Você está na página 1de 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya dalam

perjalanan pembentukan bayangan di retina. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan

kornea mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya,

kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan

(Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, 2012).

Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan kelainan kornea mulai dari erosi

kornea sampai laserasi kornea. Bilamana lesi terletak dibagian sentral, lebih-lebih

bila mengakibatkan pengurangan ketajaman penglihatan. Benda asing dan erosi di

kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan sewaktu mata dan

kelopak digerakkan. Pada trauma tumpul mata, kornea diperiksa untuk mencari

apakah terdapat kehilangan lapisan epitel (erosi), laserasi dan benda asing. Erosi

kornea merupakan terkikisnya lapisan kornea (epitel) oleh karena trauma pada bagian

superfisial mata. Erosi kornea adalah cedera mata yang paling umum dan mungkin

salah satu yang paling diabaikan. Erosi kornea biasanya sembuh dengan cepat, tanpa

gejala sisa yang serius. Akibatnya, hal ini sering dianggap kecil akibatnya. Namun,

keterlibatan kornea yang lebih dalam dapat menyebabkan pembentukan formasi

jaringan parut dalam epitel dan stroma. Erosi kornea terjadi pada keadaan yang

menyebabkan kompromi epitel seperti mata kering, cedera kornea superfisial atau

cedera mata misalnya disebabkan oleh benda asing, dan penggunaan lensa kontak

(Mann I).
Erosi kornea adalah cedera mata yang paling umum dan sangat umum

dikalangan orang-orang yang memakai lensa kontak. Meskipun erosi kornea

1
mencapai sekitar 10 % dari keadaan darurat mata yang terkait, kejadian diperkirakan

bervariasi menurut populasi dan tergantung pada bagaimana kegiatan yang mereka

lakukan ketika terlibat dalam mekanisme cedera. Insiden cedera tanpa penetrasi pada

mata yang meliputi erosi kornea, 1.57 % per tahun. Insiden erosi kornea lebih tinggi

di antara orang usia kerja karena orang-orang muda lebih aktif daripada orang tua.

Namun, orang-orang dari segala usia dapat memiliki resiko terkena erosi kornea.

Pekerja otomotif antara usia 20 dan 29 tahun memiliki insiden tertinggi cedera mata

(Wang, dkk).

1.2. RUMUSAN MASALAH


1.1.1. Bagaimana konsep teori dari erosi kornea e.c trauma mekanik tumpul?
1.1.2. Bagaimana menegakkan diagnosis erosi kornea e.c trauma mekanik tumpul

pada kasus ini?


1.1.3. Bagaimana penatalaksanaan erosi kornea e.c trauma mekanik pada kasus ini?

1.3. TUJUAN
1.3.1. Tujuan dari penulisan laporan kasus panjang ini adalah untuk menganalisis
kasus erosi kornea e.c trauma mekanik tumpul pada mata.

1.4. MANFAAT
1.4.1. Manfaat penulisan laporan kasus panjang ini adalah agar dapat mengetahui
mengenai erosi kornea terutama yang diakibatkan oleh trauma mekanik tumpul
pada mata
1.4.2. Diharapkan penyusunan makalah ini dapat dijadikan bahan referensi dalam
menyelasaikan kasus erosi kornea e.c trauma mekanik tumpul lainnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KORNEA

2
2.1.1. Anatomi Kornea
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan,

berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks

refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25

dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Dalam nutrisinya,

kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang

berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai

oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang

memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100

kali jika dibandingkan dengan konjungtiva (AAO, 2008). Kornea dewasa rata-

rata mempunyai tebal 550 m, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan

vertikalnya 10,6 mm ( Riordan-Eva, 2010).

Gambar II.1 Anatomi Mata

Secara histologis, lapisan sel kornea terdiri dari lima lapisan,

yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan

lapisan endotel (Riordan-Eva, 2010) :


1) Epitel

3
Tebal dari epitel ini adalah 50 m. Epitel kornea mempunyai lima

lapis sel epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel poligonal,dan

sel gepeng.

2) Membran Bowman

Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea

yang merupakan kolagen yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan

berasal dari bagian depan stroma.

3) Stroma

Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma

terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu

dengan lainnya.Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di

bagian perifer serta kolagen ini bercabang.

4) Membran Descemet

Membran Descemet merupakan membran aselular dan merupakan

batas belakang stroma kornea.

5) Endotel

Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk

heksagonal, dan tebalnya 20-40 m. Lapisan ini berperan dalam

mempertahankan deturgesensi stroma kornea.

2.1.2. Fisiologi Kornea


Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang

dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh

strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau

4
keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa

bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam

mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel.

Kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah

daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan

edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada

epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan

meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air

mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air mata

tersebut. Hal ini mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma

kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat

melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh.

Agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus.

Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam

kornea.

2.1.3. Patofisiologi Kornea


Sekali kornea cedera, stroma yang avaskular dan membran Bowman

mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus,

amuba, dan jamur (Biswell, 2010).

Adapun faktor-faktor yang sering menyebabkan kelainan pada kornea

adalah :

1) Dry eye
Kelainan ini muncul ketika lapisan air mata mengalami defisiensi

sehingga tidak dapat memenuhi batas-batas kecukupan, baik secara

5
kuantitatif maupun kualitatif, yang kemudian diikuti dengan keluhan

subjektif.Kekurangan cairan lubrikasi fisiologis merupakan faktor yang

dapat menyebabkan terjadinya infeksi mikroba pada mata (Bangun, 2009).


2) Defisiensi vitamin A

Kelainan kornea oleh karena defisiensi vitamin A dapat

menyebabkan kekeringan yang menggambarkan bercak Bitot yang

warnanya seperti mutiara yang berbentuk segitiga dengan pangkal

didaerah limbus. Bercak Bitot seperti ada busa di atasnya. Bercak ini tidak

dibasahi oleh air mata dan akan terbentuk kembali bila dilakukan

debridement. Terdapat dugaan bahwa bentuk busa ini merupakan akibat

kuman Corynebacterium xerosis. Hipovitamin A ini juga dapat

menyebabkan keratomalasia dan tukak kornea dimana akan terlihat kornea

nekrosis dengan vaskularisasi ke dalamnya (Ilyas, 2009).

3) Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea

Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea yang terjadi adalah

mikrokornea dan megalokornea.Mikrokornea adalah suatu kondisi yang

tidak diketahui penyebabnya, bisa berhubungan dengan gangguan

pertumbuhan kornea fetal pada bulan ke-5. Selain itu bisa juga

berhubungan dengan pertumbuhan yang berlebihan dari puncak anterior

optic cup yang meninggalkan sedikit ruang bagi kornea untuk

berkembang. Mikrokornea bisa berhubungan dengan autosomal

dominanatau resesif dengan prediksi seks yang sama, walaupun transmisi

dominan lebih sering ditemukan.Megalokornea adalah suatu pembesaran

segmen anterior bola mata. Penyebabnya bisa berhubungan dengan

kegagalan optic cup untuk tumbuh dan anterior tip menutupyang

6
meninggalkan ruangan besar bagi kornea untuk untuk diisi (Bangun,

2010).

4) Distrofi kornea

Deposit abnormal yang disertai oleh perubahan arsitektur kornea,

bilateral simetrik dan herediter, tanpa sebab yang diketahui. Proses dimulai

pada usia bayi 1-2 tahun dapat menetap atau berkembang lambat dan

bermanisfestasi pada usia 10- 20 tahun. Pada kelainan ini tajam

penglihatan biasanya terganggu dan dapat disertai dengan erosi kornea

(Ilyas, 2002).

5) Trauma kornea

Trauma kornea bisa disebabkan oleh trauma tumpul, luka penetrasi

atau perforasi benda asing. Kemungkinan kontaminasi jamur atau bakteri

harus diingat dengan kultur untuk bakteri dan jamur diambil pada saat

pemeriksaan pertama jika memungkinkan.Trauma tumpul kornea dapat

menimbulkan aberasi, edema, robeknya membran Descemet dan laserasi

korneoskleral di limbus (Bangun, 2010). Trauma penetrasi merupakan

keadaan yang gawat untuk bola mata karena pada keadaan ini kuman akan

mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat mengakibatkan kerusakan

susunan anatomik dan fungsional jaringan intraokular (Ilyas, 2009).

Perforasi benda asing yang terdapat pada kornea dapat menimbulkan

gejala berupa rasa pedas dan sakit pada mata. Keluhan ini mungkin terjadi

akibat sudah terdapatnya keratitis atau tukak pada mata tersebut (Ilyas,

2009).

2.2. TRAUMA MATA


2.2.1. Definisi Trauma Mata

7
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak sengaja yang

menimbulkan perlukaan mata dan merupakan kasus gawat darurat mata.

Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan

kebutaan bahkan kehilangan mata (Sidarta, 2005). Trauma mata adalah

kondisi mata yang mengalami trauma (rudapaksa) baik oleh zat kimia maupun

oleh benda tumpul, keras dan tajam (Anas, 2010).

2.2.2. Klasifikasi & Patofisiologi Trauma Mata


1) Trauma Tertutup
a) Contussive trauma (trauma tumpul)
Trauma tumpul adalah trauma tertutup yang berasal dari benda

tumpul seperti pukulan, bola tenis dan bola kriket. Trauma tertutup

adalah luka pada salah satu dinding bola mata (sklera atau kornea)

dan tidak merusak bagian intraokular. Trauma tumpul itu sendiri

juga dapat menyebabkan kerusakan pada kornea seperti abrasi,

edema, laserasi korneoskleral dan robekan pada membran

descement. Gambaran lingkaran putih karena sel sel endotel yang

edema akan muncul setelah beberapa jam akibat trauma dan

menghilang setelah beberapa hari. Yang termasuk trauma tumpul,

antara lain :
Konjungtival hemorrhage
Kelainan kornea (abrasi, edema, robekan membran

descement, laserasi korneoskleral)


Midriasis dan miosis traumatik
Iritis traumatik
Iridodyalisis dan cyclodialisis
Hifema traumatik

Traumatik midriasis dan miosis yang terjadi setelah trauma

tumpul sering diakibatkan robekan pada sfingter iris yang dapat

8
menyebabkan perubahan bentuk pupil yang permanen. Siklopegia

penting diberikan untuk mencegah sinekia posterior.

b) Nonperforating Mechanical Trauma


Trauma jenis ini sering disebabkan oleh benda benda asing pada

kornea ataupun konjungtiva. Benda asing pada konjungtiva

memerlukan pemeriksaan dengan selit lamp. Evaluasi dengan

mengeversikan palpebra superior dan irigasi untuk membersihkan

daerah fornik. Bila ada benda asing pada kornea, jika dicurigai

anterior chambers terlibat, evakuasibenda tersebut harus dikamar

operasi yang steril dan dilengkapi dengan mikroskop. Bila terjadi

laserasi konjungtiva harus dipastikan bahwa struktur bola mata lain

tidak ada yang terlibat dan tidak ada benda asing yang tertinggal.

Yang termasuk nonperforating trauma, antara lain :


Laserasi konjungtival
Benda asing konjungtiva (conjuntival foreign body)
Benda asing kornea (corneal foreign body)
Abrasi kornea
Post traumatic recurrent corneal erosion

2) Trauma Terbuka
a) Perforating mechanical trauma
Trauma terbuka adalah trauma yang menyebabkan luka dan

mengenai seluruh dinding bola mata (sklera dan kornea). Penting

untuk dibedakan trauma penetrating dengan trauma perforating.

Trauma penetrating jika cedera melukai kedalam jaringan bola mata,

sedangkan trauma perforating menembus melewati jaringan bola

mata. Untuk mendiagnosis trauma perforating harus diketahui

9
riwayat trauma dengan jelas dan jenis benda yang mengenainya

karena akan berpengaruh terhadap tindakan yang akan dilakukan

evaluasi pada penderita trauma mata yang dicurigai mengalami

cedera perforating meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan

ophthalmikus (status mata). Pemeriksaan trauma mata penetrating /

perforating :
1. Riwayat trauma mata :
Apakah Trauma yang mengancam nyawa
Waktu terkenanya trauma
Kecurigaan adanya benda asing intraokuli (intraocular

foreign body) seperti : besi, timah,tumbuh - tumbuhan,

kontaminasi minyak
Apakah menggunakan pelindung mata
Penanganan sebelumnya saat terjadinya trauma

2. Pemeriksaan setelah terjadinya trauma mata :


Status refraksi
Penyakit mata
Obat obatan yang digunakan
Riwayat operasi sebelumnya
3. Riwayat pengobatan :
Diagnosis
Obat obat yang sedang dikonsumsi
Alergi obat
Faktor resiko HIV/hepatitis
Riwayat operasi
Yang termasuk terjadinya trauma mata perforating (perforating

mechanical trauma), antara lain :


Tabel II.1 Trauma Mata Perforating (Perforating Mechanical
Trauma)

10
Tanda-tanda Diagnostik
Laserasi palpebral yang Uvea, vitreus, retina terekspos dengan

luas dunia luar


Tanda-tanda Diagnostik
Kemosis orbital Seidel tes positif
Laserasi konjungtival / Ada tampak intraocular foreign body

hemorrhage (benda asing intraocular)


Adhesi focal iris-cornea Tampak intraocular foreign body pada

pemeriksaan radiologi X-ray atau

ultrasonografi

Tabel II.1 Trauma Mata Perforating (Perforating Mechanical


Trauma)
Tanda-tanda Diagnostik
Defek iris
Trauma Hipotoni
Defek kapsul lensa
jenis ini lebih Lens opacity
Retinal
sering tiga kali
detachment/hemorrhag
terjadi pada pria
e
dibandingkan perempuan, tipikalnya pada kelompok usia muda (50 %) 15 34 tahun.

Penyebab terseringnya kekerasan,kecelakaan kerja dan olahraga Luasnya jaringan yang

terkena di sesuaikan dengan ukuran benda (objek) yang menyebabkannya (Kanski, JJ).

Trauma ini merupakan trauma tembus yang termasuk

emergensi medis yang akan mengancam visus karena terbukanya

dinding bola mata merupakan pintu masuk infeksi.Penanganan yang

cepat dan tepat dapat mengurangi komplikasi yang mungkin terjadi

11
Klasifikasi lain trauma mata terbuka berdasarkan BETT

(Birmingham Eye Trauma Terminology) :

Tabel II.2 Klasifikasi Trauma Mata Terbuka


Tipe atau jenis a. Rupture
b. Penetrating
mekanisme
c. IOFB
trauma d. Campuran
Tingkatan trauma a. 20/40
b. 20/50 sampai 20/100
berdasarkan hasil
c. 19/100 sampai 5/200
tajam penglihatan d. 4/200 sampai light perception
e. NLP
Pupil a. Positif, Relative Afferent
Pupillary Defect
b. Negatif Relative Afferent
Pupillary Defect
Zona a. Kornea dan limbus
b. Sklera posterior dari limbus
ke pars plana kira-kira 5 mm
posterior limbus
c. Melibatkan ketebalan seluruh
sklera pada daerah > 5 mm ke
arah posterior limbus.

3) Trauma Kimia (chemical trauma)


Trauma kimia pada matabervariasi, dari tingkat ringan sampai

menyebabkan kerusakan berat pada mata. Kebanyakan trauma kimia

disebabkan oleh bahan alkali (basa) dan bahan asam.

Prognosis jenis trauma ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain:
a) Kuatnya penetrasi bahan kimia tersebut
b) Konsentrasi bahan kimia
c) Volume solusinya

12
d) Durasi tereksposnya

Umumnya trauma ini terkena di tempat kerja, dengan mayoritas

pada usia 16 45 tahun.Trauma kimia asam lebih sering dua kali bila

dibandingkan dengan trauma kimia basa. Bahan kimia basa cenderung

penetrasi lebih dalam dibandingkan bahan asam, dengan

mengkoagulasikan permukaan protein membentuk barier proteksi. Bahan

kimia basa yang paling sering adalah amonia dan sodium hidroksi (sering

pada pembersih pakaian).

Bahan ini berpotensial menyebabkan kerusakan yang berat dengan

penetrasi yang cepat dan mencapai bilik mata depan dalam hitungan 1

menit. Kerusakan yang terjadi disebabkan karena proses saponifikasi dan

perubahan asam lemak di membran sel yang pada akhirnya meyebabkan

kematian sel. Proses ini mengenai jaringan lain pada mata seperti

konjungtiva, pembuluh darah, saraf , endotelium dan keratosit dengan

mekanisme yang sama.

Rasa nyeri yang hebat disebabkan karena agen kimia tersebut

menstimulasi ujung ujung persarafan di konjungtiva dan kornea.

Pengaruh terhadap sel goblet masih dalam penelitian sedangkan untuk

struktur intraokuli seperti iris, badan siliar, trabekular meshwork dapat

mengalami kerusakan juga tergantung pada penetrasi dan kadar pH dari

aquous humor.

Ulserasi pada stromal kornea dapat terjadi. Faktor yang

mempengaruhinya antara lain defek di kornea, epitelium, inflamasi,

13
pelepasan enzim proteolitik, defisiensi air mata dan sintesis kolagenase

(Skuta GL, 2006).

Bahan kimia asam yang sering mengenai mata adalah asam sulfur

dan asam hidrofluorik. Bahan ini sering terdapat pada pembersih, baterai

mobil. Ion hidrogen yang terdapat pada bahan asam ini, menyebabkan

nekrosis seluler, denaturasi protein dan presipitasi. Presipitasi protein ini

sebenarnya akan membentuk barier yang dapat memproteksi mata setelah

terkena asam. Barier ini dapat memproteksi untuk asam asam lemah

sedangkan untuk asam kuat prosesnya berlanjut menjadi penetrasi yang

dalam. Kornea itu sendiri dapat berfungsi sebagai barier buffer. pH kornea

menjadi netral antara 15 menit sampai 1 jam (Vanath M, 1997).

4) Trauma Termal
Umumnya trauma termal dibagi menjadi 2 kategori: luka bakar

karena uap panas, luka bakar karena kontak langsung. Trauma karena

uapnya merupakan sekunder dari api nya sedangkan kontak langsung

karena terekspos dari larutan panas ataupun benda yang panas.


Penelitian yang dilakukan selama periode 3 tahun ditemukan 47

% mengalami luka bakar pada wajah, 27 % mengenai kelopak mata dan

bagian dalam mata, 11 % dirujuk kedokter spesialis mata. Dari 54 pasien

dengan trauma mata, 50% terbakar padakelopak mata, 17 pasien

mengenai kornea. Rendahnya insiden kornea terlibat karena adanya reflex

kedip dan Bells phenomen. Penyebab utama dari penelitian ini adalah

karena terekspos pada gas. Derajat keparahan pada trauma termal ini

bergantung pada :
a) Temperatur dari objek
b) Luas area yang terkena suhu panas
c) Lamanya durasi kontak

14
Kebanyakan trauma termal mengenai permukaan superfisial dari

epitelium kornea dan konjungtiva. Luka bakar pada superfisial cenderung

mneyebabkan kornea keabuan - abuan dan opasifikasi. Adanya nekrosis

jaringan di debridement dengan perlahan. Pemberian siklopegik dan

patching penting. Antibiotik tetes diberikan jika ada abrasi pada kornea.

Umumnya luka bakar superfisial penyembuhan pada 24 - 48 jam tanpa

sequele.

Trauma yang berat dapat menyebabkan nekrosis kornea dan

perforasi. Intervensi keratoplasti dan transplantasi stem sel limbal dapat

dipertimbangkan (Khurana AK, et al).

5) Trauma Radiasi
Epitel kornea rentan cedera dengan radiasi sinar ultraviolet.

Awalnya tidak menimbulkan keluhan, pasien mulai mengeluhkan setelah

beberapa jam terekspos sinar UV. Akibatnya epitel kornea mengalami

erosi. Walaupun kondisi menimbulkan rasa nyeri, tetapi bersifal self

limited dalam 24 jam.


Penyebab tersering adalah karena tidak terlindunginya mata dengan

eksposure sinar matahari, uap las dan terlalu lama berada dibawah sinar

matahari.
Terpapar sinar radiasi/ion sangat berhubungan dengan ledakan

nuklir, X-ray dan radioisotope. Sinar X dan sinar laser dapat

menyebabkan makulopati seperti sinar las dan sinar matahari.


Radiasi ion pada mata dapat menyebabkan oedem, kemosis pada

konjungtiva, kornea (keratokonjungtivitis radiasi), dermatitis radiasi pada

kelopak mata, berkurangnya produksi air mata dan pada tahap lanjut dapat

jugamenyebabkan katarak radiasi.

15
Penanganannya adalah dengan patching (menutup) untuk

mengurangi ketidaknyamanan dari kedipan palpebra, antibiotik topikal

dan siklopegia (Vanath M, 1997).


6) Trauma Elektrik

Jenis trauma ini adalah karena adanya daya listrik atau elektrik

yang mengenai mata. Penyebab terseringnya karena ada hantaran listrik

dari dua arah. Akan ada ditemukan titik masuknya dankeluarnya dan

hantaran ini yang menyebabkan spasme pada otot otot yang terkena.

Pada titik masuk, tipikalnya terdapat tanda nekrosis tanpa hiperemis pada

sekitarnya.

Trauma karena elektrik berbeda dengan trauma thermal, pada

elektrik tidak menimbulkan nyeri, kering dan asepsis, seringnya berbentuk

lingkaran dihubungkan dengan temperatur yang sangat tinggi dan durasi

yang pendek. Pada kornea bentuk yang paling sering muncul opasitas

interstitial yang bisa berbentuk pungtata, stria dan difus.

Kekeruhan kornea ini biasanya hilang dalam beberapa hari. Bila

destruktif pada kornea berlanjut, maka epitel kornea menjadi nekrotik dan

eksfoliasi. Sensasi nyerinya berkurang sehingga bisa menyebabkan

terbentuk ulkus yang pada akhirnya menjadi skar yang menetap.Trauma

elektrik ini juga dapat menimbulkan katarak yang melibatkan kapsul

anterior dan posterior (Scuta GL, 2006).

7) Trauma Akibat Tumbuhan (Animal & Plant Subtance)

Hal penting yang harus diperhatikan dalam terjadinya trauma mata

adanya komplikasi yang disebabkan oleh material material vegetatif.

16
Keadaan ini sering ditemukan di negara negara yang berdaerah agraris

atau pertanian seperti negara negara Asia Tenggara dan negara Afrika

yang dikenal sebagai rice harvesting keratitis Sikatriks kornea

merupakan salah satu komplikasi yang mengenai kornea.

Pada penelitian yang dilakukan Aravind Eye Hospitaldi India

terdapat sekitar 56% trauma mata yang disebabkan oleh padi dan tebu.

Selanjutnya pada penelitian yang berbeda ditemukan kultur yang positif

pada ulkus kornea dengan spesimen yang ditemukan berupa golongan

bakteri dan jamur (Skuta GL, 2011).

3.1. EROSI KORNEA


3.1.1. Definisi Erosi Kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terlepasnya epitel kornea yang

disebabkan trauma tumpul ataupun tajam pada kornea. Defek pada epitel

kornea memudahkan kuman menyerang kornea sehingga mengakibatkan

terjadinya infeksi sekunder. Erosi kornea sering kali diawali dengan trauma

pada mata. Segera sesudah trauma atau masuknya benda asing, penderita akan

merasa sakit sekali, akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat

sensibel yang banyak, mata menjadi berair, fotofobia dan penglihatan akan

terganggu oleh media yang keruh.

3.1.2. Epidemiologi
Prevalensi trauma okuli di Amerika Serikat sebesar 2,4 juta

pertahun dan sedikitnya setengah juta di antaranya menyebabkan kebutaan.

Di dunia, kira-kira terdapat 1,6 juta orang yang mengalami kebutaan, 2,3

juta mengalami penurunan fungsi penglihatan bilateral, dan 19 juta

17
mengalami penurunan fungsi penglihatan unilateral akibat trauma mata

(Widiana, 2010).

Berdasarkan jenis kelamin, beberapa penelitian yang menggunakan

data dasar rumah sakit maupun data populasi, menunjukkan bahwa laki-

laki mempunyai prevalensi lebih tinggi. Wong mendapatkan angka insiden

trauma pada laki-laki sebesar 20 per 100.000 dibandingkan 5 per 100.000 pada

wanita. Trauma okuli terbanyak terjadi pada usia muda, di mana Vats

mendapatkan rerata umur kejadian trauma adalah 24,2 tahun ( 13,5)

(Widiana, 2010).

3.1.3. Patofisiologi
Ruptur bola mata dapat terjadi ketika objek tumpul menekan orbita

mengakibatkan tekanan pada bola mata dalam aksis anterior posterior

menyebabkan peningkatan tekanan intraokular, sehingga menyebabkan

robekan sklera. Ruptur akibat trauma tumpul sering kali terjadi pada daerah-

daerah tertipis pada sklera, pada insersi otot-otot ekstraokular, pada limbus

dan pada daerah yang telah terjadi operasi intraokular sebelumnya. Benda-

benda tajam atau yang bergerak dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan

perforasi bola mata secara langsung. Benda asing yang kecil dapat melakukan

penetrasi pada bola mata dan menetap di dalam bola mata. Kemungkinan

untuk terjadi bola mata harus dipikirkan dan disingkirkan selama evaluasi dari

seluruh trauma orbita tumpul dan penetrasi, dan juga pada semua kasus yang

melibatkan proyektil dengan kecepatan tinggi, yang berpotensi untuk

menyebabkan penetrasi okular (Golden, 2014). Terdapat empat mekanisme

yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu (Rapon, 2014) :

1) Coup

18
Coup adalah kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma
2) Countercoup
Countercoup merupakan gelombang getaran yang diberikan oleh coup, dan

diteruskan melalui okuler dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini,

bagian equator dari bola mata cenderung mengambang dan merubah

arsitektur dari okuli normal. Pada akhirnya, bola mata akan kembali ke

bentuk normalnya, akan tetapi hal ini tidak selalu seperti yang diharapkan.
3) Equatorial
4) Global Reposititioning

Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan

permukaan luar bola mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing.

Meskipun demikian kebanyakan trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada

kornea dan pembetukan infeksi yang berasal dari terputusnya atau

perlengketan pada kornea yang mana hal ini dapat menjadi serius. Benda asing

dan aberasi di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan

sewaktu mata dan kelopak mata digerakkan. Defek epitel kornea dapat

menimbulkan keluhan serupa. Fluoresens akan mewarnai membran basal

epitel yang terpajan dan dapat memperjelas kebocoran cairan akibat luka

tembus (uji Seidel positif) (Augsburger, 2004).

3.1.4. Gejala Klinis

Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut (Ilyas, 2004) :

1) Trauma tumpul, yang terdiri atas :


a) Konkusio, yaitu trauma tumpul pada mata yang masih reversibel,

dapat sembuh dan normal kembali.


b) Kontusio, yaitu trauma tumpul yang biasanya menyebabkan

kelainan vaskuler dan kelainan jaringan/ robekan.


2) Luka akibat benda tajam, yang terdiri atas :
a) Tanpa perforasi
b) Dengan perforasi, meliputi :

19
Perforasi tanpa benda asing intra okuler
Perforasi dengan benda asing intra okuler
c) Luka bakar dan etsing, terjadi oleh karena :
Sinar dan tenaga listrik
Agen fisik, misalnya : luka bakar
Agen kimia
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke

dalam bola mata, maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus,

seperti (Ilyas, 2004) :


a) Mata merah, nyeri, fotofobia, blepharospasme dan lakrimasi.
b) Tajam penglihatan yang menurun akibat tedapatnya kekeruhan

media refrakta secara langsung atau tidak langsung akibat ruma

tembus tersebut.
c) Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata.
d) Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea.
e) Bentuk dan letak pupil berubah.
f) Terlihatnya rupture pada kornea atau sclera.
g) Adanya hifema pada bilik mata depan.
h) Terdapat jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris lensa,

badan kaca atau retina.


3.1.5. Penatalaksanaan
1) Medikamentosa
a. Siklopegik aksi pendek
Untuk mengurangi rasa sakit dan mengistirahatkan mata.
b. Antibiotik topical berupa tetes mata
Untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, mata ditutup,

agar pertumbuhan epitel tidak terganggu oleh kedipan,

mencari kemungkinan adanya benda asing yang terdapat

dimata dengan membalik palpebral superior ke atas.


Pada kornea tidak boleh diberikan steroid, karena steroid

dapat menghambat penyembuhan epitel, menambah

aktifnya kolagenase, selain itu juga dapat memudahkan

terjadinya infeksi jamur maupun virus karena daya tahan

kornea menurun akibat steroid.


c. Analgesik
d. Vitamin C dan B kompleks untuk memacu sintesis kolagen
2) Non Medikamentosa

20
a. Pemberian salep mata Gentamycin dan tutup mata dengan kasa

steril
b. Rujuk ke bagian spesialis mata

BAB III
KERANGKA DIAGNOSIS

ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN


PENUNJANG

DIAGNOSIS BANDING
DAN
DIAGNOSIS AKHIR

PENATALAKSANAAN

MONITORING

21
BAB IV
LAPORAN KASUS

4.1. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesa dengan orang tua pasien pada hari
Kamis, 18 Agustus 2016 di Poli Mata RSUD Bangil, Pasuruan.

4.1.1. Identitas Pasien


Nama : An. Muhammad Naswah
Umur : 5 th
Tanggal lahir : 01 Maret 2011
Jenis kelamin : Laki laki
Alamat : Balungwatu 04/010 Cangkring Malang Beji
Pasuruan
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : Belum Sekolah
Agama : Islam
No RM : 304557

4.1.2. Keluhan Utama


Post KLL tadi pagi jam 07.00 WIB

4.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan mata kiri bengkak, berair, dan merah. Ibu

Pasien mengaku sebelumnya baru saja pasien mengalami kecelakaan lalu

lintas tertabrak sepeda motor pagi tadi jam 07.00 WIB.

4.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit serupa : (-)
Riwayat DM : pasien tidak pernah periksa gula darah
Riwayat HT : pasien tidak pernah periksa tekanan darah
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat trauma : tertabrak sepeda motor pukul 07.00 WIB

4.1.5. Riwayat Penyakit Keluarga

22
Riwayat sakit serupa : (-)
Riwayat DM : (-)
Riwayat HT : (-)
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat trauma : keluarga tidak mengalami trauma serupa

4.1.6. Riwayat Pemakaian Obat


Pasien belum menggunakan obat apapun.

4.1.7. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien belum bersekolah dan biaya pengobatan di tanggung orang tua

pasien.

4.2. PEMERIKSAAN FISIK


4.2.1. Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital : tidak dievaluasi
Pemeriksaan Umum : A/I/C/D : -/-/-/-

4.2.2. Status Oftalmologi

OD OS

OD OS
Tidak dapat dievaluasi Visus Tidak dapat dievaluasi
karena pasien tidak karena pasien tidak
kooperatif kooperatif
Tidak ditemukan proptosis Bulbus okuli Tidak ditemukan proptosis
Tidak terdapat benjolan Palpebra Tidak ada benjolan
Hiperemi (-) Hiperemi (+)
Edema (-) Edema (+)
Entropion (-) Entropion (-)
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
CVI (-) Konjungtiva CVI (+)
PCVI (-) PCVI (-)
Jernih Kornea Erosi
Edema (-)
Flouresin (+)
Korpus alienum (+)
Kedalaman cukup COA Kedalaman cukup
Hifema (-) Hifema (-)

23
Hipopion (-) Hipopion (-)
Reguler Iris Reguler
Bulat Pupil Bulat
Sentral Sentral
Reguler Reguler
Diameter 3mm Diameter 3mm
Reflek cahaya (+) Reflek cahaya (+)
Jernih Lensa Jernih
Tidak dievaluasi Tonometri Tidak dievaluasi

OD OS

4.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG


4.3.1. Fluoresin Tes
Yaitu uji untuk melihat adanya defek pada epitel kornea. Caranya,

kertas fluoresin dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologis kemudian

diletakkan pada saccus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu penderita

diberi anestesi lokal. Penderita diminta menutup matanya selama 20 detik,

kemudian kertas diangkat. Defek kornea akan terlihat berwarna hijau dan

disebut sebagai uji fluoresin positif.


4.3.2. Plasido Tes
Yaitu uji untuk melihat kelengkungan kornea. Caranya dengan

memakai papan plasido yaitu papan dengan gambaran lingkaran konsentris

putih hitam yang menghadap pada sumber cahaya, sedang pasien sendiri

membelakangi sumber cahaya. Melalui lubang di tengah dilihat gambaran

bayangan plasido pada kornea. Normal bayangan plasido pada kornea berupa

lingkaran konsentris.
4.3.3. Fisel Tes
Yaitu uji untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea. Pada

konjungtiva inferior ditaruh kertas fluoresin. Bila terdapat fistel kornea akan

terlihat pengaliran cairan mata berwarna hijau. Uji Sensibilitas kornea

24
Yaitu uji untuk menilai fungsi saraf trigeminus kornea. Caranya

dengan meminta penderita melihat jauh ke depan, kemudian dirangsang

dengan kapas kering dari bagian lateral kornea. Bila terdapat refleks

mengedip, rasa sakit atau mata berair berarti fungsi saraf trigeminus dan fasial

baik.
4.3.4. Slit Lamp
4.3.5. Funduskopi

BAB V
PEMBAHASAN

5.1. ANAMNESA
Anamnesis yang didapat dari keluhan pasien adalah :

25
Pasien baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas tertabrak sepeda motor dan

mata kiri pasien terhantam spion motor.


Mata kiri pasien mengalami bengkak, mengeluarkan air terus-menerus

(nrocoh), dan tampak merah.


Pasien mengaku mata kiri tidak terasa nyeri, tidak terasa gatal dan namun

terasa mengganjal.
Orang tua pasien berkata bahwa pasien belum diberikan obat apapun dan

langsung dibawa ke Poli setelah kejadian.

5.2. PEMERIKSAAN FISIK


Kondisi umum baik.
Tanda vital tidak dievaluasi.

5.3. PEMERIKSAAN LOKALIS MATA


Inspeksi : Pada palpebral tampak edema, ada hiperemi minimal, dan pada

konjungtiva tampak hiperemi, sclera normal, kornea jernih, bilik mata depan

normal, iris normal, pupil bulat, isokor, reflek cahaya positif, lensa jernih.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada benjolan.
Pemeriksaan visus : VOD 6/7, VOS 6/12

5.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


5.4.1. Fluoresin Tes
Pada pemeriksaan fluoresin okuli sinistra tampak bentukan oval berwarna
hijau pada bagian kornea.

5.4.2. Plasido Tes


Tidak dilakukan
5.4.3. Fistel Tes
Tidak dilakukan

26
5.4.4. Uji Sensibilitas Kornea
Tidak dilakukan
5.4.5. Slit Lamp
5.4.6. Funduskopi
Tidak dilakukan

5.5. ANALISIS DIAGNOSA BANDING


5.5.1. Edema Kornea
Keluhan yang ditimbulkan adalah penglihatan kabur dan terlihatnya

pelangi di sekitar lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat

keruh dengan uji plasido positif.


5.5.2. Konjungtivitis
Konjungtivitis dapat menimbulkan gejala berupa mata merah, sensai

benda asing, keluarnya secret selama kurang dari 4 minggu.


5.6. DIAGNOSIS AKHIR
Setelah dilakukan anamnesis dan beberapa pemeriksaan, penulis

menyimpulkan bahwa anak Muhammad Naswah menderita Erosi Kornea et causa

Trauma Mekanik Tumpul Occulus Sinistra.

5.7. PENATALAKSANAAN
5.7.1. Cefadroxil syrup 125 2 x cth I
5.7.2. Gentamycin ed 8x1 OS
5.7.3. Cendo Lyteers ed 8x1 OS

5.8. RENCANA MONITORING


5.8.1. Kontrol 2 hari
5.8.2. Keluhan secara subyektif
5.8.3. Pengukuran tajam penglihatan

5.9. KOMPLIKASI
5.9.1. Ulkus Kornea

5.10. PROGNOSIS
5.10.1. Ad Vitam : dubia ad bonam
5.10.2. Ad functionam : dubia ad bonam
5.10.3. Ad sanationam : dubia ad bonam

5.11. EDUKASI
5.11.1. Menjaga kebersihan mata dengan baik
5.11.2. Menjelaskan kepada orang tua mengenai prosedur terapi yang harus dilakukan
5.11.3. Menjelaskan kepada orang tua mengenai komplikasi yang mungkin terjadi
5.11.4. Menjelaskan kepada orang tua mengenai prognosis penyakit pasien

27
BAB VI
PENUTUP

6.1. KESIMPULAN

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan

perlukaan mata dan merupakan kasus gawat darurat mata.Perlukaan yang

ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan

kehilangan mata (Sidarta, 2005).

Trauma pada mata dapat mengakibatkan terjadinya erosi kornea. Erosi

kornea merupakan keadaan terlepasnya epitel kornea yang disebabkan trauma

tumpul ataupun tajam pada kornea. Defek pada epitel kornea memudahkan kuman

menyerang kornea sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi sekunder. Untuk

menegakkan diagnosis erosi kornea dapat diperoleh berdasarkan hasil anamnesis,

yaitu fotofobia, lakrimasi, blefarospame, gangguan visus, serta pada pemeriksaan

didapatkan injeksi perikornea. Dapat juga menggunakan pemeriksaan lain seperti

tes Plasido, tes Fluoresin, tes sensitivitas atau kultur, dan juga tes fistel. Pada

kasus ini penderita mengalami erosi pada kornea yang disebabkan oleh hantaman

spion motor yang merupakan benda tumpul, sehingga pasien diberikan Cefadroxil

28
sirup 125 2xcth I, Gentamycin ed 8x1, dan Cendo Lyteers ed 8x1. Penanganan

yang cepat dan tepat dapat mencegah terjadinya hal yang lebih buruk atau

komplikasi yang buruk seperti ulkus kornea.

6.2. SARAN

Pasien di edukasi untuk menjaga higienitas, banyak mengkonsumsi sayur dan

buah, serta segera berobat ke dokter spesialis mata jika obat habis atau terdapat

keluhan. Untuk perlindungan mata di anjurkan pasien menggunakan kaca mata

sebagai serta rajin membersihkan mata dengan kapas yang dipilin, lalu disterilkan

dengan cara direndam dalam air panas.

DAFTAR PUSTAKA

Augsburger J, Asbury T. Ocular & Orbital Trauma. In: Vaughan & Asbury's General

Ophthalmology, 16th ed.; San Fransisco: McGraw-Hill; 2004. P.: 371-9.

Bangun, C.Y.Y., 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Kornea di Kabupaten Langkat.

Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H. Adam Malik.Tesis.

Availablefrom:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6385/1/10E00176.pdf

Biswell, R., 2010. Kornea. In: Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC

29
Ilyas Sidarta. 2004. Trauma Mata. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI Jakarta.

Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Hal ; 259-76.

Ilyas, Sidarta. 2009. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI Jakarta.

Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, 2012.

Golden, JD. Globe Rupture. Available from http://emedicine.medscape.com/article/798223.

Accessed; 17 Februari 2014.

Rapon, JM. Ocular Trauma Management For The Primary Care Provider. Avilable from

http://.opt.pacificu.edu//cc/catalog/10310-SD/triage.htm. Accessed; 19 Februari

2014Riordan-Eva, P., John P. Whitcher. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta:

Penerbit EGC. 369-370.

Widiana, I Gede R., Andayani, A., Djelantik, AAA Sukartini. 2010. The Relation of Onset of

Trauma and Visual Acuity on Traumatic Patien. Bali : Jurnal Oftalmologi Indonesia.

Vol : 7. No. 3. Hal : 85-90.

Yuan, F., Wang, L., Lin, C., Chou, C., Li, L. A cornea substitute derived from fish scale: 6- month

follow up on rabbit model. J Ophthalmol. 2016 agst ;91(10):40.

30

Você também pode gostar