.
Sedangkan nyamuk yang jantan tidak bisa menggigit/menghisap darah, melainkan
hidup dari sari bunga dan tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes agypti betina
berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata - rata 1,5 bulan, tergantung dari
suhu kelembaban udara di sekelilingnya. Kemampuan terbangnya berkisar antara 40-
100 meter dari tempat perkembangbiakannya.
Telur nyamuk Aedes ini diletakan sedikit di atas permukaan air yang jernih,
pada tempat penampungan air yang terbuka lebar dan terletak di tempat yang teduh,
terhindar dari sinar matahari. bentuk telurnya oval, tidak menggerombol melainkan
terpencar. Apabila terkena air, telur akan menetas menjadi jentik setelah 5-10 hari.
Dua hari kemudian akan berubah menjadi pupa, akhirnya akan menjadi nyamuk
dewasa. Dalam keadaan optimum diperlukan waktu 10-14 hari untuk perkembangan
telur menjadi nyamuk dewasa

7. Pencegahan

Untuk memantapkaan upaya penanggulangan penyakit DBD tahun yang akan


datang, pengelola DBD di Puskesmas, Kota, dan Provinsi perlu menganalisis data
kasus DBD tahun sebelumnya. Berdasarkan data kasus DBD 3 atau 5 tahun terakhir
akan dapat diperoleh informasi kapan kasus DBD di suatu wilayah akan mulai
meningkat dan kapan puncak kasus terjadi sehingga upaya penanggulangan sebelum
musim penularan dapat dilakukan sebaik-baiknya (Hadinegoro et al., 2002).
a. Penanggulangan fokus
Semua kasus DBD ditindak lanjuti dengan penyelidikan epidemiologis,
yaitu kunjungan ke rumah kasus DBD dan rumah sekitarnya dalam radius 100
meter, serta di sekolah jika kasus DBD adalah anak sekolah. Kegiatan
penyelidikan epidemiologis dilakukan oleh Puskesmas, dan kegiatannya
meliputi: pencarian kasus/tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik
nyamuk yang menjurus kepada KLB DBD, penyelidikan epidemiologis ini
dimaksudkan pula untuk mengetahui adanya kemungkinan penularan lebih lanjut
sehingga perlu dilakukan penyemprotan insektisida (Hadinegoro et al., 2002).
Penyemprotan insektisida dilakukan jika ditemukan penderita atau
tersangka penderita DBD lain atau sekurang-kurangnya 3 penderita panas tanpa
sebab jelas dan ada jentik nyamuk di lokasi tersebut. Penyemprotan dilakukan 2
siklus dengan interval 1 minggu. Penyemprotan insektisida ini harus diikuti
dengan penyuluhan dan gerakan PSN DBD oleh masyarakat (Hadinegoro et al.,
2002).
b. Pemberantasan vektor intensif
Fogging fokus
Dalam keadaan krisis ekonomi sekarang ini, dana terbatas maka
kegiatan fogging hanya dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologis telah
memenuhi kriteria (Hadinegoro et al., 2002).
Abatisasi
Dilaksanakan di desa/kelurahan endemis terutama di sekolah dan
tempat umum. Semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan yang
ditemukan jentik nyamuk ditaburi dengan bubuk abate sesuai dengan dosis 1
sendok makan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air (Hadinegoro et al.,
2002).
Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat dalam PSN DBD (gerakan 3M)
Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dilakukan dengan kerja
sama lintas sektor yang dikoordinasikan oleh kepala wilayah/daerah setempat
melalui wadah Pokjanal/Pokja DBD. Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan,
pada saat sebelum perkiraan peningkatan jumlah kasus yang ditentukan
berdasarkan data kasus bulanan DBD dalam 35 tahun terakhir (Hadinegoro
et al., 2002).
Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan tentang penyakit DBD dan pencegahannya melalui media
massa, sekolah, tempat ibadah, kader PKK dan kelompok masyarakat yang
lainnya. Kegiatan ini dilakukan setiap saat pada beberapa kesempatan
(Hadinegoro et al., 2002).
Sekarang, yang sedang giat digalakkan adalah gerakan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (Tim Pembina UKS Pusat, 1993). Secara rinci Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu :
Fisik
Cara ini dilakukan dengan gerakan 3M (seperti telah tersebut di atas), yaitu
dengan menguras bak mandi, WC, menutup tempat penampungan air seperti
tempayan, drum, dll, serta mengubur atau menyingkirkan barang bekas seperti
kaleng bekas, ban bekas, dan sebagainya. Pengurasan TPA perlu dilakukan
secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali sebab daur hidup nyamuk
Aedes aegypti adalah 7 - 10 hari.
Biologi
Dengan cara memelihara ikan pemakan jentik nyamuk (ikan kepala timah,
ikan gupi, ikan nila merah, dll).
Kimia
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan racun
pembasmi jentik (larvasida) yang dikenal dengan abatisasi . Larvasida yang
biasa digunakan adalah temphos. Formulasi temphos yung digunakan adalah
berbentuk butiran pasir (sand granules). Dosis yang digunakan I ppm atau 10
gram (kurang lebih 1 sendok makan) untuk setiap 100 liter air. Abatisasi
dengan temphos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Racun pembasmi jentik
ini aman meskipun digunakan ditempat penampungan air (TPA) yang aimya
jernih untuk mencuci atau air minum sehari-hari. Selain itu dapat digunakan
pula racun pembasmi jentik yang lain seperti : Bacillus thuringiensis var
israeiensis (Bti) atau Altosid golongan insect growth regulator.
c. Pemantauan jentik berkala (PJB)
Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 bulan di rumah dan tempat-
tempat umum. Untuk pemantauan jentik berkala di rumah dilakukan
pemeriksaan sebanyak 100 rumah sampel untuk setiap desa/kelurahan. Hasil PJB
ini diinformasikan pihak kesehatan kepada kepala wilayah/daerah setempat
sebagai evaluasi dan dasar penggerakkan masyarakat dalam PSN DBD.
Diharapkan angka bebas jentik (ABJ) setiap kelurahan / desa dapat mencapai >
95% akan dapat menekan penyebaran penyakit DBD. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan jentik pada semua rumah sakit dan puskesmas. Sedangkan untuk
sekolah dan tempat umum lainnya dilakukan secara sampling bila tidak dapat
diperiksa seluruhnya (Hadinegoro et al., 2002).
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada
waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll (Thomas Suroso
dkk, 2003).

E. KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA


1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan
sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek
yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan
dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan
fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman. Pengertian lain kesehatan
reproduksi dalam Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, yaitu
kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam
segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi. Kesehatan
reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses
reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti
bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial
kultural (Fauzi., 2008).
2. Remaja
a. Pengertian Remaja
Remaja pada umumnya didefenisikan sebagai orang-orang yang mengalami
masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19
tahun. Sementara dalam terminologi lain PBB menyebutkan anak muda (youth) untuk
mereka yang berusia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam sebuah terminologi
kaum muda (young people) yang mencakup 10-24 tahun. Sementara itu dalam
program BKKBN disebutkan bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 10-24
tahun. Menurut Hurlock (1993), masa remaja adalah masa yang penuh dengan
kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan periode yang paling berat.
Menurut Bisri (1995), remaja adalah mereka yang telah meningalkan masa kanak-
kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung
jawab.
b. Perubahan yang terjadi pada masa remaja
Perubahan-perubahan yang terjadi pada saat seorang anak memasuki usia
remaja antara lain dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu dimensi biologis, dimensi
kognitif dan dimensi sosial.
Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri atau pun mimpi basah pada remaja putra,
secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan
seorang anak memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mendapat
menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu
terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, panggul mulai
membesar, timbul jerawat dan tumbuh rambut pada daerah kemaluan. Anak lelaki
mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, tumbuhnya kumis, jakun, alat
kelamin menjadi lebih besar, otot-otot membesar, timbul jerawat dan perubahan
fisik lainnya. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas
dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif, remaja dalam pandangan Jean Piaget (2007)
(seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi
dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada
periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir
para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat
membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan
akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka
berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan.
Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan
memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka
sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman lalu dan sekarang
untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa
depan.
Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya
mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar
bagi pembentukan nilai diri mereka. Para remaja mulai membuat penilaian
tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan
lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dan
sebagainya. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana,
dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai
mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih
banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan
pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini
diajarkan dan ditanamkan kepadanya.
3. Anatomi dan Fungsi Organ Reproduksi
a. Wanita
Organ reproduksi wanita terbagi menjadi organ reproduksi bagian luar dan organ
reproduksi bagian dalam. Organ reproduksi bagian luar:
Vulva, yaitu daerah organ kelamin luar pada wanita yang meliputi labia majora,
labia minora, mons pubis, bulbus vestibuli, vestibulum vaginae, glandula
vestibularis major dan minor, serta orificium vaginae.
Labia majora, yaitu berupa dua buah lipatan bulat jaringan lemak yang ditutupi
kulit dan memanjang ke bawah dan ke belakang dari mons pubis.
Mons pubis, yaitu bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan anterior
simfisis pubis. Setelah pubertas, kulit mons pubis akan ditutupi oleh rambut ikal
yang membentuk pola tertentu.
Payudara / kelenjar mamae yaitu organ yang berguna untuk menyusui.
Organ reproduksi bagian dalam:
Labia minora, yaitu merupakan labia sebelah dalam dari labia majora, dan
berakhir dengan klitoris, ini identik dengan penis sewaktu masa perkembangan
janin yang kemudian mengalami atrofi. Di bagian tengah klitoris terdapat lubang
uretra untuk keluarnya air kemih saja.
Hymen, yaitu merupakan selaput tipis yang bervariasi elastisitasnya berlubang
teratur di tengah, sebagai pemisah dunia luar dengan organ dalam. Hymen akan
sobek dan hilang setelah wanita berhubungan seksual (coitus) atau setelah
melahirkan.
Vagina, yaitu berupa tabung bulat memanjang terdiri dari otot-otot melingkar
yang di kanankirinya terdapat kelenjar (Bartolini) menghasilkan cairan sebagai
pelumas waktu melakukan aktifitas seksual.
Uterus (rahim), yaitu organ yang berbentuk seperti buah peer, bagian bawahnya
mengecil dan berakhir sebagai leher rahim/cerviks uteri. Uterus terdiri dari
lapisan otot tebal sebagai tempat pembuahan, berkembangnya janin. Pada
dinding sebelah dalam uterus selalu mengelupas setelah menstruasi.
Tuba uterina (fallopi), yaitu saluran di sebelah kiri dan kanan uterus, sebagai
tempat melintasnya sel telur/ovum.
Ovarium, yaitu merupakan organ penghasil sel telur dan menghasilkan hormon
esterogen dan progesteron. Organ ini berjumlah 2 buah.
Fungsi organ:
Organ-organ reproduksi tersebut mulai berfungsi saat menstruasi pertama kali
pada usia 10-14 tahun dan sangat bervariasi. Pada saat itu, kelenjar hipofisa mulai
berpengaruh kemudian ovarium mulai bekerja menghasilkan hormon esterogen dan
progesteron. Hormon ini akan mempengaruhi uterus pada dinding sebelah dalam dan
terjadilah menstruasi. Setiap bulan pada masa subur, terjadi ovulasi dengan
dihasilkannya sel telur / ovum untuk dilepaskan menuju uterus lewat tuba uterina.
Produksi hormon ini hanya berlangsung hingga masa menopause, kemudian tidak
berproduksi lagi. Kelenjar payudara juga dipengaruhi oleh hormon ini sehingga
payudara akan membesar.
b. Pria
Alat kelamin pria juga dibedakan menjadi alat kelamin pria bagian luar dan
alat kelamin pria bagian dalam.
Organ reproduksi bagian luar:
Penis, yaitu organ reproduksi berbentuk bulat panjang yang berubah ukurannya
pada saat aktifitas seksual. Bagian dalam penis berisi pembuluh darah, otot dan
serabut saraf. Pada bagian tengahnya terdapat saluran air kemih dan juga sebagai
cairan sperma yang di sebut uretra.
Skrotum, yaitu organ yang tampak dari luar berbentuk bulat, terdapat 2 buah kiri
dan kanan, berupa kulit yang mengkerut dan ditumbuhi rambut pubis.
Organ reproduksi bagian dalam:
Testis, yaitu merupakan isi skrotum, berjumlah 2 buah, terdiri dari saluran kecil-
kecil membentuk anyaman, sebagai tempat pembentukan sel spermatozoa.
Vas deferens, yaitu merupakan saluran yang membawa sel spermatozoa,
berjumlah 2 buah.
Kelenjar prostat, yaitu merupakan sebuah kelenjar yang menghasilkan cairan
kental yang memberi makan sel-sel spermatozoa serta memproduksi enzim-
enzim.
Kelenjar vesikula seminalis, yaitu kelenjar yang menghasilkan cairan untuk
kehidupan sel spermatozoa, secara bersama-sama cairan tersebut menyatu
dengan spermatozoa menjadi produk yang disebut semen, yang dikeluarkan
setiap kali pria ejakulasi. Fungsi organ:
Organ-organ tersebut mulai berfungsi sebagai sistem reproduksi dimulai
saat pubertas sekitar usia 11 -14 tahun. Aktifitas yang diatur oleh organ-organ
tersebut antara lain:
Keluarnya semen atau cairan mani yang pertama kali. Hal ini berlangsung
selama kehidupannya.
Organ testis yang menghasilkan sel spermatozoa akan bekerja setelah mendapat
pengaruh hormon testosteron yang dihasilkan oleh sel-sel interstisial Leydig
dalam testis.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi remaja
Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: kebersihan
alat-alat genital, akses terhadap pendidikan kesehatan, hubungan seksual pranikah,
penyakit menular seksual (PMS), pengaruh media massa, akses terhadap pelayanan
kesehatan reproduksi yang terjangkau, dan hubungan yang harmonis antara remaja
dengan keluarganya.
a. Kebersihan organ-organ genital
Kesehatan reproduksi remaja ditentukan dengan bagaimana remaja tersebut
dalam merawat dan menjaga kebersihan alat-alat genitalnya. Bila alat reproduksi
lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan
jamur. Remaja perempuan lebih mudah terkena infeksi genital bila tidak menjaga
kebersihan alat-alat genitalnya karena organ vagina yang letaknya dekat dengan anus.
b. Akses terhadap pendidikan kesehatan
Remaja perlu mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi
sehingga remaja mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan dan hal-hal yang
seharusnya dihindari. Remaja mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang
benar tentang kesehatan reproduksi dan informasi tersebut harus berasal dari sumber
yang terpercaya. Agar remaja mendapatkan informasi yang tepat, kesehatan reproduksi
remaja hendaknya diajarkan di sekolah dan di dalam lingkungan keluarga. Hal-hal
yang diajarkan di dalam kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi remaja mencakup
tentang tumbuh kembang remaja, organorgan reproduksi, perilaku berisiko, Penyakit
Menular Seksual (PMS), dan abstinesia sebagai upaya pencegahan kehamilan,
Dengan mengetahui tentang kesehatan reproduksi remaja secara benar, kita dapat
menghindari dilakukannya hal-hal negatif oleh remaja. Pendidikan tentang kesehatan
reproduksi remaja tersebut berguna untuk kesehatan remaja tersebut, khususnya untuk
mencegah dilakukannya perilaku seks pranikah, penularan penyakit menular seksual,
aborsi, kanker mulut rahim, kehamilan diluar nikah, gradasi moral bangsa, dan masa
depan yang suram dari remaja tersebut.
c. Hubungan seksual pranikah
Kehamilan dan persalinan membawa risiko morbiditas dan mortalitas yang
lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang berusia lebih dari 20 tahun.
Remaja putri yang berusia kurang dari 18 tahun mempunyai 2 sampai 5 kali risiko
kematian dibandingkan dengan wanita yang berusia 18-25 tahun akibat persalinan
yang lama dan macet, perdarahan, dan faktor lain. Kegawatdaruratan yang
berhubungan dengan kehamilan juga sering terjadi pada remaja yang sedang hamil
misalnya, hipertensi dan anemia yang berdampak buruk pada kesehatan tubuhnya
secara umum.
Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja seringkali berakhir dengan
aborsi. Banyak survey yang telah dilakukan di negara berkembang menunjukkan
bahwa hampir 60% kehamilan pada wanita berusia di bawah 20 tahun adalah
kehamilan yang tidak diinginkan atau salah waktu (mistimed). Aborsi yang disengaja
seringkali berisiko lebih besar pada remaja putri dibandingkan pada mereka yang lebih
tua. Banyak studi yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa kematian dan
kesakitan sering terjadi akibat komplikasi aborsi yang tidak aman. Komplikasi dari
aborsi yang tidak aman itu antara lain seperti yang dijelaskan dalam buku Facts of Life
yaitu:
Kematian mendadak karena pendarahan hebat
Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya
Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
Kanker hati (Liver Cancer)
Kelainan pada placenta/ ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat
pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Selain itu aborsi juga dapat menyebabkan gangguan mental pada remaja yaitu
adanya rasa bersalah, merasa kehilangan harga diri, gangguan kepribadian seperti
berteriak-teriak histeris, mimpi buruk berkali-kali, bahkan dapat menyebabkan
perilaku pencobaan bunuh diri.
BAB III

METODOLOGI

A. Kerangka Acuan
INPUT
1. Man
1) Narasumber
Penduduk RW 05, RT 03, Kelurahan Cebongan, Kecamatan Argomulyo, Kota
Salatiga
Koordinator Kesling Puskesmas Cebongan
Kepala Puskesmas Cebongan
2) Sasaran :
Seluruh warga RW 05, RT 03, Kelurahan Cebongan, Kecamatan Argomulyo, Kota
Salatiga
3) Pelaksana :
Dokter Internsip Salatiga Periode April-Juli
2. Money : Swadana Dokter Internsip
3. Material
Surat tugas Kepala Puskesmas Cebongan untuk mengadakan kegiatan Survey PHBS
dan Kesehatan Reproduksi Remaja
Kuesioner PHBS terkait dengan DBD, ISPA, dan Diare
Kuesioner Kesehatan Reproduksi Remaja
Indikator Rumah sehat
Referensi tentang PHBS rumah tangga dan kesehatan reproduksi remaja (Pedoman
penyelenggaraan PHBS rumah tangga dan kesehatan reproduksi remaja)
Data jumlah penduduk dan Kepala keluarga di RW 05, RT 03, Kelurahan Cebongan,
Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga
Powerpoint materi Penyuluhan PHBS
PROSES
1. P1 (Perencanaan)
1) Membuat rencana pelaksanaan kegiatan
2) Menemui pembina (koordinator program kesehatan Llingkungan) untuk
mendiskusikan metode pelaksanaan kegiatan survey PHBS dan Kesehatan Reproduksi
Lembar kesepakatan komitmen melaksanakan PHBS di wilayah RW 05, RT 03,
Remaja
3) Kelurahan Cebongan,
Mengumpulkan Kecamatan
data penduduk di Argomulyo,
RW 05, RTKota
03, Salatiga
Kelurahan Cebongan, Kecamatan
4. Method
Argomulyo, Kota Salatiga
Pelaksaan survey dan pengisian kuesioner, Analisis hasil survey dan kuesioner,
4) Mempersiapkan tempat dan sarana pelaksanaan survey PHBS
5) penyampaian
Mencari hasil
referensi survey
tentang PHBSPHBS pada masyarakat
dan Kesehatan disertai
Reproduksi penyuluhan PHBS,
Remaja
6) Mempersiapkan materi dan
pembentukan komitmen peralatan PHBS
pelaksanaan untuk pelaksanaan survey PHBS dan Kesehatan
5. Reproduksi
Machine : Alat tulis (pulpen, kertas)
Remaja
2. P2 Alat presentasi (laptop, LCD)
Alat dokumentasi (kamera digital/kamera handphone)
Penggerakan Kursi/tikar, meja
1) MengajukanAlat tranportasi
izin kepada Kepala Puskesmas Cebongan Salatiga sehubungan dengan
Sound system dan microphone
kegiatan survey PHBS dan Kesehatan Reproduksi Remaja
7) Menemui bapak RW 05 Dukuh Jagalan dan Bapak RT 03 Dukuh Jagalan, serta Kader
kesehatan Kelurahan Cebongan, Salatiga
2) Berkoordinasi dengan petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas Cebongan
mengenai data dan tinjauan tempat survey
3) Berkoordinasi dengan Kader kesehatan Kelurahan Cebongan, Salatiga mengenai
jadwal pelaksanaan

Pelaksanaan
OUTPUT
1) Menyiapkan perlengkapan pelaksanaan kegiatan.
Data
1. Lembartentang keadaan
kuesioner rumah
PHBS danpenduduk danReproduksi
Kesehatan perilaku sesuai PHBS
Remaja, serta indikator rumah
2. Terbentuknya Komitmen bersama bagi masyarakat RW 05, RT 03, Kelurahan
sehat
Cebongan, Kecamatan
Alat tulis (pulpen, Argomulyo untuk bersama-sama melaksanakan PHBS
kertas)
Data
3. jumlah peserta
Alat dokumentasi yang menghadiri
(kamera kegiatan
digital/kamera survwy PHBS
handphone)
Senter
2) Melakukan survey ke rumah penduduk RW 05, RT 03 Kelurahan Cebongan,
3) Melakukan wawancara terhadap kuesioner PHBS dan Kesehatan Reproduksi Remaja
serta observasi keadaan rumah responden
4) Mencatat hasil wawancara dan mengisi indicator rumah sehat untuk masing-masing
rumah
5) Memberikan materi tentang PHBS kepada masyarakat Cebongan menggunakan media
slide presentasi pada saat pertemuan RW
6) Diskusi tentang materi yang telah disampaikan
7) Membuat komitmen bersama untuk melaksanakan PHBS di lingkungan Kelurahan
cebongan, khususnya bagi warga RW 05/RT03
8) Mendokumentasikan acara pelaksanaan
3. P3
Pengawasan
Mengawasi pelaksanaan kegiatan survey PHBS sesuai dengan rencana yang telah disusun,
baik sasaran, waktu, maupun hasil yang dicapai
Pengendalian
B. Metode Pengamatan Terlibat
Metode pengamatan terlibat yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah dengan
wawancara (interview) dan pengamatan langsung (direct interview) pada Penduduk RW 05,
RT 03, Kelurahan Cebongan, Kecamatan Argomulyo sesuai kuesioner PHBS, Kespro dan
Indikator rumah sehat, pengukuran menggunakan instrumen yang sesuai, dan pencatatan
hasil.

BAB IV

RENCANA HASIL MINI PROJECT

A. PROFIL KOMUNITAS UMUM


1. Kelurahan Cebongan

Kelurahan Cebongan semula adalah Desa Cebongan yang termasuk dalam


wilayah Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Akibat pemekaran Kota salatiga
Desa Cebongan masuk menjadi wilayah Kota salatiga dan menjadi Kelurahan di wilayah
kecamatan Argomulyo. Kelurahan Cebongan terdiri dari dukuh, antara lain : Jagalan,
Sukosari, Cebongan, Isep-isep dan Sukoharjo.

Batas-batas Wilayah cebongan adalah :

Sebelah utara: kelurahan ledok

Sebelah timur : kelurahan tingkir dan Bener

Sebelah selatan : kelurahan Noborejo


Sebelah Barat : kelurahan Tetep Wates.

Gambar 1. Peta wilayah Kelurahan Cebongan


Kelurahan Cebongan memiliki 6 RW dan 22 RT. Jumlah penduduk total di
Kelurahan Cebongan adalah 5.247 jiwa, dengan jumlah total 1.655 KK. Jumlah
penduduk laki-laki adalah sebanyak 2.612 jiwa dan 2.635 penduduk perempuan.
Pada Mini project ini kami melakukan Survey di lingkungan RW 05, Kelurahan
Cebongan, Salatiga. RW 05 memiliki total 3 RT. Jumlah penduduk di RW 05 dipaparkan
pada tabel berikut:
Tabel. Jumlah penduduk di RW 05, Kelurahan Cebongan, Kecamatan
Argomulyo, Salatiga
RT Jumlah KK Laki-Laki Perempuan Total
01 72 113 115 228
02 58 86 89 175
03 93 156 151 307
Total 223 355 355 710

Berdasarkan tabel tersebut, kami memutuskan untuk mengambil sampel di RT 03, RW


05, Kelurahan Cebongan, Kecamatan Argomulyo, Salatiga karena RT tersebut yang memiliki
jumlah KK dan penduduk terbanyak dibandingkan RT lainnya.

RT3
2. Puskesmas Cebongan
a. Gambaran Umum Puskesmas
Puskesmas Cebongan merupakan Puskesmas yang terletak paling selatan
dari Kota Salatiga.Lokasi bertempat di Kelurahan Cebongan, Kecamatan
Argomulyo Kota Salatiga.
Puskesmas Cebongan pada Tahun 1994 bergabung dengan Kota Salatiga
setelah sebelumnya merupakan bagian dari Puskesmas di Kabupaten Semarang.
Puskesmas Cebongan Terdiri dari 4 wilayah, yaitu kelurahan Tingkir Tengah,
Kelurahan Tingkir Lor, Kelurahan Cebongan & Kelurahan Noborejo.
Pada Tahun 2005 dilakukan pelayanan tambahan di Puskesmas Cebongan
yaitu IGD 24 Jam .Pada tahun 2007 ditambah layanan rawat inapdan dilakukan
rewilayah kerja Puskesmas menjadi 3 wilayah, yaitu Kelurahan Cebongan,
Kelurahan Noborejo & Kelurahan Ledok.
Wilayah kerja Puskesmas Cebongan terletak daerah bergelombang
( kelurahan Ledok ), daerah miring 25 % (Kelurahan Cebongan) dan Daerah
datar 10 % (kelurahan Noborejo ).Dengan ketinggian 450 825 diatas
permukaan laut dan beriklim tropis berhawa sejuk dan udara segar .
Di dalam gedung Puskesmas Cebongan ini sendiri terdapat beberapa
program yaitu : Poli Rawat Jalan ( KIA, Gigi, Obat, Loket), Ruang MTBS, Ruang
DDTK, UGD 24 jam, Rawat Inap 24 jam, Ruang Bersalin 24 jam, Klinik (Sanitasi,
Gizi).

B. DATA GEOGRAFIS
1. Data Wilayah
Batas wilayah Puskesmas Cebongan adalah :
Utara : Kelurahan Gendongan Kota Salatiga
Timur : Ds. Bener, Ds. Tegal Waton, Kabupaten Semarang
Selatan : Desa Patemon, Desa Karang Duren Kabupaten Semarang
Barat : Kelurahan Randuacir dan Kelurahan Tegalrejo Kota Salatiga
Terletak di daerah cekungan kaki gunung Merbabu dengan :
Batas Wilayah
Utara : Kelurahan Gendongan
Timur : Ds. Bener, Ds Tegalwaton, Kelurahan Sidorejo Kidul
Selatan : Ds. Patemon, Ds. Karang Duren
Barat: Ds. Tetep, Kelurahan Tegalrejo
Relief
Daerah Bergelombang : Kelurahan Ledok
Daerah Miring 25 % : Kelurahan Cebongan
Daerah Datar 10 % : Kelurhan Noborejo
Ketinggian
Terdapat pada ketinggian 450-825 dpl
Iklim
Tropis dan berhawa sega
C. Data Demografi
1. Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk wilayah kerja Puskesmas Cebongan 22.607 jiwa terdiri dari :
Kelurahan Cebongan : 5.140 Jiwa
Kelurahan Noborejo : 2.034 Jiwa
Kelurahan Ledok : 11.065 Jiwa
Jumlah KK wilayah Puskesmas Cebongan 6.916 KK, terdiri dari :
Kelurahan Cebongan : 1.460 KK
Kelurahan Noborejo : 2.034 KK
Kelurahan Ledok : 3.422 KK
2. Denah dan Siteplan Puskessmas Cebongan
D. STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS
E.
1. Visi
Masyarakat Puskesmas Cebongan yang sehat, Mandiri dan Berkeadilan
2. Misi
a Memelihara dan meningkatkan kesehatan ibu, bayi, balita, keluarga dan
lingkungan secara optimal
b Mendorong pembangunan yang berwawasan kesehatan
c Meningkatkan status gizi masyarakat
d Pemberdayaan masyarakat, swasta/LSM dan dunia usaha dalam bidang
kesehatan
e Melindungi kesehatan masyarakat yang paripurna, merata, bermutu dan
berkeadilan
Dalam menjalankan fungsinya, Puskesmas Cebongan melaksanakan
Program Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Pengembangan. Upaya
Kesehatan wajib meliputi :
a. Promosi Kesehatan
b. Upaya Penyehatan Lingkungan
c. Upaya Perbaikan Gizi
d. Kesehatan Ibu dan Anak
e. Pelayanan KB
f. Pengobatan
Dan melaksanakan upaya pengembangan, meliputi :
a UKS/UKGS
b Usaha Kesehatan Jiwa
c Usaha Kesehatan Gigi dan Mulut
d PHN
e Upaya Kesehatan Usia lanjut
f Upaya Kesehatan Olahraga

F. DATA KESEHATAN MASYARAKAT


Dari survey yang telah dilakukan, kami menilai 7 dari 10 indikator
berdasarkan Indikator PHBS Rumah tangga. Indikator-indikator ini kami pilih
karena berhubungan dengan kejadian penyakit DBD, Diare dan ISPA di
lingkungan RW 05, RT 03, Kelurahan Cebongan:
1. Balita diberi ASI eksklusif
Kesadaran masyarakat untuk memberikan ASI eksklusif pada anak
balita masih kurang baik pada lingkungan ini. Dari 12 KK yang memiliki
Balita, 6 diantaranya tidak memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.
Sebagian besar warga yang tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama 6
buan adaah karena Ibu pasien harus bekerja sehingga ASI dibantu dengan
susu formula, and sebagian keci lain mengatakan bahwa ASI mereka tidak
lancer sehingga harus dibantu dengan susu formula.
2. Penggunaan Air Bersih
Kualitas air bersih yang digunakan di Lingkungan RT 03, RW 05
Kelurahan Cebongan sudah sesuai dengan syarat air bersih secara fisik,
kimia, dan biologis. 38 KK menggunakan air yang bersih (tidak berasa, tidak
berwarna, tidak berbau), sebgian besar menggunakan sumber air sumur (37
KK), diikuti dengan PAM (3 KK). Sedangkan ada 2 KK yang masih
menggunakan air tidak bersih yang berasal dari sumur yang kurang bersih.
Secara kuantitas ketersediaan air di lingkungan RT 03, RW 05 Kelurahan
Cebongan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3. Penggunaan Cuci tangan dengan air bersih dan sabun
Kebiasaan mencuci tangan di lingkungan RT 03, RW 05 Kelurahan
Cebongan masih kurang. Sebanyak 10 KK melakukan cuci tangan cukup
sering, sedangkan 30 KK lainnya melakukan kurang sering. Sebagian besar
warga sebenarnya sudah melakukan cuci tangan, namun terkadang masih
tidak menggunakan sabun. Dan waktu mencuci tangan sebagian besar masih
berkisar antara sebelum makan, sesudah makan, setelah buang air kecil dan
setelah buang air besar.
4. Menggunakan jamban sehat
Pada lingkungan RT 03, RW 05 Kelurahan Cebongan, penggunaan
jamban sudah sangat baik. Sebagian besar penduduk sudah menggunakan
jamban leher angsa (36 KK), 3 KK menggunakan jemblung, dan 1 KK
menggunakan blumbang. Keseluruh responden juga sudah menggunakan
septic tank sebagai tempat pembuangan tinja. Meskipun demikian, kesadaran
untuk jarak septic tank dengan air minum yang baik (>5m) perlu
ditingkatkan karena masih terdapat 8 KK yang memiliki septic tank dengan
jarak <5 m, sedangkan 10 KK memiliki jarak septic tank 5-9 m, 15 KK
memiliki jarak septic tank 10-13 m dan 7 KK memiliki jarak septic tank >13
m.
5. Memberantas jentik di rumah
Kesadaran akan pemberantasan jentik di lingkungan RT 03, RW 05
Kelurahan Cebongan belum cukup baik. Hal ini didasarkan pada masih
terdapat 24 KK yang tidak menaburkan bubuk abate di tempat penampungan
air, masih terdapat 32 KK yang tidak memelihara ikan pemakan jentik.
Namun, kesadaran mengenai kebiasaan menutup tempat penampungan air
sudah cukup baik (20 KK selalu menutup tempat penampungan air) dan
terdapat 37 KK yang setidaknya menguras tempat penampungan air sebulan
sekali.
6. Melakukan Aktivitas fisik setiap hari
Kesadaran untuk melakukan aktivitas fisik di lingkungan RT 03, RW
05 Kelurahan Cebongan dalam bentuk olahraga masih kurang. Sebanyak 22
KK mengaku tidak pernah berolahraga. Sedangkan 9 KK berolahraga tiap
seminggu sekali, 5 KK berolahraga sebanyak 2-3 kali seminggu, dan 4 KK
berolahraga setiap hari.

7. Tidak merokok di dalam rumah


Tingkat aktivitas merokok dalam keluarga di lingkungan RT 03, RW
05 Kelurahan Cebongan masih cukup tinggi. Sebanyak 29 KK memiliki
anggota keluarga yang masih merokok. Namun, kesadaran untuk tidak
merokok di dalam rumah sudah cukup baik. Sebanyak 19 KK tidak merokok
di dalam rumah, sedangkan 10 KK mengaku jarang merokok di dalam
rumah dan 11 KK mengaku sering merokok di dalam rumah

G. HASIL KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA


Distribusi Responden Kesehatan Reproduksi Remaja
Jumlah (n) Persentase (%)

Laki-Laki 12 60

Perempuan 8 40
Total 20 100

Berdasarkan tabel tersebut, terdapat 12 orang (60%) responden remaja


laki-laki dan 8 orang (40%) responden remaja perempuan di lingkungan RW 05,
RT 03, Kelurahan Cebongan, Argomulyo, Salatiga. Hasil pengisian kuesioner
pengetahuan dan perilaku kesehatan reproduksi remaja dapat dilihat pada tabel
berikut:

KATEGORI PENGETAHUAN PERILAKU

Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)

BAIK 5 25 8 40

CUKUP 13 65 10 50

BURUK 2 10 2 10

Jumlah 20 100 20 100

Dari data tersebut, didapatkan bahwa mayoritas Remaja di lingkungan


RW 05, RT 03, Kelurahan Cebongan, Argomulyo, Salatiga memiliki pengetahuan
dan perilaku seputar kesehatan reproduksi .(Kespro) yang cukup (65% dan 50%
responden). Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kespro baik
adalah sebanyak 5 orang (25%) dan yang berperilaku kespro baik adalah
sebanyak 8 orang (40%). Responden yang berpengetahuan dan berperilaku
Kespro buruk ditemukan pada masing-masing 2 orang (10%).
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian di RT 03 RW 05 dusun Jagalan Kelurahan Cebongan dapat
ditarik kesimpulan berupa :
1. Dengan latar belakang di atas, maka dapat dilihat gambaran PHBS di RT 03
RW 05 dusun Jagalan Kelurahan Cebongan mempunyai perilaku dan
pengetahuan yang cukup terhadap PHBS, hal ini harus ditingkatkan terus
dan harus berkesinambungan sehingga tingkat kepemilikan dan penggunaan
lingkungan sekitar dapat terus ditingkatkan untuk mencapai lingkungan
yang nyaman di wilayah dusun Jagalan RT 03 RW 05 dusun Jagalan
Kelurahan Cebongan
2. Gambaran mengenai kesehatan reproduksi, remaja dusun Jagalan RT.03
Rw.05 Kelurahan Cebongan mempunyai perilaku dan pengetahuan yang
cukup. Hal ini sebaiknya ditingkatkan karena apabila remaja dibekali
pegetahuan kesehatan reproduksi yang komprehensif, maka remaja dapat
lebih bertanggung jawab dalam berbuat dan mengambil keputusan
sehubungan dengan kesehatan reproduksinya. Peran keluarga, sekolah
maupun lingkungan terkait sangat penting agar tercipta generasi remaja
yang berkualitas.

B. SARAN
1. Menggalakkan penyuluhan mengenai PHBS oleh Nakes terutama oleh
dokter dalam bentuk ceramah dan tanya jawab 1 bulan sekali
2. Melakukan pelatihan terhadap para kader, juru imunisasi, bidan, mantri,
tokoh masyarakat yang terjun langsung ke lapangan untuk memantau PHBS
3. Mengadakan lomba rumah PHBS serta desa PHBS setahun sekali untuk
memacu masyarakat secara umum dan rumah tangga miskin secara khusus
untuk menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
4. Pembentukan kader dari anggota karang taruna RT 03 RW 05 Dusun Jagalan
untuk meningkatkan pengetahuan menganai kesehatan reproduksi remaja
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, F. 2005. Sikap Manusia dan Pengaturanny aedisi ke 2. Yogyakarta: Pustaka


Keluarga

Badan Pusat Statistik (BPS). 2003. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2002-2003

Boyle, J.T., 2000. Diare Kronis. In : Behrman, Kliegman & Alvin, Nelson, ed. Ilmu
Kesehatan Anak Vol.2 Edisi 15. Jakarta : EGC, 1354-1361

Depkes. RI, Ditjen P3M 1981, "Demam Berdarah Diagnosa dan Pengelolaan
Penderita

Depkes RI, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta

Depkes RI, 2003, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue, Ditjen PPM & PLP, Jakarta.

Depkes, 2004 Kebijaksanaan Program P2DBD dan Situasi Terkini DBD di Indonesia

Dinkes. 2006. Profil Kesehatan Sumatera Utara. http://www.depkes. go. id.

Depkes RI. 2006. Pedoman Pelatihan Pembinaan PHBS di Rumah Tangga. Pusat
Promosi Kesehatan Depkes RI. Jakarta

Departemen Kesehatan Repubik Indonesia, 2006. Pedoman Tatalaksana Diare.


Available from: http://dinkessulsel.go.id/new/images/pdf/pedoman/pedoman
%20tatalaksana%20diare.pdf

Depkes RI, 2007. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (KADARZI).
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi
Masyarakat.
Depkes RI, 2008. Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan : Dalam Pencapaian
PHBS. Jakarta

Dinkes Lampung. 2003. Pengembangan PHBS di 5 tatanan. Lampung. http://dinkes-


lampung.go.id/blogspot.com.

DinKes, 2009. Perbaikan Gizi Masyarakat. Pemda Kabupaten Luwu Utara. Available
from: http://www.luwuutara.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&i d=784&Itemid=229

Erlien. (2008). Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka

Fauzi, Y. 2008. Kelapa Sawit Budidaya, Pemanfaatan Hasil Limbah, Analisa Usaha
dan Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya

Hadinegoro et al. (2001). Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.


Jakarta: Depkes RI

Hasan, Bisri. (1995). Remaja Berkualitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hurlock, E. B. (1993). Perkembangan Anak Jilid 2. Terjemahan oleh Thandrasa.


Jakarta: PT. Erlangga

Juffrie, M., et al, 2010. Buku Ajar Gastroenterologi - Hepatologi Jilid 1. Jakarta :
Balai Penerbit IDAI.

Kartasasmita, B. (2003). Catatan Pengembangan e-learning dalam Budaya Belajar


Kini. Makalah Seminar pada tanggal 8 Desember 2003 di ITB Bandung

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Situasi Diare di Indonesia. Buletin


Jendela, Data dan Informasi Kesehatan

Notoatmodjo, s, 2005, Promosi kesehatan teori dan Aplikasi, Jakarta : PT Rineka


Cipta

Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413

Suraatmaja, S., 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta : Sagung Seto.
Thomas Suroso. 2003. Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue
Dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Diterbitkan atas kerjasama Word
Health Organization Dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya. Erlangga Medical Series (EMS). Semarang

Você também pode gostar